Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH PSIKOSOSIAL DAN BUDAYA DALAM

KEPERAWATAN

Dosen : Ns. Rahmah Widyaningrum, M.Kep

Disusun oleh :

Risfatur Rahman Sutejo [M19010003]

Arynda Fadya Haya [M19010005]

Aulia Wardatun Rahmah [M19010006]

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI

YOGYAKARTA

2019/2020

BANTUL
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas di


definisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati
paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia
sebagai mahluk seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas merupakan sesuatu yang
lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik hubungan
seksual. Seksualitas merupakan aspek yang sering di bicarakan dari bagian personalitas
total manusia, dan berkembang terus dari mulai lahir sampai kematian. Banyak elemen-
elemen yang terkait dengan keseimbangan seks dan seksualitas. Elemen-elemen tersebut
termasuk elemen biologis; yang terkait dengan identitas dan peran gender berdasarkan
ciri seks sekundernya dipandang dari aspek biologis. Elemen sosiokultural, yang terkait
dengan pandangan masyarakat akibat pengaruh kultur terhadap peran dan kegiatan
seksualitas yang dilakukan individu. Sedangkan elemen yang terakhir adalah elemen
perkembangan psikososial laki-laki dan perempuan. Hal ini dikemukakan berdasarkan
beberapa pendapat ahli tentang kaitannya antara identitas dan peran gender dari aspek
psikososial. Termasuk tahapan perkembangan psikososial yang harus dilalui oleh oleh
individu berdasarkan gendernya.
Kesehatan reproduksi merupakan keadaan seksualitas yang sehat yang berhubungan
dengan fungsi dan proses sistem reproduksi. Seksualitas dalam hal ini berkaitan erat
dengan anatomi dan fungsional alat reproduksi atau alat kelamin manusia dan dampaknya
bagi kehidupan fisik dan biologis manusia.
II. TUJUAN
a. Umum
Untuk mengidentifikasi kebutuhan seksualitas dan reproduksi pada manusia.
b. Khusus
1. Untuk mengidentifikasi pengertian pengertian, setiap tumbuh kembang, etnik
legal dalam seksualitas.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan seksualitas.
3. Untuk mengidentifikasi pengkajian kebutuhan seksualitas.
4. Untuk mengi dentifikasi pemeriksaan fisik genetalia dan payudara (observasi
dan palpasi).
BAB II
PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN SEKSUALITAS
Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-
determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistik yang
melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual.

Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri sendiri secara
anatomis yang sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi anatomis
dan fisiologis, organ seks, hormon dan otak dan saraf pusat. Seorang anak dapat
menafsirkan secara jelas perilaku orang lain yang sesuai dengan identitas seksualnya,
yang bagaimana seorang memutuskan untuk menafsirkan identitas seksual untuk
dirinya sendiri atau citra diri seksual (sexual self-image) dan konsep diri.

Peran jender berhubungan dengan bagaimana identitas jender seseorang


diekspresikan secara sosial dalam perilaku jenis seks yang sama atau berbeda.
Identitas jender mulai berkembang sejak usia 2 hingga 3 tahun yang dipengaruhi oleh
faktor biologis (embrionik dan sistem saraf pusat), anatomi genital dan pola orang tua
terhadap anak. Dengan demikian, sebenarnya peran jender terbina melalui
pengamatan.

Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya seksualitas tidak terbatas
hanya di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan ekspresi kepribadian,
perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan, menghargai dan saling
memperhatikan secara timbal balik. Perilaku seksual seseorang sangat ditentukan oleh
berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan akan cinta dan kasih sayang, rasa aman
psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau pria. Pada kondisi dimana
kesehatannya mengalami gangguan, seseorang kemungkinan besar akan mengalami
gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang dapat ditampilkan
melalui berbagai perilaku seksual.
Tinjauan Seksual Dari Beberapa Aspek
Makna seksual data ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya :
1. Aspek Biologis
Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi dan fisiologi
dari sistem reproduksi (seksual), kemampuan organ seks, dan adanya hormonal serta
sistem saraf yang berfungsi atau berhubungan dengan kebutuhan seksual.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis kelamin,sebuah perasaan
dari diri sendiri terhadap kesadaran identirasnya, serta memandang gambaran
seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
3. Aspek Sosial Budaya
Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku di
masyarakat terhadap kebutuhan seksual serta perilaku di masyarakat.

II. PERKEMBANGAN SEKSUALITAS


Perkembangan seksualitas diawali dari masa pranatal dan bayi, kanak-kanak,
masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta dewasa.

Masa Pranatal dan Bayi

Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.
Berkembangnya organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti adanya ereksi
penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini terjadi
ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang. Menurut Sigmund Freud,
tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:

1. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasaan, kesenangan, atau
kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit, mengunyah, atau
uk mendapat bersuara. Anak memiliki ketergantungan sangat tinggi dan selalu
minta dilindungi untuk mendapat rasa aman. Masalah yang diperoleh pada
tahap ini adalah masalah menyapih dan makan.
2. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi pada
saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan keakuannya, sikapnya sangat
narsistik (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak juga mulai mempelajari
struktur tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah dapat dilatih dalam hal
kebersihan.

Masa Kanak-Kanak

Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah. Perkembangan
seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik, sedangkan perkembangan
psikoseksual pada masa ini adalah:

1. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak terletak pada
rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan kenikmatan dari beberapa
daerah erogennya. Anak juga mulai menyukai lain jenis. Anak laki-laki
cenderung suka pada ibunya daripada ayahnya, sebaliknya anak perempuan
lebih suka pada ayahnya. Anak mulai dapat mengidentifikasikan jenis kelamin
dirinya, apakah laki-laki atau perempuan, belajar malalui interaksi dengan figur
orang tua, serta mulai mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
2. Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai terintegrasi,
mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung pada tuntutan sosial,
seperti suka hubungan dengan kelompoknya atau teman sebaya, dorongan
libido mulai mereda. Pada masa sekolah ini, anak sudah banyak bertanya
tentang hal seksual melalui intetraksi dengan orang dewasa, membaca, atau
berfantasi.

Masa Pubertas

Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan akan terjadi
kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara psikologis ini ditandai
dengan adanya perubahan citra tubuh (body image), perhatian yang cukup besar
terhadap perubahan fungsi tubuh, pemelajaran tentang perilaku, kondisi sosial, dan
perubahan lain, seperti perubahan berat badan, tinggi badan, perkembangan otot,
bulu di pubis, buah dada, atau menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud
sebagai tahap genital ini terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasaan anak pada
tahp ini akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang
terhadap lawan jenis.

Masa Dewasa Muda dan Pertengahan Umur

Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks sekunder
mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa pertengahan umur
terjadi perubahan hormonal, pada wanita ditandai dengan penurunan esterogen,
pengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan cairan vagina, selanjutnya akan
terjadi penurunan reaksi, pada pria ditandai dengan penurunan ukuran penis serta
penurunan semen. Dari perkembangan psikososial, sudah mulai terjadi hubungan
intim antara lawan jenis, proses pernikahan dan memiliki anak, sehingga terjadi
perubahan peran.

Masa Dewasa Tua

Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah atropi pada
vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan penurunan intensitas
orgasme pada wanita ; sedangkan pada pria akan mengalami penurunan jumlah
sperma, berkurangnya intensitas orgasme, terlambatnya pencapaian ereksi, dan
pembesaran kelenjar prostat.

III. DIMENSI AGAMA DAN ETIK

Seksualitas juga berkaitan dengan standar pelaksannan agama dan etik. Ide
tentang pelaksanaan seksual etik dan emosi yang berhubungan dengan seksualitas
membentuk dasar untuk pembuatan keputusan seksual. Spektrum sikap yang
ditujukan pada seksualitas direntang dari pandangan tradisional tentang hubungan
seks hanya dalam perkawinan sampai sikap yang memperbolehkan individu
menentukan apa yang benar bagi dirinya. Keputusan seksual yang melewati batas
kode etik individu dapat mengakibatkan konflik internal.
Akibatnya individu mempunyai perbedaan keyakinan dan nilai seksual mereka.
Michael et al (1994)membagi responden menhjadi 3 kategori dengan dasar sikap dan
keyakinan. Individu yang masuk ked dalam kategori “tradisional” mengatakan bahwa
keyakinan keagamaan mereka selalu memberikan pedoman perilaku seksual mereka,
dan bahwa homoseksualitas, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan di luar nikah
selalu di anggap salah. Kategori “relasional” berkeyakinan bahwa seks harus menjadi
bagian dari hubungan salaing mencintai tetapii tidak harus terjadi dalam perkawinan.
Moralitas yang bersifat lebih individualistic meluas pada tahun 1960-1970.
Banyak orang mengevluasi kembali kode moral mereka dan mulai melihat
seksualitas sebagai suatu cara ekspresi diri. Wanita mengajukan hak-hak mereka
untuk mengontrol reproduksi dan ekspresi perasaan seksual mereka. Moralitas baru
ini menekankan kepemilikan tubuh dan perasaan seseorang, pikiran bebas dan
aktualisasi diri. Perjuangan dari tahun 1990-an tampak sebagaimana menggabungkan
moralitas individualitas ini (tanpa kehilangan apa yang telah dicapai) dengan ekspansi
seksualitas yang lebih monogamy. Peningkatan angka penyakit seperti gonorea,
klamidia, human papiloma virus (HPV), dan HIV telah mempengarui penekanan
kembali pada hubungan monogami.

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN SEKSUALITAS PRIA


A. Anatomi Organ Seksualitas Pria
1. Skrotum

Merupakan kantong longgar yang tersusun atas kulit, fasia, dan otot polos
yang membungkus dan menopang testis di luar tubuh yang pada suhu
optimum untuk produksi spermatozoa. Ada otot dartos yaitu suatu lapisan
serat dalam fasia dasar yang berkontraksi untuk membentuk kerutan pada kulit
scrotal sebagai respon terhadap udara dingin atau eksitasi seksual. Ada dua
kantong scrotal, yang setiap scrotal berisi satu testis tunggal yang dipisahkan
oleh septum internal.

2. Testis
Merupakan organ lunak tempat spermatozoa dan hormon pria dibentuk.
Kelenjar testis, bentuknya seperti telur, banyaknya 2 buah menghasilkan sel
mania tau sperma. Testis berbentuk oval agak gepeng dengan panjang 4-5 cm
dan diameter 2,5 cm. Fungsi untuk menghasilkan hormon testoteron dan
sperma.

3. Ductus ejakulator
Merupakan tempat pertemuan pembesaran (ampula) dibagian kedua ujung
duktus deferen dan duktus dari vesika seminalis. Panjang mencapai sekitar 2
cm dan menembus kelenjar prostat untuk bergabung dengan uretra yang
berasal dari kandung kemih.
4. Uretra
Merupakan saluran kemih yang merentang dari kandung kemih sampai
ujung penis sebagai saluran sperma dan urine. Pengeluaran urine tidak
bersamaan dengan ejakulasi karena diatur oleh kegiatan kontraksi prostat
5. Penis
Merupakan organ yang berfungsi untuk tempat keluar urine, semen serta
sebagai organ kopulasi. Penis terdiri dari 3 bagian, yaitu zakar, badan, dan
glans penis yang banyak mengandung ujung-ujung saraf sensorik. Glans penis
dilapisi oleh lapisan kulit tipis berlipat yang dapat ditarik ke proksimal, yang
disebut prepusium atau kulit luar, prepusium ini dibuang saat melakukan
pembedahan sirkumsisi. Badan penis dibentuk dari tiga massa jaringan erektil
silindris, yang terdiri dari 2 korpus kavernosum dan 1 korpus spongiosum
venetral disekitar uretra.
B. Fisiologi Reproduksi Pria
a. Spermatogenesis
Pada tubulus seminiferus mengandung banyak sel epitel germinativum
yang berukuran kecil, dinamakan spermatogenia menjadi spermatosit
membelah diri membentuk dua spermatosit yang masing-masing mengandung
23 kromosom. Setelah beberapa minggu menjadi spermatozoa spermatid,
pertama kali dibentuk masih mempunyai sifat umum sel epiteloid. Kemudian
sitoplasma menghilang, spermatid memanjang menjadi spermatozoa terdiri
dari kepala, leher, badan dan ekor.
b. Sperma
Setelah pembentukan tubulus seminiferus, sperma masuk ke seminiferus
selama 18 jam sampai 10 hari hingga mengalami proses pematangan.
Epididimis menyekresi cairan yang mengandung hormone, enzim, dan gizi
yang sangat penting dalam proses pematangan sperma. Sebagian besar pada
vas deferens dan sebagian kecil di dalam epididimis.
Setelah terbentuk dalam tubuls seminiferus, sperma membutuhkan waktu
beberapa hari untuk melewati epididimis, bergerak dari tubulus seminiferus
bagian awal epididimis selama 18 jam-24 jam. Kedua testis dapat membentuk
sperma kira-kira 120 juta setiap hari, sejumlah kecil sperma dapat disimpan
dalam epididimis, dan sebagian besar disimpan dalam vas deferens dan
ampula vas deferens. Testis dapat mempertahankan fertilitasnya dalam duktus
genitalis selama 1 bulan, dengan aktifitas seksual yang tinggi penyimpanan
hanya beberapa hari saja.

Pada medium yang sangat asam dapat mematikan sperma dengan cepat.
Aktifitas sperma meningkat bersamaan dengan peningkatan suhu dan
kecepatan metabolisme. Sperma pada traktus genitalia wanita hanya dapat
hidup 1-2 hari.

c. Semen
Berasal dari vas deferens, merupakan cairan yang terakhir diejakulasi.
Semen berfungsi mendorong sperma keluar dari duktus ejakulatorius dan
uretra, cairan dari vesikula seminalis membuat semen lebih kental. Enzim
pembeku dari cairan prostat menyebabkan fibrinogen dari cairan vesikula
seminalis membentuk kuagulum yang lemah. Walaupun sperma dapat hidup
beberapa minggu dalam duktus genitalia pria, setelah sperma diejakulasi ke
dalam semen jangka hidup maksimal sperma hanya 24-48 jam.

V. ANATOMI DAN FISIOLOGI ORGAN SEKSUALITAS WANITA


A. Anatomi Organ Seksualitas Wanita
 Genetalia Eksterna
Genetalia eksterna secara kesatuan disebut vulva atau pudendum. Genetalia
eksterna terdiri dari :
1. Tundun (Mons Veneris). Bagian yang menonjol meliputi simfisis yang terdiri
dari jaringan dan lemak, area ini mulai ditumbuhi bulu pada masa pubertas.
2. Labia mayora (bibir besar), adalah dua lapisan kulit longitudinal yang
merentang kebawah dari mons veneris dan menyatu pada sisi posterior
perineum. Labium mayor analog dengan skrotum pada alat kelamin pria.
3. Labia minora (bibir kecil), adalah lipatan kulit diantara labium mayora, tetapi
mengandung kelenjar sebasea dan beberapa kelenjar keringat. Pertemuan
lipatan-lipatan labia minora dibawah klitoris disebut prepusium dan area
lipatan dibawah klitoris disebut frenulum.
4. Klitoris, homolog dengan penis pada laki-laki, tetapi lebih kecil dan tidak
memiliki mulut uretra. Klitoris terdiri dari dua krura (akar), satu batang dan
satu glans klitoris bundar yang banyak mengandung banyak ujung saraf dan
sangat sensitive. Batang klitoris mengandung dua corpora kavernosum yang
tersusun dari jaringan erektil. Saat mengembung dengan darah selama eksitasi
seksual, bagian ini bertanggung jawab untuk ereksi klitoris.
5. Vestibula, merupakan rongga yang berada di antara labia minora, muka
belakang dibatasi oleh klitoris dan perineum. Dalam vestibula terdapat muara-
muara dari :
 Liang senggama (introitus vagina)
 Uretra
 Kelenjar Bartolin
 Klenjar Skene (parauretral) kiri dan kanan
6. Orifisium uretra, adalah jalur keluar urin dari kandung kemih, tepi lateralnya
mengandung duktus untuk kelenjar skene yang dianggap homolog dengan
kelenjar prostat pada pria.
7. Mulut vagina, terletak dibawah orifisium uretra. Himen (selaput dara) adalah
suatu membran yang bentuk dan ukurannya bervariasi, melingkari mulut
vagina.
8. Perineum (kerampang), yaitu kulit antara pertemuan dua lipatan labia mayor
dan anus yang merupakan area berbentuk seperti intan yang terbentang dari
simpisis pubis di sisi anterior sampai ke koksiks di sisi posterior dan
ketuberositas iskial di sisi lateral. Panjangnya lebih kurang 4 cm.

 Genetalia Interna
Alat genetalia bagian dalam terdiri dari :
1. Ovarium, panjang 3-5 cm, lebar 2-3 cm dan tebal 1 cm dan dengan bentuk seperti
kacang kenari, terletak kiri dan kanan uterus dibawah tuba uterine dan terikat di
sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus.
2. Tuba falopi (dua tuba uterin), fungsi menerima dan mentransport oosit ke uterus
setelah ovulasi, menyediakan tempat untuk pembuahan. Panjang kira-kira 12 cm
dan diameter 3-8 mm, yang ditopang ligamen besar uterus. Fertilisasi biasanya
terjadi di 1/3 bagian atas tuba falopi.
3. Uterus, merupakan organ tunggal muscular dan berongga berbentuk seperti buah
pir terbalik dengan ukuran saat tidak hamil panjang 7 cm, lebar 5 cm, dan
diameter 2-3 cm. Organ ini terletak dalam rongga pelvis diantata rectum dan
kandung kemih. Fungsi uterus untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama
perkembangan, ovum yang telah keluar dari ovarium dihantarkan melalui tuba
uterine ke uterus.
4. Vagina, adalah tuba fibromuskularis yang dapat berdistansi yang merupakan
jalan lahir bayi dan aliran menstrual yang fungsinya sebagai organ kopulasi
perempuan. Ukuran vagina bervariasi tetapi panjang sekitar 8-10 cm. Organ ini
menghadap uterus pada sudut sekitar 45o. Vagina dilembabkan dan dilumasi oleh
cairan yang berasal dari kapiler pada dinding vaginal dan sekresi dari kelenjar-
kelenjar serviks.
B. Fisiologi Reproduksi Wanita
Fisiologi reproduksi wanita jauh lebih rumit daripada fisiologi reproduksi
pria. Tidak seperti produksi sperma yang terus-menerus dan sekresi tertosteron
yang pada hakikatnya konstan pada pria, pelepasan ovum bersifat intermiten dan
sekresi hormon-hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklik yang lebar.
Jaringan yang dipengaruhi oleh hormon-hormon seks ini juga mengalami
perubahan siklik, dengan yang paling jelas adalah siklus haid bulanan. Pada setiap
siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan implantasi
ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika pembuahan tidak terjadi
maka siklus berulang. Jika pembuahan terjadi maka siklus terhenti sementara
sistem pada wanita tesebut beradaptasi untuk memelihara dan melindungi
makhluk hidup yang baru terbentuk tersebut sampai ia berkembang menjadi
individu yang mampu hidup di luar lingkungan ibu.
Ovarium, sebagai organ reproduksi primer wanita, melakukan fungsi
ganda menghasilkan ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormone seks wanita,
estrogen dan progesterone. Hormon-hormon ini bekerja sama untuk mendorong
fertilisasi ovum dan mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan.
Estrogen pada wanita mengatur banyak fungsi serupa dengan yang dilakukan oleh
testosterone pada pria, misalnya pematangan dan pemeliharaan keseluruhan
sistem reproduksi wanita dan membentuk karakteristik seks sekunder wanita.
Secara umum, kerja estrogen penting pada proses-proses prakonsepsi. Estrogen
penting bagi pematangan dan pembebasan ovum, pembentukan karakteristik fisik
yang menarik secara seksual bagi pria, dan transpor sperma dari vagina ke tempat
pembuahan di tuba uterina. Selain itu, estrogen ikut berperan dalam
perkembangan payudara dalam antisipasi menyusui. Steroid ovarium lainnya,
progesteron, penting dalam mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk
memelihara mudigah/janin serta berperan dalam kemampuan payudara untuk
menghasilka susu.
Potensi reproduksi wanita terhenti selama usia pertengahan saat
menopause pada usia 45 sampai 50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak
teratur dan ovulasi tidak terjadi selama beberapa siklus sesudah beberapa bulan
sampai beberapa tahun, dan siklus terhenti sama sekali. Hormon-hormon kelamin
wanita menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada. Penyebab menopause
adalah matinya ovarium. Sepanjang kehidupan seksual seorang wanita kira-kira
400 folikel primordial, tumbuh menjadi folikel vesikular, dan berovulasi,
sementara ratusan ribu ovum berdegenerasi.

VI. FAKTOR YANG MEMPEGARUHI SEKSUALITAS


1. Pertimbangan perkembangan
Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial, emosianal dan
biologi kehidupan yang selanjutnya akan mempengaruhi seksualitas individu. Sejak
lahir, gender, atau seks mempengaruhi perilaku individu sepanjang kehidupannya.
2. Kebisaan hidup sehat dan kondisi kesehatan
Tubuh, jiwa da emosi yang sehat merupakan persyaratan utama untuk dapat
mencapai kepuasan seksual. Trauma atau stres dapat mempengaruhi kemampuan
individu untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang tentunya
juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk penyakit. Kebiasaan tidur,
istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup yang positif mengkontribusi pada
kehidupan seksual yang membahagiakan.
3. Peran dan hubungan
Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat mempengaruhi
kualitas hubungan seksualnya. Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang
memfasilitasi rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan seksualnya
dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya.
4. Konsep diri
Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak langsung
terhadap seksualitas.
5. Budaya, nilai dan keyakinan
Faktor budaya termasuk pandangan masyarakat tentang seksualitas dapat
mempengaruhi individu. Tiap budaya mempuyai norma-norma tertentu tentang
identitas dan perilaku seksual. Budaya turut menentukan lama hubungan seksual,
cara stimulasi seksual, dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
6. Agama
Pandangan agama tertentu diajarkan, ternyata berpengaruh terhadap ekspresi
seksuallitas seseorang. Konsep tentang keperawanan, dapat diartikan sebagai
kesucian dan kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
7. Etik
Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lillis & Le Mone (1997) tergantung pada
terbebasnya individu dari rasa bersalah dan ansietas. Sebenarnya yang penting
dipertimbangkan adalah rasa nyaman terhadap pilihan ekspresi seksual yang sesuai,
yang hanya bisa dicapai apabila bebas dari rasa bersalah dan perasaan cemas.

VII. PENGKAJIAN
A. Faktor yang Mempengaruhi Seksualitas
Keinginan seksual beragam diantara individu: sebagian orang
menginginkan dan menikmati seks setiap hari, sementara yang lainnya
menginginkan seks hanya sekali satu bulan, dan yang lainnya lagi tidak memiliki
keinginan seksual sama sekali dan cukup merasa nyaman dengan fakta tersebut.
Keinginan seksual menjadi masalah jika semata-maata menginginkan untuk
merasakan keinginan hubungan seks lebih sering, jika keyakinan klien adalah
penting untuk melakukannnya pada beberapa norma kultur, atau jika perbedaan
dalam keinginan seksual dari pasangan menyebabkan konflik.
a. Faktor fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik.
Aktivias seksual dapat menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan. Bahkan hanya
membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkan keinginan
seks. Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan
seksual. Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang
buruk, terutama ketika diperburuk oleh perasaan penolakan atau pembedahan
yang mengubah bentuk tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya
secara seksual.
b. Faktor hubungan
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari
keinginan seks. Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan mungkin
mendapati bahwa mereka dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam
nilai atau gaya hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka masih merasa dekat
satu sama lain dan berinteraksi pada tingkat intim bergantung pada kemampuan
mereka untuk bernegosiasi dan berkompromi. Keterampilan seperti ini
memainkan peran yang sangat penting ketika menghadapi keinginan seksual
dalam berhubungan. Penurunan minat dalam aktivitas seksual dapat
mengakibatkan ansietas hanya karena harus mengatakan kepada pasangan
perilaku seksual apa yang diterima atau menyenangkan.

c. Faktor gaya hidup


Faktor gaya hidup, seperti penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau
tidak punya waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat
mempengaruhi keinginan seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikiatkan dengan
periklanan, alcohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam
tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan
bahwa efek negatif alcohol terhadap seksualitas jauh melebihi cuforia yang
mungkin dihasilkan pada awalnya.
Menemukan waktu yang tepat untuk aktivitas seksual adalah factor gaya hidup
yang lain. Sebagian klien tidak mengetahui bagaimana menetapkan waktu bekerja
dan di rumah untuk mencakupkan perilaku seksual. Pasangan yang bekerja,
misalnya mungkin merasa terlalu terbeban sehingga mereka cumbuan seksual dari
pasangannya sebagai tuntutan tambahan bagi mereka. Klien seperti ini sering
mengungkapkan bahwa mereka perlu waktu untuk menyendiri untuk berpikir dan
istirahat sebagai hal yang lebih penting dari seks. Individu yang lain mungkin
tidak memiliki pasangan seksual.
d. Faktor harga diri
Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan
seksualitas. Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan
mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual diri dan dengan
mempelajari keterampilan seksual, seksualitas mungkin menyebabkan perasaan
negatif atau menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat
menurunkan dalam banyak cara. Perkosaan, inses, dan penganiayaan fisik atau
emosi meninggalkan luka yang dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat juga
diakibatkan oleh kurang adekuatnya pendidikan seks, model peran yang negative
dan upaya untuk hidup dalam pengharapan pribadi atau kultural yang tidak
realistik. Mungkin ada baiknya untuk menggali factor fisik, hubungan, gaya
hidup, dan harga diri secara lebih m mendalam bergantung pada aspek lain dari
pengkajian.
B. Riwayat Kesehatan Seksual

Setiap riwayat keperawatan, apakah riwayat tersebut dikumpulkan di klinik,


rumah sakit, atau kantor praktisi harus mencakup beberapa pertanyaan yang berkaitan
dengan seks untuk menentukan apakah klien mempunyai masalah atau kekhawatiran
seksual. Pernyataan ini dapat dipadukan ke dalam wawancara sistem dan ditunjukkan
dengan cara rutin. Perawat harus mengetahui alasan dari pertanyaan dan mampu
memberikan penjelasan tentang rasional atau alasan tersebut kepada klien ketika klien
menanyakannya. Menanyakan informasi hanya semata-mata untuk memenuhi rasa
keingintahuan adalah suatu hal yang tidak tepat. Suatu pernyataan pembukaan seperti
“Seks adalah bagian yang penting dalam kehidupan kita dan sebaliknya. Untuk lebih
memahami dengan baik tentang kesehatan anda, penting artinya untuk mengetahui
….” Adalah contoh yang baik untuk digunakan. Pertanyaan lainnya yang dapat
diajukan kepada orang dewasa adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perasaan Anda tentang bagian seksual dari hidup Anda?


2. Apakah Anda memperhatikan adanya perubahan dalam cara Anda merasakan
tentang diri Anda sebagai pria, wanita, suami atau istri?
3. Bagaimana penyakit, medikasi, atau pembedahan yang Anda alami telah
mempengaruhi kehidupan seks Anda?
4. Bukan hal yang tidak umum bagi seseorang dengan kondisi seperti Anda
mengalami beberapa masalah seksual. Apakah hal tersebut menjadi kekuatiran
Anda?
Sebagian klien mengkin merasa terlalu malu atau tidak mengetahui
bagaimana cara mengajukan pertanyaan seksual secara langsung. Sehingga mereka
mungkin sangat samar dalam menanyakan informasi ini. Perawat harus mewaspadai
isyarat yang menunjukkan pertanyaan atau masalah. Isyarat tersebut dapat mencakup
hal yang berikut:

1. Membicarakan tentang pulang kerumah setelah perawatan dirumah sakit dan


merasa takut terhadap pikaran atau pengharapan dari pasangan mereka.
2. Mengajukan secara langsung pertanyaan yang mudah dan kemudian tampak
ragu-ragu mengenai pertanyaan berikutnya.
3. Membuat lelucon tentang sifat seksual.

Dalam mengamati dan mendengarkan kekuatiran klien mengenai seksualitas


membutuhkan praktik. Perawat mengklarifikasi dan meringkaskan pertanyaan
mengenai kekuatiran seksual yang akan membantu klien lebih langsung. Jika
teridentifikasi kekuatiran seksual, perawat mungkin berkeinginan untuk
mengumpulkan riwayat seksual secara lebih rinci. Dengan mencakupkan
seksualitas dalam pembicaraan, perawat menunjukkan bahwa seksualitas adalah
suatu komponen penting perawatan kesehatan dan mengenali kebutuhan klien
untuk mendiskusikan kekuatiran tersebut. Ketika mengumpulkan riwayat seksual,
perawat dapat menggunakan strategi wawancara untuk meningkatkan kenyamanan.

1. Bagaimana pandangan klien terhadap kekuatiran seksual mereka?


2. Kapan mulai timbulnya kekuatiran seksual ini dan bagaimana kekuairan telah
berubah sepanjang waktu?
3. Apa yang klien anggap sebagai penyebab dari kekuatiran tersebut?
4. Tindakan seperti apa yang klien cari untuk menghilangkan kekuatiran ini?
5. Bagaimana klien menghendaki kekuatiran untuk diselesaikan dan apa tujuan
mereka terhadap pengobatan?

Pengkajian rinci tentang masalah seksual yang sudah berlangsung lama


atau kekuatiran seperti disfungsi efektif atau vaginismus diluar jangkauan praktik
keperawatan umum. Klien ini harus dirujuk pada pemberi perawatan kesehatan
yang mempunyai keahlian khusus dalam bidang terapi seks. Namun demikian,
sering kali perawat dapat mengidentifikasi kekuatiran seks yang berkaitan dengan
medikasi, kurang pengetahuan, atau ketakutan tentang abnormalitas. Intervensi
yang ditujukan untuk mengatasi kekuatiran sesuai untuk praktik keperawatan
dalam setiap bidang keahlian keperawatan.

C. Pengkajian Riwayat Kesehatan Genetalia Wanita


1. Apakah klien pernah mengalami penyakit atau pembedahan sebelumnya yang
melibatkan organ reproduksi, termasuk penyakit menular akibat hubungan
seksual/
2. Kaji ulang riwayat menstruasi, meliputi usia saat mengalami menarche,
frekuensi dan lamanya siklus menstruasi, karakteristik cairan (contoh,
banyaknya jumlah bantalan atau tampon yang digunakan selama 24 jam.
3. Kaji riwayat haid. Riwayat haid harus ditanyakan apakah siklus haid
teratur/tidak, banyaknya darah yang keluar, disertai nyeri atau tidak dan kapan
siklus haid terakhir normal.
4. Minta klien menjelaskan riwayat obstetric, meliputi kehamilan, riwayat aborsi,
dan kelahiran usia muda (premature).
5. Tentukan apakah klien melakukan praktik seksual yang aman. Mintalah klien
menjelaskan praktik pemakaian kontrasepsi saat ini, masa lampau, dan
masalah yang berkaitan. Identifikasi risiko penyakit yang tertular melalui
hubungan seksual dan infeksi HIV.
6. Apakah klien mengalami gejala masalah genitourinaria seperti disuria,
frekuensi, tiba-tiba (urgensi), nokturia, hematuri, inkontinensia, atau
inkontinesia akibat stes?
7. Kaji perilaku atau perasaan klien tentang pasangan seksual dan gaya hidup
seksual.
8. Apakah klien pernah memperhatikan pengeluaran vaginal, jaringan perianal
yang membengkak, atau lesi genitalia?
9. Untuk wanita mengandung, tentukan tanggal harapan partus (HP) atau usia per
minggu kehamilan, saluran involunter cairan, adanya perdarahan, dan gejala
yang berhubungan.
D. Pengkajian Riwayat Kesehatan Payudara
1. Kaji apakah mereka mempunyai riwayat kanker payudara pada keluarga,
pernah mengalami kanker payudara sebelumnya atau tidak pernah punya anak.
(untuk klien wanita berusia diatas 40 tahun).
2. Periksa bila wanita melahirkan anak pertama setelah berusia diatas 30 tahun,
pernah mengalami menarke sebelum berumur 12 tahun, menopause setelah
berusia lebih dari 50 tahun atau belum pernah menyusui seorang anakpun.
3. Lakukan langkah pengkajian apakah klien (semua jenis kelamin) pernah
melihat adanya benjolan, penebalan, nyeri, atau perlunakkan pada payudara:
pengeluaran, kelainan, penarikan, atau adanya sisik pada putting atau
perubahan pada ukuran payudara. Minta klien menunjukkan apabila terdapat
massa.
4. Tanya klien wanita tersebut apakah dia melakukan pemeriksaan peyudara
sendiri setiap bulan (SADARI).
5. Apakah klien menggunakan kontrasepsi oral, digitalis, diuretik, steroid,
estrogen atau makanan berkadar kafein tinggi?
6. Tentukan tanggal hari pertama periode menstruasi terakhir. Bila klien telah
mengalami menopause, kaji ulang timbulnya, lamanya dan masalah yang
berhubungan.
7. Untuk wanita hamil tentukan riwayat sensai pada payudara penggunaan bra
penyangga dan prosedur persiapan menyusui.
8. Untuk wanita mnyusui tentukan penggunaan bra penyangga, rutinitas
perawatan, penggunaan pompa payudara, prosedur pembersihan payudara, dan
riwayat ketidaknyamanan atau masalah lain yang berkenaan dengan putting.

VIII. PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan Fisik Payudara
Inspeksi
Klien membuka pakaian atas atau selimutnya untuk menungkinkan
visualisasi simultan pada kedua payudara. Untuk mengenali adanya abnormalitas,
perawat harus mengetahui tampilan normal payudara.
Perawat menggambarkan obserservasi diperoleh dalam kaitannya dengan
garis imajiner yang membagi payudara menjadi empat kuadran dan satu ekor.
Garis-garis tersebut melintang putting. Setiap ekor mengarah ke luar dan kuadran
luar atas.
Payudara diinspeksi ukuran dan kesimetrisannya. Payudara biasanya
terdapat pada iga ketiga sampai keenam dengan putting sejajar rongga iga
keempat. Satu payudara biasanya lebih besar daripada payudara lainnya. Tetapi,
perbedaan ukuran dapat disebabkan oleh inflamasi atau massa. Semakin
bertambahnya usia wanita, ligament yang menopang jaringan payudara akan
semakin lemah sehingga menyebakan payudara menurun dan putting ke bawah.
Perawat mengobservasi kontur atau bentuk payudara dan mencatat adanya
massa, dataran, retraksi, atau lesung. Bentuk payudara bervariasi dari cembung
sampai menggantung atau kerucut. Retraksi atau lesung terjadi akibat invasi
ligament oleh tumor. Ligament menjadi fibrotic dan menarik lapisan kulit luar ke
dalam ke arah tumor. Edema juga mengubah kontur payudara. Untuk
menampilkan retraksi atau perubahan bentuk pada payudara, perawat meminta
klien melakukan tiga posisi: mengangkat lengan di atas kepala, bertolak pinggang,
dan mengekstensikan lengan lurus ke depan pada saat duduk dan condong ke
depan. Setiap maneuver menyebabkan kontraksi otot-otot pectoral yang akan
memunculkan retraksi.
Lapisan kulit diinspeksi warna dan pola venanya. Pola vena mudah terlihat
pada klien yang kurus atau wanita hamil. Adanya lesi, edema, atau inflamasi juga
harus dicatat. Perawat mengangkat setiap payudara jika perlu, untuk
mengobservasi warna dan perubahan tekstur pada payudara bagian bawah dan
samping. Payudara memiliki warna sama dengan kulit sekitarnya dan pola vena
sama secara bilateral. Untuk wanita dengan peyudara besar, perawat harus
memastikan bahwa ia memeriksa dengan cermat bagian bawah payudara tersebut
daerah umum terjadinya kemerahan dan ekskoriasi akibat gesekan permukaan
kulit.
Perawat menginspeksi ukuran, warna, bentuk, rabas pada putting dan
areola serta arah tumbuhnya putting. Areola normal berbentuk bulat atau oval dan
hamper sama secara bilateral. Warna memiliki rentang dari merah muda sampai
coklat. Pada wanita berkulit terang areola berubah menjadi coklat selama
kehamilan dan tetap berwarna gelap. Pada wanita berkulit gelap, areola berwarna
gelap sebelum kehamilan (Potter, 2005). Normalnya putting mengarah ke arah
yang simetris, ke luar, dan tanpa drainase. Permukaannya halus atau keriput. Jika
putting masuk ke dalam, perawat menanyakan apakah hal tersebut terjadi seumur
hidup. Inversi putting yang baru saja terjadi dapat mengindikasikan adanya
pertumbuhan di bawahnya. Ruam atau ulkus tidak normal terjadi pada payudara
atau putting.

Palpasi

Palpasi memungkinkan perawat menetukan kondisi jaringan payudara dan


nodus limfe. Jaringan payudara terdiri atas jaringan kelenjar, ligament penopang
fibrosa, dan lemak. Jaringan kelenjar terbagi dalam lobus-lobus yang berakhir
pada duktus yang terbuka di permukaan putting. Bagian terbesar dari jaringan
kelenjar terdapat pada kuadran luar atas dan ekor payudara. Ligament suspensori
berhubungan dengan kulit dan fasia di bawah payudara untuk menopang payudara
dan memepertahankannya pada posisi tegak. Jaringan lemak terdapat di
permukaan dan disamping payudara.

Palpasi jaringan payudara yang terbaik dilakukan denga klien pada posisi
terlentang dan satu lengan dibelakang kepala (bergantian untuk setiap payudara).
Posisi terlentang memungkinkan jaringan payudara tersebar merata pada dinding
dada. Klien harus mengangkat tangannya dan meletakkannnya dibelakang leher
untuk lebih meregangkan dan memosisikan jaringan payudara secara merata.
Pemeriksa sering meletakkan bantal kecil atau handuk dibelakang belikat untuk
memosisikan jaringan payudara.
Konsistensi jaringan payudara normal sangat bervariasi. Payudara pada
klien yang masih muda cenderung keras dan elastic, sedangkan pada klien lansia,
jaringan tersebut terasa berserabut dan noduler.

Jika klien mengeluh adanya massa, perawat memeriksa payudara yang


berlawanan terlebih dahulu untuk memastikan perbandingan yang objektif anatara
jaringan normal dan abnormal. Palpasi dilakukan secara sistematik dengan salah
satu dari dua arah, searah jarum jam atau berlawanan dengan arah jarum jam,
membentuk lingkaran kecil dengan jari sepanjang setiap kuadran serta ekor atau
teknik kedepan dan kebelakang dengan jari-jari bergerak keatas dan kebawah
setiap kuadran. Apapun pendekatan yang digunakan perawat harus memastikan
bahwa seluruh payudara dan ekor sudah diperiksa, serta member perhatian pada
area yang mengalami nyeri tekan.

Ketika memalpasi payudara yang besar dan menggantung, perwat


menggunakan teknik bimanual. Bagian inverior dari payudara di topang dengan
satu tangan sementara perawat menggunkan tangannya yang lain untuk
memalpasi jaringan payudara kearah tangan yang menopang.

Setelah perawat menyelesaikan pemeriksaan klien dapat


mendemonstrasikan palpasi sendiri. Mengobservasi teknik yang dilakukan klien
membantu perawat menekan pentingnya pendekatan yang sistematik. Klien di
anjurkan untuk menemui dokter bila ia menemukan adanya massa abnormal pada
saat SADARI rutin setiap bulan. Selain itu, klien juga harus mengetahui semua
tanda dan gejala kanker payudara (Potter, 2005)

Massa payudara yang dapat di palpasi

Usia (tahun) Lesi yang lazim ditemukan karakteristik


15-25 Fibroadenoma Biasanya lunak, bulat,
dapatdigerakkan, tidak ada
nyeri tekan
25-50 Kista Biasanya lunak sampai keras,
bulat, dapat digerakkan,
sering nyeri tekan
Perubahan fibrokistik Nodular, seperti jalinan tali
Kanker Tidak teratur, berbentuk
stelata, keras, batasan tidak
jelas dengan jaringan sekitar.
50 atau lebih Kanker sampai terbukti Seperti diatas
sebaliknya
Wanita hamil/ laktasi Adenoma pada masa laktasi, Seperti diatas
kista, mastitis, dan kanker

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)

a. Posisi telentang
1. Berbaring dengan satu bantal di bawah bahu kanan anda. Letakkan lengan kanan di
belakang kepala.
2. Gunakan bantalan jari dari ketiga jari tengah tangan kiri untuk meraba adanya
benjolan pada payudara kanan. Bantalan jari adalah bagian puncak ketiga pada
setiap jari.
3. Tekan dengan cukup kuat untuk mengetahui bagaimana keadaan payudara.
Batasan tegas di bawah bagian lengkung setiap payudara adalah normal. Jika anda
tidak yakin seberapa keras harus memberi tekanan, bicarakan dengan tenaga
kesehatan atau usahakan untuk meniru cara yang dilakukan oleh perawat.
4. Tekan dengan cukup kuat payudara dengan pola ke atas dan ke bawah atau
mengikuti pola garis. Anda dapat juga menggunakan pola sirkular atau baji, tetapi
pastikan untuk menggunakan pola yang sama setiap kali melakukan pemeriksaan.
Periksa seluruh bagian payudara, dan perhatikan apa yang anda rasakan pada area
payudara setiap bulannya.
5. Ulangi pemeriksaan pada payudara kiri, menggunakan bantalan jari tangan kanan.
6. Jika anda menemukan perubahan, periksakan ke dokter secepatnya.
b. Posisi berdiri
1. Ulangi pemeriksaan kedua payudara ketika anda dalam posisi berdiri, dengan satu
lengan di belakang kepala. Posisi tegak memudahkan untuk memeriksa bagian atas
luar payudara (di depan ketiak). Di bagian ini tempat kemungkinan ditemukan
setengah dari kebanyakan kanker payudara. Anda mungkin ingin melakukan
SADARI dengan posisi tegak ketika anda sedang mandi. Tangan anda yang
bersabun akan memudahkan untuk memeriksa payudara anda, karena terasa licin
pada kulit yang basah.
2. Untuk tambahan keamanan, anda mungkin ingin memeriksa payudara anda dengan
berdiri di sisi kanan cermin, setelah melakukan SADARI setiap bulan. Lihat
apakah ada perubahan pada penampilan payudara anda,seperti lesung pada kulit,
perubahan pada putting, kemerahan atau pembengkakan.

2. Pemeriksaan Fisik Genetalia Pria


Satu-satunya alat yang digunakan untuk pemeriksaan genetalia pria adalah
sarung tangan karet. Banyak mahasiswa khawatir mengenai kemungkinan pasien
mengalami ereksi selama pemeriksaan. Meskipin hal ini terjadi, pria jarang
menjadi terangsang karena secara seksual, karena biasanya ia akan menjadi
gelisah dalam keadaan ini. Jika pemeriksaan dilakukan secara objektif, tidak akan
menjadi sumber rangsangan bagi pasien.
Meskipun pemakaian sarung tangan protektif dapat mengurangi
sensitivitas pemeriksa, sarung tangan karet yang disposable harus dipakai.

Pemeriksaan genetalia pria terdiri atas:

 Inspeksi dan palpasi dengan pasien berbaring


 Inspeksi dan palpasi dengan asien berdiri
 Pemeriksaan hernia
 Inspeksi dan palpasi dengan pasien berbaring
 Inspeksi kulit dan rambut
 Sementara pasien berbaring, kulit lipat paha harus diperiksa untuk melihat
adanya infeksi jamur superfisial, ekskoriasi, atau ruam lainnya. Ekskoriasi
mungkin menunjukkan infeksi skabies.
 Perhatikanlah distribusi rambut. Periksalah rambut pubis untuk melihat adanya
kutu rambut atau nits (kumpulan telur) yang melekat pada rambut itu.
 Inspeksi penis dan skrotum

Pada pemeriksaan penis dan skrotum, perhatikanlah hal-hal berikut ini:

1. Apakah pria ini disunat?


2. Perhatikanlah ukuran penis dan skrotum.
3. Apakah ada lesi di penis? Apakah ada edema penis?

Skrotum diperiksa untuk melihat adanya luka atau ruam. Lesi


teleangiektasi kecil, merah tua, agak menonjol pada skrotum lazim ditemukan
pada inidivdu di atas 50 tahum. Keadaan ini disebut angiokeratoma dan bersifat
jinak. Ada suatu penyakit yang disebut penyakit Fabry, yang merupakan
kesalahan bawaan metabolisme glikosfingolipid. Keadaan yang jarang ditemukan
dan berkaitan dengan kromosom seks ini ditandai dengan nyeri, demam, dan
angiokeratoma difusi dalam distribusi “pakaian mandi”, terutama di sekitar
umbilikus dan skrotum. Pasien dengan penyakit Fabry dan angiokeratoma
multipel.

Inspeksi massa di Lipat Paha

Suruhlah pasien utnuk batuk atai mengejan sementara anda memeriksa


lipat paha. Suatu tonjolan yang timbul secara tiba-tiba mungkin menunjukkan
suatu hernia inguinal atau femoral.

Inspeksi Dan Palpasi Dengan Pasien Berdiri

Pasien kemudian diminta berdiri sementara pemeriksa duduk di depannya.

Inspeksi penis

Jika laki-laki itu disunat, kulupnya harus diretraksikan. Sebagian


permeriksa lebih suka meminta pasien untuk menarik kulupnya sendiri,
sedangkan pemeriksa lainyya lebih suka melakukan sendiri untuk menentukan
keketatan kulut itu. Bahan puti sperti keju di bawah kulup adalah smegma dan itu
adalah normal.

Palpasi Penis

Palpasi batang mulai dari glans sampai basis penis. Adanya parut, ulkus,
nodulus, indurasi, atau tanda-tanda peradangan harus dicatat. Palpasi korpora
kavernosa dilakukan dengan memegang penis diantara jari-jari kedua tangan dan
memakai jari telunjuk untuk memeriksa indurasi. Adanya indurasi yang tidak
nyeri tekan atau daerah fibrotik di bawah kulit batang penis mengarah ke penyakit
peyronie, pasien dengan keadaan ini mungkin mengeluh diviasi penis selama
ereksi.

Palpasi Uretra

Ureta harus di palpasi mulai dari meatus eksternus, melalui korpus


spongiosum sampai ke pangkalnya. Untuk palpasi pangkal uretra, pemeriksa
mengangkat penis dengan tangan kiri sementara jari telunjuk kanan menentukan
skrotum di garis tengah dan mempalpasi jauh ke pangkal korpus spongiosum.
Bantal jari telunjuk kanan harus mempalpasi selruh korpus spongiosum mulai dari
meatus sampai pangkalnya. Jika ada sekret “pemerahan uretra” dapat
menghasilkan setetes sekret yang harus ditempatkan di atas gelas objek untuk
pemeriksaan mikroskopik. Kulup, jika diretraksi, harus dikembalikan ke
tempatnya semula. Parafimosis adalah keadaan dimana kulup dapat diretraksikan
tetapi tidak dapat dikembalikan ke tempat semula dan tertahan di belakang
korona.

Inspeksi skrotum

Sekarang skrotum diperiksa kembali dalam posisi berdiri. Perhatikan


kontur dan isi skrotum. Harus ada dua testis. Biasanya testis kiri lebih rendah
dibandingkan yang kanan. Adanya massa yang tidak terlihat ketika pasien
berbaring harus dicatat.

Palpasi Testis
Tiap testis dipalpasi secara terpisah. Pakailah kedua tangan untuk
memegang testis dengan lembut. Sementara tangan kiri memegang kutub superior
dan inferior testis, tangan kanan melakukan palpasi permukaan anterior dan
posterior.

C. Prosedur Inspeksi dan Palpasi Genetalia Eksternal Wanita


1. Memberi kesempatan pada klien untuk menggosokkan kandung
kemihsebelum pemeriksaan dimulai
2. Anjurkan klien membuka celana  mengatur posisi litotomi dan
menutupibagian yang tidak dinikmati.
3. Mengatur pencahayaan sehingga area parineal mendapatkan sinar dengan
baik.
4. Memakai sarung tangan pada kedua tangane.
5. Jangan menyentuh area parineal tanpa memberi tahu klien, atau sentuh
salahsatu paha terlebih dahulu.
6. Inspeksi kuantitas dan penyebaran pertumbuhan bulu pubis dan dibandingkan
sesuai usia perkembangan klien. 
7. Observasi kulit dan area pubis. Perhatikan adanya lesi, eritema, fisura,
leuplakiadan exkoriasi
8. Tarik lembut radia minora,orivisium uretra, selaput darah,orifisium vagina dan
perineum.
9. Perhatikan setaip adanya pembengkakan alkus,keluarkan,nedula,dll 
10. Palpasi pada kelenjar skene untuk mengetahui adanya discharge maupun
kekakuan.
11. Palpasi pada kelenjar bartholin

Tabel di bawah ini menunjukkan hal-hal yang difokuskan pada tiap bagian genitalia:

No Bagian Cara pemeriksaan


1. Kulit dan area pubis 1. Inspeksi :
Rambut pubis
o Kuantitas sesuai usia klien.
o Penyebaran merata atau tidak.
Warna kulit dan area pubis :
o Penampilan umum ( warna kulit,hygiene )
o lesi,eritema,fisura dan ekskoriasi.
2. Palpasi : rambut pubis : Tekstur halus atau tidak.

2. Labia mayor Inpeksi : inspeksi karakteristik permukaan labia


mayor.
o Adakah ditemukannya inflamasi, edema,
lesi, atau laserasi.
o Apakah bisa membuka atau menutup.
o Tampak kering atau lembab.
o Kesimetrisan.

3. Lania minor Sebelumnya perawat meletakkan ibu jari dan jari


telunjuk tangan non dominan di dalam labia minor
dan meretraksi jaringan tersebut keluar.
1. Inpeksi : inspeksi karakteristik pada labia minor.
o Labia minora normalnya lebih tipis dari
pada labia mayor, dan satu sisinya kan
lebih besar.
o Adakah atrofi, inflamasi, atau adesi.
o Jika terinflamasi, klitoris akan tampak
merah terang.
2. Palpasi : perawat menggunakan tangan yang lain
untuk mempalpasi labia minor di antara ibu jari
dan jari kedua.
o Palpasi tekstur dari labia minor. Labia
minora harus terasa lunak.
o Adakah nyeri tekan.

4. Perineum 1. Inspeksi : inspeksi karakteristik perineum.


o Amati warna, kebersihan.
2. Palpasi : normalnya kulit perineum halus.
5. Klitoris Sebelumnya perawat meletakkan ibu jari dan jari
telunjuk tangan non dominan di dalam labia minor
dan meretraksi jaringan tersebut keluar.

1. Inpeksi : inspeksi karakteristik klitoris.


o Adakah lesi sifilis atau syangker (cancre)
yang tampak seperti ulkus terbuka kecil,
yang mengeluarkan materi serosa.

6. Orifisium uretra Sebelumnya perawat meletakkan ibu jari dan jari


telunjuk tangan non dominan di dalam labia minor
dan meretraksi jaringan tersebut keluar.
1. Inpeksi :
o inspeksi dengan cermat warna dan
posisinya. Normalnya berwarna merah
muda, dan berada di anterior orifisium
vagina.
o Inspeksi adakah inflamasi, rabas, polip,
atau fistula.

7. Orifisium vagina Sebelumnya perawat meletakkan ibu jari dan jari


telunjuk tangan non dominan di dalam labia minor
dan meretraksi jaringan tersebut keluar.
1. Inpeksi : inspeksi adakah
inflamasi, edema, perubahan warna, rabas dan
lesi.
2. Palpasi : kilen diminta berkontraksi atau
menutup orifisium vagina, perawat mempalpasi
adanya ketegangan di otot. Wanita yang sudah
pernah melahirkan per vagina memiliki tonus
otot yang lebih sedikit dibandingkan wanita yang
tidak pernah melahirkan.
8. Kelenjar skene dan Beri tahu klien bahwa perawat akan memasukkan
bartholin satu jari ke dalam vagina nya dan bahwa ia akan
merasakan tekanan. Dengan telapak tangan
menghadap ke atas, perawat memasukkan jari
telunjuk dari tangan yang akan diperiksa ked lam
vagina sejauh sendi kedua. Beri tekanan ke atas,
perawat memeras kelenjar skene dengan
menggerakkan jari keluar. Rabas dan nyeri tekan
merupakan hal yang abnormal.
Periksaan dilakukan pada kedua sisi uretra dan
kemudian langsung pada uretra. Teknik ini dapat
menyebabkan keluarnya rabas. Jika demikian
perawharus mencatat warna, bau, dan konsistensi
serta ambil kulturnya.
Jika inflamasi dan edema ditemukan di dekat ujung
posterior dan orifisium vagina, kelenjar bartolin
dapat terinfeksi. Kelenjar tersebut nomrmal nyatidak
dapat di palpasi.

D. Prosedur Inspeksi dan Palpasi Genetalia Eksternal Pria.


1. Memakai sarung tangan.
2. Inspeksi penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lainnya.
3. Pada pria yang belum disirkumsisi (khitan), tarik prepursium /  kulup
untuk menginspeksi kepala penis dan meatus uretra terhadap adanya cairan,
resi,edema, dan emplamasi.
4. Inspeksi batang penis untuk mengetahui adanya lesi, jaringan parut atau
areaedema.
5. Memakai sarung tangan.
6. Palpasi lembut batang penis diantara ibu jari dan kedua jari ± jari utama
untuk mengetahui adanya area pengerasan atau nyeri lokal.
BAB III

PENUTUP

I. KESIMPULAN
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pada dasarnya
seksualitas tidak terbatas hanya di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan
ekspresi kepribadian, perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan, menghargai dan
saling memperhatikan secara timbal balik. Pada kondisi dimana kesehatannya mengalami
gangguan, seseorang kemungkinan besar akan mengalami gangguan pemenuhan
kemenuhan kebutuhan seksualitasnya, yang dapat ditampilkan melalui berbagai perilaku
seksual.

II. SARAN
Diharapkan pemahaman mengenai kebutuhan seksualitas dan reproduksi di
informasikan sejak dini, agar dapat menjaga kesehatan seksual dan reproduksi, sehingga
tidak terjadi gangguan pada kebutuhan seksualitas dan reproduksinya. Selain itu, kita
sebagai calon perawat harus lebih memahami tentang kebutuhan dasar seksualitas agar
dapat memberikan intervensi yang tepat kepada klien gangguan seksualitas dan
reproduksi sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul H, Aziz. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Bickley, Lynn S. 2008. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC.

Hamid, Achir Yani S. 1999. Buku Ajar Aspek Psikoseksual dalam Keperawatan. Jakarta: Widya
Medika

Gleadle, Jonathan. 2007. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga.

Heffner, Linda J & Danny J Schust. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta :
Erlangga.

Muttaqin, Arif. 2010. Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.

Patricia A. Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.
Vol 1 Edisi 4.Jakarta: EGC.

Setiadi. 2007. Anatomi & Fisiologi Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia ; Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai