Anda di halaman 1dari 100

HUBUNGAN PERILAKU ANAK BROKEN HOME

DENGAN TINGKAT STRES PADA SISWA SMAN 9 PANDEGLANG


DAN SMKN 6 PANDEGLANG
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh

Siti Mar’atussholihah 11181040000075

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442H/2022
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Siti Mar’atussholihah

NIM : 11181040000075

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan Perilaku Anak Broken Home
Dengan Tingkat Stres Pada Siswa Sekolah Tingkat Atas Di Kabupaten Pandeglang adalah
benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiarisme dalam
penyusunannya. Adapun sumber kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya
cantumkan sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia bertanggung jawab dan
mendapatkan sanksi apabila skripsi ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan plagiat dari
karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya

Pandeglang, Mei 2022

Siti Mar’atussholihah

FACULTY OF HEALTH SCIENCE

i
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduate Thesis, August 2022

Siti Mar’atussholihah, 11181040000075

XVI+ (55) pages, (22) tabels, (2) charts, (1) pictures, (8) attachments

ABSTRACT

Broken home is a household that is no longer functioning as a family due to fail in playing the
role as a parent. The purpose of the study was to examine the relationship between broken
home children's attitudes with stress level among students of SMKN 6 and SMAN 9 Pandeglang
City. The study was using quantitative with cross sectional research. By using the total sampling
method, 110 high school students participated in the study. Students' stress levels and attitudes
were evaluated using Perceived Stress Scale (PSS) and Strength Difficulties Questionnaire
(SDQ) questionnaires. The study showed significant correlations between the perceived stress
levels and attitudes among two groups of schools (p<0.05). However, there were no significant
differences in the attitudes of broken home students among the two groups (P>0.05). This study
reveals that the abnormal attitudes of the broken home student can be correlated with stress
levels. Therefore, it is imperative for the school to do early screening stress level among
students especially broken home students. Suggestions in this study are that health services
provide guidance and counseling teachers on how to measure stress levels and student behavior
problems in schools.

Keywords : Broken Home, Behavior, Stress, SMK/SMA student

ii
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Agustus 2022
Siti Mar’atussholihah, 11181040000092
Hubungan Perilaku Anak Broken Home dengan tingkat Stres Pada Siswa SMAN 9
Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang
XVI + (55) halaman, (22) tabel, (2) bagan, (1) gambar, (8) lampiran

ABSTRAK
Broken home merupakan keadaan dimana keluarga yang sudah tidak harmonis dan rusaknya
struktur peran sosial karena sudah gagal menjalankan perannya masing-masing. Tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan perilaku anak broken home dengan tingkat stres
di SMKN 6 Pandeglang dan SMAN 9 Pandeglang. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan pendekatan coss sectional. Teknik dalam menentukan lokasi penelitian
menggunakan purposive sampling dan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu
dengan cara total sampling. Jumlah responden pada penelitian ini yaitu 110 siswa broken home
di SMKN 6 Pandeglang dan SMAN 9 Pandeglang. Perilaku anak broken home diukur dengan
SDQ dan tingkat stres siswa di ukur dengan PSS. Hasil penelitian dengan uji spearman rho
terdapat hubungan antara perilaku siswa broken home dengan tingkat stres dengan hasil P<0.05
dan tidak terdapat perbedaan antara tingkat stres siswa SMKN 6 dengan SMAN 9 Pandeglang
dengan P>0,05 serta tidak ada perbedaan pada perilaku siswa broken home di SMKN 6 dan
SMAN 9 Pandeglang. Anak-anak broken home menunjukkan perilaku yang abnormal pada
aspek emosional sehingga penting bagi sekolah melakukan deteksi dini tingkat stres pada
siswanya. Saran pada penelitian ini yaitu layanan kesehatan membekali guru BK bagaimana
cara untuk mengukur tingkat stres dan masalah perilaku siswa di sekolah.

Kata kunci: Broken home, Perilaku, Tingkat stres, siswa SMA/SMK

iii
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Siti Mar’atussholihah

Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 26 Februari 1999

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl Raya Pasar Sobang, RT 03/ RW 01 Kp. Cibintarok, des.


Pangkalan, kec. Sobang, Kab. Pandeglang, Prov. Banten.

No. Telepon : 085693638066

Email : siti.sholihah18@mhs.uinjkt.ac.id

Siti.sholihah2602@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Pangkalan 6 (2005 − 2011)


2. MTs Hidayatul Mubtadi-ien Sobang (2011 − 2014)
3. SMAN 4Pandeglang (2014 − 2017)
4. S1 Keperawatan UIN Jakarta (2018 − sekarang)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota seni teater Wisrawa SMAN 4 Pandeglang (2014 - 2016)


2. Anggota DEMA UIN Jakarta (2020 − 2021)
3. Anggta Sobang project (2020- sekarang)

vii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Karunia-Nya
yang selalu kita semua rasakan tanpa pernah kita bisa hitung dan tidak akan pernah mampu
untuk menghitungnya, Sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada
junjungan kita, panutan kita, serta motivasi terbesar kita untuk selalu berbuat kebaikan yakni
Nabi Muhammad SAW. Berkat nikmat dan rahmat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan
Perilaku Anak Broken Home Dengan Tingkat Stres Pada Siswa Sekolah Tingkat Atas Di
Kabupaten Pandeglang” yang disusun serta diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Keperawatan. Selama proses penyusunan dan menyelesaikan proposal skripsi
merupakan hal yang tidak mudah untuk dilalui, serta tidak sedikit rintangan dan hambatan yang
dihadapi penulis. Penulis sadar bahwa proposal ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih
kepada pihak yang bersangkutan, yaitu:

1. Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
diberikan kesempatan mengenyam Pendidikan sampai saat ini dengan baik.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Zilhadia, M.si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Yenita Agus, S.Kp., M.Kep., PhD., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., MSc selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing dan memotivasi kepada penulis selama proses belajar di Program
Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Ns. Eni Nur’aini, S.Kep., MSc., PhD selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, meluang waktu, tenaga,
serta memberikan ilmu dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
ini.

viii
7. Ibu Ratna Pelawati, S.Kp., M.Biomed dan selaku Dosen Penguji 1 yang telah
memberikan saran dan masukan kepada penulis sehingga penulisan skripsi menjadi
lebih baik dan meningkatkan kualitas penulisan.
8. Ibu Maftuhah, M.Kep., PhD selaku Dosen Penguji 2 yang telah memberikan saran
dan masukan kepada penulis sehingga penulisan skripsi menjadi lebih baik dan
meningkatkan kualitas penulisan.
9. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu yang berlimpah dan bermanfaat sehingga dapat
membantu penulis dalam menjalankan proses belajar di Program Studi Ilmu
Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah
10. Johar Mutohar dan Nur Hayati, orang tua penulis yang penulis sayangi dan cintai.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas segala doanya
11. Juwairiyah, Budi Nasikhin, ruqoyah, Zidan, Alin, Dayyan dan Malikha, keluarga
peneliti yang selalu memberikan dukungan dan doa terbaik.
12. Kholifah sahabat peneliti sejak kecil hingga sekarang dan Angga yang sudah menjadi
support system dan pendengar yang baik ketika peneliti mengungkapkan keluh-
kesahnya
13. Sahabat-sahabat penulis, Nilam, Nurmala, Zunurainil, Yelli Pua, Fatmawati, Hani,
Syifa Nurul, Syifa Fauziah, Ayu M, Ayu A, Sharavina, Anggita dan Ig. Terimakasih
telah menjadi pendengar yang baik, memberikan dukungan dan saran, serta doa yang
diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan hingga saat ini.
14. Teman-teman angkatan 2018 yang telah membersamai masa kuliah penulis dengan
penuh kenangan. Terimakasih sudah menjadi teman yang baik selama perkuliahan
15. Teman-teman satu bimbingan, Selvy, Vivi, Syadad. Terimakasih telah menjadi
teman diskusi dan berjuang Bersama dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat untuk para pembaca dan
peneliti menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu
peneliti menerima saran dan masukan agar penelitian dapat lebih baik lagi kedepannya.
Pandeglang, Mei 2022

Penulis

ix
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN.............................................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................................x
DAFTAR BAGAN ............................................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................ xv
DAFTAR ISTILAH............................................................................................................................. xvi
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian......................................................................................................................... 5
1. Tujuan Umum.......................................................................................................................... 5
2. Tujuan Khusus......................................................................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian....................................................................................................................... 6
1. Bagi-pendidikan Ilmu-Keperawatan ....................................................................................... 6
2. Bagi pihak sekolah .................................................................................................................. 6
3. Bagi peneliti ............................................................................................................................ 6
E. Ruanglingkup Penelitian ............................................................................................................. 6
BAB II..................................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 8
A. Siswa Sekolah Menengah Atas ................................................................................................... 8
1. Definisi Siswa.......................................................................................................................... 8
2. Tugas Perkembangan Remaja ................................................................................................. 9
3. Karakteristik Remaja ............................................................................................................. 10
B. Broken Home ............................................................................................................................. 12
1. Definisi Broken Home........................................................................................................... 12
2. Karakter Remaja Akibat Broken Home ................................................................................ 13

x
C. Stres ........................................................................................................................................... 15
1. Pengertian Stres ..................................................................................................................... 15
2. Jenis Stres .............................................................................................................................. 16
3. Tahapan Stres ........................................................................................................................ 17
4. Tingkatan Stres ...................................................................................................................... 18
5. Fisiologi Stres ........................................................................................................................ 19
6. Model stres adaptasi .............................................................................................................. 20
7. Adaptasi ................................................................................................................................. 22
E. Penelitian Terkait ...................................................................................................................... 24
F. Kerangka Teori ............................................................................................................................ 1
BAB III ................................................................................................................................................. 26
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL .................................... 26
A. Kerangka Konsep ...................................................................................................................... 26
B. Definisi Operasional .................................................................................................................... 1
BAB IV ................................................................................................................................................... 1
MODEL PENELITIAN ........................................................................................................................ 1
A. Desain Penelitian ......................................................................................................................... 1
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................................................... 1
C. Populasi dan Sampel ................................................................................................................... 1
1. Populasi ................................................................................................................................... 1
2. Sampel ..................................................................................................................................... 1
3. Besar sampel............................................................................................................................ 2
D. Tehnik Pengambilan Sampel ....................................................................................................... 2
E. Instrumen Penelitian .................................................................................................................... 2
F. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ............................................................................................... 5
G. Metode Pengumpulan Data ......................................................................................................... 7
H. Pengolahan data........................................................................................................................... 8
I. Analisis data ................................................................................................................................ 9
J. Etika Penelitian.......................................................................................................................... 10
BAB V .................................................................................................................................................. 12
HASIL PENELITIAN......................................................................................................................... 12
A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ........................................................................................ 12
B. Analisis Univariat ...................................................................................................................... 12

xi
C. Uji Normalitas Data................................................................................................................... 18
D. Uji Bivariat ................................................................................................................................ 18
BAB VI ................................................................................................................................................. 21
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 21
A. Analisis Deskriptif ..................................................................................................................... 21
B. Analisis bivariat......................................................................................................................... 28
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................................. 30
BAB VII................................................................................................................................................ 31
PENUTUP ............................................................................................................................................ 31
A. Simpulan.................................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 33
LAMPIRAN ......................................................................................................................................... 38
Lampiran 1: Surat Persetujuan Etik................................................................................................... 39
Lampiran 3: Surat Izin Penelitian ...................................................................................................... 40
Lampiran 4: Lembar Informasi Penelitian ........................................................................................ 41
Lampiran 5: Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian .................................................................... 42
Lampiran 7: Lembar Kuesioner ........................................................................................................ 43
Lampiran 8: hasil Uji SPSS ............................................................................................................... 49

xii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori.......................................................................................................25

Bagan 3.1 Kerangka Konsep...................................................................................................40

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 3 1 Definisi Operasional ................................................................................................................ 1


tabel 4 1Kuesioner Perceived Sress Scale PSS ...................................................................................... 3
Tabel 4 2 Kisi-kisi kuesioner SDQ.......................................................................................................... 5
Tabel 4 3Kategori Hasil Skor SDQ ......................................................................................................... 5
Tabel 4. 4 Codding .................................................................................................................................. 9
Tabel 5 .1 Karakteristik Responden Usia .............................................................................................. 12
Tabel 5. 2 Karakteristik Responden Jenis Kelamin............................................................................... 13
Tabel 5. 3 Karakteristik Responden Kelas ............................................................................................ 13
Tabel 5. 4 Karakteristik responden penyebab broken home ................................................................. 14
Tabel 5. 5 Karakteristik responden orang tua yang mengasuh .............................................................. 14
Tabel 5. 6 Distribusi Tingkat Stres ....................................................................................................... 15
Tabel 5. 7 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) total............................................. 15
Tabel 5. 8 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek Prososial .......................... 16
Tabel 5. 9 Distribusi Strength And Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek Hiperaktivitas ................. 16
Tabel 5 10 Distribusi Strength And Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek Emosional ..................... 17
Tabel 5. 11 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek Conduct ......................... 17
Tabel 5 12 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek Peer ................................ 18
Tabel 5. 13 Uji Normalitas Data Tingkat Stres dan Perilaku Siswa SMKN 6 dan SMAN 9 ................ 18
Tabel 5 14 Hubungan Antara Tingkat Stres dan Perilaku Siswa Broken Home Di SMKN 6 .............. 19
Tabel 5. 15 Hubungan antara tingkat stres dan Perilaku Siswa broken home di SMAN 9 .................. 19
Tabel 5. 16 Perbandingan Tingkat Stres Siswa SMKN 6 Pandeglang Dengan SMAN 9 Pandeglang . 20
Tabel 5. 17 Perbandingan Tingkat Stres Siswa Smkn 6 Pandeglang Dengan Sman 9 Pandeglang ...... 20

xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang respon stres...........................................................................................22

xv
DAFTAR ISTILAH

SMA = Sekolah Menengah Atas

SMK = Sekolah Menengah Kejuruan

KEMENKES = Kementrian Kesehatan

RI = Republik indonesia

RISKESDAS = Riset Kesehatan Dasar

UU = Undang-Undang

BK = Bimbingan Konseling

PDSKJI = Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia

UKS = usaha kesehatan sekolah

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk mendapatkan
pendidikan dasar. Keluarga dapat mempengaruhi perkembangan sikap dan tingkah laku
anak. Hal ini dikarenakan anak akan mengamati bagaimana tingkah laku kedua orang
tuanya (Yusmaniar 2021). Dalam sebuah keluarga harusnya orang tua dapat memegang
peran penting untuk membantu memenuhi perkembangan anak. Salah satu peran dari
keluarga yaitu memberi dukungan secara emosional atau pemeliharaan (Hastuti, 2021).
Keluarga utuh merupakan keluarga yang didalanya terdapat anak, ibu dan bapak. Akan
tetapi ada juga keluarga yang tidak utuh akibat kehilangan pasangan karena kematian
ataupun karena perceraian. Keadaan ini biasanya disebut broken home.
William (2007 dalam Yusmanir, 2021) mengartikan broken home sebagai
pecahnya keluarga dan rusaknya struktur peran dalam keluarga. Keluarga dikatakan
broken home ketika keluarga tidak merasakan keharmonisan dan orang tua tidak dapat
dijadikan tauladan bagi anaknya. Ketika keluarga sudah tidak harmonis biasanya
berujung pada perceraian. Perceraian merupakan salah satu kegagalan terbesar dalam
membina keluarga (Lamirin, 2021). Data dari Badan Pusat Statistik menyebutkan
bahwa kasus perceraian di Indonesia di tahun 2016, perceraian terjadi 365.633 kasus.
Sedangkan kasus perceraian Provinsi Banten terjadi sebanyak 10.140 kasus (Badan
Pusat Statistik, 2021). Pada Kabupaten Pandeglang menurut Pengadilan Agama
Pandeglang pada tahun 2021, kasus perceraian mencapai 193 kasus.
Menurut Willis (2015 dalam Yusmaniar, 2021) dampak broken home akibat
perceraian pada anak adalah kurangnya perhatian dari keluarga sehingga membuat anak
menjadi agresif, gangguan pada emosional dan cenderung susah diatur. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Pratama (2016) pada 35 siswa broken home akibat
perceraian yaitu perilaku siswa yang agresif sangat tinggi sekitar 11%, perilaku agresif
tinggi sebanyak 9%, agresif sedang sebanyak 46% dan perilaku agresif rendah pada
kategori rendah.
Selain broken home akibat perceraian ada pula broken home akibat kematian
orang tua. Kematian orang tua merupakan salah satu peristiwa traumatik karena

1
kehilagan orang yang dicintai. Peristiwa tersebut akan menyebabkan anak menghadapi
rasa sedih dan kehilangan. Pada fase kesedihan dan kehilangan, anak cenderung
menutupi perasaan sedihnya dan mencari pengalihan jika ia tidak dapat dukungan dari
orang-orang terdekatnya. (Nuryana, 2021)
Kematian orang tua bagi anak dapat menimbulkan reaksi yang berbeda pada
setiap individu tergantung bagaimana hubungan individu dengan orang tuanya semasa
hidup. Semakin dekat hubungan anak dengan orang tuanya semakin mendalam
kesedihan yang dirasakan oleh sang anak. Biasanya reaksi yang muncul diantaranya
yaitu tidak percaya, terkejut, kesedihan, kemarahan, kesepian, putus asa, ketakutan
dalam menghadapi kehidupan, menyalahkan diri sendiri, dan depresi. Dalam
penelitiannya Nuryana (2021) pada 3 remaja yang kehilangan orang tuanya akibat
kematian, semua partisipan menyatakan bahwa respon awal yang muncul akibat
kematian orang tuanya yaitu kaget, tidak percaya, menangis dan marah. Sedangkan
pasca peristiwa kematian orang tua, mereka mengatakan bahwa dampak psikologis
lebih lanjut yang dirasakan adalah kehilangan minat dalam melakukan kegiatan sehari-
hari, hilangnya semangat dan mudah stres. Hal ini berlangsung selama 3 bulan sampai
1 tahun tergantung bagaimana remaja tersebut menerima kematian orang tuanya.
Kondisi remaja yang kehilangan orang tuanya dapat menyebabkan anak
mengalami gangguan dalam mengelola emosinya. Emosi anak yang kehilangan orang
tua biasanya di tunjukkan melalui perilaku. perilaku yang muncul berupa menarik diri
dari lingkungan sosial atau perilaku yang menunjukkan rasa putus asa. Dari hasil
penelitian yang dilakukan Pratama (2021) bahwa perilaku anak akibat kematian orang
tuanya yaitu perilaku agresif secara verbal. Hal ini dikarenakan anak sedang berada di
fase kehilangan namun tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan pertemanannya
yang akhirnya terjadi perselisihan dengan teman sebaya. Akan tetapi perilaku agresif
ini tidak berkembang menjadi perilaku agresif secara fisik yang tidak membahayakan
diri sendiri dan lingkungannya. Menurut Stikkelbroek (2016, dalam Pratama 2021)
mengatakan bahwa anak yang tidak dapat mengatasi kesedihan dan keterpurukan atas
kematian orang tuanya akan melakukan perilaku agresif yang tinggi. Anak yang tidak
mendapatkan kasih saya sepenuhnya dari orang tua akan mempengaruhi perkembangan
mental emosiaonal anak tersebut. Pada keluarga yang tidak utuh anak akan mengalami

2
masalah kesehatan mental seperti gangguan penyesuaian bahkan dapat terjadi stres
(Hastuti, 2021)
Stres merupakan respon tubuh seseorang akibat adanya tekanan, ancaman atau
suatu perubahan dari diri atau lingkungan individu tersebut. Menurut Maramis (1999
dalam Mukhtar, 2021) “stres adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri, dan
karena itu sesuatu yang mengganggu keseimbangan”. Menurut Potter dan Perry (2005)
stress terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu stres ringan, sedang dan berat. Pada tingkat
stres ringan, stres ringan stres terjadi perubahan perilaku seperti rasa cemas dan
kehawatiran dalam diri seseorang sehingga tidak mengubah aspek fisiologis orang
tersebut. Tingkat stres berat tidak hanya perubahan fisiologis tetapi juga perubahan
perilaku. perubahan perilaku pada remaja akibat stres biasaya seperti rasa cemas,
insomnia, melakukan hal yang menyimpang seperti penggunaan obat-obatan, seks
bebas sampai perilaku bunuh diri (Ratnawati & Ismi, 2019)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (2018) dapat dilihat bahwa prevalensi gangguan
emosional yang ditandai dengan gejala seperti cemas dan depresi pada remaja usia >15
tahun, meningkat dari 6% pada tahun 2013 menjadi 9,8% pada tahun 2018. Sementara
itu prevalensi gangguan jiwa berat, meningkat dari 1,7% di tahun 2013 menjadi 7% di
tahun 2018.
Putri (2014 dalam Zola dkk, 2021) menyebutkan bahwa permasalahan teman
sebaya, kematian orang tua dan masalah pada keluarga dapat diakibatkan adanya stres
pada remaja. Remaja yang mengalami depresi menganggap dirinya bodoh, tidak
menarik dan merasa tidak disukai orang lain. Dalam penelitiannya remaja dengan stres
psikososial berat sebanyak 11,3%, stres sedang sebanyak 36,9% dan stres ringan sebesar
51,8%.
Stres dapat menyebabkan masalah pada remaja baik secara fisik ataupun tingkah
laku. Stres dapat mengganggu fungsi kognitif, berkurangnya konsentrasi, memori dan
kemampuan dalam membuat keputusan. Dalam hal ini perawat dapat melakukan upaya
promotif dan preventif untuk mendeteksi anak dengan masalah emotional dan masalah
kesehatan mental. Selain itu upaya ini dapat membantu menghindari anak dari masalah
psikologis dan kejiwaannya. Perawat dapat melakukan deteksi kesehatan pada anak di
lingkungan sekolah. Deteksi kesehatan jiwa ini dapat dilakukan dengan metode
ceramah, diskusi dan simulasi terhadap siswa ataupun guru di lingkungan sekolah

3
tersebut. Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis
Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI, 2020) yang dilakukan pada 2.755 remaja dengan
usia 14-20 tahun. Hasil responden menunjukkan, 71,7% responden dengan cemas, 72,9
mengalami masalah depresi, 84% mengalami masalah trauma psikologis dan dan
sebanyak 49 % mengalami depresi hingga berfikir tentang kematian.
Dalam penelitian yang dilakukan Yusmaniar (2021) menunjukkan bahwa anak
broken home memiliki perilaku negatif. Hal ini terliat dari perilaku yang tidak sejalan
dengan ketentuan dan norma yang ada. Beberapa perilakunya yaitu membolos, sering
terlambat masuk kelas, merokok dilingkungan sekolah, tidak mematuhi peraturan
sekolah, membuat massalah dengan teman, dan menjadi provokator. Selain itu beberapa
kasus menunjukkan bahwa ketika rumah tangga sudah tidak harmonis dapat terjadi
sesuatu hal negatif yang dapat mempengaruhi psikologis anak.
Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan
melakukan wawancara pada salah satu guru BK SMKN 6 Pandeglang tentang perilaku
siswa di sekolah. Didapatkan bahwa siswa memiliki perilaku yang berbeda baik
perilaku positif ataupun perilaku negatif. Menurut guru BK perilaku negatif siswa
dikategorikan menjadi perilaku yang dapat ditoleransi dan tidak dapat ditoleransi oleh
sekolah. Perilaku yang dapat ditoleransi oleh sekolah yaitu perilaku siswa yang dapat di
tangani langsung oleh sekolah dengan cara menegur ataupun dengan memberikan poin
pelanggaran seperti rambut panjang pada siswa laki-laki, merokok di area sekolah,
membolos dan telat masuk kelas. Sedangkan perilaku yang tidak dapat ditoleransi
diantaranya yaitu penggunaan obat-obatan terlarang, bertato dan pornografi.
Selain wawancara dengan guru BK, peneliti juga melakukan wawancara dengan
tiga responden yang mengalami broken home. Dari hasil wawancara mereka
mengatakan akibat broken home mereka mengalami stres dan mencari perhatian dengan
cara menunjukkan perilaku yang kurang baik. Terdapat satu siswa yang mengalami
broken home sejak usia 6 tahun dan ia merasa hal itu tetap menjadi pengalaman yang
menyakitkan. Ia merasa bahwa semua perilakunya akibat dari keadaan rumah yang
sudah tidak harmonis.
Berdasarkan uraian teori dan fenomena yang terjadi, peneliti berpendapat bahwa
anak broken home akibat perceraian ataupun kematian orang tua anak akan mengalami
stres, menunjukkan perilaku sedih, marah, menutup diri dan merasa bingung bagaimana

4
menjalani kehidupannya nanti. Hal ini dapat menyebabkan anak berprilaku negatif.
Akan tetapi anak yang dapat menghadapi stresor dan mengatasi masalah
ketidakharmonisan keluarganya akan tetap berprilaku positif. Karena tidak semua anak
broken home berprilaku menyimpang yang dapat membahayakan dirinya sendiri
ataupun orang lain disekitarnya. Dalam penelitian yang dilakukan Crossesa dan Goreti
(2019) menjelaskan bahwa 1 dari 2 responden dalam penelitiannya memiliki kondisi
psikologis yang baik walaupun berada dikeluarga yang broken home. Hal ini ditandai
dengan perilaku yang baik dan memiliki berteman baik dengan teman sebayanya dan
orang sekitar serta dapat menerima keadaan keluarga yang sudah tidak utuh lagi.
sedangkan satu responden lainnya memiliki kondisi psikologi yang kurang stabil karena
merasa tertekan dan lebih pendiam. Akan tetapi tetap berprilaku baik dan mempunyai
motivasi belajar yang baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti tentang
“Hubungan Perilaku Anak Broken Home Dengan Tingkat Stres Pada Siswa SMAN 9
Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang”.

A. Rumusan Masalah
Broken home adalah terpecahnya struktur keluarga yang membuat keluarga tidak
harmonis yang berujung pada perceraian. Selain broken home akibat perceraian
terdapat pula broken home akibat kematian orang tua. Dampak anak yang
mengalami broken home biasanya dapat terjadi gangguan emosional yang biasanya
ditunjukkan melalui perilaku. Perilaku yang muncul diantaranya menarik diri dari
lingkungan ataupun perilaku yang menunjukkan keputusasaan. Maka dari itu
peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan perilaku anak broken home dengan
tingkat stres pada siswa sekolah tingkat atas di kabupaten pandeglang?

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Mengetahui-.hubungan..antara..tingkat stres dan..perilaku anak broken home pada
siswa SMAN 9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang.

5
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat stres pada anak broken home pada siswa SMAN
9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang
b. Mengetahui gambaran perilaku pada anak broken home pada siswa SMAN 9
Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang
c. Mengetahui hubungan tingkat stres dengan perilaku anak broken home pada
siswa SMAN 9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi-pendidikan Ilmu-Keperawatan
Hasil dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan ilmu pengetahuan serta
menambah literatur study yang berkaitan dengan program kesehatan jiwa komunitas
dan dapat dijadkan program screening kesehatan jiwa pada remaja juga diharapkan
dapat dijadikan rujukan dalam pengkajian asuhan keperawatan jiwa pada siswa
broken home yang mengalami stres, serta dapat dijadikan intervensi dan promosi
dalam keperawatan jiwa komunitas di usaha kesehatan sekolah (UKS) untuk
mengurangi prevalensi masalah stres dan masalah perilaku pada siswa broken home

2. Bagi pihak sekolah


Penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukan pada pihak sekolah untuk
mengetahui tingkat stres dan masalah perilaku apa saja yang dialami siswa broken
home serta bagaimana cara menghadapi perilaku anak-anak broken home tersebut

3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pola pikir ilmiah dan
menambah wawasan tentang bagamiana perilaku anak broken home di tingkat
sekolah menengah atas.

D. Ruanglingkup Penelitian
Penelitian ini berkaitan dengan area keperawatan jiwa di kominitas, terutama
mengenain stres terhadap anak broken home di tingkat SMA/SMK. Penelitian ini akan
dilakukan pada siswa SMA/SMK di kabupaten Pandeglang menggunakan jenis
penelitian analitik kuantitatif dengan desain Cross sectional. Metode pengumpulan data

6
dengan memberikan angket yang terdiri dari kuesioner tingkat stres yaitu kuesioner
Percieved Stress Scale (PSS) dan kuesioner perlaku berupa Strengths and Difficulties
Questiniore (SDQ) yang kemudan diadaptasi oleh peneliti. Subjek yang diteliti adalah
siswa tingkat SMA/SMK kelas X, XI, XII. Waktu penelitian berkisar dari juli sampai
Agustus 2022.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Siswa Sekolah Menengah Atas

1. Definisi Siswa
Dalam UU No. 20_Tahun_2003 mendefinisikan bahwa peserta..didik adalah
setiap manusia yang mengembangkan potens melalui proses pembelajaran pada
tahap pendidikan baik pendidikan formal atau nonformal. Peserta didik biasanya
dianggap seseorang yang belum dewasa dan memiliki potensi dasar yang harus
dikembangkan seperti kognitif, afektif dan psikomotor (Agustina, 2018).
Sekolah..Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah..Kejuruan (SMK)
merupakan tingkat pendidikan..setelah lulus Sekolah..Menengah Pertama. Pada
tahap SMA/SMK waktu yang ditempuh yaitu selama 3 tahun, kelas..X hingga..kelas
XII.. Seorang siswa SMA/SMK memiliki kebutuhan dan karateristik terntentu.
Menurut Agustina (2018), berikut kebutuhan siswa dilihat dari perkembangannya
a. Kebutuhan intelektual, yaitu siswa memiliki rasa keingintahuan yang tinggi
b. Kebutuhan sosial, yaitu siswa yang diharapan untuk memiliki dan diterima
teman-temannya
c. Kebutuhan fisik, merupakan kebutuhan dalam tingkat perkembangan...dan
pertumbuhan..pada..tingkat yang..berbedadi setiap individu.
d. Kebutuhan.. psikologis serta kebutuhan emosional yaitu kebutuhan anak yang
sering mengalami perubahan mood yang tak terduga
e. Kebutuhan..moral yaitu siswa ingin..memiliki keinginan..untuk menjadi lebih
baik
f. Kebutuhan beragama
Menurut Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan No. 1 tahun 2021
menjelaskan bahwa batasan siswa SMA/SMK yaitu siswa harus menyelesaikan
tingkat SMP/sederajat dan usia akhir masuk sekolah siswa SMA/SMK adalah 21
tahun. Maka rentang usia siswa SMA/SMK tersebut masuk kedalam tahap remaja.
Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang mencakup
perubahan biologi, kognitif dan emosional (Safitri 2017). menurut Hurlock (1990

8
dalam Sarwono 2016) membedakan remaja menjadi remaja awal dan remaja akhir.
Remaja awal berusia 13-16 tahun an remaja akhir berusia 17-19 tahun.
Di tahun 1974, WHO mengartikan bahwa berada pada 3 kriteria. Beberapa
kriterianya yaitu:
a. Biologis
Seseorang berkembanng dari tanda-tanda seksual sekundernya sampai ia
mencapai kematangan seksual.
b. Psikologis
Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari anak-
anak menuju dewasa
c. Sosial
Terjadinya peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi ke tahap yang lebih
mandiri (Sarwono, 2016)

Sedangkan terdapat tiga tahap perkembangan remaja. Diantaranya:

a. Remaja awal
Remaja pada tahap ini yaitu remaja yang masih bingung dengan perubahan yang
terjadi pada dirinya sendiri
b. Remaja madya
Pada tahap ini remaja membutuhkan teman-temannya. Ia bahagia jika memiliki
teman yang banyak dan menyukainya. Ada kecenderungan menyukai diri
sendiri dan teman yang memiliki banyak persamaan dengan dirinya. Selain itu
ia kebingungan harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai atau
sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya.
c. Remaja akhir
Masa ini ditandai dengan:
1) Minat dan fungsi-fungsi intelek semakin meningkat
2) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi dan Egosentrisme
(Sarwono, 2016)

2. Tugas Perkembangan Remaja


Tugas perkembangan merupakan hal yang harus individu selesaikan.
Sumber tugas-tugas perkembangan berasal dari kematangan fisik, tuntutan

9
masyarakat atau budaya dan nilai-nilai. Berikut tugas perkembangan remaja,
diantaranya:
a. Menerima keadaan jasmani dan menggunakannya secara efektif
b. Menerima peranan sosial jenis kelamin sebagai peria/wanita
c. Menginginkan dan mencapai perilaku sosial
d. Mencapai kemandirian sosial dari orang tua dan orang dewasa lainnya
e. Secara sadar mengembangkan gambaran dunia yang lebih dekat
f. Persiapan mandiri secara ekonomi
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga (Muri’ah dan Khusnul,2020)

3. Karakteristik Remaja
a. Perkembangan fisik
Remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik ketika alat-alat kelamin
manusia sudah mencapai kematangannya. Pada pertumbuhan fisik pada remaja
diantaranya yaitu, pertumbuhan tubuh (badan menjadi semakin panjang dan
tinggi), mulai berfungsinya alat-alat reproduksi (ditandai dengan haid pada
perempuan dan mimpi basah pada laki-laki) (Sarwono, 2012)
b. Perkembangan psikologis
secara psikologi, masa remaja dapat dilihat dari ciri-ciri psikologi menurut G.W.
Allport (1961, dalam Sarwono, 2012)
1) Pemekaran diri sendiri (exrtension of the self), ditandai dengan kemampuan
seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya
sendiri, Perasaan egoisme berkurang dan tumbuhnya kemampuan untuk
mencintai orang lain
2) Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif ditandai dengan
kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri.
3) Memiliki falsafah hidup tertentu
c. Perkembangan emosi
Emosi adalah perasaan tak terkuasai secara sadar. Hal ini dipengaruhi oleh
fungsi saraf otonom sebagai respon terhadap rangsangan. Respon emosi dapat
berupa respon positif ataupun negatif. Respon positif diantaranya gembira,
senang, dan merasa bahagia. Sedangkan respon negatif yaitu marah, benci takut

10
cemas dan fobia. Perkembangan emosi menuju kedewasaan berproses sejalan
dengan usia (Desmita, 2016)
d. Perkembangan sosial
Perubahan hubungan sosial ditandai dengan pencapaian tahapan-tahapan
kemampuan bergaul dengan sesama dan kesesuaian perilaku seseorang pada
aturan hidup bermasyarakat. Karena ia hidup sesuai sistem nilai dan kesadaran
hukum, moral dan tradisi yang berlaku. Perkembangan sosial dimulai sejak anak
belajar menyesuaikan diri terhadap aturan keluarga lalu meluas pada teman
sebayanya dan masyarakat sekitar. Perkembangan sosial berubah dari penuh
ketergantungan menuju kemandirian dalam suasana kedewasaan yang
bertanggung jawab (Desmita, 2016)
e. Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif merupakan perkembangan yang berhubungan dengan
kemampuan berfikir, memecahkan masalah, kecerdasan dan bakat.
Perkembangan kognitif mencakup tiga hal, diantaranya:
1) Pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali, memahami, serta mengatasi
masalah
2) Memori, konsentrasi, perhatian, dan persepsi
3) Imajinasi dan kreatifitas

Menurut pieget, pada anak usia 11 tahun hingga dewasa masuk pada
tahap operasional formal. Tahap operasional formal yaitu fase yang ditandai
dengan muncul dan berkembangnya pemikiran abstrak dan penalaran hipotesis.
Pada fase ini perkembangan seseorang mencapai perkembangan yang optimal
(Suryani & Atik, 2018)

f. Perkembangan moral

Perkembangan moral menurut Kholberg yaitu perkembangan yang


mencakup kesadaran untuk membina hubungan dengan orang lain secara etis,
bermoral dan manusiawi. Ia membagi perkembangan moral dalam tiga tahapan

11
yaitu preconventional, conventional dan postkonventional (Suryani & Atik,
2018).

B. Broken Home

1. Definisi Broken Home


Broken home adalah kondisi dimana keluarga sudah tidak harmonis lagi dan
tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai dan sejahtera karena adanya
perselisihan yang berakhir pada perceraian (Mistiani, 2018). Menurut Ratnasari
(2021) keluarga yang disebut broken home ketika fungsi-fungsi keluarga tersebut
hilang yang menyebabkan rapuhnya keutuhan keluarga. kehilangan fungsi dalam
keluarga dapat memicu kehilangan kasih sayang, kekerasan, kekasaran dan
kurangnya komunikasi efektif.

2. Penyebab Keluarga Broken Home


a. Orang tua yang bercerai
Perceraian merupakan tanda keluarga sudah tidak harmonis serta hilangnya rasa
kasih sayang diantara suami istri. Hal ini dapat menyebabkan hubungan suami
istri semakin meregang dan komunikasi diantara keduanya terputus yang
akhirnya semakin lama hubungan semakin meregang.
b. Hilangnya komunikasi dalam keluarga
Jika orang tua tidak memberikan kesempatan komunikasi tidak hanya
komunikasi seperlunya maka anak nantinya tidak akan ada keterbukaan atar
keluarga satu sama lain. Hal ini pula akan berpengaruh pada perilaku anak
nantinya.
c. Perang dingin dalam keluarga
Perang dingin disini dapat diartikan bahwa tidak hanya hilangnya komunikasi
tetapi ada rasa perselisihan dan kebencian di masing-masing pihak. Hal ini dapat
menyebabkan beberapa hal, diantaranya :
- Rasa takut dan cemas pada anak
- Anak merasa tidak betah dirumah karena merasa tertekan
- Anak menjadi pribadi yang tertutup dan tidak dapat mendiskusikan masalah
yang dialaminya
- Konsentrasi anak menjadi turun

12
d. Kondisi ekonomi
Kondisi keluarga dengan ekonomi yang menurun dapat menyebabkan
pertengkaran antara suami dan istri yang menjadikan rumah tangga yang broken
home (Mistiani, 2018).
e. Ketiadaan seseorang dari pasangan karena hal yang tidak diinginkan seperti
salah satu anggota keluarga meninggal, dipenjara atau terpisah dari keluarga
karena peperangan, depresi atau hal lainnya
f. Akibat perselingkuhan (Willis, 2012)

3. Karakter Remaja Akibat Broken Home


Beberapa karakteristik remaja akibat broken home menurut Safitri (2017),
diantaranya:

a. Diam
Diam merupakan karakteristik seorang remaja dalam menghadapi sebuah
masalah. Sikap diam seorang remaja biasanya karena adanya tekanan dan
bingung kepada siapa ia harus mengutarakan perasaannya
b. Nakal
Kenakalan pada remaja biasanya dipengaruhi oleh lingkungan pertemanan,
pergaulan bebas ataupun adanya permasalahan dalam keluarga.
c. Sikap yang keras
Sikap seseorang menjadi keras karena memiliki beban pikiran dan
melampiaskannya pada orang lain. Sikap ini muncul akibat anak melihat
kekerasan dalam keluarga
d. Mandiri
Mandiri merupakan sikap tidak menggantungkan diri sendiri pada orang lain dan
beruasa melakukan tugas yang dipertanggungjawabkan kepadanya

4. Dampak Broken Home Terhadap Anak


Beberapa dampak broken home menurut Mistiani (2018), diantaranya
sebagai berikut:

a. Academic problem
anak dengan keluarga broken home akan malas belajar karena menurunnya
motivasi belajar.

13
b. Behavioral problem
Anak broken home biasanya mulai memberontak, kasar, memiliki kebiasaan
kurang baik seperti merokok, minum-minuman keras dan perjudian.
c. Spiritual problem
Selain menyalahkan keadaan mereka akan menyalahkan tuhan karena merasa
tidak adil.
d. Sleeper effect
Fenomena ini terjadi biasanya pada anak perempuan. Mereka sulit untuk
menghadapi emosi dan berekspresi. Akhirnya, mereka memendam rasa sakit dan
seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Tetapi ketika dewasa perasaan yang sudah
lama terpendam tiba-tiba muncul
e. Sulit bergaul
Akibat kurangnya perhatian, anak broken home merasa tidak percaya diri yang
menyebabkan anak sulit bergaul dan sulit membangun kepercayaan kepada
orang lain
f. Gangguan mental/ emosional
Tidak jarang anak broken home mengalami tekanan yang dapat menyebabkan
kecemasan bahksan depresi
g. Membenci orang tua
Anak yang belum menerima perceraian orang tuanya menyebabkan mereka akan
membenci ayah atau ibunya karena merasa salah satu dari mereka adalah
penyebab perceraian tersebut.
h. Mengasihani diri dan merasa hidupnya sia-sia
i. Memiliki sikap yang tegar dan lebih dewasa dibanding teman sebayanya
j. Memiliki psikis yang lebih matang dibanding teman sebayanya

Dampak tersebut dapat terjadi pada setiap anak yang mengalami broken home,
akan tetapi setiap anak akan menunjukkan dampak yang berbeda sesuai dengan apa
yang mereka rasakan. Pada anak broken home akibat perceraian akan menunjukkan
dampak yang berbeda pada setiap remaja tergantung yung bagaimana ia menanggapi
perceraian orang tuanya tersebut. hal ini dapat dilihat dari tahapan seorang remaja
memaafkan orangtuanya akibat perceraian tersebut.

14
Berikut beberapa fase memaafkan menurut Enright & Fitzgibbons (2000)

1. Uncovering the phase


Pada fase ini seseorang berada pada keadaan yang menyakitkan dan terus menerus
mengingatnya.
2. Decision phase
hal ini terjadi saat seseorang mengingat bahwa memaafkan merupakan hal yang
pentinglalu individu berusaha memaafkan hal tersebut.
3. Work phase
Yaitu saat seseorang mengerti dan merasa bahwa hrus memaafkan pelaku
4. Deepening phase
Saat seseorang merasa bahwa memaafkan memiliki manfaat yang sangat penting
untuk menjalin hubungan antar sesama.

C. Stres

1. Pengertian Stres
Stres merupakan perasaan yang tidak menyenangkan disebabkan oleh
masalah-masalah diluar kendali kita. Dalam kamus psikologi karya Kartini dan Dali
(1996 dalam Lubis, 2016) mengartikan stres sebagai suatu stimulus yang
menegangkan. Dalam kamus tersebut stres juga diartikan sebagai kondisi fisik
maupun psikologis yang disebabkan oleh adanya persepsi ketakutan dan kecemasan.
Sedangkan menurut Lazarus dan Folkman (1986 dalam Lubis, 2016) stres
merupakan keadaan internal yang diakibatkan oleh tuntutan fisik dari diri sendiri
ataupun kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai membahayakan, tidak terkendali
atau melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya.
Stres adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya
tekanan. Tekanan ini muncul biasanya akibat dari kegagalan seeorang dalam
memenuhi kebutuhannya. Stres dapat terjadi pada siapapun dan dimanapun serta
tingkat stres berbeda pada setiap individunya tergantung bagaimana individu
tersebut menyikapi stresor yang ada (Amelia, 2020).
Cannon (1914 dalam Amelia, 2020) merupakan peneliti yang
mengembangkan konsep stres yang dikenal dengan fight-or-flight response.

15
Berdasarkan konsep tersebut stres diartikan sebagai respon tubuh terhadap sesuatu
hal. Cannon menyatakan bahwa stres merupakan gangguan homeostasis yang dapat
menyebabkan perubahan pada keseimbangan fisiologis yang dihasilkan dari adanya
rangsangan terhadap fisik maupun psikologis.
Menurut Blackburn dan Davidson (1994) mengatakan bahwa stres dan
kecemasan merupakan sesuatu yang saling berhubungan serta proses yang dinamis.
Keadaan mengancam sering membuat seseorang tertakan yang dapat menyebabkan
ketegangan secara fisik maupun psikologis. Ketika seseorang mengalami stres maka
akan menganggap bahwa situasi yang membuat dirinya tertekan dan menganggap
hal tersebut adalah suatu ancaman yang dapat menyebabkan seseorang merasa
cemas (Candra, 2019)

2. Jenis Stres
Menurut Sheridan dan Radmacher (1992 dalam Candra, 2019) membagi stres
menjadi tiga tipe yaitu :
a. Distress
Respon stres yang bersifat negatif dan tidak sehat. Stres ini dapat mengganggu
aktifitas seseoran bahkan dapat berpengaruh pada kesehatan. Stres ini dapat
berbahaya dan merusak keseimbangan fisik, psikis dan sosial individu.
b. Eustres
Respon terhadap stres yang bersifat positif, sehat dan dapat memberikan
perasaan bersemangat karena stres tidak selalu buruk walaupun biasanya
dibahas dalam konteks negatif.
c. Neutral Effects
Menurut sheridan dan Radmacher stres yang bersifat netral yaitu ketika stres
tidak memberikan efek buruk ataupun baik. Hal ini dikarenakan intensitas
stresor sangat kecil ataupun kemampuan adaptasi seseorang sangat baik
sehingga dapat mengatasi stresnya atau bahkan seseorang tidak merasakan
stresor yang ada.

16
3. Tahapan Stres
Stres memiliki beberapa tahapan hingga stres dirasa dapat mengganggu
kehidupan sehari-hari penderitanya. Berikut beberapa tahapan stres menurut
Amberg (1979 dalam Candra, 2019)
a. Stres tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres paling ringan dan disertai beberapa gejala.
Pada tahap ini stres menyebabkan individu mampu menyelesaikan pekerjaan
lebih diari biasanya. Beberapa gejala stres pada tahap ini sebagai berikut:
1) Semangat berlebihan
2) Penglihatan tajam
3) Merasa mampu melakukan pekerjaan lebih dari biasanya
b. Stres tahap II
Pada tahap kedua individu akan merasakan keluhan-keluhan yang diakibatkan
karena kehabisan energi yang telah digunakan secara berlebihan pada tahap
sebelumnya. Gejala yang muncul diantaranya:
1) Merasa letih waktu bangun pagi
2) Merasa mudah lelah setelah makan siang
3) Denyut jantung lebih kencang
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman
5) Otot punggung dan tengkuk terasa tegang
6) Tampak gelisah
c. Stres tahap III
Pada tahap ini keluhan stres semakin nyata dan mengganggu aktivitas seseorang.
1) Keluhan gastritis dan diare
2) Ketegangan otot makin terasa
3) Ketegangan emosional semakin meningkat
4) Insomnia
d. Stres tahap IV
Pada tahap ini biasanya gejala semakin berat dan memerlukan bantuan
profesional untuk mengatasinya. Gejala yang muncul pada tahap ini adalah:
1) Merasa takut dan cemas tanpa diketahui penyebabnya
2) Konsentrasi dan daya ingat menurun

17
3) Gangguan pola tidur disertai mimpi buruk
4) Tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari
5) Aktivitas yang awalnya menyenangkan menjadi membosankan dan terasa
lebih sulit
6) Menurunnya kemampuan merespon keadaan
7) Tidak semangat dan tidak bergairah
e. Stres tahap V
1) Rasa cemas yang semakin meningkat
2) Kelelahan fisik dan mental semakin mendalam
3) Ketidakmampuan menyelesaikan kegiatan sehari-hari yang ringan
4) Gangguan sistem pencernaan semakin berat
5) Mudah panik
f. Stres tingkat VI
Pada fase ini biasanya seseorang mengalami serangan panik. Gejala yang
muncul diantaranya:
1) tidak mampu melakukan aktivitas
2) Detak jantung terasa makin kencang
3) Sesak nafas
4) Badan gemetar dan berkeringat (Candra, 2019)

4. Tingkatan Stres
Tingkatan stres dapat diklasifikasikan menjadi 3 tingkatan
a. Ringan
Tingkatan ini biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari yang dijadikan sebuah
signal waspada agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Stres ringan
biasanya tidak menimbulkan gejala. Ciri-ciri dari stres ringan ini yaitu semangat
menjadi meningkat
b. Sedang
Pada tingkat ini seseorang fokus dengan tujuan yang ingin ia capai dan
menghiraukan hal yang bukan tujuannya. Durasi terjadinya stres ringan biasanya
lebih lama sekitar beberapa jam sampai beberapa hari.

18
c. Berat
Dalam kondisi ini seseorang mengarahkan perhatian pada hal lainnya. Stres ini
dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai beberapa bulan (Tasalim
dan Ardhia, 2021)

5. Fisiologi Stres

Stres’dapat’menyebabkan’aktifnya saraf’simpatik’yang dapat'memobilisasi


sumber’.daya”yang dimiliki”selama menghadapi ancaman atau bahaya. Hal ini
terjadi dengan cara mengaktifkan anggota tubuh agar seseorang siap mengambil
tindakan baik melawan (fight) atau menghindar (flight). Aktivitas sistem endokrin
meningkat pada saat terjadi stres, terutama melalui pengaktifan aksis-HPA
(hypotalamic-pituitary-adrenal-cortical-axis), meskipun berbagai jenis
neurotransmiter bermula dalam sistem saraf, banyak perhatian difokuskan pada
sistem endokrin atau neuropeptida, hormon-hormon yang memengaruhi sistem saraf
yang disekresikan oleh kelenjar-kelenjar secara langsung ke dalam aliran darah.
Hormon-hormon neuromodulator dan neurotransmiter bekerja dalam
membawa pesan dari otak ke seluruh tubuh. Salah satunya neurohormon yang
disekresikan oleh hipotalamus yaitu corticotropin releasing factor yang menstimuli
kelenjar pituitari menuruni rantai aksis HPA. Kelenjar pituitari bersama-sama
dengan sistem saraf otonom mengaktifkan kelenjar adrenalin yang mensekresi
hormon kortisol. Hormon kortisol memiliki hubungan dekat dengan respon stres,
sehingga kortisol dan hormon lainnya sering disebut sebagai hormon stres.
Hipokampus yang terdapat di dalam hipotalamus sangat responsif dengan
kortisol, sehingga ketika distimuasi oleh hormon ini selama aktivitas aksis-HPA
hipokampus membantu mematikan respon stres, menyelesaikan feedback loop
antara sistem limbik dan berbagai bagian aksis-HPA. Dalam sebuah penelitian yang
dilakukan oleh Sapolsky dan Meany menunjukkan bahwa stres kronis yang
mengakibatkan terjadinya sekresi kronis kortisol dapat menimbulkan efek jangka
panjang pada fungsi fisik, termasuk kerusakan otak (Candra, 2019).

19
6. Model stres adaptasi
Model stres adaptasi yang dikemukakan oleh Stuart adalah model stres yang
mengidentifikasi penyimpangan perilaku. model ini mengintegrasikan komponen
biologi, psikologi dan sosial dalam pengkajian serta penyelesaiannya. Hal yang
harus diamati dalam model stres adaptasi ini yaitu faktor predisposisi, faktor
presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan bagaimana mekanisme
koping yang digunakan oleh individu. Terdapat dua mekanisme koping yang
digunakan yaitu koping adaptif dan mal adaptif. Hal ini tergantung bagaimana
individu menyikapi stresor yang dihadapinya (Stuart & Laraia, 2008)

a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang menjadi sumber terjadinya stress.
Adapun beberapa faktor predisposisi diantaranya sebagai beriukt:
- Biologi : latar belakang genetik, status nutrisi dan kesehatan umum
- Psikologis : konsep diri, kecerdasan, keterampilan verbal, moral, motivasi,
dan pengalaman masa lalu
- Sosiokultural: usia, gender, pendapatan, pendidikan, posisi sosial, latar
belakang budaya dan politik

b. Faktor presipitasi
Presipitasi adalah faktor stimulus yang mengancam individu. Faktor presipitasi
memerlukan energi yang sangat besar dalam menghadapi stresor. Waktu
merupakan saalah satu dimensi yang dapat mempengaruhi terjadinya stres.
Beberapa faktor presipitasi yang sering terjadi diantaranya:
- Kejadian yang menekan
Terdapat tiga cara dalam mengategorikan kejadian yang menekan kehidupan
yaitu aktivitas sosial, lingkungan sosial dan keinginan sosial. Aktivitas sosial
meliputi keluarga, pekerjaan, pendidikan, sosial, kesehatan, keuangan dan
krisis komunitas.
- Ketegangan hidup
Stres dapat meningkat karena adanya ketegangan keluarga yang terus
menerus, ketidak puasan kerja, dan kesendirian

20
c. Penilaian terhadap stresor
Penilaian stresor menurut stuart sebagai berikut
1) Respon kognitif
Penilaian kognitif adalah jembatan psikologis antara seseorang dengan
lingkungan dalam menghadapi kerusakan. Terdapat tiga tipe penilaian
stresor yaitu kehilangan, ancaman dan tantangan.
2) Respon afektif
Respon untuk membangun perasaan, seperti sedih, takut dan tidak percaya.
Dalam penilaian ini reaksi kecemasan diekspresikan dalam bentuk emosi.
3) Respon fisiologi
Respon fisiologis merefleksikan interaksi beberapa neuroendokrin yang
meliputi hormon, prolaktin, ACTH, vasopresin Oksitosin, Insulin, epinefrin
dan neurotransmiter lain di otak. Respon fisiologis melawan atau
menghindar (the fight-or-flight) menstimulasi divisi simpatik dari sistem
saraf autonom dan meningkatkan aktivits kelenjar adrenal.
4) Respon perilaku
Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis
5) Respon sosial
Respon ini didasarkan pada tiga aktivitas yaitu mencari arti, atribut sosial,
dan perbandingan sosial (Widiyawati, 2020).

d. Sumber koping
Sumber koping menurut Yusuf (2015) meliputi
1. Aset ekonomi
Aset ekonomi/ sumber daya material diantaranya yaitu uang dan semua hal
yang dapat dibeli
2. kemampuan dan ketrampilan
3. teknik pertahanan
4. dukungan sosial
5. motivasi

21
e. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah usaha seseorang dalam menghadapi stres.
Mekanisme koping dapat bersifat konstruktif dan dekstruktif. Mekanisme
konstruktif yaitu ketika seseorang menerima stres sebagai sinyal peringatan dan
dijadikan sebuah tantangan untuk menyelesaikan masalah sedangkan
mekanisme destruktif yaitu seseorang yang menghindari stresor tanpa
menyelesaikan masalah (Yusuf, 2015)
Menurut model adaptasi stres Stuart respon individu dalam menghadapi
stres dibagi menjadi dua yaitu:
a. Respon mekanisme koping adaptif
b. Respon mekanisme koping maladaptif (Widiyawati, 2020).

Rentang Respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi
Bagan 2.1 ringan(Priyoto, 2014)
Rentang respon sedang berat panik

Gambar 2.1 Rentang respon stres

7. Adaptasi
a. Adaptasi Fisiologis
Suatu proses penyesuaian tubuh individu terhadap stresor secara alamiah atau
secara fisiologis sehingga akan terjadi keseimbangan.
b. Adaptasi Psikologis
Adaptasi psikologis disebut juga mekanisme koping. Mekanisme koping ini
terbagi menjadi dua yaitu Task oriented (mekanisme yang berorientasi pada
tugas, yang mencakup pemecahan masalah) dan Ego Oriented (mekanisme
pertahanan diri

c. Adaptasi Intelektual
Dengan adanya stres individu akan mengalami hambatan komunikasi dengan
orang lain, selain itu kemampuan individu untuk memecahkan masalah menjadi
menurun, yang akhirnya terjadi peningkattan ketergantungan pada prang lain

22
d. Adaptasi Sosial
Penyesuaian diri dengan melakukan perubahan perilaku sesuai dengan norma
yang ada di masyarakat.
e. Adaptasi spiritual
Suatu cara penyesuaian diri yang digunakan dengan melakukan perubahan
perilaku disesuaikan dengan agama dan keyakinan masing-masing. Contoh dari
adaptasi ini yaitu berdoa dan ibadah (Sya’diyah, 2017)

D. Strength and Difficulties Questionarie (SDQ)


Aspek atau kategori dalam skala SDQ menurut Istiqomah (2017)

antara lain:

1. Perilaku prososial
Sikap yang dimiliki oleh setiap individu dikarenakan setiap manusia merupakan
makhluk sosial yang saling membutuhkan. Perilaku prososial merupakan
tindakan menolong orang lain tanpa pamrih.
2. Hyperaktivity
Hiperaktivitas merupakan tindakan yang susah untuk diam, tidak menaruh
perhatian terhadap teman dan lingkungan serta melakukan tindakan semaunya
sendiri. Perilaku yang muncul biasanya
a. Tidak dapat duduk dengan tenang, terlalu gelisah
b. Sering meninggalkan bangku tanpa alasan yang jelas
c. Berkeinginan untuk selalu bergerak aktif
3. Masalah perilaku
Masalah perilaku disini yaitu perilaku mengganggu dan mengacau, permusuhan
dan perilaku menentang secara terus menerus. Biasanya perilaku yang muncul
berupa memukul, mengejek, dan mnolak menuruti permintaan orang lain.
4. Gejala emosi
Gangguan emosi yaitu tidak mampuan seseorang yang ditandai dengan perasaan
dan pemikiran yang tidak sesuai dengan usia, budaya dan etis yang dapat
berdampak buruk. Anak dengan gangguan emosi biasanya mengarah pada stres

23
dan depresi. Selain itu, anak dengan gangguan emosi memiliki ciri-ciri yaitu
megganggu teman, perilaku yang melawan dan perilaku yang menyendiri.
5. Hubungan dengan teman sebaya
Masalah hubungan dengan teman sebaya biasanya anak kurang bersosialisasi
dengan teman baik di lingkungan sekolah ataupun lingkungan rumah. Hal ini
biasanya membuat anak kesulitan bersosialisasi dengan teman sebayanya.
E. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani dan Noer (2021) tentang The Effect Of
Broken Home On Depression Anxiety Stress Scale (Dass 42) In Students Of SMA X
Lumajang, menggunakan metode penelitian observasional analitik dengan desian
penelitian cross sectional dengan prbability sampling. Instrumen yang digunakan
yaitu DASS 42 . jumlah responden pada penelitian ini yaitu sebanyak 60 siswa SMA
dan hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu broken home tidak secara
signifikan menyebabkan stres akan tetapi dapat menyebabkan depresi pada remaja.
2. Penelitian ini dilakukan oleh Paramitha dkk (2020) tentang Sikap Remaja Yang
Mengalami Broken Home : Studi Kualitatif . penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Respnden adalah remaja
yang mengalami perceraian orang tua dengan usia 16-21 tahun dan dipilih dengan
teknik snowball sampling dan didapatkan sampel 3 orang. Teknik pengumpulan data
dilakukan oleh peneliti dengan wawancara. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
adanya perubahan sikap remaja yang mengalami broken home yaitu terjadinya
pertengkaran, peningkatan emosi, susah dalam mempercayai orang lain dan merasa
tidak nyaman bergaul dengan teman sebaya
3. Penelitian yang dilakukan oleh Faizah (2019) tentang Stres-Related Growth pada
Anak Broken Home. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
fenomenologi analisis dengan jumlah partisipan sebanyak 3 orang. Pengambilan
data dilakukan dengan cara wawancara dengan hasil penelitian menunjukkan
adanya kemampuan individu dalam menyikapimasalah dan mengupayakan hal
negatif menjadi hal positif ditandai dengan peningkatan koping dan peningkatan
relasi sosial.

24
F. Kerangka Teori
Remaja broken home

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Modifikasi teori stres adaptasi Stuart & Laraia (2008)

Sumber : (Safitri, 2017; Widiyawati, 2020; Mistiani, 2018; Willis, 2012)

25
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu: variabel
independen dan dependen. Variabel independen pada penelitian ini adalah tingkat stres
dan variabel dependen adalah anak broken home.

Tingkat stres anak Perilaku anak


broken home broken home

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Diteliti
Pengaruh

26
B. Definisi Operasional
Menurut Sugiyono (2017) definisi operasional adalah penentuan sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang
dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga
memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara
pengukuran konstrak yang lebih baik.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

1
2
BAB IV

MODEL PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan strategi mencapai tujuan penelitian, yang
berfungsi sebagai pedoman selama proses penelitian. Desain penelitian ini
menggunakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian yang dilakukan adalah
cross-sectional yaitu penelitian yang relatif singkat ataupun diamati dalam waktu yang
sama. Penelitian ini biasanya digunakan untuk mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen (Donsu, 2016)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2022 pada siswa SMAN 9 Pandeglang dan
SMKN 6 Pandeglang kelas X-XII dengan menggunakan purposive sampling dalam
menentukan lokasi penelitian. Alasan mengambil penelitian di kabupaten Pandeglang
karena berdasarkan data yang ada kabupaten Pandeglang cukup banyak kasus cerai
hidup ataupun cerai mati dan merupakan tempat tinggal peneliti.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi merupakan area generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari lalu ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2018). Dalam penelitian ini
populasi yang diambil adalah siswa yang mengalami broken home di SMAN 9
Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah atau karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2018) sampel dari penelitian ini adalah bagian dari populasi
siswa kelas X- XII tingkat SMA dan SMK Negri di Pandeglang. Kriteria sampel
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi

1
1) Siswa aktif yang bersekolah di SMA/SMK Pandeglang
2) Siswa kelas 10-12 di SMA/SMK di Pandeglang
3) Siswa yang mengalami keluarga broken home
4) Siswa yang bersedia menjadi responden
5) Dapat membaca, menulis dan berbahasa indonesia
b. Kriteria eksklusi
1) Siswa berusia <17 tahun
2) Siswa yang tidak ada disekolah saat dibagikannya kuesioner
3) Siswa yang tidak kooperatif dalam mengisi kuesioner penelitian ini

3. Besar sampel
Sampel pada penelitian ini yaitu siswa broken home di SMAN 9
Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang yang berusia 14-17 tahun sesuai dengan
kriteria kuesioner yang digunakan oleh peneliitti. Pengambilan sampel pada
penelitian ini merupakan seluruh siswa broken home akibat perceraian ataupun
kematian salah satu/kedua orang tua siswa di SMAN 9 Pandeglang dan SMKN
6 Pandeglang

D. Tehnik Pengambilan Sampel


Tehnik yang dilakukan adalah probability sampling. probability sampling
merupakan teknik pengambilan sampel dengan peluang yang sama saat memilih sampel
(Sugiono, 2017) teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling
yaitu cara pengambilan sampel dengan cara mengambil semua responden dari populasi
yang ada. Biasanya dilakukan pada jumlah sampel yang relatif kecil. (Roflin, dkk 2021)

E. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner berupa link google
form yang disebarkan menggunakan broadcast whantsapp pada responden

1. Kuesioner demografi
Kuesioner berisi data demografi responden yang terdiri dari:
a. Nama : responden mengisi inisial nama saat pengisian data
b. Jenis kelamin : Responden melakukan pengisian jenis kelamin dengan memilih
laki-laki atau perempuan

2
c. Usia : responden memilih bagian usia sesuai dengan tahun terakhir ulang tahun
dengan memilih usia 14-17 tahun
d. Kelas : responden memilih bagian kelas sesuai dengan pendidikan yang
ditempuh dengan memilih kelas X-XII
e. Penyebab broken home : responden memilih penyebab broken home yang
dialami seperti perceraian atau kematian orang tuanya
f. Keluarga yang mengasuh : responden memilih keluarga yang mengasuh sesuai
dengan siapa mereka tinggal
2. Kuesioner PSS
Penelitian ini diukur menggunakan kuesioner tentang tingkat stress dengan
diukur menggunakan kuesioner Perceived Stress Scale (PSS) yang dirancang oleh
Cohen dan Williamson (1988). Kuesioner ini terdapat 10 pertanyaan untuk menukur
tingkat stress responden. Kuesioner ini sering digunakan dalam penelitian tingkat
stress terutama pada usia remaja. Hasil penelitian Sari dkk (2018) menyebutkan
bahwa kuesioner ini sudah dilakukan uji validitas dan hasilnya valid.
Skor PSS diukur dengan pernyataan tidak pernah diberi nilai 0, hampir tidak
pernah yaitu 1, kadang-kadang diberi nilai 2, cukup sering adalah 4 dan sering diberi
nilai 4. Hasil penilaian dijumlahkan lalu di kategorikan berdasarkan tingkatannya.
Tingkatan tersebut diantaranya yaitu stres ringan dengan nilai 1-14, stres sedang
berada pada nilai 15-26 dan stres berat jika mendapatkan hasil >26
Dimensi Item Jumlah
Perceived stress Favorrable unfavorrable
Perceived distress 1,2,3,6,9,10 5 7
Perceived 4,7,8 3
copping
Total 6 4 10
tabel 4 1Kuesioner Perceived Sress Scale PSS

3. Kuesioner SDQ

SDQ merupakan suatu alat ukur atau skala psikologi yang dikembangkan
oleh Robert Goodman (1997) untuk mendeteksi dini kesehatan mental emosional

3
anak usia 4-17 tahun. Alat skrining tersebut sudah diterjemahkan ke dalam berbagai
bahasa di dunia termasuk dalam Bahasa Indonesia. SDQ terdiri dari dua range usia,
yaitu 4-10 tahun dan 11-17 tahun. SDQ berisi 25 item pernyataan yang dapat
dikelompokkan menjadi lima kategori atau aspek perilaku yang diukur yaitu:

a. Perilaku prososial
Perilaku prososial merupakan sikap alamiah yang dimiliki oleh manusia
dikarenakan manusia tidak dapat hidup secara individualis dan selalu
membutuhkan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Perilaku
prososial di antaranya mampu mempertimbangkan perasaan orang lain, bersedia
berbagi dengan anak lain dan suka menolong.
b. Hyperactivity
Merupakan suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak
mau diam, tidak menaruh perhatian, dan impulsif atau semuanya sendiri. Anak
yang memiliki perilaku ini biasanya sulit diatur atau diatur atau dikontrol.
c. Masalah perilaku
Masalah perilaku ini yang dapat mengganggu berupa perilaku yang menentang
terus-menerus tanpa ada pelanggaran yang serius terhadap norma sosial atau hak
orang lain. Perilaku yang muncul biasanya mengejek, memukul ataupun tidak
menuruti permintaan orang lain
d. Gejala emosi
Anak yang memiliki gangguan gejala emosi dan perilaku memiliki karakteristik
yang kompleks dan perilaku tersebut dilakukan dengan teman sebayanya yang
lain
e. Hubungan dengan teman sebaya
Masalah dengan teman sebaya ini dimana anak kurang bersosialisasi dengan
teman-teman membuat anak kurang diterima oleh teman sebayanya (Istiqomah,
2017)

4
Kode Keterangan Favorable Unfavorable jumlah
(nomor) (nomor)
E Gejala emosional 3, 8, 13, 16, 24 5
(Emotional)
C Masalah perilaku 5, 12, 18, 22 7, 5
(conduct Problem)
H Hiperaktivitas 2, 10,15 21, 25 5
(hyperactivity)
P Masalah teman sebaya 6, 11, 19, 23 14, 5
(Peer Problems)
Pr Prososial (Prosocial) 1, 4, 9, 17, 20 5
Total 20 5 25
Tabel 4 2 Kisi-kisi kuesioner SDQ

Kategori SDQ Aspek SDQ Skoring


Normal Borderlien Abnormal
Kekuatan Prososial 6-10 5 0-4
(perilaku positif)
Kesulitan Emotiona 0-5 6 7-10
(perilaku conduct Problem 0-3 4 5-10
negatif) Hyperactivity 0-5 6 7-10
Peer Problems 0-2 3 4-10
Total kesulitan 0-15 16-19 20-40
Prososial 6-10 5 0-4
Tabel 4 3Kategori Hasil Skor SDQ

F. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas


Alat ukur atau instrumen yang baik harus memenuhi dua syarat yaitu validitas
dan reliabilitas. Suatu alat ukur yang tidak valid dan reliabel akan menghasilkan
kesimpulan yang bias dan akan memberikan informasi yang keliru (Siyoto, 2015) Uji

5
validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Sugiono, 2014).

Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata reliability yang artinya dapat


dipercaya. Kepercayaan berhubungan dengan ketepatan dan knsistensi. Uji reliabilitas
digunakan untuk menguji apakah instrumen yang digunakan reliabel. Reliabel jika
terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Teknik pengujian ini menggunakan
teknik analisis yang sudah dikembangkan oleh Alpha Cronbech. Pada uji validitas ini α
dinilai reliabel jika lebih besar dari 0,7

Kuesioner SDQ versi bahasa Indonesia sudah dilakukan uji validitas dan
reliabilitas oleh Oktaviana dan Supra (2014) pada remaja sebanyak 161 orang di
kabupaten Sleman Yogyakarta yang dipilih secara acak. Hasil analisis ROC dan LR
terhadap subskala masalah perilaku SDQ menunjukkan nilai AUC sebesar 73,4% nilai
batas pisah optimum > 5, sensitivitas sebesar 0,67, dan spesifisitas sebesar 0,68.
Disamping itu, dihasilkan juga nilai LR + sebesar 2,09 dan nilai LR sebesar 0,49.
Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa kuesioner SDQ yang
terdiri dari 25 item memiliki kualitas skrining yang memuaskan dalam melakukan
skrining gangguan tingkah laku. Uji reliabilitas dengan teknik Alpha Cronbach
menghasilkan α=0,773. Maka dalam hal ini kuesioner SDQ dapat digunakan dalam
penelitian ini.

Kuesioner PSS sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dalam penelitian
yang dlakukan oleh Khasanah dan Mamnuah (2021) tentang tingkat stres yang
berhubungan dengan tugas perkembangan remaja. Kuesioner ini terdiri dari 10
pertanyaan yang sudah dilakukan Uji validitas pada 30 responden dan diperoleh r
hitung>0,361 Maka kuesioner ini dapat dinyatakan valid. Hasil uji reliabilitas
didapatkan alpha cronbach sebanyak 0,927 hal tersebut dapat menunjukkan bahwa
kuesioner PSS dapat dinyatakan reliabel dan dapat digunakan sebagai instrumen
penelitian.

6
G. Metode Pengumpulan Data
Proses mengumpulkan data pada penelitian melalui beberapa tahap, yaitu:

• Tahap Persiapan
1. Peneliti membuat surat permohonan izin studi pendahuluan
2. Peneliti meminta surat permohonan izin ke SMKN 6 pandeglang dengan
melakukan wawancara dengan guru BK dan Wakasek bidang kesiswaan
3. Peneliti memberikan surat permohonan studi pendahuluan kepada Kepala
sekolah SMKN 6 Pandeglang
4. Peneliti melakukan studi pendahuluan pada guru BK dan 3 siswa
• Tahap Pengambilan Data
1. Peneliti mengadopsi kuesioner yang sudah valid dan reliabel.
2. Peneliti membuat surat izin penelitian kepala sekolah SMKN 6 Pandeglang dan
SMAN 9 Pandeglang
3. Pengumpulan data peneliti mengunjungi setiap kelas untuk membagikan link
kuesioner terkait tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta kerahasiaan data
responden, menyebarkan inform consent responden, kuesioner demografi,
kuesioner PSS, dan kuesioner SDQ kepada siswa SMAN 9 Pandeglang dan
SMKN 6 kabupaten pandeglang
4. Peneliti menyebar kuesioner yang sudah disiapkan dalam bentuk google form
dan dibuatkan link untuk disebarkan kepada responden melalui broadcast
Whatsapp. Dalam hal ini penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara yang
berbeda yaitu pada SMKN 6 Pandeglang kuesioner disebarkan oleh peneliti
langsung dan masuk ke setiap kelas di SMKN 6 Pandeglang lalu memberikan
link kuesioner pada perwakilan kelasnya masing-masing. Sedangkan pada
siswa SMAN 9 Pandeglang kuesioner disebarkan melalui Wakasek Kurikulum
lalu disebarkan melalui wali kelas di SMAN 9 Pandeglang
5. Peneliti mencantumkan nomer telefon pribadi peneliti untuk responden apabila
ada responden yang kurang paham dapat langsung menghubungi serta bertanya
kepada peneliti langsung.
6. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden atas partisipasinya dalam
pengisian kuesioner.

7
• Tahap pengolahan data
1. Kuesioner yang telah terisi akan dilakukan pengolahan data dan analasis data
menggunakan SPSS 25
2. Peneliti menginterpretasikan hasilnya berdasarkan literatur dan penelitian
sebelumnya.
3. Peneliti melakukan rumusan hasil penelitian yang didapat serta membahasnya

H. Pengolahan data
1. Editing
Editing adalah cara untuk memerikasa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini editting dilakukan untuk
membersihkan dan memilih data yang sudah terkumpul berdasarkan pada kriteria
variabel penelitian.
2. Coding
Coding adalah pemberian kode numerik pada data yang terdiri atas beberapa
kategori. Pemberian kode ini sangat penting jika pengolahan data dan analisis data
menggunakan komputer. Dalam penelitian ini pengkodean dilakukan dengan cara
memberikan kode pada variabel dalam kuesioner.
No. Variabel Kategori variabel kode
1 Usia -
2 Jenis kelamin 1. Laki-laki 1
2. Perempuan 2
3 Asal sekolah 1. SMKN 6 1
2. SMAN 9 2
4 Kelas 1. Kelas X 1
2. Kelas XI 2
3. Kelas XII 3
5 Penyebab broken home 1. Perceraian orang tua 1
2. Orang tua meinggal 2
6 Orang tua asuh 1. Hanya ibu/ayah 1
2. Orang tua tiri 2
3. Orang tua angkat 3

8
4. Nenek dan kakek 4
5. Kerabat dekat 5
7 Tingkat Stres 1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
8 Perilaku siswa broken 1. Normal 1
home 2. Borderline 2
3. Abnormal 3
Tabel 4. 4 Codding
3. Entry Data
Entry data pada penelitian ini adalah memasukkan data yang sudah
dikumpulkan sebelumnya kedalam master tabel atau database computer, kemudian
membuat distribusi frekuensi sederhana.
4. Cleaning Data
Cleaning data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu melakukan
pemeriksaan kembali data yang sudah di-entry,apakah ada kesalahan atau tidak.
Kesalahan mungkin terjadi pada saat meng-entry data ke komputer.

I. Analisis data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis data yang menganalisis satu variabel.
Disebut analisis univariat karena prses pengumpulan data awal masih acak dan
abstrak, kemudian data diolah menjadi informasi yang informatif.analisis ini sering
kali digunakan untuk statistik deskriptif, yang dilaporkan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan prosentase.
Selain itu analisis ini berfungsi untuk meringkas hasil pengukuran menjadi
informasi yang bermanfaat. Bentuk ringkasan berupa tabel, statistik dan grafik.
Umumnya dilakukan ke masing-masing variabel yang diteliti.

9
a. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis data yang menganalisis dua variabel.
Analisis jenis ini sering digunakan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh x
dan y antara variabel satu dan variabel lainnya. Selan mencari pengaruh x dan y
analisis bivariat juga dapat digunakan untuk mencari perbandngan x dan z
(Donsu, 2016).
Penelitian ini menggunakan Teknik Analisa data uji spearman rho
karena untuk mengetahui hubungan dua variabel yaitu antara variabel
independen dan variabel dependen. Pada penelitian ini variabel independen
yaitu tingkat stres anak broken home pada siswa SMAN 9 Pandeglang dan
SMKN 6 Pandeglang dan variabel dependen yaitu perilaku anak broken home
pada siswa SMAN 9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang selain menganalisis
perbandingan antara tingkat stres dan perilaku siswa broken home, peneliti
melakukan analisis perbandingan dengan uji man- whitnay.

J. Etika Penelitian
Pada penelitian ilmu keperawatan, penelitian harus menggunakan prinsip etik
penelitian karena subjek yang digunakan adalah manusia. Jika hal ini tidak
dilaksanakan, maka peneliti melanggar hak-hak manusia. Secara umum etika dalam
penelitian/ pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip
manfaat, prinsip menghargai hak subjek, dan prinsip keadilan.

1. Prinsip manfaat
a. Bebas dari penderitaan
Penelitian harus dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada subjek,
khususnya jika menggunakan tindakan khusus
b. Bebas eksploitasi
Partipasi subjek dalam penelitian, harus dihindarkan dari keadaan yang tidak
menguntungkan.subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian
atau informasi yang telah diberikan, tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang
dapat merugikan subjek dalam bentuk apapun.

10
c. Risiko (benefits ratio)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan keuntungan yang akan
berakibat kepada subjek pada setiap tindakan.
2. Prinsip menghargai (respect human dignity)
a. Hak untuk ikut /tidak menjadi responden
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek memiliki hak memutuskan
apakah mereka bersdeia dijadikan responden atau tidak
b. Hak mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan
Peneliti harus menjelaskan secara terperinci dan bertanggung jawab jika terjadi
sesuatu pada klien
c. Informed consent
Responden harus mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan
penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk berpartisipasi atau
menolak menjadi responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan
bahwa data hanya untuk mengembangkan ilmu.
3. Prinsip keadilan (right to justice)
a. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang adil
Subjek harus diperlakukan adil selama penelitian tanpa adanya diskriminasi
b. Hak dijaga kerahasiaannya
Subjek mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan-nya harus
dirahasiakan (Nursalam, 2020)

11
BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian


SMKN 6 pendeglang merupakan sekolah yang berada Jl. Raya Cigeulis KM.01
kecamatan Sobang, kab. Pandeglang Banten. SMKN 6 pandeglang terdapat 6 jurusan
terdiri dari jurusan ATPH, TKJ, RPL, TKRO, BDP, AKL. Jumlah siswa pada setiap
kelas sekitar 35-36 siswa, tergantung jurusan dan angkatannya masing-masing dan
jumlah keseluruhan siswa sekitar seribu lebih dari 30 kelas yang ada. SMKN 6
Pandeglang sudah berakreditasi A.
SMAN 9 Pandeglang merupakan satu-satunya SMA Negri yang berada di
kecamatan Sobang tepatnya berada di JL. Raya panimbang perdana No. KM 0,5, Teluk
Lada, Kec. Sobang, Kab. Pandeglang. Jumlah kelas pada SMAN 9 Pandeglang yaitu
25 kelas secara keseluruhan. Pada kelas XII dibagi menjadi kels IPA dan IPS sedangkan
pada kelas X dan XI hanya tidak ada pembagian kelas menyesuaikan peraturan
kurikulum yang ada.

B. Analisis Univariat
1. Karakteristik responden
Pada penelitian ini, peneliti mengelompokkan responden menjadi beberapa
karakteristik seperti usia, jenis kelamin, kelas, penyebab broken home, orang tua
yang mengasuh dan bagaimana perasaan responden saat pertama kali orang tuanya
meninggal/ bercerai dan perasaan saat ini akibat broken home tersebut.
a. Distribusi karakteristik responden usia siswa SMKN 6 dan SMAN 9
Pandeglang

Tabel 5 .1 Karakteristik Responden Usia

Usia Mean ± SD Min-Max


SMKN 6 Pandeglang 15,36±0,736 14- 17
SMAN 9 Pandeglang 15,65±1,052 14- 17
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa
berdasarkan usia rata-rata 15-16 tahun. Usia minimal dalam penelitian ini siswa
yang menjadi responden berusia 14 tahun dan usia maksimalnya berusia 17 tahun.

12
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa dalam penelitian ini siswa lebih bantak
berusia 16 tahun.

b. Distribusi Karakteristik Responden Jenis Kelamin Siswa SMKN 6


Pandeglang

Tabel 5. 2 Karakteristik Responden Jenis Kelamin

Jenis kelamin SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presentase Frekuensi (n) Presentase
(%) (%)
laki-laki 13 21,3 20 40,8
Perempuan 48 78,7 29 59,2
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari
kedua sekolah siswa yang mengalami broken home banyak terjadi pada siswa
perempuan, dengan jumlah 48 (78,7%) siswa di SMKN 6 Pandeglang dan 29
(59,2%) siswa di SMAN 9 Pandeglang.

c. Distribusi karakteristik responden kelas siswa SMKN 6 Pandeglang

Tabel 5. 3 Karakteristik Responden Kelas

Kelas SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (N) Presentase Frekuensi (N) Presentase
(%) (%)
X 34 55,7 28 57,1
XI 27 44,3 11 22,4
XII - - 10 20,4
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 5.3 maka dari jumlah responden,
siswa yang mengalami broken home terbanyak pada siswa kelas X. Pada siswa siswa
SMKN 6 pandeglang terdapat 34 siswa (55,7%) dan pada siswa di SMAN 9 terdapat
58 siswa (57,1%).

13
d. Distribusi karakteristik responden penyebab broken home siswa SMKN 6
Pandeglang

Tabel 5. 4 Karakteristik responden penyebab broken home

Penyebab broken SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


home Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(N) (%) (N) (%)
Orang tua bercerai 46 75,4 33 67,3
Orang tua meninggal 15 24,6 16 32,7
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 5.4 maka siswa yang
mengalami broken home terbanyak disebabkan karena orang tua yang bercerai.
Pada siswa SMKN 6 Pandeglang terdapat 46 siswa (75,4%) dan SMAN 9
terdapat 33 siswa (67,3%).

e. Distribusi karakteristik responden orang tua yang mengasuh siswa SMKN


6 Pandeglang

Tabel 5. 5 Karakteristik responden orang tua yang mengasuh

Orang tua yang SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


mengasuh Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(N) (%) (N) (%)
Hanya ibu/ayah 17 27,9 21 42,9
Orang tua tiri 16 26,2 10 20,3
Orang tua angkat 2 3,3 12 24,5
Nenek dan kakek 21 34,4 6 12,2
Kerabat dekat 5 8,2 - -
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel 5.5 maka dari jumlah
responden 61 orang siswa SMKN 6 pandeglang terdapat 21 (34,4%) siswa
diasuh oleh nenek dan kakek dan pada siswa SMAN 9 Pandeglang terdapat 21
(42,9%) siswa diasuh oleh orang tua tunggal.

14
2. Distribusi Tingkat Stres Siswa SMKN 6 Pandeglang dan SMAN 9 Pandeglang

Tabel 5. 6 Distribusi Tingkat Stres

PSS SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presentase Frekuensi (n) Presentase
(%) (%)
Ringan 6 9,8 4 8,2
Sedang 35 57,4 30 61,2
Berat 20 32,8 15 30,6
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil yang ada pada tabel 5. 6 menunjukkan bahwa tingkat stres pada
siswa SMKN 6 pandeglang mayoritas berada pada kategori sedang yaitu 35 siswa
(57,4%) tingkat stres pada siswa SMAN 9 Pandeglang juga berada pada tingkat
sedang yaitu 30 siswa (61,2%)

3. Strength and Difficulties Questionarie (SDQ)


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan kuesiner SDQ yang memiliki beberapa
aspek penilaian didalam kuesioner tersebut. diantaranya adalah
a. Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) total

Tabel 5. 7 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) total

SDQ total SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presentase Frekuensi (n) Presentase
(%) (%)
Normal 14 23,0 11 22,4
Borderline 17 27,9 19 38,8
Abnormal 30 49,1 19 38,8
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil pada tabel 5.7 yaitu siswa SMKN 6 Pandeglang memiliki
perilak abnormal sebanyak 30 siswa (49,1%) dan pada siswa SMAN 9
Pandeglang berada pada kategori abnoral 19 siswa (38,8%)

15
b. Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ)aspek prososial

Tabel 5. 8 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek


Prososial

Prososial SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presentase Frekuensi (n) Presentase
(%) (%)
Normal 48 78,7 41 83,7
Borderline 9 14,8 4 8,2
Abnormal 4 6,6 4 8,2
Total 61 100 49 100
Berdasarkan tabel 5.8 diatas siswa SMKN 6 Pandeglang yang mengalami
broken home dari jumlah responden 61 orang siswa terdapat 48 siswa (78,7%)
mengalami perilaku prososial normal dan pada SMAN 9 Pandeglang terdapat
41 siswa (83,7%) juga mengalami perilaku prososial normal.

c. Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) aspek hiperaktivitas

Tabel 5. 9 Distribusi Strength And Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek


Hiperaktivitas

Hiperaktivitas SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presentase Frekuensi (n) Presentase
(%) (%)
Normal 40 65,6 40 81,6
Borderline 12 19,7 7 14,3
Abnormal 9 14,8 2 4,1
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil pada tabel 5.9 didapatkan bahwa siswa SMKN 6 Pandeglang
40 siswa (65,6%) perilaku hiperaktivitas normal dan SMAN 9 Pandeglang 40
siswa (81,6%) juga memiliki perilaku hiperaktivitas normal.

16
d. Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek Emosional

Tabel 5 10 Distribusi Strength And Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek


Emosional

Emosional SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presentase Frekuensi (n) Persentase
(%) (%)
Normal 16 26,2 12 24,5
Borderline 4 6,6 8 16,3
Abnormal 41 67,2 29 59,2
Total 61 100 49 100

Berdasarkan tabel 5.10 diatas, maka didapatkan 41 siswa (67,2%) SMKN 6


Pandeglang memiliki emosional yang abnormal dan siswa SMAN 9 Pandeglang
terdapat 29 siswa (59,2%) jug memiliki emosional yang abnormal.

e. Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ)aspek Conduct

Tabel 5. 11 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek


Conduct

Conduct SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presen (%) Frekuensi (n) Persen (%)
Normal 32 52,5 29 59,2
Borderline 14 23,0 9 18,4
Abnormal 15 24,6 11 22,4
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil pada tabel 5.11 didapatkan bahwa SMKN 6 Pandeglang 32
siswa (52,5%) berperilaku normal dan pada SMAN 9 Pandeglang didapatkan 29
siswa (59,2%) mengalami perilaku normal.

17
f. Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) aspek Peer

Tabel 5 12 Distribusi Strength and Difficulties Questionarie (SDQ) Aspek


Peer

Peer Problem SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang


Frekuensi (n) Presen (%) Frekuensi (n) Persen (%)
Normal 24 39,3 15 30,6
Borderline 19 31,1 19 38,8
Abnormal 18 29,5 15 30,6
Total 61 100 49 100
Berdasarkan hasil pada tabel 5.12 didapatkan bahwa SMKN 6 Pandeglang, 24
siswa (39,3%) terdapat perilaku dengan teman sebaya normal dan pada siswa
SMAN 9 Pandeglang didapatkan 19 (38,8%) siswa juga berprilaku dengan
teman sebaya borderline.

C. Uji Normalitas Data


Sebelum dilakukannya uji analisis bivariat peneliti melakukan uji normalitas data
dengan tujuan untuk mengetahui suatu data apakah data tresebut terdistribusi normal
atau tidak.

Tabel 5. 13 Uji Normalitas Data Tingkat Stres dan Perilaku Siswa SMKN
6 Pandeglang dan SMAN 9 Pandeglang

Statistik df P-Value
SMKN 6 Pandeglang 0,066 61 0,200
SMAN 9 Pandeglang 0,086 49 0,200
Berdasarkan hasil tabel 5.13 menunjukkan bahwa uji normalitas data
tingkat stres dan perilaku siswa di SMKN 6 Pandeglang dan SMAN 9
Pandeglang menunjukkan nilai P-Value 0,200 yaitu P> 0,05.

D. Uji Bivariat
Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan ntuk melihat adakah hubungan
antara variabel dependen (perilaku anak broken home) dan variabel independen (tingkat
stres) pada siswa SMKN 6 Pandeglang dan SMAN 9 Pandeglang.

18
1. Hubungn Tingkat Stres dan perilaku siswa Broken Home Tingkat Stres Siswa
SMKN 6 Pandeglang Dengan SMAN 9 Pandeglang

Tabel 5. 14 Hubungan Antara Tingkat Stres dan Perilaku Siswa Broken


Home Di SMKN 6 Pandeglang

Perilaku siswa broken home


Tingkat stres Jumlah (n) Correlation P-value
Coeffecient
61 0,555 0,0
Pada tabel 5.14 didapatkan bahwa nilai P-value 0,0 < 0,05 maka didapatkan
bahwa tingkat stres dan perilaku siswa broken home pada siswa SMKN 6
Pandeglang memiliki hubungan serta correlation coeffecient 0,555 maka yang
dapat diartikan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tingkat stres dan
perilaku anak broken home.

Tabel 5. 15 Hubungan antara tingkat stres dan Perilaku Siswa broken


home di SMAN 9 Pandeglang

Perilaku siswa broken home


Tingkat stres Jumlah (n) Correlation P-value
Coeffecient
49 0,514 0,0
Berdasarkan tabel 5.15 menunjukkan bahwa adanya hubungan antara tingkat
stres dan perilaku anak broken home di SMAN 9 Pandeglang dengan menggunakan
uji statistik spearman’s rho didapatkan hasil P-value 0,0 < 0,05 dan correlation
coeffecient 0,514 yang berarti hubungan pada tingkat stres dan perilaku anak broken
home terdapat korelasi yang positif.

19
2. Perbandingan Tingkat Stres Siswa SMKN 6 Pandeglang Dengan SMAN 9
Pandeglang

Tabel 5. 16 Perbandingan Tingkat Stres Siswa SMKN 6 Pandeglang


Dengan SMAN 9 Pandeglang

Tingkat SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang Mann-


stres Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase Whitney
(n) (%) (n) (%) P-vlue
Rendah 6 9,8 4 8,2
Sedang 35 57,4 30 61,2 0,931
Tinggi 20 32,8 15 30,6
Total 61 100 49 100
Dari hasil tabel 5.16 diatas didapatkan bahwa tingkat stres pada siswa
SMAN 9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang P-value 0,931>0,05 maka tidak ada
perbedaan yang signifikan antara tingkat stres siswa SMKN 6 Pandeglang dengan
SMAN 9 Pandeglang.

Tabel 5. 17 Perbandingan Tingkat Stres Siswa Smkn 6 Pandeglang


Dengan Sman 9 Pandeglang

SDQ SMKN 6 Pandeglang SMAN 9 Pandeglang Mann-


Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase Whitney
(n) (%) (n) (%) P-vlue
Normal 14 23,0 11 22,4
Borderline 17 27,9 19 38,8 0,453
Abnormal 30 49,1 19 38,8
Total 61 100 49 100
Berdasarkan tabel 5.17 menunjukkan bahwa perilaku anak broken home
didapatkan P-value 0,453>0,05 yaitu tidak memiliki perbedaan yang signifikan
pula antara perilaku anak broken home pada siswa SMKN 6 Pandeglang dengan
siswa SMAN 9 Pandeglang

20
BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Deskriptif
1. Karakteristik responden siswa SMAN 9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang
a. Usia
Responden dalam penelitian ini berada pada rentang usia remaja
pertengahan yaitu14-17 tahun. Pada data diatas didapatkan hasil mean = 15,36
pada siswa SMKN 6 Pandeglang dan hasil mean = 15,65 pada siswa SMAN 9
Pandeglang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salahuddin
dan Asep (2018) menyatakan bahwa 58 responden yang mereka teliti berada
pada rentang usia 14-17 tahun yaitu usia remaja pertengahan dan dalam
penelitiannya didapatkan rata-rata siswa yang mengalami broken home berusia
16 tahun.
Pada masa remaja pertengahan ini siswa cenderung memiliki sifat
mencintai dirinya sendiri dan berada pada fase kebingungan untuk mengambil
sebuah keputusan. Dalam perubahan psikis, remaja memiliki perubahan tingkah
laku, sikap dan mental. Pada masa ini remaja memiliki emosi yang tidak stabil
yang menyebabkan remaja mudah sedih ataupun gembira. Dalam hal ini
menyebabkan remaja mempunyai emosi yang meledak-ledak dan perasaan
sensitiv yang membuat remaja tersebut mudah tersinggung dan stress.
Sedangkan sikap agresif remaja biasanya ditunjukkan dengan sikap yang
menentang orang lain dan susah diatur. Hal ini dikarenakan remaja tidak mau
dianggap sebagai anak kecil dan merasa bahwa mereka sudah berhak dalam
memilih keputusannya sendiri. (Basri, 2020)
Menurut Permendikbud No. 14 tahun 2018 menyatakan bahwa siswa
SMA/SMK maksimal berumur 21 tahun per tanggal 1 Juli dan minimal sudah
menyelesaikan pendidikan SLTP sebelumnya. Dalam hal ini rata-rata siswa
masuk SMA/SMK berada pada rentang usia 14-15 tahun.

21
b. Jenis kelamin
Hasil statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin responden
yang mengalami broken home didominasi oleh perempuan, yaitu sebanyak 48
siswa di SMKN 6 Pandeglang dan 29 siswa di SMAN 9 Pandeglang sedangkan
jumlah siswa laki-laki yang mengalami broken home hanya 13 siswa di SMKN
6 pandeglang dan 20 siswa di SMAN 9 Pandeglang.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Masdar (2016) menyatakan
bahwa siswa perempuan lebih banyak mengalami stres dibandingkan laki laki.
hal ini dikarenakan siswa perempuan sering merasa cemas ketika menghadapi
sebuah masalah sedangkan laki-laki cenderung berperilaku agresif. Dalam
penelitian yag dilakukan oleh Istiqomah dkk (2020) jenis kelamin perempuan
pada penelitian ini lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 57
responden. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Fathona (2020)
menyebutkan bahwa 2 dari 3responden penelitiannya adalah perempuan.

c. Kelas
Berdasarkan hasil yang tertera pada tabel didapatkan siswa yang
mengaami broken home palin banyak yaitu siswa kelas X. Pada siswa SMKN 6
Pandeglang terdapat 34 siswa (55,7%) dan pada siswa SMAN 9 terdapat 58
siswa (57,1%)
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukoco, dkk
(2016) tentang perilaku anak broken home bersifat agresif dengan responden
siswa di kelas X. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2019)
penelitian yang dilakukan pada 5 siswa broken home di kelas X.

d. Penyebab broken home


Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mengalami broken
home mayoritas disebabkan oleh perceraian orang tua. Hal ini dapat dilihat
bahwa siswa yang mengalami broken home disebabkan karena perceraian orang
tua sebanyak 46 siswa (75,4%) di SMKN 6 Pandeglang sedangkan pada siswa
SMAN 9 Pandeglang sebanyak 33 siswa (67,3%).

22
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Febrianti (2022)
yang menunjukkan bahwa anak broken home disebabkan oleh perceraian kedua
orang tua. Selain itu dalam penelitian Massa (2020) dalam penelitiannya yang
dilakukan di Desa Libatihu Kabupaten Boalemho menunjukkan bahwa 10
responden anak broken home disebabkan karena perceraian orang tua ataupun
keluarga yang tidak harmonis.
Menurut laporan Statistik Indonesia, jumlah kasus perceraian di
Indonesia mencapai 447.743 kasus pada 2021, meningkat 53,50% dibandingkan
tahun 2020 yang mencapai 291.677 kasus. Sedangkan menurut catatan dari
Kumpulan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia, angka perceraian di Indonesia
terus meningkat sampai periode Februari 2020, sekitar 1.170 kasus setiap
harinya atau jika dibagi menjadi 24 jam terhitung setiap jamnya maka terdapat
49-50 kasus perceraian. (Ansyari, 2020)

e. Orang tua yang mengasuh


Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mengalami
broken home pada siswa SMKN 6 pandeglang banyak yang memilih tinggal
ataupun di asuh oleh nenek dan kakeknya yaitu sebanyak 21 siswa (34,4%)
sedangkan pada siswa SMAN 9 Pandeglang 21 siswa (42,9%) lebih banyak
tinggal dengan orang tua tunggal.
Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriani dkk (2019) tentang tumbuh
kembang anak broken home menyatakan bahwa responden daalam
penelitiannya memilih tinggal bersama nenek dan kakeknya dibandingkan
dengan ayah atau ibu dan orang tua tirinya. selain itu, dalam penelitian Febrianti
(2022) pula menjelaskan bahwa responden dalam penelitiannya lebih memilih
tinggal dengan nenek dan kakek dibandingkan tinggal bersama orang tua tiri.
Dalam kuesioner penelitian ini tidak ditanyakan alasan kenapa responden
memilih tinggal dengan nenek dan kakek ataupun tinggal bersama orang tuanya.
Selain memilih tinggal bersama kakek dan nenek siswa juga memilih
tinggal bersama orang tua tunggal. Hal ini terjadi karena orang tua yang tidak
menikah lagi dan anak tidak harus tinggal bersama orang tua tirinya. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Natalia (2019) tentang pola hidup

23
keluarga broken home menunjukkan bahwa responden merupakan orang tua
tunggal dan berusaha mengurus anak-anak mereka tanpa bergantung pada suami
sehingga mereka memutuskan untuk tidak menikah lagi.
Menurut Pengadilan Agama (2022) menyatakan bahwa pada pasal 156
diberikan ketentuan, bahwa anak yang belum dapat membedakan mana yang
baik dan yang buruk ibu berhak mendapatkan hak asuh anaknya. Akan tetapi
jika ibunya meninggal maka anak akan di urus oleh wanita garis lurus ke atas
dari ibu. Jika tidak ada yang mampu maka dibrikan kepada ayahnya. anak yang
telah berumur 12 tahun ke atas sebagaimana yang diatur dalam Kompilasi
Hukum Islam dapat memilih tinggal bersama salah satu dari orang tuanya.
Penelitian yang dilakukan Adristi (2021) menyatakan bahwa anak lebih
memilih tinggal bersama ibunya dibandingkan ayahnya karena adanya ikatan
batin yang kuat antara anak dan ibu terutama pada anak perempuan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2020) semua responden penelitiannya
sebanyak 3 anak mengatakan bahwa mereka memilih tinggal bersama dengan
ibunya karena merasa lebih dekat sejak kecil dibandingkan dengan ayahnya.
Dalam penelitian yang dilakukan Utami dan Silfia (2017) menyatakan
bahwa 5 wanita single parent memiliki alasan bahwa para orang tua tunggal
memilih untuk tidak menikah lagi yaitu karena mereka hawatir jika memiliki
pasangan baru anak-anak merasa canggung dan kurang nyaman serta para orang
tua tunggal lebih nyaman tinggal bersama anak anaknya tanpa memiliki
pasangan. Selain itu responden yang ditinggal oleh suaminya akibat kematian
takut jika suami barunya nanti tidak sebaik suaminya yang sudah meninggal dan
mereka merasa sanggup dalam mendidik anak mereka tanpa seorang suami.
2. Tingkat stres
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak broken home pada siswa
SMKN 6 Pandeglang mengalami stres pada tingkat sedang yaitu sebanyak 35 siswa
(57,4%) dan stres tingkat sedang pada siswa SMAN 9 Pandeglang sebanyak 30
siswa (61,2%).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zahra dan Fajar (2017)
tentang coping stres pada remaja broken home menjelaskan bahwa anak broken
home mengalami stres dan beberapa diantaranya mengalami perubahan perilaku

24
seperti gangguan tidur/ insomnia, cemas dan sulit berkonsentrasi. Selain itu penelitia
ini sejalan dengan Fitriani dan Noer (2021) tentang stres pada siswa broken home di
SMA Lumajang yang menunjukkan bahwa siswa yang memiliki latar belakang
broken home mengalami stres.
Gejala pada stres sedang biasanya stres tidak kunjung hilang karena tubuh
terus menerus memproduksi hormon sehingga menyebabkan seseorang sulit
berkonsentrasi dan mudah tersinggung. Hal ini yang dapat menyebabkan adanya
gangguan pada emosional. Selain itu, dapt terjadi pula gangguan pada lambung
seperti maag, buang air besar yang tidak teratur serta gangguan pola tidur.
(Wulandari, 2017)

3. Perilaku anak broken home


Hasil dari penelitian ini yaitu siswa yang mengalami broken home memiliki
perilaku yang abnormal sebanyak 30 siswa (49,1%) pada siswa SMKN 6
Pandeglang dan 19 siswa (38,8%) pada siswa SMAN 9 Pandeglang.
Hal ini sejalan dengan penelitian Faradilah dan amriana (2020) yang
menyatakan bahwa anak broken home sulit untuk mengontrol emosi dan perilaku
serta sulit dalam menerima dirinya sendiri. Selain itu dalam penelitian yang
dilakukan oleh pratama dkk (2016) tentang perilaku agresif siswa broken home
menunjukkan bahwa sebagian siswa mengalami perilaku agresif pada kategori
sedang. Perilaku agresif yang dimaksud berupa perilaku secara verbal ataupun
nonverbal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2020) menjelaskan
bahwa kedekatan orang tua dan anak yang memiliki hubungan yang baik dan
sedikitnya konflik dalam keluarga maka anak tidak mengalami masalah perilaku.
Dan sebaliknya, semakin tinggi permasalahan di dalam keluarga, maka anak akan
mengalami masalah perilaku. Selain itu menurut penelitian yang dilakukan oleh
(Haryanti, 2016) menjelaskan bahwa remaja yang memiliki masalah perilaku dan
emosional diakibatkan oleh perubahan yang sedang terjadi dalam diri mereka
ataupun sesuatu yang harus mereka capai. Selain itu mereka juga harus berhadapan
dengan beberapa hal seperti pubertas, perubahan peran sosial, dan lingkungan dalam
membentuk diri menjadi pribadi yang mandiri.

25
Akan tetapi dalam penelitian ini, meskipun mayoritas siswa mengalami
perilaku yang abnormal belum tentu siswa memiliki masalah pada perilaku dan
emosionalnya. Hal ini dikarenakan kuesioner yang digunakan hanyalah pendeteksi
dini dan harus dinilai pula setiap aspek yang ada didalamnya karena belum tentu
siswa yang abnormal memiliki perilaku prososial yang abnormal, begitu pula aspek
lainnya. Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
a. Aspek prososial
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini yaitu siswa yang mengalami
broken home memiliki perilaku prososial yang normal sebanyak 30 siswa
(49,1%) di SMKN 6 Pandeglang dan 19 siswa (38,8%) di SMAN 9
Pandeglang
Hal ini sejalan dengan penelitian Istiqomah (2020) yang menjelaskan
bahwa aspek prososial merupakan aspek kekuatan pada kuesioner SDQ.
Dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa 99% responden berada
dikategori normal pada aspek prososial. Hal ini dijelaskan bahwa prososial
dipengaruhi oleh peran keluarga, lingkungan dan teman sebaya. Rendahnya
perilaku prososial maka kemungkinan terjadinya masalah perilaku pada
remaja akan meningkat.
Tingkah laku prososial yaitu merujuk pada tingkah laku yang dapat
memberikan hal positif dan memberikan manfaat kepada orang-orang
disekitarnya. Perilaku prososial ini merupakan asas dalam hubungan antar
manusia dan penting dalam membina hubungan interpersonal yang positif.
b. Aspek emosional
Pada aspek emosional hasil yang didapatkan yaitu sebanyak 41 siswa
(67,2) di SMKN 6 Pandeglang berada pada kategori abnormal sedangkan
pada SMAN 9 Pandeglang sebanyak 29 siswa (59,2) juga berada pada
kategori abnormal.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh istiqomah (2020)
yang menjelaskan bahwa aspek emosional memiliki proporsi kategori
abnormal yang paling tinggi. Dalam penelitiannya istiqomah menyebutkan
bahwa penyebab tingginya presentase anak dengan emosional abnormal

26
diakibatkan perkembangan teknologi karena anak cenderung menghabiskan
waktunya untuk menonton ataupun bermain game.
Menurut Ibrahim (2017) perilaku emosional yang abnormal merupakan
perilaku yang disebabkan oleh individu gagal dalam mengendalikan sifat
positif dalam diri mereka. Selain itu, masalah emosi dalam SDQ mencakup
masalah depresi dan cemas, karena dalam periode usia ini remaja mengalami
perubahan hormonal dan perubahan pada lingkungan sehingga dapat
memicu terjadinya masalah pada aspek emosional.

c. Hiperaktivitas
Hasil pada penelitian ini didapatkan bahwa siswa pada aspek hiperaktivitas
berada pada kategori normal sebanyak 40 (65,6%) pada siswa SMKN 6
Pandeglang dan sebanyak 40 siswa (81,6%)
Hal ini sejalan dengan penelitian Istiqomah (2020) yang menjelaskan
bahwa anak usia 11-17 tahun belum banyak terpapar oleh masalah yang
berkaitan dengan lingkungan. Pada aspek hiperaktivitas beberapa kategori
remaja memiliki perilaku yang abnormal diantaranya yaitu tidak bisa diam
dalam waktu yang lama, terus menerus bergerak, perhatian mudah teralihkan
dan sulit berkonsentrasi, dalam mengambil tindakan tidak memikirkan
akibatnya dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan hingga selesai.
d. Aspek perilaku
Pada aspek perilaku pada penelitian ini didapatkan hasil yaitu sebanyak 32
siswa (52,5%) di SMKN 6 Pandeglang dan sebanyak 29 siswa (59,2%) di
SMAN 9 Pandeglang pada kategori normal
Sejalan dengan penelitian (Ibrahim, 2017) bahwa remaja pada aspek
perilaku berada pada kategori normal. Gangguan tingkah laku pada remaja
merujuk pada tingkah laku antisosial, yang melanggar nilai dan norma-
norma yang berlaku dimasyarakat.
e. Aspek dengan teman sebaya
Pada aspek perilaku dengan teman sebaya pada penelitian ini didapatkan
hasil yaitu sebanyak 24 siswa (39,3%) di SMKN 6 Pandeglang dan sebanyak
19 siswa (30,6%) di SMAN 9 Pandeglang pada kategori borderline.

27
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmadi (2019)
yaitu perilaku dengan teman sebaya berada pada kategori normal yaitu
remaja memiliki banyak teman sebaya, memiliki teman dekat dan tidak
diganggu oleh teman lainnya. Pada aspek masalah dengan teman sebaya
diantaranya yaitu cenderung menyendiri, tidak memiliki teman baik, dibenci
teman sebayanya, diintimidasi oleh teman-tmannya dan lebih mudah
berteman dengan orang yang lebih dewasa dibandingkan teman sebayanya.

B. Analisis bivariat
1. Hubungan Antara tingkat stres dan Perilaku anak broken home

Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu adanya hubungan antara
tingkat stres dan perilaku anak broken home di SMAN 9 Pandeglang dengan
menggunakan uji statistik spearman’s rho didapatkan hasil P-value 0,0 < 0,05 dan
correlation coeffecient 0,514 yang berarti hubungan pada tingkat stres dan perilaku
anak broken home terdapat korelasi yang positif. Artinya pada penelitian ini terdapat
hubungan antara tingkat stres dan perilaku siswa broken home dan arah hubungan
dalam penelitian ini positif yaitu semakin tinggi tingkat stres maka semakin tinggi
pula terjadi permasalahan pada perilaku siswa broken home tersebut.

Dampak yang terjadi pada anak yang mengalami broken home salah satunya
yaitu dampak pada kondisi mental diantaranya cemas, stres, hingga depresi
(Mistiani, 2018). Hal ini sesuai dengan hasil dalam penelitian ini yaitu siswa SMAN
9 Pandeglang dan siswa SMKN 6 Pandeglang mengalami stres pada tingkat stres
sedang. Menurut Prayitno (2006 dalam Pratama 2016) salah satu pengebab perilaku
agresif adalah keadaan keluarga dan penyebab lainnya yaitu merasa kebutuhan fisik
mereka tidak dipenuhi secara layak yang akhirnya timbul ketidakpuasan, kecemasan
dan kebencian terhadap nasib dirinya sendiri yang akhirnya muncul perilaku negatif
pada remaja yang mengalami broken home tersebut.

28
2. Perbandingan antara Tingkat Stres pada siswa SMKN 6 dengan SMAN 9
Pandeglang
Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa tingkat stres pada siswa SMAN 9
Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang P-value 0,931>0,05. Artinya penelitian ini
tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat stres siswa SMKN 6 Pandeglang
dengan SMAN 9 Pandeglang dan dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
lingkungan dan asal sekolah responden tidak memiliki perbedaan yang signifikan
pada tingkat stres yang dialami siswa SMKN 6 Pandeglang ataupun SMAN 9
Pandeglang. Dari hasil tingkat stres yang didapatkan menunjukkan bahwa anak
broken home pada siswa SMKN 6 Pandeglang mengalami stres pada tingkat sedang
yaitu sebanyak 35 siswa (57,4%) dan stres tingkat sedang pada siswa SMAN 9
Pandeglang sebanyak 30 siswa (61,2%). Maka dari itu tingkat stres dari kedua
sekolah tidak memiliki perbedaan yang signifikan.

3. Perbandingan Perilaku anak broken home SMKN 6 dengan SMAN 9


Pandeglang
Hasil dari penelitian ini bahwa perilaku anak broken home didapatkan P-value
0,453>0,05 Artinya penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan perilaku
siswa broken home di SMKN 6 Pandeglang dan SMAN 9 Pandeglang. Selain itu,
dalam penelitian ini dapat dilihat bahwa lingkungan siswa tidak mempengaruhi
perilaku-perilaku anak broken home di SMKN 6 Pandeglang ataupun di SMAN 9
Pandeglang. Hal ini dapat dilihat bahwa siswa yang mengalami broken home
memiliki perilaku yang abnormal sebanyak 30 siswa (49,1%) pada siswa SMKN 6
Pandeglang dan 19 siswa (38,8%) pada siswa SMAN 9 Pandeglang. Maka perilaku
pada siswa broken home baik di SMKN 6 Pandeglang ataupun di SMAN 9
Pandeglang tidak ada perbedaan secara signifikan.

29
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti sangat sadar bahwa masih banyak sekali kekurangan
dalam penelitian ini. Diantaranya:
1. Peneliti tidak melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara perilaku
siswa broken home dengan tingkat stres pada siswa SMKN 6 Pandeglang dan
SMAN 9 Pandeglang
2. Dalam penelitian yang dilakukan di SMAN 9 Pandeglang, responden yang
didapatkan lebih sedikit dibandingkan responden di SMKN 6 pandeglang. Hal ini
dikarenakan saat penelitian di SMA tersebut kuesioner yang dibagikan tidak
langsung pada siswa-siswanya akan tetapi dibantu oleh wakasek kurikulum SMAN
9 Pandeglang dalam penyebaran kuesioner penelitian ini.
3. Peneliti tidak dapat melakukan pengambilan data pada siswa kelas XII SMKN 6
Pandeglang dikarenakan siswa kelas XII tersebut sedang melakukan praktek kerja
lapangan (PKL) selama dua bulan.

30
BAB VII

PENUTUP

A. Simpulan
1. Responden pada penelitian ini didominasi oleh anak broken home akibat
perceraian sebanyak 46 siswa pada siswa SMKN 6 Pandeglang dan 33 siswa
pada SMAN 9 Pandeglang
2. Gambaran tingkat stres siswa SMKN 6 Pandeglang mendapatkan hasil mean
=24 dengan mayoritas siswa mengalami stress tingkat sedang sebanyak 35 siswa
(57,4%) dan pada siswa SMAN 9 Pandeglang juga mendapatkan hasil mean =
24 dengan mayoritas siswa mengalami stress pada tingkat sedang sebanyak 30
siswa (61,2%).
3. Gambaran perilaku siswa broken home di SMKN 6 Pandeglang mendapatkan
hasil mean =19,6 dengan mayoritas siswa mengalami stress tingkat sedang
sebanyak 30 siswa (491%) dan pada siswa SMAN 9 Pandeglang juga
mendapatkan hasil mean = 18,4 dengan mayoritas siswa mengalami stress pada
tingkat sedang sebanyak 19 siswa (38,8%).
4. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan perilaku siswa
broken home dengan nilai P< 0,05 baik pada siswa SMKN 6 Pandeglang ataupun
pada siswa SMKN 6 Pandeglang
5. Tidak ada perbedaan antara tingkat stres pada SMKN 6 Pandeglang dan SMAN
9 Pandeglang. Hal ini dapat dilihat bahwa P >0,05
6. Tidak terdapat perbedaan antara perilaku anak broken home di SMKN 6
Pandeglang dengan perilaku anak broken home SMAN 9 Pandeglang. Yakni
dapat dilihat pada hasil P >0,05.

31
A. Saran
1. Bagi pihak sekolah
a. Melakukan pendeteksian secara dini perilaku pada siswa sebelum menjadi
siswa SMK/SMA untuk mencegah adanya masalah pada perilaku ataupun
emosional siswa
b. Melakukan pendataan pada siswa broken home yang mengalami stres dan
masalah perilaku serta emosional siswa untuk diberikan konseling agar dapat
mencegah secara dini terjadinya masalah yang lebih serius
c. Guru BK harus dibekali bagaimana mengukur tingkat stres dan perilaku
siswa serta mengatasi masalah perilaku dan emosional siswa di sekolah.
2. Bagi pelayanan kesehatan
a. Memberikan layanan secara promotif terhadap siswa mengenai kesehatan
jiwa berupa penyuluhan masalah emosi dan perilaku siswa serta memberikan
edukasi kepada pihak skolah dan bekerjasama dengan guru BK untuk
melatih bagaimana cara mengetahui dan mengatasi anak yang memiliki
masalah perilaku dan emosional.
b. Memberikan layanan secara preventif yaitu deteksi dini masalah perilaku
dan emosional siswa secara massal agar sekolah mengetahui hal apa yang
harus dilakukan sesuai dengan kondisi psikis siswanya
c. Memberikan layanan kepada siswa yang memiliki masalah perilaku dan
emosional jika sekolah tidak dapat menangani siswanya.
3. Bagi penelitian lain
a. Peneliti selanjutnya diharapkan melakukan penelitian lebih lanjut dan
mendalam mengenai perilaku dan emosional siswa seperti melakukan
analisis terhadap orang tua ataupun guru disekolah. Selain itu dapat
melakukan indepth interview mixed method baik pada orang tua ataupun
guru di sekolah agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

32
DAFTAR PUSTAKA
Adristi, Salsabila Priska. 2021. Peran Orang Tua Pada Anak Broken Home dari Latar
Belakang Keluarga Broken Home. No. 2 (1)

Ansyari, Syahrul dan Zahrul Darmawan. 2020. Setiap Jam Tejadi 50 Kasus Perceraian di
Indonesia. (online) https://www.viva.co.id/berita/nasional/1331858-tiap-jam-terjadi-
50-kasus-perceraian-di-indonesia diakses pada tanggal 19 Agustus 2022.

Amelia, Reski. 2020. Faktor Stres dan Cara Mengatasi. Jakarta: Pustaka Taman Ilmu

Agustina, Nora. 2018. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: Deepublish

Badan Pusat Statistik. 2017. Statistik Kriminal 2017. Jakarta Pusat: Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik. 2021. Nikah, Talak dan Cerai Serta Rujuk 2007-2016. Jakarta Pusat:
Badan Pusat Statistik

Blackburn, I. M., Davidson, K. M., Kendell, R. E. 1994. Terapi Kognitif Untuk Depresi dan
Kecemasan, Suatu Petunjuk Bagi Praktisi. Semarang : IKIP Semarang Press

Basri, burhanudin. 2020. Pendidikan seksual komperhensif untuk mencegah perilaku seksual
pernikahan pada remaja. Bandung: Media Sains Indonesia

Candra, I Wayan. 2019. Stres Adaptasi dan Manajemen Stres. Yogyakarta: Nuha Medika

Cohen, S. & Williamson, G.M.. (1988). Perceive Stress in a Probability Sample of the United
States. Dalam S. Spacapan & S. Oskamp (eds.). 1988. The Social Psychology of
Health. Newbury Park, CA : Sage. Natalia, Kristiana. Dkk. 2019. Pola Hidup
Keluarga Broken Home. No. 1(3)

Crossesa, Tesalonika liontinia & goretti maria Sindarita. 2019. Gambaran Motivasi Belajar
pada Remaja yang Mengalami Broken Home (Dampak Perceraian Orang Tua) di
SMA Laboratorium UM Kota Malang. No 2 (8)

Desmita. 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosda.

Donsu, Jenita Doli Tine. 2016. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka
Baru Pres

33
Enright, R. D., & Fitzgibbons, R. P. 2000. Helping clients forgive: An empirical guide for
resolving anger and restoring hope.Psychological Association. Washington, DC, US:
American

Faizah Husna (2019) Stres-Related Growth pada Anak Broken Home. No 1(1)

Faradilah, Siska S dan Amriana. 2020. Cognotive-Behavioral Therapy dengan teknik Thought
stopping untuk menangani trauma psikologis mahasiswa yang mengalami Trauma.
No. 1 (3)

Fathonah, Diani. 2020. Gambaran Self Esteem Siswa Dari Keluarga Broken Home Di Sman 1
Ciwidey. No. 4(3)

Febrianti, Gita. 2022. Strategi Coping untuk anak broken home pasca perceraian kedua
orang tuanya didaerah karawang. No. 3 (9)

Fitriani, Rizki AM dan Noer 2021. The Effect of Broken Home (Household Crisis) on
Depression Anxiety Stress Scales (Dass 42) in Students of SMAX Lumajang. No. 1
(19)

Haryanti, Dwi, dkk. 2016. Perkembangan Mental Emosional Remaja di Panti Asuhan. No.
2(4)

Hastuti, Isnaini Budi dan Desti Kirana. 2021. Kesejahteraan psikologis pada individu yang
mengalami Broken Home. 14 (2)

Ibrahim, Normala dkk. 2017. Psychosocial Problem and its Associated Factors Among
Adolescents in the Secondary Schools in Pasir Gudang, Johor No. 13(1)

Irawan, Reina Renita, dkk. 2020. Pembentukan Konsep Diri Remaja (Studi Pada Remaja
Korban Perceraian Orang Tua) Kota Makassar Tahun 2020. No. 2 (1)

Istiqomah, 2017. Parameter Psikometri Alat ukur Strangths and Difficulties Questionnaire.
No. 2 (4)

Istiqomah, Nurul dkk. 2020. Relationship of Maternal Parenting Style and Behavior in
Elementary School Children. No. 21(5)

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

34
Kementerian pendidikan dan budaya. 2018. Kemendikbud dorong Pemda terapkan PPDB
yang semakin akuntable dan nondiskriminatif https://www.kemdikbud.go.id/main
/blog/2018/05/kemendikbud-dorong-pemda-terapkan-ppdb-yang-semakin-akuntabel-
dan-nondiskriminatif

Khasanah, Siti & Mamnuah. 2021. Tingkat stres berhubungan dengan pencapaan tugas
perkembangan remaja. No. 1 (4)

Lamirin. 2021. Monograf Dampak Perceraian dalam Keluarga Terhadap Perkembangan


Psikologi Anak. Sumatra: penerbit Insan Cendekia Mandiri

Lubis, Namora Lumongga. 2016. Depresi Tinjauan Psikologi. Jakarta: Kencana

Lie, Fitriani, dkk. 2019. Tumbuh Kembang Anak Broken Home. No 4 (1)

Massa, Nurtia, dkk. 2020. Dampak Keluarga broken Home Terhadap Perilaku Sosial anak.
No. 1 (1)

Masdar, Hariatul, dkk. 2016. Depresi, ansietas, dan stres serta hubungannya dengan obesitas
pada remaja. No. 1(1)

Mistiani, Wiwin. 2018. Dampak Keluarga Broken Home Terhadap Psikologis Anak. 10 (2)

Mukhtar, Alfiah. 2021. Stres Kerja dan Kinerja di Perbankan Syariah. Jawa Tengah:
Penerbit NEM

Muriah, Siti & Khusnul Wardan. 2020. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
Literasi Nusantara

Nuryana, Alsheta & Siti Ina Safira. 2021. Mengatasi Kehilangan Akibat Kematian Orang
Tua: Studi Fenomenologi self-healing pada remaja. No 3 (8)

Nursalam. 2020. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis edisi 3.


Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Oktaviana, Mistety dan Supra Wimbarti. 2014. Valdasi Klinik Strenghts and Difficulties
Questionnaire (SDQ) sebagai Instrumen Skrining Gangguan Tingkah Laku. No. 1 (41)

Pratama, Randi dkk. 2016. Perilaku Agresif Siswa dari Keluarga Broken Home. 5 (6)

35
Pratama, Deny Maulana. 2021. Strategi Koping Anak Yag Milkiengalaman Kehilangan Orang
Tua di LKSA Kota Bandung. No. 1 (20)

PDSKJI. 2022. Masalah Psikologis 2 Tahun Pandemi Covid-19 di Indonesia. (online)


https://www.pdskji.org/home diakses pada tanggal 20 Maret 2022.

Potter & Perry. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan volume 1, Edisi 4. Jakarta: EGC.

Ratnasari, Rida Hesti. 2021. Broken Home: Pandangan dan Solusi dalam Islam. Jakarta:
Amzah

Ratnawati, Diah dan Ismi Dyah. 2019. Hubungan Tingkat Stres dengan Periaku Berpacaran
pada Remaja di SMA X Cawang Jakarta Timur. 13 (1)

Roflin, Eddy. Dkk. 2021. Populasi, Sampel, Variabel dalam Penelitian Kedokteran. Jawa
Tengah: Penerbit NEM.

Safitri, Aswina Mayang. 2017. Proses dan faktor yang mempengaruhi periaku memaafkan
pada remaja broken home. No 1 (5)

Shalahuddin, I dan Asep 2018. Hubungan Antara Siswa Dari Keluarga Briken Home dengan
Perilaku menyimpang di SMA Ciledug Al-Musadaddiyah No. 12(1)

Sarwono, Sarlito. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Stuart, G. W. & Laraia. 2008. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. 8th Edition.
Canada: Mosby Elsevier

Stuart, G. W. 2013. Principle and Practice of Psychiatric Nursing. 10th Edition. Canada:
Mosby Elsevier

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta, CV

Suryani, Eko & Atik Badi’ah. 2018. Asuhan Keperawatan Anak Sehat dan Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Sukoco, dkk. 2016. Pengaruh Broken Home Terhadap Perilaku Agresif. No. 1 (2)

Wahyu, Arvenia. 2019. The Effectiveness Of The Rebt Approach On The Academic Resilience
Of Student With Broken Home Family In Sman 1 Depok. No. 7 (5)

36
Tasalim, Rian dan Ardhia Redina. 2021. Stres Akademik dan Penangannannya. Jakarta:
Guepedia.

Wahyuni, Sri. 2021. Psikologi Remaja: Penanggulangan Kenakalan Remaja. Sulawesi:


Penerbit Pustaka.

Widiyawati, Wiwik. 2020. Keperawatan jiwa. Malang: Literasi Nusantara

Willis, Sofyan S. 2012. Keluarga dan Permasalahannya. Bandung: CV Alfabeta

Wulandari, S. 2019. Perilaku Remaja. Semarang: Penerbit Mutiara Aksara

Yusmaniar, Niar dkk. 2021. Profil Konsep Diri Negatif Pada Peserta Didik Broken Home
Kelas XI di SMAN Rancakalong. 4 (2)

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika

Zahra, Fatimah dan Fajar (2017). Coping Stres Pada Remaja Broken Home. No. 2 (6)

Zola, Nurul Intan. Dkk. 2021. Gambaran Stres Psikososial dan Faktor-Faktor
Mempengaruhinya Pada Remaja. 6 (1)

37
LAMPIRAN

38
Lampiran 1: Surat Persetujuan Etik

39
Lampiran 3: Surat Izin Penelitian

40
Lampiran 4: Lembar Informasi Penelitian
LEMBAR INFORMASI PENELITIAN

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Siti Mar’atussholihah, mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi
dengan judul “Hubungan Perilaku Anak Broken Home Dengan Tingkat Stres Pada Siswa
SMAN 9 Pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat stres pada anak broken
home, gambaran perilaku pada anak broken home dan hubungan tingkat stres dengan perilaku
anak broken home pada siswa SMAN 9 pandeglang dan SMKN 6 Pandeglang. Dalam proses
penelitian ini, saya bermaksud meminta kesediaan dan partisipasi teman-teman untuk
meluangkan waktunya mengisi lembar kuesioner PSS dan SDQ pada siswa SMA/SMK.
Penelitian ini memakai instrumen berupa kuesioner dalam bentuk google form dalam
proses pengumpulan data. Pengerjaan kuesioner penelitian ini membutuhkan waktu 10-15
menit. Saya berharap teman-teman dapat menjawab semua pertanyaan pada kuesioner ini
dengan jujur dan seksama. Identitas maupun jawaban yang diberikan akan dijamin
kerahasiannya. Atas kesediannya saya ucapkan terimakasih.

Hormat Saya,

Peneliti

Siti Mar’atussholihah

Contact Person:

085693638066 (Siti Mar’atussholihah)

Email: siti.sholihah18@mhs.uinjkt.ac.id

41
Lampiran 5: Lembar Persetujuan Mengikuti Penelitian
LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Angkatan :

Alamat :

Telepon :

Setelah membaca, mendapatkan penjelasan serta mengerti terkait penelitian yang


dilakukan oleh saudari Siti Mar’atussholihah, Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Strata 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya dapat memahami tujuan dan manfaat penelitian
yang akan dilakukan. Saya sudah memahami bahwa semua berkas yang tercantum dalam
penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hasil pengisian kuesioner hanya dipergunakan
semata-mata untuk penelitian. Maka saya setuju/tidak setuju*) ikut serta dalam penelitian. Saya
mengisi kuesioner dengan penuh kesadaran dan atas kemauan sendiri, serta kebeneran hasil
penelitian ini dapat saya pertanggung jawabkan.

Demikian surat pernyataan ini saya tanda tangani dan saya bersedia menjadi responden
dalam penelitian ini secara sukarela

Jakarta, Mei 2022

(................................)

*coret yang tidak perlu

42
Lampiran 7: Lembar Kuesioner
LEMBAR KUESIONER

Judul Penelitian : Hubungan Perilaku Anak Broken Home Dengan Tingkat Stres Pada
Siswa Sekolah Tingkat Atas Di Kabupaten Pandeglang
Peneliti : Siti Mar’atussholihah (11181040000075)

Kode (diisi oleh peneliti) :

Kuesioner A : Kuesioner Data Demografi

Petunjuk pengisian:

Isilah data dibawah ini dengan benar. Berilah tanda check list (✔️) pada kotak pilihan yang
tersedia, atau dengan mengisi titik-titik sesuai dengan situasi dan kondisi anda. Setiap
pertanyaan dijawab dengan satu jawaban yang sesuai menurut anda.

1. Nama :
2. Jenis Kelamin : Perempuan
Laki-laki
3. Usia : 15 tahun
16 tahun
17 tahun
18 tahun
4. Kelas : kelas X
Kelas XI
Kelas XII
5. Penyebab broken : perceraian orang tua
home orang tua meninggal
6. keluarga yang : tinggal hanya dengan ibu/ayah
mengasuh tinggal dengan salah satu orang tua dan ibu/ayah tiri

: C
tinggal dengan orang tua angkat

C tinggal dengan nenek dan/ atau kakek

43
C tinggal bersama kerabat dekat orang tua

44
Kuesioner B : Kuesioner Perceveid Stress Scale (PSS)
Petunjuk pengisian
Kuesioner terdiri dari berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan apa
yang saudara/i rasakan selama menjalani proses belajar di keperawatan. Terdapat lima
pilihan jawaban yang tersedia untuk setiap pertanyaan yaitu:
0 : Tidak pernah.
1 : Hampir tidak pernah (1-2 kali).
2 : Kadang-kadang (3-4 kali).
3 : Hampir sering (5-6 kali) .
4 : Sangat sering (lebih dari 6 kali)
Selanjutnya, jawablah dengan cara memberi tanda ceklis (✔️) pada salah satu kolom
yang paling sesuai dengan apa yang saudara rasakan selama satu bulan belakangan
ini. Tidak ada jawaban benar ataupun salah, isilah sesuai dengan keadaan diri saudara
yang sesungguhnya, yaitu berrdasarkan jawaban pertama yang terlintas dalam pikiran.
No. Pernyataan Jawaban
TP HTP KK HS SS
1. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
marah karena sesuatu yang tidak terduga
2. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasa tidak mampu mengontrol hal-hal yang
penting dalam kehidupan Anda
3. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasa gelisah dan tertekan
4. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasa yakin terhadap kemampuan diri untuk
mengatasi masalah pribadi
5. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasa segala sesuatu yang terjadi sesuai
dengan harapan Anda
6. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasa tidak mampu menyelesaikan hal-hal
yang harus dikerjakan

45
7. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
mampu mengontrol rasa mudah tersinggung
dalam kehidupan Anda
8. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasa lebih mampu mengatasi masalah jika
dibandingkan dengan orang lain
9. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
marah karena adanya masalah yang tidak
dapat anda kendalikan
10. Selama sebulan terakhir, seberapa sering anda ✓
merasakan kesulitan yang menumpuk
sehingga anda tidak mampu untuk
mengatasinya
Total

46
Kuesioner C : Kuesioner Strength and Difficulties Questionarie (SDQ)

Isilah dengan memberi tanda check list (✔️) pada kolom pernyataan yang anda
anggap paling sesuai dengan kondisi anda saat ini.

No. Pernyataan Jawaban


Tidak Agak Benar
benar benar
(0) (1) (2)
1. Saya dapat memperdulikan perasaan orang lain ✓
2. Saya gelisah, saya tidak dapat diam dalam waktu ✓
yang lama
3. Saya sering merasa sakit kepala, sakit perut atau sakit ✓
lainnya
4. Ketika saya memiliki makanan dan mainan biasanya ✓
saya berbagi dengan mereka
5. Saya menjadi sangat marah dan tidak dapat ✓
mengontrol amarah saya setelah perceraian orang
tua/ kematian orang tua saya
6. Saya lebih menyukai sendirian dari pada bersama ✓
dengan teman sebaya saya
7. Saya biasanya melakukan apa yang diperintahkan ✓
orang lain
8. Saya sering merasa cemas terhadap apapun ✓
9. Saya selalu siap menolong jika ada orang yang ✓
terluka, kecewa atau merasa sakit
10. Jika sedang gelisah atau cemas badan saya sering ✓
gerak-gerak tanpa disadari
11. Saya memiliki satu atau lebih teman baik ✓
12. Saya sering bertengkar dengan teman saya. Saya ✓
dapat memaksa teman melakukan apa yang saya
inginkan

47
13. Saya sering merasa tidak bahagia, sedih atau ✓
menangis
14. Teman teman seumuran saya biasanya menyukai ✓
saya
15. Perhatian saya mudah teralihkan. Saya sulit ✓
memusatkan perhatian pada apapun
16. Saya merasa gugup dalam situasi baru. Saya mudah ✓
kehilangan rasa percaya diri
17. Saya bersikap baik pada anak-anak yang lebih muda ✓
dari saya
18. Saya sering dituduh berbohong atau berbuat curang ✓

19. Saya sering diganggu atau dipermainkan oleh anak- ✓


anak atau remaja lainnya
20 Saya sering menawarkan diri untuk membantu orang ✓
lain, orang tua, guru atau teman lainnya
21. Sebelum melakukan sesuatu saya memikirkan ✓
terlebih dahulu akibatnya
22. Saya mengambil barang bukan milik saya dari ✓
rumah, sekolah atau dimana saja
23. Saya lebih mudah berteman dengan orang dewasa ✓
dibanding dengan teman seumuran saya

24. Banyak hal yang saya takuti. Saya mudah merasa ✓


takut setelah kematian/ perceraian orang tua saya

25. Saya menyelesaikan pekerjaan yang sedang saya ✓


lakukan
Total

48
Lampiran 8: hasil Uji SPSS
1. Uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

N 61
a,b
Normal Parameters Mean ,0000000 N 49
Std. 4,475479 Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Deviation 83 Std. 5,45724110
Most Extreme Absolute ,066 Deviation
Differences Positive ,065 Most Extreme Absolute ,086
Negative -,066 Differences Positive ,086
Test Statistic ,066 Negative -,077
c,d
Asymp. Sig. (2-tailed) ,200 Test Statistic ,086
a. Test distribution is Normal. Asymp. Sig. (2-tailed) ,200c,d
b. Calculated from data.
a. Test distribution is Normal.
c. Lilliefors Significance Correction.
b. Calculated from data.
d. This is a lower bound of the true significance.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.
2. Uji Analisis Univariat
a. Gambaran jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid laki-laki 13 21,3 21,3 21,3
perempuan 48 78,7 78,7 100,0
Total 61 100,0 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid laki-laki 20 40,8 40,8 40,8
perempuan 29 59,2 59,2 100,0
Total 49 100,0 100,0

b. Gambaran asal sekolah

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid SMKN 6 61 55,5 55,5 55,5

49
SMAN 9 49 44,5 44,5 100,0
Total 110 100,0 100,0

c. Gambaran kelas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid X 34 55,7 55,7 55,7
XI 27 44,3 44,3 100,0
Total 61 100,0 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid X 28 57,1 57,1 57,1
XI 11 22,4 22,4 79,6
XII 10 20,4 20,4 100,0
Total 49 100,0 100,0

d. Gambaran penyebab broken home

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid bercerai 46 41,8 75,4 75,4
meninggal 15 13,6 24,6 100,0
Total 61 55,5 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid bercerai 33 67,3 67,3 67,3
meninggal 16 32,7 32,7 100,0
Total 49 100,0 100,0

e. Gambaran orang tua assuh

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

50
Valid hanya ibu/ayah 17 15,5 27,9 27,9
orang tua tiri 16 14,5 26,2 54,1
orang tua angkat 3 2,7 4,9 59,0
nenek dan kakek 20 18,2 32,8 91,8
kerabat dekat 5 4,5 8,2 100,0
Total 61 55,5 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid hanya ibu/ayah 21 42,9 42,9 42,9
orang tua tiri 10 20,4 20,4 63,3
nenek dan kakek 12 24,5 24,5 87,8
kerabat dekat 6 12,2 12,2 100,0
Total 49 100,0 100,0

f. Gambaran tingkat stres

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid ringan 6 9,8 9,8 9,8
sedang 35 57,4 57,4 67,2
berat 20 32,8 32,8 100,0
Total 61 100,0 100,0

g. Gambaran perilaku siswa broken home

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 14 23,0 23,0 23,0
borderline 17 27,9 27,9 50,8
abnormal 30 49,2 49,2 100,0
Total 61 100,0 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 11 22,4 22,4 22,4

51
borderline 19 38,8 38,8 61,2
abnormal 19 38,8 38,8 100,0
Total 49 100,0 100,0

h. Gambaran aspek prososial

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 48 78,7 78,7 78,7
borderline 9 14,8 14,8 93,4
abnormal 4 6,6 6,6 100,0
Total 61 100,0 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 41 83,7 83,7 83,7
borderline 4 8,2 8,2 91,8
abnormal 4 8,2 8,2 100,0
Total 49 100,0 100,0

i. Gambaran aspek emosional

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 16 26,2 26,2 26,2
borderline 4 6,6 6,6 32,8
abnormal 41 67,2 67,2 100,0
Total 61 100,0 100,0
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid normal 12 24,5 24,5 24,5
borderline 8 16,3 16,3 40,8
abnormal 29 59,2 59,2 100,0
Total 49 100,0 100,0

j. Gambaran hubungan teman sebaya

52
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid normal 24 39,3 39,3 39,3
borderline 19 31,1 31,1 70,5
abnormal 18 29,5 29,5 100,0
Total 61 100,0 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 15 30,6 30,6 30,6
borderline 19 38,8 38,8 69,4
abnormal 15 30,6 30,6 100,0
Total 49 100,0 100,0

k. Gambaran hiperaktivitas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid normal 40 65,6 65,6 65,6
borderline 12 19,7 19,7 85,2
abnormal 9 14,8 14,8 100,0
Total 61 100,0 100,0

l. Gambaran aspek perilaku (conduct)

Conduct
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Normal 32 52,5 52,5 52,5
borderline 14 23,0 23,0 75,4
abnormal 15 24,6 24,6 100,0
Total 61 100,0 100,0

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid Normal 29 59,2 59,2 59,2
borderline 9 18,4 18,4 77,6
abnormal 11 22,4 22,4 100,0
Total 49 100,0 100,0

3. uji Bivariat

53
a. Uji spearman rank SMKN 6 Pandeglang dan SMAN9 Pandeglang

stres perilaku
Spearman's rho Stres Correlation Coefficient 1,000 ,555**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 61 61
**
Perilaku Correlation Coefficient ,555 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 61 61
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

stres perilaku
Spearman's rho stres Correlation Coefficient 1,000 ,514**
Sig. (2-tailed) . ,000
N 49 49
**
perilaku Correlation Coefficient ,514 1,000
Sig. (2-tailed) ,000 .
N 49 49

b. Uji perbandigan
c. Ranks
sekolah N Mean Rank Sum of Ranks
Stress SMKN 6 61 55,70 3398,00
SMAN 9 49 55,24 2707,00
Total 110

Test Statisticsa
stress110
Mann-Whitney U 1482,000
Wilcoxon W 2707,000
Z -,086
Asymp. Sig. (2- ,931
tailed)
a. Grouping Variable: sekolah

Ranks

54
sekolah N Mean Rank Sum of Ranks
Perilaku SMKN 6 61 57,40 3501,50
SMAN 9 49 53,13 2603,50
Total 110

Test Statisticsa
perilaku110
Mann-Whitney U 1378,500
Wilcoxon W 2603,500
Z -,750
Asymp. Sig. (2- ,453
tailed)
a. Grouping Variable: sekolah

55

Anda mungkin juga menyukai