Anda di halaman 1dari 163

HUBUNGAN FUNGSI KELUARGA TERHADAP TINGKAT

KECERDASAN EMOSIONAL PARA PELAJAR DI


SMP JAYA SUTI ABADI KABUPATEN BEKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Serjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

Awalia Bella Rizki Pratiwi


NIM : 1110104000025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014 M
HUBUNGAN FUNGSI KELUARGA TERHADAP TINGKAT
KECERDASAN EMOSIONAL PARA PELAJAR DI
SMP JAYA SUTI ABADI KABUPATEN BEKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh


Gelar Serjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :

Awalia Bella Rizki Pratiwi


NIM : 1110104000025

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435 H / 2014
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Juli 2014

Awalia Bella Rizki Pratiwi, NIM 1110104000025


Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional Para
Pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi
xvii + 96 halaman + 14 tabel + 2 bagan + 7 lampiran

ABSTRAK

Perkembangan emosional merupakan hal yang perlu diperhatikan pada usia


remaja, karena pada masa ini terjadi perubahan emosional yang meliputi perasaan
malu, kesadaran diri, kesepian dan depresi khususnya pada usia 12-15 tahun. Pada
usia tersebut juga remaja memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan
kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua yang dapat terwujud dalam sebuah
fungsi keluarga. Namun pada masa masa ini konflik orang tua dan anak
memuncak. Maka sangat dibutuhkan sebuah fungsi keluarga yang mencakup
dimensi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif,
keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku khususnya bagi perkembangan
kecerdasan emosional anak remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Kecerdasan Emosional Para Pelajar di SMP
Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi . Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dengan α=0,05. Sampel penelitian
yang digunakan sebanyak 136 responden dan teknik yang digunakan dengan
teknik purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan instrument
penelitian berupa kuesioner yaitu kuesioner menurut model McMaster (FAD) dan
kuesioner EATQ-R. Teknik analisa yang digunakan adalah uji Chi-Square dengan
bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahannya. Penelitian ini dilakukan
pada bulan juni tahun 2014. Hasil analisis didapatkan bahwa dari enam hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini hasilnya ditolak. Fungsi keluarga dimensi
pemecahan masalah (p=0.608), peran (0.279), komunikasi (0.466), responsivitas
afektif (0.247), keterlibatan afektif (0.679), kontrol perilaku (0.239) ditolak.
Peneliti menyarankan agar pihak sekolah tetap melakukan bimbingan konseling
kepada para siswanya mengenai pentingnya menjalin fungsi keluarga yang baik
untuk perkembangan kecerdasan emosional mereka.

Kata kunci : Fungsi Keluarga, Model McMaster, Kecerdasan Emosional


Remaja
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA
THE MEDICAL AND HEALTH SCIENCE
NURSERY SCIENCE PROGRAM.
Bachelor Theses, July 2014

Awalia Bella Rizki Pratiwi, NIM 1110104000025


The Relation Function of Family to Emotional Quotient Level for the
Students in Jaya Suti Abadi Junior High District of Bekasi
xvii + 96 pages + 14 table + 2 chart + 7 attachments

ABSTRACT

Emotional development is the point that needs to be paid attention to the youth,
because at this time there was an emotional change that would include ashamed
feeling, self-consciousness, loneliness and depression especially at the age of 12 -
15 years At the age of adolescents also have the independence that comes along
with the need for intimacy and parental support which can be realized in the
affective function of family. However at this time the conflict among parents and
children is going peaked. So it is needed a function of the family that includes
dimension to solve the problem of communication, roles, affective
responsiveness, affective involvement, and behavior control, especially for the
development of youth emotional quotient. This research aims to determine the
Relation function of the family to emotional Quotient for The students in Junior
High School Jaya Suti Abadi District of Bekasi. This research is a quantitative
study with cross sectional approach with α = 0.05. Samples used in this study as
many as 136 respondents and techniques used is purposive sampling
techniques. Data Collection using instrument or a questionnaire the McMaster
Model (FAD) and EATQ-R. Analysis technique used is the Chi-Square test with
the help of statistical application program in its processing. This research will be
done in June 2014. Results of the analysis found that of the six hypothesis which
is proposed in this study the results were rejected. Family functioning dimensions
of problem solving (p = 0.608), role (0.279), communication (0.466), affective
responsiveness (0.247), affective involvement (0.679), behavior control (0.239)
rejected. Researchers suggest that the school still doing counseling to the students
about the importance of establishing a good family functioning to the
development of their emotional intelligence.

Key words : The McMaster Model, Family Functioning, Youth Emotional


Quotient
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Awalia Bella Rizki Pratiwi

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 20 Desember 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Perum. Gria Asri 2 Jl.Garuda VIII Blok H17/12B

: Tambun-Bekasi

Hp : 085781620376

Email : awaliabellrizkipratiwi@ymail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

: Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Pertiwi Brebes 1997-1998

2. SD Negeri 03 Brebes 1998-2004

3. SMP Negeri 01 Tambun-Selatan 2004-2007

4. SMA Negeri 01 Tambun-Selatan 2007-2010

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010-sekarang


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional

Para Pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi” yang disusun dan

diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Keperawatan.

Proses penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan yang penulis hadapi.

Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang luar biasa dari berbagai

pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan ini, penulis ingin

mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan, kepada:

1. Prof. DR (HC), dr M. K. Tadjuddin, Sp. And selaku Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep, Ns., MKM selaku Ketua Program Studi

Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Ibu Ns. Eni Nur’aini

Agustini, S. Kep, MSc Selaku Sekretaris Program Studi IImu Keperawatan

(PSIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Karyadi, M. Kep., Ph.D., selaku pembimbing I yang telah

membimbing dan memberikan masukan serta dukungan demi terselesainya

penulisan skripsi ini.


4. Ibu Maulina, S.Kp., M. Sc., selaku pembimbing II yang telah membimbing

dan memberikan masukan dalam penulisan proposal penelitian ini.

5. Ibu Uswatun Hasanah, MNS., selaku pembimbing akademik yang selalu

memberikan nasihat dan dukungan selama proses pendidikan di Program

Studi Ilmu Keperawatan.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah

mengajarkan dan membimbing penulis selama 4 tahun dibidang pendidikan

keperawatan, serta staf akademik dan Ibu Syamsiyah yang telah memudahkan

dalam proses birokrasi.

7. Para penguji yang telah banyak memberikan masukan dalam memperbaiki

skripsi penelitian ini.

8. Kedua Orang Tua terhebat saya, Bapak Kustoro, dan Ibu Elly Prihatiningsih

yang paling saya cintai dan selalu memberikan dukungan yang sangat luar

biasa, do’a serta semangat yang tak pernah berhenti setiap harinya dari

mereka. Kedua adik saya yang tersayang yang selalu menemani dalam proses

pembuatan skripsi dan semangat yang tak pernah padam.

9. Ketua Yayasan, Staff Guru, dan siswa-siswi SMP Jaya suti Abadi yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP

Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

10. Teman-teman PSIK 2010, PSIK 2009-2012, dan sahabat-sahabat saya

terutama Leilani, Sholihat, Ka Fariz, Reno, Refi, Lily, Novitasari, Shulcha,

Hilma, Ariyanti, Fuji, Ersa, Indri, Fahmi, Felly yang memberi inspirasi,
menghibur, dan memberi banyak masukan selama proses pembuatan skripsi

ini.

Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua

kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT dan semua

kesalahan diampuni oleh Allah. Amin.

Penulis telah berusaha menyajikan tulisan ilmiah yang rapi dan sistematik

sehingga mudah dipahami pembaca. Penulis menyadari bahwa penyajian skripsi

ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya pengetahuan,

pengalaman, dan kemampuan penulis dalam melihat fakta, memecahkan masalah

yang ada, serta mengeluarkan gagasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran

yang berguna untuk menyempurnakan skripsi ini akan penulis terima dengan hati

terbuka dan rasa terima kasih.

Jakarta, Juli 2014

Awalia Bella Rizki Pratiwi


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………….. ii
ABSTRAK ………………………………………………………........ iii
ABSTRACT ………………………………………………………...... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ………………………………....... v
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………...... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……………………………………..... viii
KATA PENGANTAR ……………………………………………….. ix
DAFTAR ISI ………………………………………………………..... xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………..... xvi
DAFTAR BAGAN ………………………………………………....... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………..... xviii

BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang …………………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah ………………………………………… 6
3. Tujuan Penelitian …………………………………………. 7
4. Manfaat Penelitian ………………………………………… 8
5. Ruang Lingkup Penelitian ………………………………… 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Fungsi Keluarga …………………………………………………… 10
1.1 Definisi Fungsi Keluarga ………………………………… 10
1.2 Faktor-Faktor yang Terkait dengan Fungsi Keluarga ……. 12
1.3 Pengukuran Fungsi Keluarga …………………………….. 13
1.4 The McMaster Model of Family Functioning ……………. 14
1.5 Dimensi Fungsi Keluarga ………………………………… 17
1.5.1 Pemecahan Masalah ……………………………………. 17
1.5.2 Komunikasi …………………………………………….. 19
1.5.3 Peran …………………………………………………… 20
1.5.4 Responsivitas Afektif ………………………………….. 22
1.5.5 Keterlibatan Afektif ……………………………………. 23
1.5.6 Kontrol Perilaku ………………………………………... 24
2. Remaja …………………………………………………………….. 25
2.1 Definisi Remaja …………………………………………... 25
2.2 Ciri-Ciri Masa Remaja …………………………………… 27
2.3 Tugas Perkembangan Pada Masa Remaja ……………….. 30
2.4 Perubahan pada Remaja ………………………………….. 32
3. Kecerdasan Emosional …………………………………………...... 34
3.1 Definisi Kecerdasan Emosional ………………………….. 34
3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional 38
3.3 Aspek-Aspek Kecerdasan Emosional ……………………. 40
4. Hubungan antara Fungsi Keluarga dengan Kecerdasan Emosional 42
Usia Remaja …………………………………………………………..

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH


1. Kerangka Konsep ………………………………………….. 48
2. Hipotesis …………………………………………………… 48
3. Definisi Operasional ……………………………………….. 50
BAB IV METODELOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian ….……………………………………….. 52
2. Populasi dan Sampel ……………………………………… 52
3. Teknik Pengambilan Sampel ……………………………… 55
4. Pengumpulan Data ………………………………………... 56
5. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………. 56
6. Instrument Pengumpulan Data …………………………….. 56
7. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen …………………... 62
8. Tahapan Penelitian ………………………………………… 62
9. Pengolahan Data …………………………………………… 64
10. Analisa Data ……………………………………………… 65
11. Etika Penelitian …………………………………………... 66

BAB V HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Umum Tempat Penelitian……………………………… 68
B. Hasil Analisa Univariat……………………………………………. 70
1. Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Jenis 70
Kelamin……………………………………………………….
2. Gambaran Distribusi Responden Berdasarkan Usia………. 70
3. Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga.. 71
4. Gambaran Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional. 72
C. Hasil Analisa Bivariat…………………………………….. 73

BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisa Univariat………………………………………….. 78
B.Analisa Bivariat ……………………………………………. 82
C. Keterbatasan Penelitian……………………………………. 90

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan………………………………………………... 92
B. Saran……………………………………………………….. 93

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

3.1 Definisi Operasional ……………………………….................... 50


4.1 Dimensi Alat Ukur FAD ……………………….......................... 58
4.2 Item Unfavourable dan Favourable Kuesioner FAD ………….. 59
4.3 Item Unfavourable dan Favourable Kuesioner EATQ-R ……... 61
5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………….. 70
5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ………………………. 71
5.3 Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga …… 71
5.5 Hubungan antara Dimensi Pemecahan Masalah terhadap Tingkat 73
Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi
KabupatenBekasi……………………………………………………………..
5.6 Hubungan antara Dimensi Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan 74
Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten
Bekasi………………………………………………………………………
5.7 Hubungan antara Dimensi Peran terhadap Tingkat Kecerdasan 74
Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi ……………………………..
5.8 Hubungan antara Dimensi Responsivitas Afektif terhadap Tingkat 75
Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi …………………
5.9 Hubungan antara Dimensi Keterlibatan Afektif terhadap Tingkat 76
Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi …………………
5.10 Hubungan antara Dimensi Kontrol Perilaku terhadap Tingkat 76
Kecerdasan Emosional para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi …………………
DAFTAR BAGAN

2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………………… 46

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………………… 48


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan

Lampiran 2. Informed Consent

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian FAD

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian EATQ-R

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas

Lampiran 6. Hasil Olahan Univariat

Lampiran 7. Hasil Olahan Bivariat


BAB I

PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Tumbuh kembang merupakan proses yang berkesinambungan

yang terjadi sejak intrauterin dan terus berlangsung sampai dewasa. Dalam

proses mencapai dewasa inilah anak harus melalui berbagai tahap tumbuh

kembang, termasuk tahap remaja. Tahap remaja adalah masa transisi antara

masa anak dan dewasa, dimana terjadi pacu tumbuh (growth spurt), timbul

ciri-ciri seks sekunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-perubahan

psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2007).

Perkembangan manusia menurut Monk (1994) pada dasarnya

terdiri dari perkembangan motorik, perkembangan sosial, perkembangan

emosi atau psikologis, dan perkembangan kognitif. Dimana keempat macam

perkembangan tersebut harus berkembang secara seimbang dan proporsional.

Hal itu sangat diperlukan untuk mendukung seorang individu

mengembangkan pola kepribadiannya secara sehat (Martin, 2008).

Salah satu perkembangan yang menarik dari keempat

perkembangan tersebut adalah perkembangan emosi yang perlu dipahami,

dimiliki dan diperhatikan. Data demografi menunjukkan bahwa remaja

merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (2010)

sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun.
2

Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Di Asia Pasifik dimana

penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah

remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (2007)

kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9%

remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan.

Hasil survei Goleman (2006) menunjukkan kecenderungan bahwa

remaja saat ini lebih banyak mengalami kesulitan emosional dari pada

generasi sebelumnya di seluruh dunia, khususnya pada usia 12-15 tahun.

Mereka lebih kesepian, pemurung, kurang menghargai sopan santun, lebih

gugup, mudah cemas, dan lebih meledak-ledak. Hal ini dapat mempengaruhi

kebutuhan dalam interaksi sosial remaja. Karena pada masa remaja, mereka

berusaha untuk menarik perhatian orang lain, menghendaki adanya

popularitas, dan kasih sayang dari teman sebaya. Remaja pada fase ini secara

psikologis dan sosial berada dalam situasi yang peka dan kritis. Peka terhadap

perubahan dan mudah terpengaruh oleh berbagai perkembangan di sekitarnya

(Hurlock, 2000).

Remaja pada usia 12-15 tahun juga memiliki kemandirian yang

hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua. Dimana

pada masa-masa ini konflik orang tua dan anak memuncak (Dahlan, 2004).

Hal ini menyebabkan remaja mudah mengalami masalah terkait kecerdasan

emosional. Fakta menunjukkan bahwa kondisi kehidupan saat ini sangat

kompleks dengan masalah-masalah yang menyebabkan ketidakstabilan emosi

(Dagun, 2002).
Untuk mengatasi masalah tersebut remaja dituntut memiliki

kecerdasan emosional. Yaitu kecerdasan dalam menjalin interaksi sosial untuk

membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain atau antar

individu (Martin, 2008). Para remaja yang mempunyai kecerdasan emosional

tinggi atau berkarakter akan terhindar dari masalah-masalah umum yang

dihadapi oleh remaja, seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, dan

perilaku seks bebas. Hal ini sesuai dengan pendapat Goleman (2010) tentang

keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80% dipengaruhi oleh

kecerdasan emosional, dan hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).

Kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak terkecuali para remaja.

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan

keluarga, tidak bersifat menetap dan dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu

peranan lingkungan terutama orang tua sangat mempengaruhi dalam

pembentukan emosional khususnya masa remaja (Gottman, 1997). The

McMaster Model of Family Functioning yang terdiri dari enam dimensi

meliputi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas afektif, dan

kontrol perilaku akan membantu dalam proses pembentukan karakter

kecerdasan emosional anak yang memasuki usia remaja awal (Miller et al.,

2000)

Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya

adalah mampu berpikir secara lebih dewasa dan rasional, serta memiliki

pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan masalah. Mereka

harus mampu mengembangkan standard moral dan kognitif yang dapat


4

dijadikan sebagai petunjuk dan menjamin konsistensi dalam membuat

keputusan dan bertindak. (Walgito, 2004).

Perkembangan cara berpikir ini ternyata tidak terlepas dari

kehidupan emosinya yang naik-turun juga. Penentangan dan pemberontakan

yang ditunjukkan dengan selalu melancarkan banyak kritik, bersikap sangat

kritis pada setiap masalah, menentang peraturan sekolah maupun di rumah

menjadi suatu ciri mulai meningkatnya kemampuan psikososial emosional

pada remaja (Kartono, 2005). Oleh karena itu, remaja akan berjuang untuk

melepaskan ketergantungannya kepada orang tua dan berusaha mencapai

kemandirian sehingga mereka dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa

(Oliva, 2000).

Pada fase ini, keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar

bagi perkembangan remaja karena keluarga merupakan lingkungan sosial

pertama, yang meletakkan dasar-dasar kepribadian remaja. Fungsi keluarga

menurut Model McMaster yang dijalankan orang tua sangat besar

pengaruhnya bagi remaja. Karena keberfungsian keluarga yang

mengutamakan adanya dialog antara remaja dan orang tua akan lebih

menguntungkan bagi remaja, karena selain memberikan kebebasan kepada

anak, juga disertai adanya kontrol dari orang tua sehingga apabila terjadi

konflik atau perbedaan pendapat diantara mereka dapat dibicarakan dan

diselesaikan bersama-sama (Mulyadi, 2002).

Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik

antara remaja dan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi
berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang

tua, misalnya dalam hal memilih teman ataupun melakukan aktifitas. Sifat

remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional dan sementara orang tua

yang masih ingin mengawasi dan melindungi anaknya (Oliva, 2000).

Pertentangan antara remaja dan orang tua dapat menimbulkan

terjadinya konflik, namun orang tua dalam melalui proses tersebut berusaha

meminimalkan konflik dan membantu anak remajanya untuk

mengembangkan kebebasan berpikirnya dan kebebasan untuk mengatur

dirinya sendiri (Sarlito, 2002).

Berdasarkan studi pendahuluan yang saya lakukan di SMP Jaya

Suti Abadi kepada beberapa guru pengajar dan orang tua, banyak anak usia

remaja awal yang sulit diberikan nasihat oleh guru dan orang tuanya serta

peraturan dan tata tertib sekolah sering tidak dipatuhi. Dengan adanya

hukuman yang nyata di sekolah ternyata tidak memberikan efek jera bagi

remaja seusia mereka. Hal ini bahkan tidak dominan dilakukan oleh siswa

laki-laki tetapi juga perempuan. Banyak orang tua dan guru yang

mengeluhkan bahwa sangat sulit mengatur emosional yang labil di usia

mereka. Perilaku sering membolos, ketahuan merokok, berkelahi di sekolah,

tawuran merupakan beberapa contoh perilaku yang sulit dikontrol oleh orang

tua. Usia remaja awal cenderung merahasiakan masalah-masalah mereka dari

orang tua nya sehingga beberapa orang tua mengira bahwa perkembangan

emosional anak mereka berlangsung biasa saja dan hilang kontrol. Saat di

rumah, anak usia remaja awal memang cenderung tidak mendengarkan


nasihat orang tua. Mereka lebih percaya dan nyaman jika dekat dengan teman

sebaya. Fungsi keluarga pun sulit diterapkan bagi keluarga yang mempunyai

anak yang memasuki usia remaja awal.

Maka dari itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan fungsi keluarga dengan kecerdasan emosional para

pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

B. Rumusan Masalah

Perkembangan emosional merupakan hal yang sangat perlu

diperhatikan pada usia remaja, karena pada masa ini terjadi perubahan emosi

yang meliputi perasaan malu, kesadaran diri, kesepian dan depresi khususnya

pada usia 12-15 tahun. Pada usia tersebut juga remaja memiliki kemandirian

yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua

yang dapat terwujud dalam fungsi keluarga. Namun pada masa masa ini

konflik orang tua dan anak memuncak.

Maka sangat dibutuhkan fungsi keluarga yang meliputi enam

dimensi menurut teori The McMaster Model diantaranya pemecahan masalah,

komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, kontrol perilaku.

Keadaan ini mendorong peneliti untuk membuktikan adakah hubungan antara

fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti

Abadi Kabupaten Bekasi tahun 2014.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara fungsi keluarga terhadap kecerdasan

emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi tahun

2014.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pelaksanaan fungsi keluarga berdasarkan ke-enam

dimensi McMaster, yang memiliki anak remaja usia 12-15 tahun di

SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi tahun 2014.

b. Mengidentifikasi kecerdasan emosional anak remaja usia 12-15 tahun

di SMP Jaya Suti Abadi tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

ilmu pengetahuan, serta menjadi landasan dalam pengembangan evidence

based ilmu keperawatan.

2. Bagi Remaja

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan

mengenai hubungan fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para

pelajar SMP yang mulai memasuki usia remaja awal dan sebagai acuan

untuk lebih bisa mengontrol tingkat kecerdasan emosional mereka yang


8

baru memasuki usia remaja, sehingga tidak terjerumus dalam perilaku yang

menyimpang dari norma-norma yang berlaku.

3. Bagi SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan sekolah untuk

membimbing remaja dalam perkembangan psikososial emosional siswa-

siswi yang baru mulai memasuki usia remaja dengan melibatkan orang

tuanya

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian asosiatif dengan pendekatan

kuantitatif dan desain studi cross sectional. Pengumpulan data menggunakan

instrument penelitian berupa kuesioner. Penelitian ini adalah penelitian terkait

hubungan fungsi keluarga terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP

Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Subjek yang diteliti adalah siswa kelas

VII dan kelas VIII SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan April-Mei


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fungsi Keluarga

1.1 Definisi Fungsi Keluarga

Keluarga adalah sistem sosial dan fundaments masyarakat yang

dibentuk melalui kesepakatan bersama keluarga pria dan wanita. Keluarga

memiliki efek tertinggi pada individu dan membentuk perilaku mereka setiap

saat. Sebuah perilaku yang dibuat dalam kaitannya dengan anggota keluarga

lainnya tidak terbatas pada perilaku menyenangkan dapat dikatakan normal,

tetapi keluarga juga dapat membentuk fungsi yang abnormal juga (Epstein,

Baldwin, & Bishop, 1983).

Selama lebih dari dua dekade, ketertarikan para ahli terhadap terapi

keluarga semakin meningkat, terbukti dengan semakin banyaknya publikasi

penelitian-penelitian yang berhubungan dengan terapi keluarga dan fungsi

keluarga (Epstein, Baldwin, & Bishop, 1983). Perspektif sistem keluarga

telah mendominasi penelitian-penelitian yang dilakukan oleh para peneliti

untuk mencoba mengkonseptualisasikan dan mengukur keberfungsian

keluarga (Sabateli & Bartle, 1995).

Di dalam kerangka sistem keluarga, keluarga didefinisikan sebagai

sebuah struktur kompleks yang terdiri dari sekelompok individu yang saling

bergantung dimana memiliki latar belakang yang sama, memiliki ketertarikan

secara emosi, dan memiliki strategi untuk memenuhi kebutuhan individu

9
anggota keluarga maupun keluarga secara keseluruhan (Anderson &

Sabatelli, 1995; Hess & Handel, 1985; Kantor & lehr, 1975 dalam Sabatelli &

Bartle, 1995). Struktur keluarga yang kompleks tersebut memiliki tujuan yang

akan dicapai, tugas-tugas yang harus dipenuhi, dan strategi-strategi untuk

menjalankan tugas-tugas tersebut.

Beberapa peneliti yang melakukan penelitian terhadap keberfungsian

keluarga memberikan definisi masing-masing. Walsh (2003) menjelaskan

fungsi keluarga sebagai konstruk multidimensional yang merefleksikan

aktivitas dan interaksi keluarga dalam menjalankan tugas penting yaitu

menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan dari masing-masing anggotanya dan

dalam mempertahankan integrasinya. DeFrain, John, Asay, dan Olson (2009)

menjelaskan bahwa keberfungsian keluarga mengacu pada peran yang

dimainkan oleh anggota dalam keluarga serta sikap dan perilaku yang

ditampilkan saat bersama anggota keluarga. Sementara itu, Epstein, Ryan,

Bishop, Miller, & Keitner (2003) menjelaskan fungsi keluarga sebagai sejauh

mana interaksi dalam keluarga memiliki dampak terhadap kesehatan fisik dan

emosional anggota keluarga.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

fungsi keluarga merupakan sejauh mana interaksi keluarga dalam

menjalankan tugas-tugasnya dengan tetap dapat mengupayakan kesejahteraan

dan perkembangan sosial, fisik, dan psikologis masing-masing anggotanya.


1.2 Faktor-Faktor yang Terkait dengan Fungsi Keluarga

Di dalam sebuah keluarga sering terjadi perubahan-perubahan yang

bisa diprediksi maupun yang tidak bisa diprediksi. Seiring dengan perjalanan

waktu, keluarga menghadapi perubahan-perubahan dalam setiap tahap

kehidupan, sehingga dibutuhkan definisi yang jelas mengenai kebutuhan

normal dalam setiap tahapan. Selain itu hubungan-hubungan dalam keluarga

tidak bisa dilepaskan dari konteks budaya dan etnis yang mempengaruhi daur

hidup keluarga dan proses-proses yang terjadi dalam kelompok keluarga.

Bray (1995) mengemukakan empat kategori yang disarankan untuk

mengorganisasi faktor-faktor yang sangat banyak terkait dengan fungsi

keluarga, antara lain :

a. Faktor komposisi keluarga, termasuk keanggotaan (misalnya,

hanya pasangan suami istri, pasangan dengan anak, keluarga orang

tua tunggal) dan struktur dari keluarga (misalnya, keluarga inti,

keluarga bercerai, keluarga tiri) komposisi keluarga ini merupakan

kunci utama untuk menentukan aspek-aspek lainnya dari fungsi

keluarga.

b. Faktor proses keluarga, mencakup tingkah laku dan interaksi yang

membentuk karakteristik hubungan keluarga. Proses-proses ini

mencakup factor-faktor seperti konflik, perbedaan, komunikasi,

penyelesaian masalah, dan kontrol.

c. Faktor afek keluarga, mencakup ekspresi emosional diantara

anggota keluarga. Afek dan emosi biasanya menetukan karakter


dan konteks dari proses keluarga. Afek memiliki pengaruh yang

besar terhadap bagaimana anggota keluarga berkomunikasi.

d. Faktor organisasi keluarga, mengacu pada peran dan peraturan di

dalam keluarga dan harapan-harapan akan tingkah laku yang

berkontribusi kepada keberfungsian keluarga.

1.3 Pengukuran Fungsi Keluarga

Beberapa peneliti telah merumuskan konsep mengenai fungsi keluarga

dilengkapi dengan alat ukur berdasarkan konsep tersebut. Seluruh pengukuran

mengenai fungsi keluarga dibuat berdasarkan konstruksi yang dibuat oleh

masing-masing peneliti mengenai bagaimana terlihatnya sebuah keluarga

yang berfungsi dengan efektif (Sabatelli & Bartle, 1995). Pengembangan teori

mengenai fungsi keluarga merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam

merancang pengukuran keberfungsian keluarga.

Fungsi keluarga yang sangat erat kaitannya dengan sistem tugas dan

strategi, dikonseptualisasikan dengan kostruk multidimensional (Sabatelli &

Bartle, 1995). Pengukuran fungsi keluarga meliputi teori-teori yang

berhubungan dengan tugas-tugas umum yang harus dipenuhi oleh sebuah

keluarga dan strategi-strategi yang dikembangkan untuk pelaksanaan tugas-

tugas tersebut (Sabatelli & Bartle, 1995). Beberapa model yang mengukur

fungsi keluarga seperti FACES III yang mengkonseptualisasikan dua dimensi

fungsi keluarga yaitu kohesi dan kemampuan adaptasi yang dikembangkan

oleh Olson, Portner, dan Lavee (1985, dalam Sabatelli & Bartle, 1995);
McMaster Family Assessment Device yang dikembangkan oleh Epstein et al

(1983) dengan dimensi pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas

afektif, keterlibatan afektif, kontrol perilaku, dan keberfungsian umum;

Family Environment Scale yang dikembangkan oleh Moos (1974, dalam

Sabatelli & Bartle, 1995) memiliki 10 subskala; Beavers Systems Model yang

mengajukan dua konstruk utama yaitu kompetensi keluarga dan corak

keluarga (Beavers & Hampson, 2003).

Para peneliti yang tertarik dengan fungsi keluarga telah banyak

melakukan penelitian pada beberapa model di atas yang

mengkonseptualisasikan fungsi keluarga, baik itu secara konsep yang

digunakan maupun secara psikometri. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik

untuk menggunakan The McMaster Model of Family Functioning dengan alat

ukurnya Family Assessment Device (FAD) karena memiliki dimensi-dimensi

yang bisa memberikan gambaran yang lebih detail tentang keluarga

dibandingkan alat ukur lainnya.

1.4 The McMaster Model of Family Functioning

The McMaster Model of Family Functioning (MMFF) merupakan

konseptualisasi dari keluarga didasarkan kepada klinis. Model MMFF ini

mendeskripsikan perangkat struktur dan organisasi dari kelompok keluarga

dan pola-pola transaksi antara anggota keluarga yang dapat membedakan

antara fungsi keluarga yang baik dan funsi keluarga yang kurang baik.

(Epstein et al, 1983).


Model MMFF tidak melingkupi seluruh aspek dari fungsi keluarga,

tetapi lebih berfokus pada dimensi keberfungsian yang dapat dilihat sebagai

aspek yang memiliki pengaruh paling kuat terhadap kesehatan emosional dan

fisik atau masalah-masalah pada anggota keluarga. Dalam perkembangannya,

MMFF telah melalui proses pengembangan lebih dari 40 tahun. Model ini

telah digunakan secara luas oleh berbagai klinik psikiatri dan keluarga, serta

oleh para terapis yang menangani masalah keluarga (Epstein et al, 2003).

Aspek-aspek yang mendasari sistem teori dari The McMaster Model

of Family Functioning (MMFF) adalah sebagai berikut :

a. Setiap bagian dari keluarga saling berhubungan satu sama lain

b. Satu bagian dari keluarga tidak bisa dipahami jika dipisahkan dari

sistem keluarga yang lain

c. Keberfungsian keluarga tidak bisa dipahami secara utuh hanya

dengan memahami satu bagian saja dari sistem keluarga

d. Struktur dan organisasi keluarga merupakan faktor penting yang

menentukan perilaku dari setiap anggota keluarga

e. Pola transaksional dari sistem keluarga merupakan aspek penting

yang dapat membentuk perilaku dari setiap anggota keluarga

Pengembangan dari MMFF mengasumsikan bahwa fungsi utama dari

keluarga adalah untuk menyediakan segala sarana yang dapat

mengembangkan dan menjaga aspek sosial, psikologis, dan biologis dari

semua anggota keluarga (Epstein, Levin, & Bishop, 1976). Menurut Epstein

et al (2003), untuk memenuhi fungsi ini, keluarga harus menghadapi variasi


masalah dan tugas yang tercakup dalam tiga area yaitu area tugas dasar, area

tugas perkembangan, dan area tugas resiko.

Area tugas dasar merupakan area yang terkait dengan kebutuhan dasar

keluarga seperti bagaimana keluarga harus menyediakan makanan, uang,

transportasi, dan tempat tinggal.

Area tugas perkembangan merupakan aspek yang berhubungan

dengan proses perkembangan dalam keluarga yang biasanya terjadi secara

bertahap. Perkembangan ini bisa dilihat secara individu dalam keluarga

seperti perkembangan anak dari bayi hingga dewasa. Selain itu,

perkembangan juga terjadi dalam keluarga secara keseluruhan seperti awal

dari pernikahan, kehamilan pertama, hingga anak yang terakhir dalam

keluarga meninggalkan rumah.

Area tugas resiko merupakan permasalahan yang melibatkan kondisi

krisis dalam keluarga seperti ada anggota keluarga yang sakit, kecelakaan,

dan kehilangan pekerjaan.

Keluarga yang tidak bisa menghadapi permasalahan dan memenuhi

kebutuhan yang tercakup dalam tiga area diatas, maka akan mengalami

masalah atau fungsi maladaptif pada satu atau beberapa area dari

keberfungsian keluarga.

1.5 Dimensi Fungsi Keluarga

Terdapat enam dimensi dari fungsi keluarga menurut teori The

McMaster Model yaitu pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsivitas


afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku. The McMaster Model

menggunakan seluruh dimensi tersebut untuk menilai dan memahami bagian

dari keluarga yang kompleks (Miller et al., 2000). Dalam alat ukur Family

Assessment Device (FAD), terdapat tambahan satu dimensi yaitu dimensi

fungsi keluarga secara umum yang mengukur kesehatan atau patologi dari

sebuah keluarga secara keseluruhan.

1.5.1 Pemecahan Masalah

Dimensi ini merujuk kepada kemampuan keluarga untuk memecahkan

masalah pada setiap level sehingga dapat menjaga fungsi keluarga tetap

efektif. Isu-isu dalam keluarga yang menjadi masalah dapat mengancam

keutuhan dari keluarga (baik secara fisik maupun secara emosional dari setiap

anggota keluarga), sehingga keluarga yang memiliki fungsi keluarga yang

efektif dapat menyelesaikan masalah tersebut. Setiap keluarga bisa memiliki

tingkat dan jumlah masalah yang berbeda-beda. Keluarga yang berfungsi

dengan efektif dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, sementara itu

keluarga yang tidak berfungsi secara efektif hanya memperhatikan sebagian

masalah dari semua masalah yang keluarga mereka hadapi (Epstein et al.,

2003).

Masalah yang dihadapi dalam keluarga secara konseptual dibagi

menjadi dua tipe, yaitu masalah instrumental dan masalah afektif. Masalah

instrumental berkaitan dengan masalah teknis dalam kehidupan sehari-hari

seperti pengaturan keuangan atau memutuskan lokasi tempat tinggal. Masalah


afektif merupakan masalah yang berhubungan dengan pengalaman emosi dan

perasaan (Miller et al., 2000).

Dalam The McMaster Model of Family Functioning, terdapat 7

tahapan dalam proses menyelesaikan masalah (Epstein et al., 2003), yaitu :

1. Mengidentifikasi masalah

2. Mengkomunikasikan masalah dengan orang yang tepat dalam

keluarga

3. Mengembangkan alternatif solusi yang mungkin untuk dilakukan

4. Memutuskan untuk melakukan salah satu alternatif solusi

5. Melaksanakan keputusan

6. Melakukan monitoring terhadap langkah yang telah dilaksanakan

7. Melakukan evaluasi terhadap keefektifan proses pemecahan

masalah

Keluarga yang berfungsi dengan baik akan membuat langkah-langkah

yang digunakan untuk menyelesaikan masalah terlebih dahulu,

mendiskusikan permasalahan, mengkomunikasikan permasalahan tersebut

satu sama lain, dan memutuskan tindakan yang tepat (Epstein et al., 2003).

1.5.2 Komunikasi

Komunikasi dalam fungsi keluarga didefinisikan sebagai pertukaran

informasi secara verbal di dalam keluarga (Epstein et al., 2003). Komunikasi

disini difokuskan pada komunikasi secara verbal yang lebih dapat diukur.

Bukan berarti komunikasi nonverbal dalam keluarga menjadi tidak penting,


hanya saja komunikasi nonverbal memiliki kemungkinan yang lebih besar

untuk mengalami kesalahpahaman. Selain itu, komunikasi nonverbal secara

metodologis sulit diukur menjadi data dalam penelitin (Miller et al., 2000).

Fokus pada The McMaster Model of Family Functioning (MMFF) adalah

melihat pola komunikasi dalam keluarga (Epstein et al., 2003).

Komunikasi dalam keluarga juga dibagi menjadi dua area, yaitu

komunikasi instrumental dan komunikasi afektif. Ada dua aspek lain yang

bisa dilihat dalam komunikasi yaitu jelas atau terselubung, dan langsung atau

tidak langsung. Pada komunikasi yang jelas atau terselubung dapat dilihat

apakah isi dari pesan tersebut disampaikan melalui pernyataan yang jelas atau

hanya sebagai pernyataan kamuflase, samar-samar, atau ambigu. Pada

komunikasi yang dilihat dalam kontinum langsung atau tidak langsung dapat

dilihat apakah pernyataan tersebut langsung ditujukan pada orang yang tepat

atau dialihkan kepada orang lain.

Berdasarkan pembagian area komunikasi yang dijelaskan di atas,

dapat diidentifikasikan 4 cara berkomunikasi yaitu, jelas dan langsung, jelas

dan tidak langsung, terselubung dan langsung, terselubung dan tidak

langsung. Pada keluarga yang efektif, komunikasi dilakukan secara langsung

dan jelas pada kedua area instrumental dan afektif. Sedangkan komunikasi

yang tidak efektif adalah komunikasi yang kurang jelas dan tidak langsung

(Epstein et al., 2003).


1.5.3 Peran

Peran di dalam keluarga didefinisikan sebagai perilaku yang memiliki

pola berulang yang dilakukan oleh anggota keluarga untuk memenuhi fungsi

keluarga (Epstein et al., 2003). Terdapat beberapa fungsi dimana seluruh

anggota keluarga dapat memahami fungsi tersebut untuk menciptakan

keluarga yang sehat. MMFF menemukan adanya lima peran dasar keluarga,

yaitu :

a. Penyediaan sumber daya, meliputi fungsi dan tugas yang berkaitan

dengan penyediaan uang, makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

b. Perawatan dan dukungan, meliputi penyediaan kenyamanan,

kehangatan, rasa aman, dan dukungan untuk anggota keluarga.

c. Kepuasan seksual dewasa, pasangan suami istri secara personal

merasakan kepuasan dalam hubungan seksual satu sama lain.

d. Pengembangan pribadi, merupakan tugas dan fungsi keluarga untuk

mendukung anggota keluarga dalam mengembangkan keterampilan

pribadi, termasuk perkembangan fisik, emosi, sosial, dan

pendidikan anak-anak, serta pengembangan karir dan

perkembangan sosial dewasa.

e. Pemeliharaan dan pengelolaan sistem keluarga, meliputi berbagai

fungsi yang melibatkan teknik dan tindakan yang dibutuhkan untuk

mempertahankan standar keluarga seperti pengambilan keputusan,

batasan dan fungsi keanggotaan dalam keluarga, implementasi dan


kontrol perilaku, pengaturan keuangan rumah tangga, dan hal-hal

yang berkaitan dengan pengasuhan dan kesehatan keluarga.

Dalam menjelaskan dimensi peran, terdapat dua konsep yaitu alokasi

peran dan akuntabilitas peran (Epstein et al., 1978). Alokasi peran dilihat dari

bagaimana sebuah keluarga melakukan proses alokasi atau penyebaran

tanggung jawab bagi seluruh anggota keluarga. Akuntabilitas peran dilihat

dari bagaimana anggota keluarga bisa menyelesaikan tanggung jawab yang

diberikan secara penuh dan berkomitmen dalam melaksanakannya.

Fungsi keluarga dapat dikatakan baik adalah keluarga yang dapat

memenuhi semua fungsi kebutuhan keluarga. Selain itu, keluarga yang sehat

adalah keluarga yang memiliki proses penyebaran dan pelaksanaan tanggung

jawab yang jelas dan tepat (Epstein et al., 1978).

1.5.4 Responsivitas Afektif

Responsivitas afektif didefinisikan sebagai kemampuan berespon

terhadap stimulus yang ada dengan kualitas dan kuantitas perasaan yang tepat

(Epstein et al., 2003). Pada dimensi ini terdapat aspek kuantitatif yang

berfokus pada derajat respon afektif berdasarkan kontinum dari ketiadaan

respon sampai respon yang wajar, atau respon yang cukup dapat diterima

sampai respon yang berlebihan. Sedangkan pada aspek kualitatif dapat dilihat

apakah anggota keluarga dapat berespon dengan menggunakan berbagai

macam variasi emosi yang ada dan respon yang ditampilkan sesuai dengan

stimulus dan konteks situasi yang terjadi (Miller, 2000).


Dimensi ini tidak dimaksudkan untuk melihat cara anggota keluarga

menyampaikan perasaan mereka, tetapi apakah mereka memiliki kapasitas

untuk merasakan emosi (Epstein et al., 2003). Afek dapat dibagi menjadi dua

kategori yaitu emosi sejahtera dan emosi darurat. Emosi sejahtera terdiri dari

afeksi, kehangatan, kelembutan, dukungan, cinta, dan kesenangan. Emosi

darurat terdiri dari marah, takut, sedih, kecewa, dan depresi.

Pada keluarga yang sehat, seluruh anggota keluarga memiliki

kemampuan untuk mengekspresikan berbagai macam emosi, emosi yang

ditampilkan sesuai dengan konteks situasi, dan memiliki kesesuaian dalam

intensitas dan durasi.

1.5.5 Keterlibatan Afektif

Keterlibatan afek merupakan sejauh mana anggota keluarga

menunjukkan ketertarikan dan penghargaan kepada aktivitas dan minat

anggota keluarga lainnya (Epstein et al., 2003). Dimensi ini memfokuskan

kepada seberapa banyak ketertarikan yang ditunjukkan oleh anggota keluarga

satu sama lain. Berdasarkan hal tersebut, terdapat 6 tipe keterlibatan dalam

anggota keluarga :

a. Kurang terlibat : tidak ada keterlibatan satu sama lain

b. Keterlibatan tanpa perasaan : melibatkan hanya sedikit ketertarikan

satu sama lain, hanya sebatas untuk pengetahuan saja


c. Keterlibatan narsistik : keterlibatan dengan anggota keluarga lain

hanya sebatas perilaku atau aktivitas tersebut memiliki manfaat

bagi dirinya sendiri

d. Keterlibatan empatik : mau terlibat dengan anggota keluarga satu

sama lain demi kepentingan anggota keluarga yang lain

e. Keterlibatan yang berlebihan : keterlibatan yang terlalu berlebihan

pada anggota keluarga lain

f. Keterlibatan simbiotik : keterlibatan yang ekstrem dan patologis

satu sama lain terlihat mengganggu hubungan. Pada keluarga yang

seperti ini, terdapat kesulitan yang jelas dalam membedakan satu

anggota keluarga dengan yang lainnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, pada fungsi keluarga yang berjalan

dengan baik, tipe keterlibatan yang terjadi sudah pasti adalah keterlibatan

empatik. Keterlibatan yang efektif bukan berarti seluruh anggota keluarga

mengerjakan kegiatan bersama-sama, tetapi lebih kepada derajat keterlibatan

antara anggota keluarga (Miller et al., 2000).

1.5.6 Kontrol Perilaku

Dimensi ini menjelaskan mengenai pola yang diadopsi oleh keluarga

untuk menangani perilaku anggota keluarga dalam tiga area beriku ini yaitu,

situasi yang membahayakan secara fisik, situasi yang melibatkan pemenuhan

kebutuhan dan dorongan psikobiologis, situasi yang melibatkan perilaku


sosialisasi interpersonal baik diantara anggota keluarga maupun dengan orang

lain di luar keluarga (Epstein et al., 2003).

Setiap keluarga memiliki aturan standar masing-masing tentang

perilaku yang bisa diterima pada setiap anggota keluarga. Terdapat empat

kategori kontrol perilaku dalam keluarga yang didasarkan pada variasi

standar dan perilaku yang dapat diterima :

a. Kontrol perilaku yang kaku : terdapat standar yang sempit dan kaku

sehingga sangat sedikit negosiasi tentang berbagai situasi

b. Kontrol perilaku yang fleksibel : menetapkan standar yang logis,

ada kesempatan untuk berubah dan melakukan negosiasi sesuai

konteks situasi

c. Kontrol perilaku laisses-faire : tidak memiliki standar, setiap

perubahan diperbolehkan tanpa melihat konteks

d. Kontrol perilaku tidak beraturan : adanya perubahan yang terjadi

secara random dan tak terduga antara tipe 1-3, sehingga anggota

tidak mengetahui standar apa yang berlaku dan seberapa banyak

negosiasi dimungkinkan terjadi.

Berdasarkan penjelasan di atas, fungsi keluarga yang paling baik dan

efektif adalah keluarga yang menerapkan kontrol perilaku yang fleksibel,

sedangkan fungsi keluarga yang paling tidak efektif adalah keluarga dengan

tipe kontrol perilaku yang tidak beraturan.


2. Remaja

2.1 Definisi remaja

Remaja (adolescence) berasal dari bahasa latin, adolescence yang

artinya “tumbuh untuk mencapai kematangan”, secara umum berarti proses

fisiologis, sosial, dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas

(Wong dkk, 2008).

Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang

berada pada usia antara anak-anak dan dewasa (Sarlito, 2002). Secara

psikologis remaja merupakan usia dimana individu berintegrasi dengan

masyarakat dewasa dan tidak lagi merasa dibawah tingkat orang yang lebih

tua melainkan sama atau sejajar (Hurlock, 2003). Menurut WHO (2013)

remaja mencakup individu dengan usia 10-19 tahun, sedangkan remaja

menurut SKKRI adalah perempuan dan laki-laki belum kawin yang berusia

15-24 tahun (Depkes, 2006). Menurut BKKBN (2011) batasan usia remaja

adalah 10-21 tahun.

Masa remaja dibagi menjadi remaja awal dan remaja akhir. Masa

remaja awal (early adolescence) kira-kira sama dengan masa sekolah

menengah pertama yang berlangsung antara usia 13 tahun sampai 16-17

tahun (Santrock, 2003). Saat masa inilah dikenal sebagai masa yang penuh

kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu, tetapi juga bagi orang

tuanya, masyarakat bahkan seringkali pada aparat keamanan. Hal ini

disebabkan masa remaja merupakan masa transisi antara kanak-kanak dan

masa dewasa. Masa transisi ini sering kali menghadapkan individu yang
bersangkutan kepada situasi yang membingungkan, disatu pihak ia masih

kanak-kanak, tetapi dilain pihak ia harus bertingkah laku seperti orang

dewasa (Steinberg, 1993).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

remaja merupakan proses pencapaian menjadi dewasa dengan segala

perubahan yang terjadi pada rentang usia 10-24 tahun dan belum menikah.

2.2 Ciri-ciri masa remaja

Menurut Hurlock (1999), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu

yang menbedakan dengan periode sebelum dan sesudahnya. Ciri-ciri

tersebut antara lain :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Periode remaja dianggap sangat penting daripada beberapa periode

lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku.

Akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sangat penting.

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya

perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja.

Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental

dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Hurlock, 1999).

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi

sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap

perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang terjadi


sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi

sekarang dan akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke

masa dewasa, anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat

kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap

baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan

(Hurlock, 1999).

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja

sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika

perubahan fisik terjadi dengan pesat maka perubahan perilaku dan sikap

juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka

perubahan sikap dan perilaku menurun juga. Ada empat perubahan yang

sama dan hampir bersifat universal. Pertama, meningginya emosi yang

intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis.

Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh

kelompok. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka

nilai-nilai juga berubah. Keempat, sebagian besar remaja bersikap

ambivalen terhadap setiap perubahan (Hurlock, 1999).

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang suit

diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua

alasan bagi kesulitan itu, yaitu sepanjang masa kanak-kanak, masalah

anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga


kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah, serta

para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi

masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru.

Ketidakmampuan remaja untuk mengatasi sendiri masalahnya, maka

memakai menurut cara yang mereka yakini. Banyak remaja akhirnya

menemukan bahwa penyelesaian tidak selalu sesuai dengan harapan

mereka (Hurlock, 1999).

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk menjelaskan

siapa dirinya, apa peranannya dalam masyarakat, apakah ia seorang anak

atau dewasa, apakah ia mampu percaya diri sekalipun latar belakang rasa

tau agama atau nasionalnya membuat beberapa orang merendahkannya.

Secara keseluruhan, apakah ia akan berhasil atau akan gagal (Hurlock,

1999).

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang

tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan

berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus

membimbing dan mengawasi kehidupan remaja yang takut bertanggung

jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal

(Hurlock, 1999).
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna

merah jambu. Ia melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana

adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini,

tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga dan teman-

temannya, menyebabkan meningkatnya emosi yang merupakan ciri dari

awal masa remaja. Semakin tidak realistik cita-citanya semakin ia

menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain

mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang

ditetapkannya sendiri (Hurlock, 1999).

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para

remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan

untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup.

Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang

dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman

keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks.

Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang

mereka inginkan (Hurlock, 1999).


2.3 Tugas perkembangan pada masa remaja

a. Menerima citra tubuh

Seringkali sulit bagi remaja untuk menerima keadaan fisiknya bila

sejak kanak-kanak mereka telah mengagungkan konsep mereka tentang

penampilan diri pada waktu dewasa nantinya. Diperlukan waktu untuk

memperbaiki konsep ini dan untuk mempelajari cara-cara memperbaiki

penampilan diri sehingga lebih seuai dengan apa yang dicita-citakan

(Hurlock, 1999).

b. Menerima identitas seksual

Menerima peran seks dewasa yang diakui masyarakat tidaklah

mempunyai banyak kesulitan bagi anak laki-laki, mereka telah didorong

dan diarahkan sejak awal masa kanak-kanak. Tetapi berbeda bagi anak

perempuan, mereka didorong untuk memainkan peran sederajat sehingga

usaha untuk mempelajari peran feminin dewasa memerlukan

penyesuaian diri selama bertahun-tahun (Hurlock, 1999).

c. Mengembangkan sistem nilai personal

Remaja mengembangkan sistem nilai yang baru misalnya remaja

mempelajari hubungan baru dengan lawan jenis berarti harus mulai dari

nol dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana harus bergaul dengan

mereka (Hurlock, 1999).

d. Membuat persiapan untuk hidup mandiri

Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk

mandiri harus didukung oleh orang terdekat (Hurlock, 1999).


e. Menjadi mandiri atau bebas dari orang tua

Kemandirian emosi berbeda dengan kemandirian perilaku. Banyak

remaja yang ingin mandiri, tetapi juga membutuhkan rasa aman yang

diperoleh dari orang tua atau orang dewasa lain. Hal ini menonjol pada

remaja yang statusnya dalam kelompok sebaya yang mempunyai

hubungan akrab dengan anggota kelompok dapat mengurangi

ketergantungan remaja pada orang tua (Hurlock, 1999).

f. Mengembangkan keterampilan mengambil keputusan

Keterampilan mengambil keputusan dipengaruhi oleh

perkembangan keterampilan intelektual remaja itu sendiri, misal dalam

mengambil keputusan untuk menikah di usia remaja (Hurlock, 1999).

g. Mengembangkan identitas seseorang yang dewasa

Remaja erat hubungannya dengan masalah pengembangan nilai-

nilai yang selaras dengan dunia orang dewasa yang akan dimasuki,

adalah tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung

jawab (Hurlock, 1999).

2.4 Perubahan pada remaja

a. Perubahan fisik pada remaja

Menurut Suntrock (2007) terjadi pertumbuhan fisik yang cepat

pada remaja, termasuk pertumbuhan organ reproduksi (organ seksual)

untuk mencapai kematangan sehingga mampu melangsungkan fungsi

reproduksi. Perubahan ini ditandai dengan munculnya tanda-tanda yaitu :


1) Tanda-tanda seks primer yaitu yang berhubungan langsung dengan

organ seks. Terjadinya haid pada remaja putri (menarche) dan

terjadinya mimpi basah pada remaja laki-laki.

2) Tanda-tanda seks sekunder yaitu : pada remaja laki-laki terjadi

perubahan suara, tumbuhnya jakun, penis, dan buah zakar bertambah

besar, terjadinya ereksi dan ejakulasi, dada lebih lebar, badan berotot,

tumbuhnya kumis, jambang dan rambut di sekitar kemaluan dan

ketiak. Dan pada remaja putri terjadi perubahan pinggul lebar,

pertumbuhan Rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya

rambut di sekitar kemaluan (pubis) dan ketiak.

b. Perubahan kejiwaan pada remaja

Proses perubahan kejiwaan berlangsung lebih lambat dibandingkan

perubahan fisik yang meliputi :

1) Perubahan emosi, sehingga remaja menjadi :

a) Sensitif (mudah menangis, cemas, frustasi, dan tertawa)

b) Agresif dan mudah bereaksi terhadap rangsangan luar yang

berpengaruh, sehingga misalnya mudah berkelahi.

2) Perkembangan intelegensia, sehingga remaja menjadi :

a) Mampu berpikir abstrak, senang memberikan kritik

b) Ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku ingin

coba-coba.
3. Kecerdasan Emosional

3.1 Definisi Kecerdasan Emosional

Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak,

rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan secara

berangsur-angsur oleh evolusi. Akar kata emosi adalah movere, kata kerja

bahasa Latin yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e-

“ untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa

kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.

Bahwasannya emosi memancing tindakan.

Selain itu emosi dapat didefinisikan sebagai perasaan, afek, yang

terjadi ketika seseorang berada dalam sebuah kondisi atau sebuah interaksi

yang penting baginya, khususnya bagi kesejahteraannya (Campos dkk,

2004).

Emosi dapat ditandai oleh perilaku yang merefleksikan

(mengekspresikan) kondisi senang atau tidak senang seseorang atau

transaksi yang sedang dialami (McBurnett dkk, 2005). Emosi juga dapat

bersifat lebih spesifik dan terwujud dalam bentuk gembira, takut, marah,

dan seterusnya, tergantung pada bagaimana transaksi tersebut

mempengaruhi orang tersebut. Sebagai contoh, transaksi dalam bentuk

ancaman, frustasi, kelegaan, penolakan, sesuatu yang tidak terduga.

Disamping itu, emosi dapat memperlihatkan kemarahan yang intens hanya

dalam situasi khusus.


Oleh karena itu, emosi sangat penting bagi rasionalitas. Dalam

liku-liku perasaan dengan pikiran, kemampuan emosional membimbing

keputusan kita dari waktu ke waktu, bekerja bahu-membahu dengan

pikiran rasional, mendayagunakan atau tidak mendayagunakan pikiran itu

sendiri. Demikian juga, otak nalar memainkan peranan eksekutif dalam

emosi kita, kecuali pada saat-saat emosi mencuat lepas kendali dan otak

emosional berjalan tak terkendalikan.

Sedangkan menurut Stein & Book (2002) menyatakan bahwa

istilah “kecerdasan emosi” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh

psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari

University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas

emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas ini

antara lain adalah empati, mengungkapkan dan memahami perasaan,

mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri,

disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan,

kesetiakawanan, keramahan, dan sifat hormat.

EQ adalah ukuran kompetensi emosional dan sosial atau

kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi ekspresi emosi dalam diri

sendiri dan orang lain (Goleman, 2001; Hettich, 2000). EQ adalah

kemampuan seseorang untuk mengatur emosi dalam menanggapi

rangsangan lingkungan (Sutarso, 1996; Bar-On, 1997). EQ telah

dipopulerkan sebagai keterampilan yang dipelajari yang merupakan


prediktor yang lebih baik dari kesuksesan hidup dari pencapaian

intelektual atau kemampuan teknis (Goleman, 2000).

Menurut Shapiro (1998) kecerdasan emosi merupakan kemampuan

memantau diri sendiri atau orang lain yang melibatkan pengendalian diri,

semangat serta kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan

tepat suasana hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.

Sedangkan menurut Coper dan Sawaf (2002) mengatakan bahwa

kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan

secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber

emosi serta pengaruh yang manusiawi. Dimana kecerdasan emosi

menuntut pemilikan perasaan, belajar mengakui, menghargai perasaan

pada diri sendiri atau orang lain serta menanggapinya dengan tepat.

Salovey dan Mayer (1993) mendefenisikan kecerdasan emosi

sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada

orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini

untuk membimbing pikiran dan tindakan. Howes dan Herald (dalam

Zainun, 2002) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah komponen

yang membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi karena

dengan kecerdasan emosi seseorang dapat memahami diri sendiri dan

orang lain.

Menurut Richard Herrnstein dan Charles Murray (2002), yang

dalam bukunya The Bell Curve, beberapa ciri-ciri seseorang yang


mempunyai kecerdasan emosional adalah memiliki kemampuan seperti

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi

frustasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan

kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak

melumpuhkan kemampuan berpikir; berempati dan berdoa.

Orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik

berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan,

menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka dan

orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan

emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas

kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan

memiliki pikiran yang jernih.

Goleman (2006) mendefinisikan EQ dalam model perkembangan

kecerdasan. Model mereka dari EQ terdiri dari empat tingkatan hirarki

yang menentukan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi dan

kelompok. Dalam tahap pertama, orang belajar bagaimana

mengidentifikasi emosi dalam diri mereka sendiri dan orang lain serta

bagaimana membedakan antara ekspresi emosi. Pada tahap kedua,

individu menggunakan emosi untuk membantu dalam proses pengambilan

keputusan dan mengelola emosi mereka. Tahap ketiga ini ditandai dengan

kemampuan untuk menggunakan pengetahuan emosional dan memotivasi

diri sendiri. Tahap keempat adalah proses untuk mengenali emosi orang

lain dan membina hubungan yang baik dengan orang lain.


Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosi

adalah kemampuan yang mencakup memantau perasaan diri sendiri atau

orang lain, pengendalian diri, mampu membaca, dan menghadapi perasaan

orang lain dengan efektif, menguasai kebiasaan pikiran yang dapat

mendorong produktifitas dan mampu mengelola emosi yang dapat

digunakan untuk membimbing pikiran dan tindakan yang terarah.

3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi

seseorang. Menurut Goleman (2006) faktor yang mempengaruhi

kecerdasan emosi seseorang salah satunya adalah otak. Otak adalah organ

yang penting dalam tubuh manusia. Otak yang bertugas mengatur dan

mengontrol seluruh kerja tubuh. Struktur otak manusia adalah sebagai

berikut :

a. Batang otak, merupakan bagian otak yang mengelola insting untuk

mempertahankan hidup.

b. Amigdala, merupakan tempat penyimpanan semua kenangan

baiktentang kejayaan, kegagalan, harapan, ketakutan, kemarahan, dan

frustasi.

c. Neokorteks atau otak pikir, tugas dari neokorteks adalah melakukan

pelanaran, berpikir secara intelektual, dan rasional dalam menghadapi

setiap persoalan.
Goleman (2006) juga mengatakan faktor dari luar diri individu

yang dapat mempengaruhi kecerdasan emosional adalah sebagai berikut :

a. Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan sekolah pertama dalam

mempelajri emosi. Orang tua adalah subjek pertama yang perilakunya

diidentifikasi oleh anak kemudian diinternalisasi yang akhirnya akan

menjadi bagian kepribadian anak. Orang tua yang memiliki kecerdasan

emosi yang tinggi akan mengerti perasaan anak dengan baik.

b. Lingkungan non-keluarga

Lingkungan masyrakat dan lingkungan pendidikan merupakan

faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang. Kecerdasan

emosi dapat ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan,

misalnya pelatihan asertivitas.

Shapiro (1998) mengemukakan bahwa bagian yang paling

menentukan dan berpengaruh terhadap kecerdasan emosi seseorang adalah

anatomi syaraf emosinya atau dengan kata lain otaknya. Bagian otak yang

digunakan untuk berpikir yaitu neokorteks sebagai bagian yang berbeda

dari bagian otak yang mengurus emosi emosi yaitu sistem limbik. Akan

tetapi sesungguhnya hubungan antara kedua bagian inilah yang

menentukan kecerdasan emosi seseorang.

Gharawiyan (2002) mengatakan bahwa lingkungan keluarga turut

berperan dalam kecerdasan emosi seorang anak. Apabila suasana yang


berkembang dalam keluarga bersifat positif, sehat, berakhlak, dan

manusiawi maka akan menghindarkan anak dari sikap emosional.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi kecerdasan emosi seseorang adalah lingkungan

keluarga, lingkungan non-keluarga, serta struktur otak seseorang.

3.3 Aspek-aspek kecerdasan emosional

Goleman (2000) mengadaptasi aspek-aspek kecerdasan emosi yang

telah diungkap oleh Salovey dan Mayer pada yahun 1991 dalam lima

aspek sebagai berikut :

a. Kesadaran diri, merupakan kemampuan untuk mengetahui apa yang

kita rasakan pada suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu

pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis

atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.

b. Pengaturan diri, merupakan kemampuan untuk menangani emosi kita

sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap

kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu

sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi.

c. Motivasi, merupakan kemampuan untuk menggunakan hasrat kita

yang paling dalam untuk menuntun kita menuju sasaran, membantu

kita mengambil inisiatif sehingga bertindak efektif, dan untuk bertahan

menghadapi kegagalan.
d. Empati, merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh

orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan

hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-

macam orang.

e. Keterampilan sosial, merupakan kemampuan menangani emosi dengan

baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat

membaca situasi, mampu berinteraksi dengan baik, menggunakan

keterampilan sosial untuk bekerja sama dalam satu tim.

Cooper dan Sawaf (2002) membagi kecerdasan emosi dalam empat

aspek, meliputi :

a. Keterampilan emosi, adalah kemampuan untuk mengelola emosi

secara tepat dan efektif.

b. Keyakinan diri, kepercayaan yang besar yang dimiliki seseorang

terhadap dirinya sendiri dengan segala kelebihan dan kekurangannya,

sehingga individu dapat menerima keadaan dirinya sendiri.

c. Sudut pandang, adalah bagaimana seorang individu memandang atau

mempersepsikan sesuatu yang berkaitan dengan dirinya sendiri, orang

lain, maupun lingkungan sekitarnya.

d. Kreativitas, adalah kemampuan seseorang untuk menciptakan hal-hal

baru, menghasilkan ide-ide baru, mencari alternative baru sehingga

dapat merubah sesuatu menjadi baik.

Martin (2008) juga menyatakan ada beberapa aspek dalam

kecerdasan emosi antara lain penyadaran diri, manajemen emosi, motivasi


diri, empati, mengelola hubungan, komunikasi interpersonal, dan gaya

hidup. Menurut Goleman (2002) menyatakan bahwa aspek-aspek

kecerdasan emosi meliputi tanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri,

kepekaan sosial, dan kemampuan adaptasi.

4. Hubungan antara fungsi keluarga dengan kecerdasan emosional usia

remaja

Sudah sejak lama masa remaja dinyatakan sebagai masa badai

emosional (Goleman, 2006). Dalam bentuknya yang ekstrim, pandangan

ini terlalu bersikap stereotip karena remaja tidak selalu dalam kondisi

“badai dan stress”. Meskipun demikian, tidak dapat disangkal bahwa masa

remaja awal merupakan suatu masa dimana fluktuasi emosi (naik dan

turun) berlangsung lebih sering (Dacey & Kenny, 1997).

Remaja awal dapat merasa sebagai orang yang paling bahagia di

suatu saat dan kemudian merasa sebagai orang yang paling malang di saat

lain. Dalam banyak kasus, intensitas dari emosi mereka agaknya berada

diluar proporsi dari peristiwa yang membangkitkannya. Remaja awal juga

dapat merajuk, tidak mengetahui bagaimana caranya mengekspresikan

perasaan mereka secara cukup. Dengan sedikit atau tanpa provokasi sama

sekali, mereka dapat menjadi sangat marah ke orang tuanya,

memproyeksikan perasaan-perasaan mereka yang tidak menyenangkan

kepada orang lain (Suntrock, 2003).


Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Amerika terhadap para

guru dan orang tua, rata-rata anak dengan usia 12-15 tahun semakin parah

dalam masalah spesifik berikut ini : (1) Menarik diri dari pergaulan atau

masalah sosial, mereka lebih suka menyendiri; kurang bersemangat;

merasa tidak bahagia. (2) cemas dan depresi, merasa sering takut dan

cemas; merasa tidak dicintai, gugup, sedih, dan depresi. (3) memiliki

masalah dalam hal perhatian atau berpikir, tidak mampu memusatkan

perhatian atau duduk tenang; melamun; bertindak tanpa berpikir; bersikap

terlalu tegang untuk berkonsentrasi. (4) nakal atau agresif, bergaul dengan

anak yang bermasalah; bohong dan menipu; sering bertengkar; bersikap

kasar terhadap orang lin; menuntut perhatian; membandel di sekolah dan

di rumah.

Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama kita untuk

mempelajari emosi; dalam lingkungan yang akrab ini kita belajar

bagaimana merasakan perasaan kita sendiri dan bagaimana orang lain

menanggapi perasaan kita; bagaimana berpikir tentang perasaan ini dan

pilihan-pilihan apa yang kita miliki untuk bereaksi; serta bagaimana

membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut.

Orang tua perlu mengetahui bahwa kemurungan merupakan aspek

yang normal dialami remaja awal dan bahwa sebagian besar remaja dapat

mengolah masa mereka tersebut dan akhirnya menjadi seorang remaja

yang kompeten. Tidak dapat dipungkiri bahwa bagi beberapa remaja,

emosi semacam itu dapat merefleksikan masalah yang serius. Misalnya


angka suasana hati depresi menjadi lebih meninggi untuk remaja

perempuan (Nolen-Hoeksema, 2007)

Pembelajaran emosi ini bukan hanya melalui hal-hal yang

diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung kepada anaknya,

melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu

menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang biasa muncul

antara suami dan istri.

Tiga gaya mendidik anak yang secara emotional pada umumnya

tidak efisien, berdasarkan riset yang dilakukan Carole Hooven dan John

Gottman dari University of Washington, adalah : (1) samasekali

mengabaikan perasaan (2) terlalu membebaskan (3) menghina, tidak

menunjukkan penghargaan terhadap perasaan anak.

Dampak pendidikan keluarga semacam ini terhadap anak sangatlah

luas. Tim dari University of Washington telah menemukan bahwa bila

dibandingkan dengan orang tua yang tidak terampil menangani perasaan,

orang tua yang terampil secara emosional memiliki anak-anak yang

pergaulannya lebih baik dan memperlihatkan lebih banyak kasih sayang

kepada orang tuanya, serta lebih sedikit bentrok dengan orang tuanya.

Selain itu, anak-anak ini juga lebih pintar menangani emosinya, lebih

efektif menenangkan diri saat marah, dan secara biologis, anak-anak ini

memiliki kadar hormone stress dan indicator fisiologis pembangkitan

emosi yang lebih ren


Kerangka Teori Remaja :

1. Perkembangan motorik
2. Perkembangan kognitif
3. Perkembangan sosial
4. Perkembangan
emosional / psikologis
(Zahra,2005)

Fungsi Keluarga

The McMaster Model Kecerdasan Emosional

1. Pemecahan masalah 4 Prinsip : Identifikasi, Pengelolaan,


2. Komunikasi Memahami, Mengatur emosi
3. Peran (Goleman, 2006)
4. Respon afektif
5. Keterlibatan afektif
Perilaku, sikap, tindakan
6. Kontrol Perilaku

Baik Kurang Baik

1. Mempunyai 1. Menarik diri dan


kemampuan pemurung
memotivasi diri 2. Mudah cemas,
2. Bertahan menghadapi depresi, gugup, sedih
frustasi 3. Bertindak tanpa
3. Mengendalikan berpikir
dorongan hati 4. Nakal dan agresif
4. Tidak melebih- 5. Bohong dan menipu
lebihkan kesenangan 6. Sering bertengkar
5. Mampu mengatur 7. Membandel di
suasana hati sekolah dan di
6. Berempati rumah
7. Berdoa

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian


BAB III

DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat

dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antar variabel baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti

(Nursalam, 2003).

Berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat sebelumnya, bahwa

enam dimensi fungsi keluarga menurut teori Model McMaster,

mempengaruhi faktor presipitasi atau faktor pencetus yang mana dapat

mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional terutama remaja yang mulai

memasuki usia remaja awal. Karena pada masa ini terjadi perubahan emosi

yang meliputi perasaan malu, kesadaran diri, kesepian, dan depresi. Pada usia

tersebut juga remaja memiliki kemandirian yang hadir bersama dengan

kebutuhan keintiman dan dukungan orang tua yang dapat terwujud dalam

fungsi keluarga.

Berdasarkan hal tersebut, maka variabel yang akan diteliti adalah

enam dimensi fungsi keluarga sebagai variabel independen dan kecerdasan

emosional usia remaja awal 12-15 tahun sebagai variabel dependen. Adapun

kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan pada skema 3.1 :
Variabel independen Variabel dependen

Fungsi keluarga menurut teori


Model McMaster terdiri dari enam
Kecerdasan
dimensi :
emosional para
1. Problem solving pelajar di SMP Jaya
2. Communication Suti Abadi Kabupaten
3. Roles Bekasi
4. Affective responsiveness
5. Affective involvement
6. Behavior control

Bagan 3.1. Kerangka Konsep

B. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari suatu penelitian (Setiadi,

2007). Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis

penelitian yang mucul adalah :

1. Ada hubungan antara problem solving terhadap kecerdasan emosional para

pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

2. Ada hubungan antara communication terhadap kecerdasan emosional para

pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

3. Ada hubungan antara roles terhadap kecerdasan emosional para pelajar di

SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

4. Ada hubungan antara affective responsiveness terhadap kecerdasan

emosional para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

5. Ada hubungan antara affective involvement terhadap kecerdasan emosional

para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.


6. Ada hubungan antara behavior control terhadap kecerdasan emosional

para pelajar di SMA Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.


Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel Ukuran kompetensi Menggunakan Kuesioner istrument Hasil ukur yang digunakan Nominal
dependen: emosional dan sosial alat / instrument kecerdasan emosional pada kuesioner EATQ-R
yang berisi 65
Tingkat Kecerdasan atau kemampuan EATQ-R adalah dengan menggunakan
peryataan, skor
Emosional para seseorang untuk (Revision of the terendah 65 dan skor mean, karena data berdistribusi
pelajar di SMP Jaya mengidentifikasi Early Adolescent tertinggi 325. normal.
Menggunakan Skala
Suti Abadi ekspresi emosi Temperament Tingkat kecerdasan emosional
Likert,
dalam diri sendiri Questionnaire) Favorable : Baik jika ≥ 238.
dan orang lain. 1 = hampir selalu Tingkat kecerdasan emosional
tidak tepat
Kurang Baik jika <238.
2 = biasanya tidak
tepat
3 = terkadang tepat,
terkadang tidak tepat
4 = biasanya tepat
5 = hampir selalu
tepat
Variabel DO Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur SkalaUkur

Variabel Wadah untuk Menggunakan Kuesioner instrument Hasil ukur yang digunakan
pengembangan fungsi keluarga
independen: alat / instrument untuk kuesioner FAD adalah Nominal
sosial, psikologis, menurut teori Model
Fungsi Keluarga FAD (Family McMaster berisi 53 dengan menggunakan median
biologis, dan sebagai
pernyataan, yang
menurut teori pemeliharan anggota Assessment pada tiap-tiap dimensi.
terbagi menjadi :
Model McMaster keluarga, yang Device) #PM skor ↑20 & ↓5 - Pemecahan masalah : baik
dibagi ke dalam #komunikasi skor jika ≥14. Kurang baik jika <14.
enam dimensi dan ↑30 & ↓6 - Komunikasi : baik jika ≥17.
satu keberfungsian #peran skor ↑36 & ↓8
Kurang baik jika <17.
keluarga secara #RA skor ↑24 & ↓6
#KA skor ↑28 & ↓7 - Peran : baik jika ≥24.
umum. Enam Kurang baik jika <24.
#KP skor ↑36 & ↓9
dimensi tersebut Menggunakan skala - Responsivitas afektif : baik
diantaranya adalah Likert. jika ≥17. Kurang baik jika <17.
pemecahan masalah, Favorable : - Keterlibatan afektif : baik
komunikasi, peran, 1 = STS (Sangat jika ≥21. Kurang baik jika <17.
responsivitas afektif, Tidak Setuju)
- Kontrol perilaku : baik jika
keterlibatan afektif, 2 = TS (Tidak Setuju)
3 = S (Setuju) ≥27. Kurang baik jika <27.
kontrol perilaku. - Keberfungsian umum : baik
4 = SS (Sangat
Setuju) jika ≥35. Kurang baik jika <35.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang disusun agar

bisa menuntun peneliti untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan

penelitian yang dilakukan. Jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan

rancangan desain penelitian Deskriptif Analitik dan metode pendekatan Cross

Sectional. Pada penelitian dilakukan analisis terhadap data yang dikumpulkan

dan seberapa besar hubungan antar variable (Setiadi, 2007). Pendekatan cross

sectional merupakan penelitian yang dikumpulkan dan diukur secara simultan

pada waktu yang sama terhadap variabel-variabel yang diteliti (Hidayat,

2008). Penelitian ini memiliki variabel independent yaitu fungsi keluarga

berdasarkan teori Model McMaster dan variabel dependen yaitu kecerdasan

emosional.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik yang ditentukan oleh peneliti untuk ditarik

kesimpulan (Sugiyono, 2008). Populasi penelitian ini adalah para pelajar di

SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi kelas VII dan kelas VIII pada bulan

Juni tahun 2014. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 204 siswa.
2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian keperawatan, kriteria

sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut

menentukan ada dan tidaknya sampel tersebut yang digunakan (Hidayat,

2008). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive

sampling sehingga sampel yang digunakan hanya kelas VII dan kelas VIII

yang berusia 12-15 tahun dengan jumlah siswa 190 orang (terdapat 14 siswa

yang usianya kurang dari 12 tahun dan lebih dari 15 tahun dari total populasi

204 siswa). Peneliti tidak menggunakan kelas IX sebagai sampel karena

siswa-siswi kelas IX sedang sibuk UN dan sering tidak berada di sekolah

karena masa ajar sudah hampir berakhir.

Peneliti menggunakan beberapa kriteria inklusi dan eksklusi pada

populasi yang menjadi responden dalam penelitian ini. Kriteria inklusi adalah

karakteristik umum subjek penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel,

sedangkan kriteria eksklusi adalah karakteristik subjek penelitian yang tidak

dapat mewakili syarat sebagai sampel (Hidayat, 2008).

a. Kriteria sampel

Kriteria inklusi:

1) Siswa-siswi kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-15

tahun yang bersekolah di SMP Jaya Suti Abadi

Kabupaten Bekasi.

2) Bersedia menjadi responden.


Kriteria ekslusi:

1) Siswa-siswi yang tidak hadir di sekolah saat dilakukan

penelitian.

b. Jumlah sampel

Jumlah populasi usia remaja awal 12-15 tahun di SMP Jaya

Suti Abadi kelas VII dan kelas VIII adalah 204 orang. Untuk

menentukan jumlah sampel, peneliti menggunakan rumus Slovin

(Umar, 2008), yaitu :

n=

1 + N.e2

Keterangan :

N = ukuran populasi

n = ukuran sampel

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan

(tingkat kepercayaan yang diinginkan). Maka dapat diketahui

hasilnya sebagai berikut :

n= 204

1 + 204 (0,05)2

n= 204

1,51

n = 135,0993377. Dibulatkan menjadi 136


Pada kenyataannya, dari total jumlah 190 siswa yang memenuhi

kriteria inklusi, hanya 142 siswa yang bersedia menjadi responden saat

dilakukan pengambilan data. Setelah 142 siswa mengisi kuesioner dan data

sudah terkumpul semua, peneliti mengambil 136 sampel secara acak atau

menggunakan sistem lotere.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling merupakan suatu proses seleksi sampel yang

digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sampel

akan mewakili keseluruhan populasi yang ada (Hidayat, 2008). Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan metode teknik pengambilan Purposive

Sampling, merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan

tertentu yang telah dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat

populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Penelitian ini tidak melibatkan

siswa-siswi kelas IX, siswa-siswi kelas VII dan kelas VIII yang usianya

kurang dari 12 tahun dan lebih dari 15 tahun. Dari total populasi 204 siswa di

kelas VII dan kelas VIII terdapat 14 siswa yang usianya kurang dari 12 tahun

dan lebih dari 15 tahun. Sehingga berdasarkan perhitungan Slovin, untuk

mencari sampel sebanyak 136 siswa dari jumlah siswa yang akan dijadikan

sampel sebanyak 190, diperlukan teknik pengambilan data yaitu simple

random sampling. Teknik simple random sampling dilakukan ketika anggota

populasi dianggap homogen kemudian sampel diambil secara acak.


Pengambilannya dapat dilakukan lotere, akan tetapi pengambilannya

diberikan nomor urut tertentu. (Hidayat, 2008).

D. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Juni

2014 dimana peneliti melakukan pengumpulan data di SMP Jaya Suti Abadi

dengan membagikan dua kuesioner kepada sampel yang sudah ditentukan

dengan kriteria siswa-siswi kelas VII dan kelas VIII yang berusia 12-15

tahun. Pengambilan data ini hanya dilakukan selama satu hari, dengan

bantuan guru bidang kesiswaan. Kuesioner yang terkumpul akan

diikutsertakan dalam tahap analisa data.

E. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi yang

terletak di jalan Raya Tambun Tambelang KM. 3

2. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan April-Juni 2014, dimulai dari

pengambilan data sampai penyusunan hasil.

F. Instrument Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui data

sekunder. Data sekunder adalah data siswa-siswi yang berusia 12-15 tahun

yang diperoleh dari data profil sekolah SMP Jaya Abadi kabupaten Bekasi.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner yang dibuat

untuk mengetahui adanya hubungan fungsi keluarga terhadap tingkat

kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten

Bekasi. Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu :

Kuesioner fungsi keluarga berdasarkan The McMaster Model

Alat ukur keberfungsian keluarga yang digunakan pada penelitian ini

adalah Family Assessment Device (FAD) yang dikembangkan berdasarkan

konsep The McMaster Model of Family Functioning (Epstein et al., 1983).

Konsep ini mendeskripsikan perangkat organisasi dan struktural dari

kelompok keluarga serta pola-pola transaksi antara anggota keluarga dalam

menjalankan tugas-tugasnya, sehingga bisa digunakan untuk membedakan

antara fungsi keluarga yang baik dan kurang baik.

Alat ukur ini telah diuji cobakan oleh Epstein et al. (1983) pada 503

orang responden yang berusia di atas 12 tahun dengan berbagai kondisi

keluarga yang berbeda-beda, seperti keluarga pasien penderita stroke maupun

beberapa keluarga pasien yang menderita gangguan psikologis. Hasil uji

reliabilitas yang menghasilkan nilai koofisien alpha 0,7 menunjukkan bahwa

alat ukur ini memiliki reliabilitas yang baik. Selain itu, alat ukur ini juga

sudah dinyatakan valid untuk membedakan antara fungsi keluarga yang baik

dan kurang baik (Epstein et al., 1983).

Family Assessment Device (FAD) dibuat sebagai alat ukur yang

mengidentifikasi adanya masalah pada beberapa area tertentu dalam keluarga

(Epstein et al., 1983). Seperti kebanyakan instrument yang mengukur tentang


keluarga lainnya, alat ukur ini juga mengukur persepsi seseorang terhadap

keluarga mereka (Epstein et al., 1983). Pada alat ukur FAD ini terdapat 7

dimensi, dimana 6 dimensi berdasarkan MMFF yaitu, pemecahan masalah,

komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol

perilaku, sedangkan satu dimensi tambahan lainnya yaitu fungsi keluarga

secara umum yang mengukur kesehatan atau patologi dari sebuah keluarga

secara keseluruhan. Jumlah item mencakup seluruh dimensi adalah 53 item

dengan rentang jumlah item setiap dimensi berjumlah 5-12 item. Pembagian

dimensi dan jumlah item setiap dimensi dapat dilihat pada table

Tabel 4.1 Dimensi Alat Ukur FAD

No Dimensi No. Item Contoh Item

1 Pemecahan Masalah 1, 8, 15, 22, 29 Kami mencoba memikirkan


berbagai cara untuk menyelesaikan
masalah. (29)
2 Komunikasi 2, 9, 16, 23, 30, 37 Di dalam keluarga, kami berterus
terang terhadap satu sama lain. (23)
3 Peran 3, 10, 17, 24, 31, 38, Kami memastikan setiap anggota
44, 48 keluarga menjalankan tanggung
jawabnya masing-masing. (10)
4 ResponsivitasAfektif 4, 11, 18, 25, 32, 40 Saya merasa, keluarga saya sulit
menunjukkan kasih saying kepada
satu sama lain. (4)
5 Keterlibatan Afektif 5, 12, 19, 26, 33, 41, Menurut saya, anggota keluarga
45 saya terlalu memikirkan diri
sendiri. (19)
6 Kontrol Perilaku 6, 13, 20, 27, 34, 42, Di dalam keluarga saya, kami dapat
46, 49, 51 dengan mudah melanggar aturan(6)
7 Keberfungsian 7, 14, 21, 28, 35, 36, Dalam keluarga saya, setiap
Umum 39, 43, 47, 50, 52, individu diterima apa adanya. (28)
53

Alat ukur FAD ini menggunakan format skala Likert dengan 4 pilihan

jawaban. Hal ini sesuai dengan alat ukur asli yang dikembangkan oleh

Epstein et al. (1983). Pilihan jawaban yang digunakan adalah SS (Sangat

Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju). Item-item

yang ada pada alat ukur ini terdiri dari item favorable dan item unfavorable.

Pemberian skor bagi item-item favorable dilakukan dengan memberikan nilai

1 untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai (STS)” hingga nilai 4 untuk pilihan

“Sangat Sesuai (SS)”. Sedangkan bagi item-item unfavorable diberikan nilai

1 untuk pilihan “Sangat Sesuai (SS)” hingga 4 untuk pilihan jawaban “Sangat

Tidak Sesuai (STS)”. Dengan skor total minimum alat ukur FAD adalah 53

dan skor total maksimum adalah 212. Pembagian item-item favourable dan

unfavourable dapat dilihat pada table 4.2

Tabel 4.2 item unfavorable dan favorable

Item Unfavorable Item Favorable

4, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 1, 2, 3, 5, 8, 10, 14, 15, 16, 22, 23, 27,

21, 24, 25, 26, 30, 31, 33, 34, 35, 39, 28, 29, 32, 36, 37, 38, 40, 41, 42, 48,

43, 44, 45, 46, 47, 49, 52 50, 51, 53

Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala nominal.

Perhitungan jumlah hasil ukur menggunakan rumus Chi-Square. Dengan


hasil ukur fungsi keluarga berjalan dengan baik atau fungsi keluarga berjalan

kurang baik (dikotomi).

Penentuan pengukuran fungsi keluarga berjalan baik dan kurang baik

adalah berdasarkan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Jika hasil

Kolmogorov Smirnov <0.05 maka data berdistribusi tidak normal, sedangkan

jika hasil Kolmogorov Smirnov >0.05 maka data berdistribusi normal. Hasil

pengukuran fungsi keluarga berdasarkan uji normalitas Kolmogorov Smirnov

tiap dimensi adalah sebagai berikut (1) pemecahan masalah 0.000 (2)

komunikasi 0.001 (3) peran 0.000 (4) responsivitas afektif 0.000 (5)

keterlibatan afektif 0.010 (6) kontrol perilaku 0.001 (7) keberfungsian umum

0,002. Berdasarkan semua hasil yang didapat menunjukkan bahwa nilai KS

<0.05 sehingga data berdistribusi tidak normal.

Peneliti menggunakan kuesioner (Yolanda,2012) yang sudah

dinyatakan valid dan reliabel. Hasil uji validitas dengan menggunakan

konsistensi internal menghasilkan nilai corrected item-total correlation yang

berkisar antara 0.385 sampai 0.745 dinyatakan valid.

Uji reliabilitas alat ukur secara keseluruhan menghasilkan nilai

koofisien alpha sebesar 0,927. Sedangkan nilai reliabilitas masing-masing

dimensi didapatkan nilai untuk dimensi pemecahan masalah 0.583, dimensi

komunikasi 0.605, dimensi peran 0.647, dimensi responsivitas afektif 0.682,

dimensi keterlibatan afektif 0.678, dimensi kontrol perilaku 0.535, dan

dimensi keberfungsian umum 0.890.


Kuesioner kecerdasan emosional usia remaja awal

Kuesioner ini berisi beberapa pertanyaan mengenai tingkat kecerdasan

emosional anak usia remaja awal khususnya 12-15 tahun yang bertujuan

untuk mengetahui sejauh mana anak yang mulai memasuki usia remaja bisa

mengontrol emosi dengan baik. Kuesioner ini menggunakan EATQ-R (Early

adolescent Temprament Questionnaire – Revised Short Form.

EATQ-R terdiri dari 65 butir pertanyaan dan menggunakan skala

Likert yang terdiri dari jawaban yaitu 5 = hampir selalu tepat, 4 = biasanya

tepat, 3 = terkadang tepat dan terkadang tidak tepat, 2 = biasanya tidak tepat,

1 = hampir selalu tidak tepat. Terdiri dari 2 jenis pertanyaan, yaitu 55

favourable dan 10 unfavourable. Berikut ini akan pembagian item favorable

dan item unfavorable akan disajikan dalam tabel 4.3 :

Tabel 4.3 item favorable dan item unfavorable

Item favorable Item unfavorable

1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 20, 21,

22, 23, 24, 25, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 35, 36, 37, 39, 7, 10, 18, 19, 26,

40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 28, 34, 38, 49, 61

54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 62, 63, 64, 65

Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala nominal

dan hasil ukur kuesioner mempunyai distribusi normal sehingga

menggunakan nilai mean. Dengan hasil “semakin tinggi hasil skor dari nilai
mean maka semakin baik tingkat kecerdasan emosional remaja tersebut”,

begitupun sebaliknya.

Penentuan pengukuran kecerdasan emosional baik dan kurang baik

(dikotomi) berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov Smirnov yang

didapatkan hasil 0.085. Karena hasil perhitungan variabel kecerdasan

emosional dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov >0.05 maka data

berdistribusi normal.

Untuk kuesioner EATQ-R peneliti menggunakan kuesioner (Asrori,

2009) yang mempunyai nilai validitas sebesar 0.363 – 0.696 dengan p <0.05

dan nilai reliabilitas sebesar 0.942.

G. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen

1. Validitas dan Realibilitas

Berdasarkan data yang sudah diungkapkan di atas, peneliti

tidak melakukan uji validitas dan reliabilitas, melainkan menggunakan

instrument penelitian yang terdahulu. Untuk instrument fungsi

keluarga FAD (Yolanda,2012) dan EATQ-R (Asrori, 2009) sudah

mempunyai nilai validitas dan reliabilitas yang cukup baik, dan bisa

digunakan untuk penelitian yang selanjutnya.

H. Tahapan Penelitian

1. Pengambilan data dilakukan setelah proposal penelitian mendapat

persetujuan dari pembimbing dilanjutkan dengan mengajukan surat


permohonan penelitian di ruang akademik Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang diperuntukan kepada Kepala

Sekolah SMP Jaya Suti Abadi sebagai tempat penelitian.

2. Setelah mendapatkan izin penelitian dari Kepala Sekolah SMP Jaya Suti

Abadi dan memperoleh kesepakatan waktu untuk dilakukan penelitian,

Kepala Sekolah menunjuk salah satu guru bidang kesiswaan untuk

membimbing peneliti selama berlangsungnya penelitian di SMP Jaya Suti

Abadi Kabupaten Bekasi.

3. Awal Juni setelah berlangsungnya UN SMP kelas IX dan UKK kelas VII

dan kelas VIII, peneliti melakukan penelitian di SMP Jaya Suti Abadi,

dengan ditemani oleh guru bidang kesiswaan di SMP yang bersangkutan,

peneliti dan guru bidang kesiswaan masuk ke masing-masing kelas VII

dan kelas VIII, meminta kepada seluruh siswa kelas VII dan kelas VIII

yang tidak mengikuti remedial UKK supaya berkumpul di aula sekolah

SMP Jaya Suti Abadi.

4. Setelah siswa-siswi berkumpul di aula, peneliti menjelaskan kepada

responden mengenai inform consent terlebih dahulu, lalu mulai

membagikan kuesioner kepada 142 siswa-siswi yang sudah bersedia

menjadi reponden penelitian.

5. Pengisian kuesioner diberikan waktu selama 45 menit. Setelah semua

selesai, kuesioner dikumpulkan kembali kepada peneliti dan guru bidang

kesiswaan. Pengumpulan data hanya dilakukan satu hari saja, karena

responden yang dibutuhkan sudah memenuhi syarat penelitian.


6. Selanjutnya peneliti melakukan skoring kuesioner yang sudah diisi oleh

142 siswa-siwi SMP Jaya Suti Abadi. Karena peneliti hanya butuh 136

responden, maka peneliti menggunakan sistem lotere (pemberian nomor 1-

136 pada kuesioner secara acak).

7. Selanjutnya peneliti melakukan input data dan pengolahan data

menggunakan program computer SPSS versi 20.

I. Pengolahan Data

1. Editing

Editing adalah upaya untuk melihat kembali dengan teliti kebenaran

data yang diperoleh. Editing dilakukan saat tahap pengumpulan data atau

setelah data terkumpul.

2. Coding

Coding adalah kegiatan pemberian kode numerik (angka) dengan data

yang terdiri dari beberapa kategorik. Pemberian kode ini sangat penting

bila pengolahan dan analisa data menggunakan komputer.

3. Entry data

Entry data adalah kegiatan memasukkan data yang telah terkumpul

kedalam tabel atau database komputer, kemudian mebuat distribusi

frekuensi sederhana.

4. Melakukan teknik analisis

Melakukan analisis khususnya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang


hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat

analitik, sehingga analisis yang digunakan statistika inferensial (menarik

kesimpulan) yaitu statistika yang digunakan untuk menyimpulkan

parameter (populasi) berdasarkan statistik (sampel) atau lebih dikenal

dengan proses generalisasi dan inferensial.

3. Cleaning data

Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa kembali data yang

sudah di-entry, agar terlihat adanya kesalahan atau tidak. Mungkin dapat

terjadi kesalahan pada saat meng-entry.

J. Analisa Data

Analisa data menggunakan software komputer, meliputi:

1. Analisa univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran data yang

dikumpulkan. Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dengan

menghitung distribusi frekuensi dan proporsi dari masing-masing variabel

(Amran, 2012). Analisis univariat pada penelitian ini meliputi : jenis

kelamin, usia, kecerdasan emosional, keberfungsian keluarga.

2. Analisa bivariat

Berdasarkan data yang dikumpulkan dan hasil ukur yang didapat

yaitu ordinal dan ordinal maka peneliti melakukan analisa data dengan

menggunakan uji statistik dengan derajat kepercayaan 95%, sehingga jika

nilai P (p value) <0.05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna


(signifikan) atau menunjukkan adanya hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. Sebaliknya jika p value >0.05

berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan

antara variabel independen dengan variabel dependen. Tiap variabel dari

hasil penelitian dengan cara membuat distribusi dan frekuensi dari setiap

variabel, hasil analisis ini disajikan dalam bentuk table dan narasi. Tabel

distribusi frekuensi digunakan untuk mengetahui sebarapa nilai rata-rata,

simpangan baku, median, nilai minimum dan maksimum. Dalam

penelitian ini analisa digunakan untuk mengetahui hubungan fungsi

keluarga terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP di Jaya

Suti Abadi.

K. Etika Penelitian

1. Prinsip-Prinsip Etika Penelitian

Penelitian yang dilakukan khususnya jika yang menjadi subjek

penelitiannya adalah manusia, maka peneliti harus memahami hak dasar

manusia. Hamid (2007) mengatakan terdapat tida prinsip utama etika

penelitian yang perlu diterapkan oleh peneliti, antara lain:

a. Prinsip manfaat (beneficence)

Prinsip ini mengandung banyak mengadung yaitu bebas dari

bahaya, bebas dari eksploitasi, manfaat dari penelitian, memberikan

manfaat, dan mempertimbangkan antara aspek resiko dengan aspek

manfaat.
b. Prinsip menghargai martabat manusia

Hak untuk self determination (subjek penelitian) dan hak untuk

mendapatkan penjelasan lengkap merupakan dua elemen utama yang

menjadi dasar inform consent. Dengan dua hal ini manusia dapat

membuat keputusannya secara sukarela tentang partisipasinya menjadi

subjek penelitian.

c. Prinsip mendapatkan keadilan

Subjek memiliki hak untuk mengharapkan bahwa setiap data yang

dikumpulkan selama masa penelitian akan disimpan dan dijaga

kerahasiannya, yang dilakukan baik melalui tidak menggunakan

identitas subjek atau melalui prosedur kerahasiaan lainnya.

2. Inform consent

Inform consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.

Inform consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Profil SMP Jaya Suti Abadi

1. Identitas Sekolah

Tempat dilakukan penelitian adalah SMP Jaya Suti Abadi,

Yayasan Jaya Suti Abadi. SMP ini sudah berdiri sejak 16 desember

1996 dan sekarang status sekolah ini adalah terakreditasi “A”. Alamat

SMP Jaya Suti Abadi berada di jalan Raya Tambelang KM. 3 Tambun-

Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa-Barat 17510.

2. Visi dan Misi Sekolah

SMP Jaya Suti Abadi mempunyai visi “Terdepan dalam

prestasi, berakhlaq mulia, dan peduli terhadap lingkungan”. Sedangkan

misi sekolah tersebut diantaranya adalah (1) Mengembangkan

semangat untuk berprestasi, (2) Membentuk siswa yang bermoral dan

berdisiplin, (3) Membentuk siswa yang cerdas dan berwawasan luas,

(4) Meningkatkan pembelajaran yang professional, (5) Membantu

mengembangkan intelektual dasar secara kreatif, inovatif, dan

mengedepankan jiwa sportifitas.


3. Guru dan Tenaga Kependidikan

Jumlah seluruh ketenagaan di SMP Jaya Suti Abadi adalah

25 orang, terdiri atas kepala sekolah 1 orang, guru 18 orang, 2 orang

guru bimbingan konseling, tenaga administrasi 2 orang, tenaga

kebersihan 2 orang, dan petugas keamanan 2 orang.

4. Siswa

Jumlah peserta didik SMP Jaya Suti Abadi pada tahun

pelajaran 2013/2014 berjumlah 312 orang. Peserta didik di kelas VII

sebanyak 101 siswa yang dibagi menjadi 4 kelas,. Peserta didik kelas

VIII sebanyak 103 siswa yang dibagi menjadi 3 kelas. Peserta didik

kelas IX sebanyak 108 siswa yang dibagi menjadi 4 kelas. Jumlah

peserta didik yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 148 siswa dan

yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 164 siswa.


B. Hasil Analisa Univariat

1. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian

Gambaran karakteristik responden penelitian ini diuraikan

secara rinci di bawah ini, yaitu berdasarkan jenis kelamin dan usia.

1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pengelompokan responden berdasarkan kategori jenis

kelamin digambarkan pada tabel 5.1 berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)


Laki-Laki 52 38.2 %
Perempuan 84 61.8 %
Total 136 100 %

Data yang ada pada Tabel 5.1 di atas terlihat bahwa dari

136 responden, jumlah responden laki-laki yaitu berjumlah 52

siswa (38.2%) sedangkan jumlah responden perempuan yaitu

berjumlah 84 siswi (61.8%).

1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Pengelompokan responden berdasarkan kategori usia

digambarkan pada tabel 5.2 berikut :


Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)


12 23 16.9 %
13 74 54.4%
14 37 27.2%
15 2 1.5%
Total 136 100 %

Berdasarkan pada tabel di atas terlihat bahwa responden

dalam penelitian ini adalah remaja yang berada pada rentang usia

12-15 tahun. Mayoritas responden dalam penelitian ini berada pada

usia 13 tahun yaitu sebanyak 74 siswa (54.4%). Responden dengan

usia 12 tahun yaitu sebanyak 23 siswa (16.9%). Sedangkan

responden dengan usia 14 tahun yaitu sebanyak 37 siswa (27.2%).

Responden dengan jumlah minoritas berada pada usia 15 tahun

dengan jumlah responden sebanyak 2 siswa (1.5%).

2. Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga The


McMaster Model

Tabel 5.3 Gambaran Responden Berdasarkan Teori Fungsi Keluarga

Teori Fungsi Frekuensi (n) Persentase (%)


Keluarga Baik Kurang Baik Baik Kurang Baik
Pemecahan Masalah 81 55 59.6 % 40.4%
Komunikasi 78 58 57.4 % 42.6%
Peran 97 39 71.3 % 28.7%
Responsivitas Afektif 97 39 71.3 % 28.7%
Keterlibatan Afektif 76 60 55.9 % 44.1%
Kontrol Perilaku 82 54 60.3 % 39.7%

Berdasarkan data tabel di atas menunjukkan bahwa

gambaran responden berdasarkan teori fungsi keluarga The

McMaster sudah berjalan dengan baik. Untuk dimensi pemecahan

masalah responden yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik

adalah sebanyak 81 orang (59.6 %). Untuk dimensi komunikasi

yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik adalah sebanyak 78

orang (57.4 %). Sedangkan untuk dimensi peran dan responsivitas

afektif mempunyai jumlah responden yang sama yang fungsi

keluarganya sudah berjalan dengan baik, yaitu sebanyak 97 orang

(71.3 %). Untuk dimensi keterlibatan afektif yang fungsi

keluarganya sudah berjalan dengan baik adalah sebanyak 76 orang

(55.9%). Untuk dimensi kontrol perilaku yang fungsi keluarganya

sudah berjalan dengan baik adalah sebanyak 82 orang (60.3 %).

Dan untuk dimensi keberfungsian keluarga secara umum yang

berjalan dengan baik adalah sebanyak 81 orang (59.6 %).

3. Gambaran Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional

Skor EI Frekuensi (n) Persentase (%)


Baik 73 53,7 %

Tabel 5.4 Kurang Baik 63 46,3 %


Total 136 100 %
Kategori

Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional

DarDari tabel di atas menunjukkan bahwa responden yang

mempunyai hasil kecerdasan emosional yang baik adalah sebanyak

73 siswa (53,7%) dan responden yang mempunyai kecerdasan

emosional kurang baik adalah sebanyak 63 siswa (46,3%).

C. Hasil Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis data dari dua

variabel yang berbeda. Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara dimensi-dimensi fungsi keluarga

terhadap kecerdasan emosional para pelajar di SMP Jaya Suti Abadi

Kabupaten Bekasi.

1. Hubungan antara Pemecahan Masalah terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.5 Hubungan antara Pemecahan Masalah (1) terhadap Tingkat


Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Fungsi Kecerdasan Emosional Total P


Keluarga 1 Baik Kurang baik value
N % N % N %
Baik 42 30.9 39 28.7 81 59.6 0.605
Kurang Baik 31 22.8 24 17.6 55 40.4
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Dari tabel 5.5 di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p value =

0.605. Hal tersebut menunjukkan Ha1 ditolak yaitu tidak ada hubungan

antara dimensi fungsi keluarga pemecahan masalah terhadap tingkat

kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

2. Hubungan antara Peran terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional

para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.6 Hubungan antara Peran (2) terhadap Tingkat Kecerdasan


Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Kecerdasan Emosional Total P


Fungsi Baik Kurang baik value
Keluarga 2 N % N % N %
Baik 45 33.1 33 24.3 78 57.4
Kurang baik 28 20.6 30 22.1 58 42.6 0.276
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Berdasarkan tabel 5.6 di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p

value = 0.276. Hal tersebut menunjukkan Ha2 ditolak yaitu tidak ada

hubungan antara dimensi fungsi keluarga peran terhadap tingkat

kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

3. Hubungan antara Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan

Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.7 Hubungan antara Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan


Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi
Fungsi Kecerdasan Emosional Total P
Keluarga 3 Baik Kurang baik value
N % N % N %
Baik 54 39.7 43 31.6 97 71.3
Kurang baik 19 14.0 20 14.7 39 28.7 0.462
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Berdasarkan tabel di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p value

= 0.46. Hal tersebut menunjukkan Ha3 ditolak yaitu tidak ada hubungan

antara dimensi fungsi keluarga komunikasi terhadap tingkat kecerdasan

emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

4. Hubungan antara Responsivitas Afektif terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.7 Hubungan antara Responsivitas terhadap Kecerdasan


Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Fungsi Kecerdasan Emosional Total P


Keluarga 4 Baik Kurang baik value
N % N % N %
Baik 49 36.0 48 35.3 97 71.3
Kurang baik 24 17.6 15 11.0 39 28.7 0.244
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Dari tabel 5.7 hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0.244.

Hal tersebut menunjukkan Ha4 ditolak yaitu tidak ada hubungan antara

dimensi fungsi keluarga responsivitas afektif terhadap tingkat kecerdasan

emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.


5. Hubungan antara Keterlibatan Afektif terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.8 Hubungan antara Keterlibatan Afektif terhadap Tingkat


Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Fungsi Kecerdasan Emosional Total P


Keluarga 5 Baik Kurang baik value
N % N % N %
Baik 42 30.9 34 25.0 76 55.9
Kurang baik 31 22.8 29 21.3 60 44.1 0.676
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik dapat diliha bahwa nilai

p value = 0.67. Hal tersebut menunjukkan Ha5 ditolak yaitu tidak ada

hubungan antara fungsi keluarga keterlibatan afektif terhadap tingkat

kecerdasan emosional pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

6. Hubungan antara Kontrol Perilaku terhadap Tingkat Kecerdasan

Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.9 Hubungan antara Kontrol Perilaku terhadap Tingkat


Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Fungsi Kecerdasan Emosional Total P


Keluarga 6 Baik Kurang baik value
N % N % N %
Baik 41 30.1 41 30.1 82 60.3
Kurang baik 32 23.5 22 16.2 54 39.7 0.289
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Dari tabel 5.9 hasil uji statistik dapat dilihat bahwa nilai p value =

0.289. Hal tersebut menunjukkan Ha6 ditolak yaitu tidak ada hubungan
antara dimensi fungsi keluarga kontrol perilaku terhadap tingkat

kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

7. Hubungan antara Keberfungsian Umum terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Tabel 5.10 Hubungan antara Keberfungsian umum terhadap Tingkat


Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Fungsi Kecerdasan Emosional Total P


Keluarga 7 Baik Kurang Baik value
N % N % N %
Baik 44 32.4 37 27.2 81 59.6
Kurang Baik 29 21.3 26 19.1 55 40.4 0.855
Total 73 53.7 63 46.3 136 100

Dari tabel 5.10 hasil uji statistik dapat dilihat bahwa nilai p value =

0.855. Hal tersebut menunjukkan Ha7 ditolak yaitu tidak ada hubungan

antara dimensi fungsi keluarga keberfungsian umum terhadap tingkat

kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.


BAB VI

PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat

1. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian

1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Nolen-Hoeksema (2007) menyatakan bahwa jenis kelamin

termasuk faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional.

Contohnya adalah angka suasana hati depresi menjadi lebih meninggi

untuk remaja perempuan dibanding remaja laki-laki. Hal ini bisa

dipicu oleh meningkatnya kadar hormon yang lebih menonjol pada

remaja perempuan. Perempuan juga cenderung menyalurkan emosinya

dengan kemarahan melalui perilaku agresif dan perkataan yang dapat

merendahkan orang lain (Goleman, 2006). Berdasarkan hal tersebut

dapat disimpulkan bahwa karakteristik responden berdasarkan

perbedaan jenis kelamin dapat berpengaruh terhadap tingkat

kecerdasan emosional usia remaja awal, sehingga adanya perbedaan

jenis kelamin perlu diukur oleh peneliti.

Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII dan

kelas VIII SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi. Berdasarkan hasil

penelitian didapatkan bahwa responden dengan jumlah 136 siswa,

mayoritas berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 84 orang


(61,8%), sedangkan responden dengan jenis kelamin laki-laki

sebanyak 52 orang (38,2%)

1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kecerdasan emosional (Latifah, 2012). Hasil statistik pada penelitian

ini menunjukkan bahwa mayoritas usia responden adalah 13 tahun

sebanyak 74 orang (54,4%) dan usia 14 tahun sebanyak 37 orang

(27,2%).

Hasil survey Goleman (2006) menunjukkan kecenderungan

bahwa remaja saat ini lebih banyak mengalami kesulitan emosional

daripada generasi sebelumnya di seluruh dunia, khususnya pada usia

12-15 tahun. Remaja pada usia 12-15 tahun juga memiliki kemandirian

yang hadir bersama dengan kebutuhan keintiman dan dukungan orang

tua. Dimana pada masa-masa ini konflik antara orang tua dan anak

memuncak (Dahlan, 2004).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sari (2011) yang

meneliti tentang kematangan emosional pada rentang usia 16-18 tahun,

didapatkan hasil bahwa tidak lagi terdapat kematangan emosional yang

kurang baik pada rentang usia tersebut. Ini menujukkan bahwa usia 16-

18 tahun, remaja sudah mampu mengendalikan emosinya dan

menunjukkan kecerdasan emosionalnya. Sehingga diharapkan setelah


melewati usia remaja 12-15 tahun, kecerdasan emosional remaja

mampu lebih baik dan cerdas dalam mengontrol emosionalnya.

Dari uraian singkat di atas, dapat disimpulkan bahwa masa

remaja awal 12-15 tahun sedang melewati masa transisi dengan emosi

yang dapat berubah-ubah dengan cepat sehingga dapat mempengaruhi

tingkat kecerdasan emosional

2. Gambaran Responden Berdasarkan Kecerdasan Emosional

Gambaran kecerdasan emosional pada responden dilihat dari

nilai mean, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi yang

didapatkan dari pengisian kuesioner EATQ-R. Nilai mean kecerdasan

emosional yang didapatkan pada responden ini adalah sebesar 238 (SD

= 18.23), nilai maksimum 283, dan nilai minimum 192. Gambaran

kecerdasan emosional pada responden dikategorikan menjadi baik dan

kurang baik. Pengkategorian dilakukan berdasarkan nilai mean dan

standar deviasi.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 136 orang responden di

SMP Jaya Suti Abadi diperoleh sebanyak 73 siswa (53,7%) yang

mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang baik dan 63 siswa

(46,3%) yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang kurang

baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMP

Jaya Suti Abadi sudah mampu mengontrol emosionalnya dengan baik.

Baik dalam hal kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati,


maupun keterampilan sosial. Namun tidak sedikit responden yang

masih kurang baik tingkat kecerdasan emosionalnya. Hal ini dapat

terlihat dari hampir setengah jumlah total responden mempunyai

kecerdasan emosional yang kurang baik.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Fungsi Keluarga

Gambaran responden berdasarkan fungsi keluarga dilihat dari

nilai median, nilai maksimum, nilai minimum, dan standar deviasi

yang didapatkan dari pengisian kuesioner FAD. Gambaran fungsi

keluarga pada responden dikategorikan menjadi baik dan kurang baik.

Pengktegorian dilakukan berdasarkan nilai median dan standar deviasi.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan

bahwa gambaran responden berdasarkan teori fungsi keluarga The

McMaster sudah berjalan dengan baik. Untuk dimensi pemecahan

masalah responden yang fungsi keluarganya berjalan dengan baik

adalah sebanyak 81 orang (59.6 %). Untuk dimensi komunikasi yang

fungsi keluarganya berjalan dengan baik adalah sebanyak 78 orang

(57.4 %). Sedangkan untuk dimensi peran dan responsivitas afektif

mempunyai jumlah responden yang sama yang fungsi keluarganya

sudah berjalan dengan baik, yaitu sebanyak 97 orang (71.3 %). Untuk

dimensi keterlibatan afektif yang fungsi keluarganya sudah berjalan

dengan baik adalah sebanyak 76 orang (55.9%). Untuk dimensi kontrol

perilaku yang fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik adalah


sebanyak 82 orang (60.3 %). Dan untuk dimensi keberfungsian

keluarga secara umum yang berjalan dengan baik adalah sebanyak 81

orang (59.6 %).

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa-siswi SMP

Jaya Suti Abadi, fungsi keluarganya sudah berjalan dengan baik.

Walaupun tidak sedikit responden yang masih kurang baik fungsi

keluarganya.

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan antara Pemecahan Masalah terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136

siswa di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi didapatkan hasil

analisa dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p value

0.605 (taraf signifikan > 0.05) yang menunjukkan bahwa hipotesis nol

(Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya, tidak

terdapat hubungan antara dimensi pemecahan masalah terhadap tingkat

kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini

dibuktikan dengan hasil responden yang memiliki fungsi keluarga

kurang baik dan kecerdasan emosional yang kurang baik adalah

sebanyak 24 orang (17,6 %) dari total keseluruhan responden

sebanyak 136 orang. Dengan kata lain, rendahnya tingkat


keberfungsian keluarga pada dimensi pemecahan masalah tidak diikuti

oleh rendahnya tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP.

Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Yolanda (2012) yang menemukan bahwa

keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang positif terhadap

kecerdasan emosional remaja. Adanya hasil yang tidak signifikan

antara keberfungsian keluarga pada dimensi pemecahan masalah

terhadap kecerdasan emosional remaja, menurut peneliti dikarenakan

oleh adanya variabel lain yaitu pola asuh autoritatif yang dapat

mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional remaja. Hal ini sejalan

dengan yang dikatakan oleh Syamsul (2000) bahwa orang tua yang

menerapkan pola asuh autoritatif dengan memprioritaskan kepentingan

anak, memecahkan masalah anak dengan menuruti kemauannya,

membimbing anak ke arah kemandirian, lebih menghargai anak yang

memiliki emosi dan pendapatnya sendiri akan memberikan efek

kematangan emosional yang baik sehingga remaja memiliki

keterampilan sosial yang baik dalam menyelesaikan permasalahannya.

2. Hubungan antara Komunikasi terhadap Tingkat Kecerdasan

Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136

siswa di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi didapatkan hasil

analisa dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p value


0.462 (taraf signifikan > 0.05) yang menunjukkan bahwa hipotesis nol

(Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya, tidak

terdapat hubungan antara dimensi komunikasi terhadap kecerdasan

emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dibuktikan

dengan hasil responden yang memiliki fungsi keluarga baik dan

kecerdasan emosional yang baik adalah sebanyak 54 orang (39.7 %)

dari total keseluruhan responden sebanyak 136 orang. Dengan kata

lain, tingginya tingkat keberfungsian keluarga pada dimensi

komunikasi tidak diikuti oleh tingginya tingkat kecerdasan emosional

para pelajar SMP.

Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Yolanda (2012) yang menemukan bahwa

keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang positif terhadap

kecerdasan emosional remaja. Adanya hasil yang tidak signifikan

antara keberfungsian keluarga pada dimensi komunikasi terhadap

kecerdasan emosional remaja, menurut peneliti dikarenakan oleh

adanya variabel lain yaitu persepsi remaja untuk melakukan

penyesuaian sosial dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional

remaja. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Salovey & Mayer

(2000) bahwa remaja yang memiliki persepsi penyesuaian sosial yang

baik seperti penerimaan diri, mempunyai hubungan yang positif

dengan teman sebaya nya, dan mempunyai tujuan hidup akan memiliki
tingkat kecerdasan emosi yang baik walaupun komunikasi di dalam

keluarganya masih terjalin kurang baik.

3. Hubungan antara Peran terhadap Tingkat Kecerdasan Emosional

para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 136

siswa di SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi didapatkan hasil

analisa dengan menggunakan uji Chi-Square diperoleh nilai p value

0.276 (taraf signifikan > 0.05) yang menunjukkan bahwa hipotesis nol

(Ho) diterima dan hipotesis alternatif (Ha) ditolak. Artinya, tidak

terdapat hubungan antara dimensi peran terhadap tingkat kecerdasan

emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dibuktikan

dengan hasil responden yang memiliki fungsi keluarga kurang baik

dan kecerdasan emosional yang kurang baik adalah sebanyak 30 orang

(22.1 %) dari total keseluruhan responden sebanyak 136 orang.

Dengan kata lain, rendahnya nya tingkat keberfungsian keluarga pada

dimensi peran tidak diikuti oleh rendahnyanya tingkat kecerdasan

emosional para pelajar SMP.

Hasil dari penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Yolanda (2012) yang menemukan bahwa

keberfungsian keluarga memiliki korelasi yang positif terhadap

kecerdasan emosional remaja. Adanya hasil yang tidak signifikan

antara keberfungsian keluarga pada dimensi peran terhadap kecerdasan

emosional remaja, menurut peneliti kecerdasan emosional dapat


ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan, misalnya

pelatihan asertivitas.

Pelatihan asertivitas adalah upaya melatih individu untuk

dapat memiliki kesadaran diri, membina hubungan yang baik dengan

orang lain, kemampuan individu untuk dapat berkata tegas, dan

bagaimana individu mampu melihat konflik untuk mengubah dari

situasi negatif menjadi interaksi positif (Alberti dan Emmons, 2002).

Sebagian besar siswa SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten

Bekasi mengungkapkan bahwa mereka pernah beberapa kali mengikuti

pelatihan asertivitas selama 2 hari di sekolah yang memang sengaja

diadakan oleh pihak sekolah dan bekerja sama oleh pihak trainer untuk

proses kematangan emosional para muridnya.

Jadi, individu yang peran dan tugas dalam keluarganya

berfungsi kurang baik apabila sudah pernah mengikuti pelatihan

asertivitas akan membentuk kecerdasan emosional yang baik dengan

sendirinya.

4. Hubungan antara Responsivitas Afektif terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Hasil penelitian mengenai hubungan antara responsivitas

afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya

Suti Abadi menunjukkan bahwa 136 orang responden yang

mempunyai fungsi keluarga responsivitas yang baik ternyata ada 48


responden (35.3 %) yang tingkat kecerdasan emosionalnya baik dan 49

responden (36.0 %) yang tingkat kecerdasan emosionalnya kurang

baik. Hasil uji statistik diperoleh nilai p value sebesar 0.244 yang

berarti tidak terdapat hubungan antara dimensi responsivitas afektif

terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti

Abadi.

Fungsi keluarga dengan dimensi responsivitas afektif adalah

kemampuan berespon terhadap stimulus yang ada dengan kualitas dan

kuantitas perasaan yang tepat. Dimensi ini tidak dimaksudkan untuk

melihat cara anggota keluarga menyampaikan perasaan mereka, tetapi

apakah mereka memiliki kapasitas untuk merasakan emosi (Epstein et

al., 2003).

Karakteristik responden dengan dimensi responsivitas afektif

adalah setiap anggota keluarga memiliki kesadaran diri untuk saling

merasakan adanya ikatan emosional dalam keluarganya (Miller, 2000).

Individu dapat berespon dengan menggunakan variasi emosi dan

respon yang ditimbulkan pasti akan sesuai dengan stimulus dan

konteks situasi yang terjadi, sehingga ini dapat menjadi salah satu

fakor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara dimensi

responsivitas terhadap kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya

Suti Abadi.
5. Hubungan antara Keterlibatan Afektif terhadap Tingkat

Kecerdasan Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Hasil penelitian mengenai hubungan antara keterlibatan

afektif terhadap kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti

Abadi menunjukkan bahwa 136 orang responden ternyata yang

memiliki fungsi keluarga baik dengan tingkat kecerdasan emosional

yang baik ada 42 orang (30.9 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p

value sebesar 0.676 yang berarti tidak terdapat hubungan antara

dimensi keterlibatan afektif terhadap tingkat kecerdasan emosional

para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

Keterlibatan afek merupakan sejauh mana anggota keluarga

menunjukkan ketertarikan dan penghargaan kepada aktivitas dan minat

anggota keluarga lainnya (Epstein et al., 2003). Dimensi ini

memfokuskan kepada seberapa banyak ketertarikan yang ditunjukkan

oleh anggota keluarga satu sama lain.

Responden dengan dimensi keterlibatan afektif adalah

responden yang sebagian besar menerapkan tipe keterlibatan tanpa

perasaan dalam keluarganya, dimana individu dalam keluarga tersebut

melibatkan hanya sedikit ketertarikan satu sama lain, dan hanya

sebatas untuk pengetahuan saja. Hal ini dapat menyebabkan seorang

remaja akan mencari kenyamanan di lingkungan sekitarnya dan

mengikuti orang lain dalam berperilaku. Namun, meskipun lingkungan

dapat memberikan pengaruh pada individu dengan dimensi


keterlibatan afektif, faktor lain seperti ketegasan (Costa & McCrae,

1992) dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional remaja.

Individu yang tidak melibatkan keluarga dalam setiap situasi

dan kondisi tetapi kecenderungan memiliki ketegasan dalam dirinya,

saat dihadapkan dengan lingkungan yang memiliki kecerdasan

emosional yang kurang baik, tidak akan membuat individu tersebut

terpengaruh.

6. Hubungan antara Kontrol Perilaku terhadap Tingkat Kecerdasan

Emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi

Hasil penelitian mengenai hubungan antara kontrol perilaku

terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar SMP Jaya Suti

Abadi menunjukkan bahwa 136 orang responden ternyata yang

memiliki fungsi keluarga baik dengan tingkat kecerdasan emosional

yang baik ada 41 orang (30.1 %). Hasil uji statistik diperoleh nilai p

value sebesar 0.289 yang berarti tidak terdapat hubungan antara

dimensi kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para

pelajar SMP Jaya Suti Abadi.

Dimensi ini menjelaskan mengenai pola yang diadopsi oleh

keluarga untuk menangani perilaku anggota keluarga dalam tiga area

berikut ini yaitu, situasi yang membahayakan secara fisik, situasi yang

melibatkan pemenuhan kebutuhan dan dorongan psikobiologis, situasi

yang melibatkan perilaku sosialisasi interpersonal baik diantara


anggota keluarga maupun dengan orang lain di luar keluarga (Epstein

et al., 2003). Fungsi keluarga pada dimensi kontrol perilaku banyak

dipengaruhi oleh standar masing-masing tentang perilaku yang bisa

diterima dalam keluarga tersebut. Jika dalam sebuah keluarga

menerapkan kontrol perilaku yang fleksibel dimana individu

mengetahui standar apa yang diterapkan dan kapan waktu untuk

melakukan negosiasi, mungkin tidak akan mempengaruhi tingkat

kecerdasan emosional seorang remaja. Selama seorang remaja tersebut

memiliki ketegasan dan persepsi (Costa & McCrae, 1992) yang kuat

untuk mempertahankan perilaku positif dan motivasi meningkatkan

remaja, maka kematangan emosional mereka akan tetap baik walaupun

kontrol perilaku kurang dijalankan dalam fungsi keluarga mereka.

Individu yang memiliki ketegasan (prinsip dan tujuan hidup

yang baik) akan mempertimbangkan perilaku yang dilakukan terkait

dengan kecerdasan emosional mereka, contohnya ketika perilaku yang

dilakukan akan melanggar norma (tawuran, seks bebas, narkoba) akan

membuatnya ketakutan atau khawatir pada diri sendiri. Sehingga ini

dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tidak terdapatnya

hubungan antara dimensi kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan

emosional para pelajar SMP Jaya Suti Abadi.


C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan

penelitian ini. Keterbatasan penelitian tersebut antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Penelitian ini dilakukan hanya pada kelas VII dan kelas VIII karena

kelas IX sudah libur setelah menghadapi UN, sehingga tidak

menggambarkan kecerdasan emosional secara keeluruhan di SMP Jaya

Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

2. Ada kemungkinan bias dalam penelitian kecerdasan emosional para

pelajar di SMP Jaya Suti Abadi. Hal ini dikarenakan peneliti tidak

mengobservasi secara langsung melainkan hanya mengajukan

pertanyaan melalui kuesioner, selain itu kecerdasan emotional tidak

hanya dipengaruhi oleh fungsi keluarga melainkan juga bisa

dipengaruhi oleh persepsi dan ketegasam, penyesuaian sosial, pelatihan

asertivitas (lingkungan non-keluarga).


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan

pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian

ini adalah diantaranya sebagai berikut :

1. Gambaran distribusi remaja di SMP Jaya Suti Abadi adalah : dari 136

responden terdapat 38.2% responden laki-laki yaitu berjumlah 52

siswa sedangkan responden perempuan yaitu berjumlah 84 siswi

(61,8%).

2. Gambaran distribusi remaja di SMP Jaya Suti Abadi berdasarkan usia

adalah : dari 136 responden dalam penelitian yang berada pada rentang

usia 12-15 tahun, mayoritas responden dalam penelitian ini berada

pada usia 13 tahun yaitu sebanyak 74 siswa (54,4%). Responden

dengan usia 12 tahun yaitu sebanyak 23 siswa (16,9%). Sedangkan

responden dengan usia 14 tahun yaitu sebanyak 37 siswa (27,2%).

Responden dengan jumlah minoritas berada pada usia 15 tahun dengan

jumlah responden sebanyak 2 siswa (1,5%).

3. Keberfungsian keluarga responden di SMP Jaya Suti Abadi adalah :

dimensi pemecahan masalah 59.6%, dimensi komunikasi 57.4%,

dimensi peran dan responsivitas afektif mempunyai jumlah responden


yang sama yaitu 71.3%, dimensi keterlibatan afektif 55.9%, dan

dimensi kontrol perilaku 60.3%.

4. Penelitian ini menunjukkan bahwa 53.7% responden mempunyai

kecerdasan emosional yang baik dan 46.3% responden mempunyai

kecerdasan emosional kurang baik.

5. Hasil uji statistik bivariat menunjukkan bahawa tidak ada hubungan

antara keberfungsian keluarga dengan dimensi pemecahan masalah,

komunikasi, peran, responsivitas afektif, keterlibatan afektif, dan

kontrol perilaku terhadap tingkat kecerdasan emosional para pelajar

SMP Jaya Suti Abadi Kabupaten Bekasi.

B. Saran

1. Bagi sekolah

Pihak sekolah khususnya guru bimbingan konseling dan bagian

kesiswaan diharapkan dapat lebih memperhatikan kegiatan siswanya di

dalam maupun di luar sekolah, ikut mengontrol dan bekerja sama

dengan orang tua siswa dalam perkembangan kecerdasan emosional

mereka yang baru memasuki usia remaja awal.

2. Bagi perawat

Perawat perlu meningkatkan perannya sebagai konselor dan

dapat ikut terlibat dalam bimbingan konseling yang ada di sekolah

sebagai suatu intervensi dari keperawatan khususnya dalam mengkaji

mental dan psikis pada remaja secara menyeluruh, sehingga dapat


mengetahui perkembangan remaja terutama emosionalnya supaya

remaja tidak terjerat dalam perkembangan yang salah dan melanggar

norma-norma yang sudah diterapkan dalam masyarakat.

3. Bagi peneliti selanjutnya

a. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih

lanjut dan mendalam mengenai faktor-faktor lain yang

berhubungan dengan kecerdasan emosional remaja seperti pola

asuh autoritatif, pelatihan asertivitas, penyesuaian sosial, persepsi

dan ketegasan, dan faktor lainnya dari lingkungan non-keluarga.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengobservasi langsung

kecerdasan emosional remaja sehingga hasil penelitian lebih

akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Alberti, Robert dan Emmons, M. 2002. Your Perfect Right. Jakarta : Elex Media
Komputindo.

Amran, Yuli. 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang Kesehatan.
Ciputat : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.

Arikunto, Suharsim. 2010. Manajemen penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.

Asrori, A. 2009. Hubungan Kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya


dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VII Program Akselerasi di
SMP Negeri 9 Surakarta. Skripsi Fakultas Kedokteran UNS.

Baron, Robert. A, Byrne .D. 2005. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Beavers, R., & Hampson, R. B. 2003. Measuring family competence: The beavers
system model. In Froma Walsh (Ed), Normal Family Process: growing
diversity and complexity (3rd ed.). New York: The Guilford press.

BKKBN. Tanda-Tanda Anak Mulai Puber. Diakses dari ceria.bkkbn.go.id

Bray, J. H. 1995. Family assessment: Current Issues in Evaluating Families.


Family Relations, 44 (4), 469-477.

Cooper, Robert K and Sawaf, Ayman. 2000. Kecerdasan Emosi dalam


Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta : Gramedia Putra.
Dacey, J. & Kenny, M., 1997, Adolescent Development, Second Edition, New
York: WCB/Mc Graw-Hill, Inc.

Dagun, Save. M. 2002. Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta

Dahlan. M. D. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT.


Remaja Rosdakarya Bdg.

David Lee King and Michael Porter. Develop Your Emotional Intelligence.
(February 2013): h. 81

DeFrain, John, Asay, S.M, & Olson, D. H. “Family Functioning”. Encyclopedia of


Human Relationships. Ed. Thousand Oaks, CA: SAGE, 2009. 622-27.
SAGE Reference Online. Web. 4 Mar. 2012

Epstein, N. B., Baldwin, L. M., & Bishop, D. S. 1983. The McMaster family
assessment device. Journal of Marital and Family Therapy, 9(2), 171-180

Epstein, N.B., Bishop, D. S., & Levin, S. 1978. The McMaster Model of Family
Functioning. Journal of Marriage and Family Counseling, 4, h. 19-31.

Epstein, N. B., Levin, S. & Bishop, D. A. 1976. The family as a social unit.
Canadian Family Psysician, 22, 1411-1413.

Epstein, N. B., Ryan, C. E., Bishop, D. S., Miller, I. W., & Keitner, G. I. 2003.
The McMaster Model A View of Healthy Family Functioning. In Froma
Walsh (Ed), Normal Family Process: growing diversity and Complexity (pp.
581-607). New York : The Guilford press.

Friedman, M. M. 1998. Keperawatan Keluarga. Edisi 3. Jakarta : EGC

Gharawiyan, B. 2002. Memahami Gejolak Emosi Anak. Bogor : Cahaya

Goleman, D. 2006. Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting Daripada


IQ. (Terjemahan : T. Hermaya). Jakarta : PT. Gramedia Pustaka

Gottman, J. 1997. Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan


Emosional (Terjemahan : T. Hermaya). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Gunarsa, Singgih D. 2004. Psikologi Praktis: Anak, Remaja, dan Keluarga.


Jakarta : Gunung Mulia.
Hamid, Achir Yani. 2007 . Buku Ajar Riset Keperawatan: Konsep, Etika, &
Instrumentasi. Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan teknik


Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.

Hikmanurina, Rinda. 2012. Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga dan


Optimisme pada Ibu yang Memiliki Anak dengan Gangguan Spektrum
Autistik. Skripsi S1 Fakultas Psikologi UI

Hurlock, Elizabeth B. 2010. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan


Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi 5. Alih Bahasa: Istiwidayanti dan
Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.

Holland, Karen. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.

Kartono, K. 2005. PengantarPsikologi Sosial. Bandung : Alumni

Kusumaningrum, Arie. 2011. Hubungan Fungsi Afektif Keluarga Terhadap


Kecerdasan Emosional Remaja. Skripsi S1 Fakultas Kedokteran Unsri.

Latifah, Evi Lailatul. 2010. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan


Akhlak Siswa Kelas XI SMA Triguna Utama Tangerang Selatan. Skripsi S1
Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Martin, A. D. 2008. Emotional Quality Management. Jakarta : HR Exellency.

Miller, I. W., Ryan, C. E., Keitner, G. I., Bishop, D. S., & Epstein, N. B. 2000.
The McMaaster approach to families: Theory, assessment, treatment and
research. Jounal of Family Therapy, 22, 168-169.

Mubarak, I.W. 2006.Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : CV. Sagung Seto.


Mubayidh, M. 2007. Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak . Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar.

Mulyadi, S. 2002. Generasi Muda Alami Kesulitan Emosional. www.kompas.com


26 Mei

Moersintowarti. 2008. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : CV. Sagung
Seto.

Moh.Nazir. Ph. D. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : PT. Ghalia Indonesia.

Monk, F.J Knoers, A. M. Haditono. 1994. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta :


Gajah Mada University Press.

Naghavi, Fataneh. Family Functioning and Early Adolescents’ Psychopathology.


2011. h. 1512-1517

Notoadmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Rineka. 2003.


Promosi kesehatan. Jakarta : rineka Cipta. 2007.

Nursalam. 2008. Konsep Dan Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika.

Oliva, A., 2000, Personal, Social and Family Correlates of Emotional Autonomy
in Adolescence, Universidad de Sevilla. Avda. San Francisco.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan – BKKBN (Pusdu-BKKBN).
Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 tahun) : Ada Apa dengan
Remaja?. Jakarta : Pusdu-BKKBN. 2011. Diunduh pada 20 Desember
2013.

Sabateli, R. M., & Bartle, S. E. 1995. Survey approaches to the assessment of


family functioning: Conceptual, operational, and analytical issues. Journal
of Marriage and Family, 57(4), 1025-1039.

Salovey, P & Mayer, J.D. 1993. The Intellegence of Emotional Intellegence.


Journal of Educational Psychology, 17, 433-442.
Sarlito, WS. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Setiadi. 2007. Konsep & Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Shapiro, L.E. 1998. Mengajarkan EI pada Anak. (Terjemahan : T Hermaya).


Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Singgih, D. Gunarsa. 2008. Psikologi Perawatan. Jakarta : Gunung Mulia.

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku


Seksual Pranikah pada Remaja. Disertasi Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada

Stein, S. J. & Book, H. E.2002. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan


Emosional Meraih Sukses. Bandung : Kaifa.

Steinberg, L., 1993, Adolescence, Third Edition, New York: Mc Graw-Hill, Inc.

Straubert, Helen J & Carpenter, Dona R. 1999.Qualititative Research In Nursing


Advancing the Humanistic Imperative. Second Edition. Walnut Street,
Philadelphia.

Sugiyono. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Cetakanke 6. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono.2012. Metodologi Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. cetakan ke


17. Bandung : Alfabeta.

Sunar, D. P. 2010. Edisi Lengkap Tes IQ EQ dan SQ. Jogjakarta : FlashBooks

Suntrock, John W. 2007. Adolescence Eleventh Edition. Jakarta : Erlangga


Suyanto. Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Syamsul, Yusuf. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :


Remaja Rosdakarya

The British Psycological Society. The Protective Role of Trait Emotional


Intelligence. 2009: h. 181-193

Yolanda, Mega. 2012. Hubungan antara Keberfungsian Keluarga dan Parenting


Self-Efficacy Pada Ibu Bekerja. Skripsi S1 Fakultas Psikologi UI.

Walgito, B. 2004. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset

Walsh, F. 2003. Changing families in a changing world: Reconstructing family


normality. In Froma Walsh (Ed), Normal Family Process: growing diversity
and Complexity (pp.3-26). New York : The Guilford Press

Wong, D. L .dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong. Jakarta : EGC

World Health Organization (WHO). 2010. Adolescent Development. Diunduh


pada 8 Maret 2010 dari http://www.whochild_adolescent/topics/adolescence

Zahra, Roswiyani P. 2005. Lingkungan Keluarga dan Peluang Munculnya


Masalah Remaja. Jurnal Provitae, no. 2 (November 2005) h: 11-24.
INFORMED CONSENT

Yth. Jakarta, Mei 2014

Calon Responden Penelitian

Di Tempat

Dengan hormat,

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Awalia Bella Rizki Pratiwi

NIM : 1110104000025

Alamat : Perum Gria Asri 2 Jl. Garuda VIII Blok H17/12B

Tambun – Bekasi

Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ssedang melakukan
penelitian dengan judul penelitian “Hubungan Fungsi Keluarga Terhadap
Kecerdasan Emosional Para Pelajar SMP Jaya Suti Abadi.”

Dalam proses pengumpulan data, dengan segala kerendahan hati saya


mengharapkan kesediaan anda meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner yang
telah disediakan. Penelitian ini tidak akan merugikan responden. Saya selaku
peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban saudara sebagai responden
dalam penelitian ini. Bersama surat ini saya lampirkan lembar persetujuan
menjadi responden. Anda dipersilahkan menandatangani lembar persetujuan
apabila bersedia secara sukarela menjadi responden penelitian.

Besar harapan peneliti agar anda bersedia menjadi responden dalam


penelitian ini. Atas kesediaan dan kerja samanya, peneliti mengucapkan terima
kasih.

Hormat saya

Peneliti
LANJUTAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini bersedia menjadi responden


penelitian yang dilakukan oleh :

Nama : Awalia Bella Rizki Pratiwi

NIM : 1110104000025

Alamat : Perum Gria Asri 2 Jl. Garuda VIII Blok H17/12B Tambun

Saya telah mendapat penjelasan dari peneliti tentang tujuan penelitian ini.
Saya mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Semua
berkas yang mencantumkan identitas responden hanya digunakan untuk terkait
penelitian.

Saya mengerti bahwa tidak ada resiko yang akan terjadi. Apabila ada
pertanyaan dan respon emosional yang tidak nyaman atau berakibat negatif pada
saya, maka peneliti akan menghentikan pengumpulan data dan peneliti
memberikan hak kepada saya untuk mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa
resiko apapun.

Demikian surat pernyataan ini saya tandatangani tanpa ada paksaan. Saya
bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini secara sukarela.

Jakarta, Mei 2014

( )
KUESIONER PENELITIAN

Petunjuk :

1. Bacalah pernyataan dengan seksama sehingga dapat dimengerti.


2. Isilah semua nomor dalam kuesioner ini sesuai dengan kondisi yang anda
alami selama ini dan jangan ada yang terlewatkan dengan memberi tanda
silang (X) atau checklist (V) pada setiap pernyataan. Setiap nomor hanya
boleh diisi oleh satu jawaban.
3. Jika anda salah mengisi jawaban, coret jawaban tersebut dan beri tanda silang
atau checklist pada jawaban yang dinggap benar.
4. Dalam hal ini tidak ada penilaian benar atau salah, baik atau buruk, sehingga
tidak ada jawaban yang dianggap salah. Semua jawaban adalah benar, jika
anda memberikan jawaban sesuai dengan keadaan atau perasaan anda yang
sebenarnya.
5. Anda dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada kesulitan dalam
menjawab isi kuesioner.
6. Atas partisipasi dan kesediaan anda untuk mengisi kuesioner ini, peneliti
mengucapkan terima kasih.

SELAMAT MENGISI
A. Data demografi / Identitas
1. Nama Sekolah : SMP Jaya Suti Abadi
2. No responden : …….. (diisi oleh peneliti)
3. Usia : …….. tahun
4. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
BAGIAN III

PETUNJUK PENGISIAN

Di bawah ini, terdapat sejumlah pernyataan yang menggambarkan kondisi keluarga Anda,
dalam hal ini Anda dan pasangan Anda. Anda diminta untuk memberikan tanda silang (X) pada
pilihan jawaban yang menurut Anda paling menggambarkan kondisi keluarga Anda. Pilihan
jawaban yang tersedia adalah:

SS : Jika pernyataan Sangat Sesuai dengan keluarga Anda

S : Jika pernyataan Sesuai dengan keluarga Anda

TS : Jika pernyataan Tidak Sesuai dengan keluarga Anda

STS : Jika pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan keluarga Anda

Contoh Pengerjaan:

Artinya: Pernyataan tersebut sangat tidak sesuai dengan kondisi keluarga Anda saat ini

Jika Anda ingin mengganti jawaban, coretlah jawaban sebelumnya, kemudian berikan tanda
silang pada jawaban yang baru.

Cara Mengkoreksi :
Kuisioner Perangai pada Masa Awal Remaja
Terkadang
Hampir
Seberapa tepat tiap Biasanya Tepat, Hampir
selalu Biasanya
pernyataan berikut tidak
Tidak terkadang
tepat
selalu
dengan diri Anda? tepat Tidak tepat
tepat
tepat
1) saya merasa mudah
untuk berkonsentrasi
mengerjakan soal
pekerjaan rumah (PR).
2) Saya merasakan
kebahagiaan hampir
setiap hari.
3) Saya rasa akan sangat
menyenangkan jika saya
pindah ke kota lain.
4) Saya menyukai angin
sepoi-sepoi yang meniup
wajah saya.
5) Jika saya marah kepada
seseorang maka saya
akan mengatakan
sesuatu yang dapat
menyakiti perasaannya.
6) Saya memperhatikan
perubahan meskipun kecil
di sekitar saya misalnya
lampu yang lebih terang
daripada biasanya.
7) Berat bagi saya dapat
menyelesaikan pekerjaan
tepat pada waktunya.
8) Saya merasa lebih
pemalu dengan teman
yang berlawanan jenis.
9) Ketika saya marah, saya
memecahkan atau
menghancurkan suatu
barang.
10) saya merasa tidak sabar
untuk membuka kado
yang diberikan orang
untuk saya.
11) Teman-teman saya lebih
bisa menikmati kondisi
dirinya dibanding saya.
12) Saya cenderung
memperhatikan pada hal-
hal kecil di sekitar saya
yang tidak diperhatikan
orang lain.
13) Jika saya benar-benar
marah pada seseorang,
saya akan memukulnya.
14) Jika seseorang
mengatakan kepada saya
untuk berhenti melakukan
sesuatu, saya dengan
mudah akan berhenti
mengerjakannya.
15) Saya merasa malu
bertemu dengan orang-
orang baru.
16) Saya bisa menikmati
nyanyian dari ocehan
burung.
17) Saya ingin bisa berbagi
tentang masalah pribadi
saya kepada orang lain.
Terkadang
Hampir
Seberapa tepat tiap Biasanya Tepat, Hampir
selalu Biasanya
pernyataan berikut tidak
Tidak terkadang
tepat
selalu
dengan diri Anda? tepat Tidak tepat
tepat
tepat
18) Saya akan melakukan
sesuatu yang
menyenangkan sebentar
sebelum mulai
mengerjakan PR, bahkan
meskipun saya tidak
seharusnya melakukan
hal itu.
19) Saya tidak ingin tinggal di
kota besar meskipun itu
aman.
20) hampir tidak ada sesuatu
hal yang bisa membuat
saya menangis
21) Saya sangat peka
terhadap kebisingan.
22) Saya cenderung kasar
kepada orang yang tidak
saya sukai.
23) Saya menyukai jika
melihat pola-pola awan di
langit.
24) Saya bisa tahu jika
seseorang marah melalui
ekspresinya.
25) Saya merasa susah saat
menelpon seseorang tapi
nadanya sibuk.
26) Semakin saya berusaha
menghentikan tindakan
yang sebenarnya saya
tidak ingin lakukan, maka
semakin kuat tekad saya
untuk melakukannya.
27) Saya suka saling peluk
dengan orang-orang yang
saya cintai.
28) Meluncur ke bawah pada
lereng yang curam,
sangat menakutkan bagi
saya.
29) Saya sering merasa
sedih lebih dari yang
orang tahu.
30) Jika saya tidak diizinkan
untuk melakukan
sesuatu, saya tetap akan
mulai melakukannya.
31) Saya akan melakukan
tindakan pertolongan apa
pun bagi seorang yang
paling saya pedulikan.
32) Saya ketakutan jika
berkendara bersama
orang yang suka ngebut.
33) Saya suka melihat-lihat
pepohonan dan berjalan
diantaranya.
34) Sulit bagi saya
menyesuaikan diri
dengan teman-teman
saat di kelas
35) Saya khawatir dengan
keluarga saya di saat
tidak bersama mereka.
36) Saya sangat sedih jika
orang tua saya tidak
mengizinkan apa yang
ingin saya lakukan.

Terkadang
Hampir
Seberapa tepat tiap Biasanya Tepat, Hampir
selalu Biasanya
pernyataan berikut tidak
Tidak terkadang
tepat
selalu
dengan diri Anda? tepat Tidak tepat
tepat
tepat
37) Saya sedih jika segala
sesuatu terasa selalu
salah.
38) Ketika belajar saya
kesulitan berkonsentrasi
dan melepaskan diri dari
kebisingan.
39) Saya menyelesaikan PR
sebelum waktu tiba.
40) Saya khawatir mendapat
masalah.
41) Saya bagus dalam
mengingat beberapa hal
yang terjadi di sekitar
saya.
42) Saya tidak takut dengan
olah raga yang
mengandung risiko
seperti menyelam di laut.
43) Mudah bagi saya
menyimpan rahasia.
44) Penting bagi saya untuk
menjalin hubungan dekat
dengan orang lain.
45) Saya tipe pemalu.
46) Saya takut pada anak-
anak di sekolah yang
suka iseng dan
mempunyai geng.
47) Saya merasa dongkol
ketika diminta berhenti
melakukan tindakan yang
sedang saya nikmati.
48) Saya tidak takut untuk
mencoba melakukan
sesuatu misalnya naik
gunung.
49) Saya berhenti melakukan
suatu pekerjaan sampai
orang lain melakukan hal
yang benar sebagaimana
seharusnya.
50) Jika saya marah besar
pada seorang teman,
maka saya akan
meledak-ledak
kepadanya.
51) Saya khawatir tentang
kematian orang tua saya
atau mereka
meninggalkan saya.
52) Saya menyukai pergi ke
tempat keramaian dan
terdapat banyak hiburan.
53) Saya bukan tipe pemalu.
54) Saya termasuk orang
yang cukup hangat dan
ramah.
55) Saya merasa sedih
bahkan ketika saat Hari
Raya atau saat
bepergian.
56) saya benci jika
menunggu telepon terlalu
lama.
57) Saya ketakutan jika
masuk ruangan gelap
dalam rumah saya.

Terkadang
Hampir
Seberapa tepat tiap Biasanya Tepat, Hampir
selalu Biasanya
pernyataan berikut tidak
Tidak terkadang
tepat
selalu
dengan diri Anda? tepat Tidak tepat
tepat
tepat
58) Saya suka iseng terhadap
orang lain karena alasan
yang tidak jelas.
59) Saya memperhatikan
dengan sungguh-sungguh
ketika seseorang
mencontohkan bagaiman
melakukan suatu
pekerjaan.
60) Saya sangat frustasi
ketika saya membuat
kesalahan pada tugas
sekolah saya.
61) Saya cenderung memilih
pada sesuatu yang
pertengahan, kemudian
meninggalkannya dan
melakukan sesuatu yang
lain.
62) Jika seseorang
memotong saat saya
berbicara, hal itu
membuat saya frustasi.
63) Saya bisa mencocokkan
antara rencana dan tujuan
saya.
64) Saya merasa sedih jika
tidak dapat melaksanakan
tugas dengan baik.
65) Saya menyukai derak
suara daun saat musim
gugur.
Hasil Uji Normalitas

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kecerdasan_emosional 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom1 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom2 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom3 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom4 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom5 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom6 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom7 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%


Descriptives

Statistic Std. Error

Mean 238.29 1.563

Lower Bound 235.20


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 241.38

5% Trimmed Mean 238.33

Median 239.00

Variance 332.265

kecerdasan_emosional Std. Deviation 18.228

Minimum 192

Maximum 283

Range 91

Interquartile Range 24

Skewness -.053 .208

Kurtosis .352 .413

Mean 13.99 .159

Lower Bound 13.67


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 14.30

FK_kom1 5% Trimmed Mean 13.93

Median 14.00

Variance 3.452

Std. Deviation 1.858


Minimum 10

Maximum 19

Range 9

Interquartile Range 2

Skewness .324 .208

Kurtosis -.111 .413

Mean 23.96 .175

Lower Bound 23.61


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 24.30

FK_kom2 5% Trimmed Mean 23.96

Median 24.00

Variance 4.176

Std. Deviation 2.043

Descriptives

Statistic Std. Error

FK_kom2 Minimum 19

Maximum 28

Range 9

Interquartile Range 4

Skewness -.019 .208

Kurtosis -.706 .413


Mean 17.33 .146

Lower Bound 17.04


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 17.62

5% Trimmed Mean 17.35

Median 17.00

Variance 2.890

FK_kom3 Std. Deviation 1.700

Minimum 12

Maximum 22

Range 10

Interquartile Range 3

Skewness -.100 .208

Kurtosis .454 .413

Mean 17.51 .150

Lower Bound 17.21


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 17.80

5% Trimmed Mean 17.49

Median 17.00

FK_kom4 Variance 3.052

Std. Deviation 1.747

Minimum 12

Maximum 22

Range 10

Interquartile Range 3
Skewness -.008 .208

Kurtosis .020 .413

FK_kom5 Mean 20.83 .200

Descriptives

Statistic Std. Error

FK_kom5 Lower Bound 20.44


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 21.23

5% Trimmed Mean 20.83

Median 21.00

Variance 5.430

Std. Deviation 2.330

Minimum 15

Maximum 26

Range 11

Interquartile Range 3

Skewness -.031 .208

Kurtosis -.462 .413

Mean 26.99 .183

Lower Bound 26.62


95% Confidence Interval for
FK_kom6
Mean
Upper Bound 27.35

5% Trimmed Mean 27.04


Median 27.00

Variance 4.563

Std. Deviation 2.136

Minimum 21

Maximum 31

Range 10

Interquartile Range 3

Skewness -.268 .208

Kurtosis -.106 .413

Mean 35.08 .264

Lower Bound 34.56


95% Confidence Interval for
Mean
Upper Bound 35.60

5% Trimmed Mean 35.10


FK_kom7
Median 35.00

Variance 9.453

Std. Deviation 3.075

Minimum 27
Descriptives

Statistic Std. Error

FK_kom7 Maximum 43

Range 16

Interquartile Range 4

Skewness -.015 .208

Kurtosis -.198 .413

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

kecerdasan_emosional .072 136 .085 .986 136 .186

FK_kom1 .122 136 .000 .964 136 .001

FK_kom2 .107 136 .001 .968 136 .003

FK_kom3 .158 136 .000 .963 136 .001

FK_kom4 .136 136 .000 .967 136 .002

FK_kom5 .089 136 .010 .979 136 .033

FK_kom6 .106 136 .001 .970 136 .004

FK_kom7 .099 136 .002 .988 136 .298

a. Lilliefors Significance Correction


Hasil Analisis Bivariat

Valid 136
N
Missing 0

Jenis_kel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

laki-laki 52 38.2 38.2 38.2

Valid perempuan 84 61.8 61.8 100.0

Total 136 100.0 100.0


umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

12 23 16.9 16.9 16.9

13 74 54.4 54.4 71.3

Valid 14 37 27.2 27.2 98.5

15 2 1.5 1.5 100.0

Total 136 100.0 100.0


Jenis_kel

Valid 136
N
Missing 0

Mean 1.62

umur
Median 2.00

Std. Deviation .488 Valid 136


N
Variance .238 Missing 0

Minimum 1 Mean 13.13

Maximum 2 Median 13.00

Std. Deviation .697

Variance .486

Minimum 12
EI
Maximum 15
Valid 136
N
Missing 0

Mean 1.54

Median 2.00

Std. Deviation .500

Variance .250

Minimum 1

Maximum 2
EI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative


Percent

kurang baik 63 46.3 46.3 46.3

Valid baik 73 53.7 53.7 100.0

Total 136 100.0 100.0

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom1_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

Hasil Olahan Bivariat


FK_kom1_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 24 31 55

Expected Count 25.5 29.5 55.0

kurang baik % within FK_kom1_ 43.6% 56.4% 100.0%

% within EI 38.1% 42.5% 40.4%

% of Total 17.6% 22.8% 40.4%


FK_kom1_
Count 39 42 81

Expected Count 37.5 43.5 81.0

baik % within FK_kom1_ 48.1% 51.9% 100.0%

% within EI 61.9% 57.5% 59.6%

% of Total 28.7% 30.9% 59.6%

Count 63 73 136

Expected Count 63.0 73.0 136.0

Total % within FK_kom1_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%


Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .268a 1 .605

Continuity Correctionb .117 1 .732

Likelihood Ratio .269 1 .604

Fisher's Exact Test .726 .366

Linear-by-Linear Association .266 1 .606

N of Valid Cases 136

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.48.

b. Computed only for a 2x2 table


Value Asymp. Std.
Errora

Symmetric .000 .000

Lambda FK_kom1_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .000 .000

FK_kom1_ Dependent .002 .008


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .002 .008

Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric . .

Lambda FK_kom1_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent . .

FK_kom1_ Dependent .606


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .606

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

c. Based on chi-square approximation


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi -.044 .605

Nominal by Nominal Cramer's V .044 .605

Contingency Coefficient .044 .605

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom2_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom2_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 30 28 58

Expected Count 26.9 31.1 58.0


FK_kom2_ kurang baik
% within FK_kom2_ 51.7% 48.3% 100.0%

% within EI 47.6% 38.4% 42.6%


% of Total 22.1% 20.6% 42.6%

Count 33 45 78

Expected Count 36.1 41.9 78.0

baik % within FK_kom2_ 42.3% 57.7% 100.0%

% within EI 52.4% 61.6% 57.4%

% of Total 24.3% 33.1% 57.4%

Count 63 73 136

Expected Count 63.0 73.0 136.0

Total % within FK_kom2_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

a
Pearson Chi-Square 1.186 1 .276

Continuity Correctionb .838 1 .360

Likelihood Ratio 1.187 1 .276

Fisher's Exact Test .301 .180

Linear-by-Linear Association 1.178 1 .278

N of Valid Cases 136

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 26.87.
b. Computed only for a 2x2 table

Directional Measures

Value Asymp. Std.


a
Error

Symmetric .017 .062

Lambda FK_kom2_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .032 .119

FK_kom2_ Dependent .009 .016


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .009 .016

Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric .263 .793

Lambda FK_kom2_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent .263 .793

FK_kom2_ Dependent .278


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .278

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

d. Based on chi-square approximation


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi .093 .276

Nominal by Nominal Cramer's V .093 .276

Contingency Coefficient .093 .276

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom3_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom3_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 20 19 39

FK_kom3_ kurang baik Expected Count 18.1 20.9 39.0

% within FK_kom3_ 51.3% 48.7% 100.0%


% within EI 31.7% 26.0% 28.7%

% of Total 14.7% 14.0% 28.7%

Count 43 54 97

Expected Count 44.9 52.1 97.0

baik % within FK_kom3_ 44.3% 55.7% 100.0%

% within EI 68.3% 74.0% 71.3%

% of Total 31.6% 39.7% 71.3%

Count 63 73 136

Expected Count 63.0 73.0 136.0

Total % within FK_kom3_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .541a 1 .462

b
Continuity Correction .297 1 .586

Likelihood Ratio .540 1 .463

Fisher's Exact Test .569 .292

Linear-by-Linear Association .537 1 .464

N of Valid Cases 136


a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.07.

b. Computed only for a 2x2 table

Directional Measures

Value Asymp. Std.


a
Error

Symmetric .010 .061

Lambda FK_kom3_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .016 .098

FK_kom3_ Dependent .004 .011


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .004 .011

Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric .160 .873

Lambda FK_kom3_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent .160 .873

FK_kom3_ Dependent .464


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .464

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.


d. Based on chi-square approximation

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi .063 .462

Nominal by Nominal Cramer's V .063 .462

Contingency Coefficient .063 .462

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom4_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom4_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 15 24 39
FK_kom4_ kurang baik
Expected Count 18.1 20.9 39.0
% within FK_kom4_ 38.5% 61.5% 100.0%

% within EI 23.8% 32.9% 28.7%

% of Total 11.0% 17.6% 28.7%

Count 48 49 97

Expected Count 44.9 52.1 97.0

baik % within FK_kom4_ 49.5% 50.5% 100.0%

% within EI 76.2% 67.1% 71.3%

% of Total 35.3% 36.0% 71.3%

Count 63 73 136

Expected Count 63.0 73.0 136.0

Total % within FK_kom4_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.359a 1 .244

Continuity Correctionb .952 1 .329

Likelihood Ratio 1.370 1 .242

Fisher's Exact Test .261 .165

Linear-by-Linear Association 1.349 1 .245

N of Valid Cases 136


a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 18.07.

b. Computed only for a 2x2 table

Directional Measures

Value Asymp. Std.


a
Error

Symmetric .000 .000

Lambda FK_kom4_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .000 .000

FK_kom4_ Dependent .010 .017


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .010 .017

Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric . .

Lambda FK_kom4_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent . .

FK_kom4_ Dependent .245


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .245

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

c. Based on chi-square approximation


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi -.100 .244

Nominal by Nominal Cramer's V .100 .244

Contingency Coefficient .099 .244

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom5_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%


FK_kom5_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 29 31 60

Expected Count 27.8 32.2 60.0

kurang baik % within FK_kom5_ 48.3% 51.7% 100.0%

% within EI 46.0% 42.5% 44.1%

% of Total 21.3% 22.8% 44.1%


FK_kom5_
Count 34 42 76

Expected Count 35.2 40.8 76.0

baik % within FK_kom5_ 44.7% 55.3% 100.0%

% within EI 54.0% 57.5% 55.9%

% of Total 25.0% 30.9% 55.9%

Count 63 73 136

Expected Count 63.0 73.0 136.0

Total % within FK_kom5_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%


Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

a
Pearson Chi-Square .174 1 .676

b
Continuity Correction .060 1 .807

Likelihood Ratio .174 1 .676

Fisher's Exact Test .731 .403

Linear-by-Linear Association .173 1 .677

N of Valid Cases 136

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27.79.

b. Computed only for a 2x2 table

Directional Measures

Value Asymp. Std.


Errora

Symmetric .000 .000

Lambda FK_kom5_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .000 .000

FK_kom5_ Dependent .001 .006


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .001 .006
Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric . .

Lambda FK_kom5_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent . .

FK_kom5_ Dependent .677


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .677

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

c. Based on chi-square approximation

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi .036 .676

Nominal by Nominal Cramer's V .036 .676

Contingency Coefficient .036 .676

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.


Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom6_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

FK_kom6_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 22 32 54

Expected Count 25.0 29.0 54.0

kurang baik % within FK_kom6_ 40.7% 59.3% 100.0%

% within EI 34.9% 43.8% 39.7%

% of Total 16.2% 23.5% 39.7%


FK_kom6_
Count 41 41 82

Expected Count 38.0 44.0 82.0

baik % within FK_kom6_ 50.0% 50.0% 100.0%

% within EI 65.1% 56.2% 60.3%

% of Total 30.1% 30.1% 60.3%

Total Count 63 73 136


Expected Count 63.0 73.0 136.0

% within FK_kom6_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 1.123a 1 .289

Continuity Correctionb .781 1 .377

Likelihood Ratio 1.127 1 .288

Fisher's Exact Test .299 .189

Linear-by-Linear Association 1.114 1 .291

N of Valid Cases 136

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.01.

b. Computed only for a 2x2 table


Directional Measures

Value Asymp. Std.


Errora

Symmetric .000 .077

Lambda FK_kom6_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .000 .144

FK_kom6_ Dependent .008 .015


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .008 .015

Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric .000 1.000

Lambda FK_kom6_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent .000 1.000

FK_kom6_ Dependent .291


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .291

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

c. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

d. Based on chi-square approximation


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

FK_kom7_ * EI 136 100.0% 0 0.0% 136 100.0%

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi -.091 .289

Nominal by Nominal Cramer's V .091 .289

Contingency Coefficient .090 .289

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

FK_kom7_ * EI Crosstabulation

EI Total

kurang baik baik

Count 26 29 55

Expected Count 25.5 29.5 55.0

kurang baik % within FK_kom7_ 47.3% 52.7% 100.0%

FK_kom7_ % within EI 41.3% 39.7% 40.4%

% of Total 19.1% 21.3% 40.4%

Count 37 44 81
baik
Expected Count 37.5 43.5 81.0
% within FK_kom7_ 45.7% 54.3% 100.0%

% within EI 58.7% 60.3% 59.6%

% of Total 27.2% 32.4% 59.6%

Count 63 73 136

Expected Count 63.0 73.0 136.0

Total % within FK_kom7_ 46.3% 53.7% 100.0%

% within EI 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 46.3% 53.7% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .033a 1 .855

b
Continuity Correction .000 1 .994

Likelihood Ratio .033 1 .855

Fisher's Exact Test .863 .497

Linear-by-Linear Association .033 1 .855

N of Valid Cases 136

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 25.48.

b. Computed only for a 2x2 table


Directional Measures

Value Asymp. Std.


Errora

Symmetric .000 .000

Lambda FK_kom7_ Dependent .000 .000

Nominal by Nominal EI Dependent .000 .000

FK_kom7_ Dependent .000 .003


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .000 .003

Directional Measures

Approx. T Approx. Sig.a

Symmetric . .

Lambda FK_kom7_ Dependent . .

Nominal by Nominal EI Dependent . .

FK_kom7_ Dependent .855


Goodman and Kruskal tau
EI Dependent .855

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Cannot be computed because the asymptotic standard error equals zero.

c. Based on chi-square approximation


Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Phi .016 .855

Nominal by Nominal Cramer's V .016 .855

Contingency Coefficient .016 .855

N of Valid Cases 136

a. Not assuming the null hypothesis.

b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Anda mungkin juga menyukai