Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka mempertahankan hidup manusia mempunyai berbagai

kebutuhan, salah satunya adalah kebutuhan biologis. Kebutuhan ini sepertinya

kurang dianggap penting bagi masyarakat saat ini, namun jika tidak terpenuhi

bisa mengalami ketidakstabilan emosi, bahkan menjadi pelaku kriminal atau

sebuah tindakan kejahatan. Pada dasarnya kebutuhan biologis akan timbul

karena pengaruh hormon testoteron yang muncul pada diri manusia, baik pada

pria maupun pada wanita. Dorongan akan kebutuhan biologis pada manusia

akan aktif jika hormon tersebut dihasilkan pada masa pubertas.

Kebutuhan manusia muncul akibat berbagai dorongan datangnya dari dalam

ada juga adanya rangsangan dari luar. Dalam perkembangannya manusia akan

mencari cara dalam pemenuhan kebutuhan biologis tersebut. Kelanjutan dari

kebutuhan ini tergantung dari rangsangan yang diinterpretasikan erotik dalam

otak manusia.

Bisa dikatakan kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan primer

manusia, disamping kebutuhan-kebutuhan fisiologis yang lainnya (Maslow).

Kebutuhan seks adalah kebutuhan yang mendasar, sama halnya dengan

kebutuhan makan dan minum tetap memerlukan penyaluran kebuuhannya.


B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kebutuhan seksualitas?


2. Apa saja tinjauan seksual dari berbagai aspek?
3. Bagaimana perkembangan seksualitas?
4. Apa saja penyimpangan perilaku seksual pada orang dewasa?
5. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi masalah seksualitas?
6. Bagaimana bentuk abnormalitas seksual akibat dorongan seksual abnormal?
7. Bagaimana siklus respon seksualitas?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuhan
seksualitas?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami konsep Kebutuhan Dasar Manusia tentang
kebutuhan seksualitas.

2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui pengertian dari kebutuhan seksualitas
b) Untuk mengetahui tinjauan seksual dari berbagai aspek
c) Untuk mengetahui perkembangan seksualitas
d) Untuk mengetahui penyimpangan perilaku seksual pada orang

dewasa
e) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masalah

seksualitas
f) Untuk mengetahui bentuk abnormalitas seksual akibat dorongan

seksual abnormal
g) Untuk mengetahui siklus respon seksualitas
h) Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien

dengan gangguan kebutuhan seksualitas

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab utama. Pada

bab pertama terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan

sistematika penulisan. Pertama ialah latar belakang yang bertujuan untuk

menjelaskan tentang hal-hal yang melatarbelakangi tujuan dari penulisan

makalah. Kemudian dilanjutkan dengan rumusan masalah tentang apa

saja yang akan dibahas pada penulisan makalah ini. Setelah itu, ada

tujuan yang terbagi menjadi dua sub-tujuan pembahasan, yaitu tujuan

umum dan tujuan khusus. Tujuan umum ialah menjelaskan tujuan dari

penulisan makalah secara luas sedangkan tujuan khusus ialah

menjabarkan tujuan dari penulisan makalah secara mendetail mengenai

konsep kebutuhan dasar manusia tentang belajar. Lalu sistematika

penulisan yaitu berisikan cara penulisan makalah dan beberapa unsur

yang mengandung gambaran dari isi karya tulis.


Pada bab kedua membahas pembahasan yang terdiri atas

beberapa sub-judul mengenai pengertian kebutuhan seksualitas, tinjauan

seksualitas dari berbagai aspek, perkembangan seksualitas,

penyimpangan seksualitas pada orang dewasa, faktor-faktor yang

mempengaruhi masalah seksualitas, bentuk-bentuk abnormalitas seksual

akibat dorongan seksual abnormal, siklus respon seksualitas, dan asuhan

keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuhan seksualitas.


Pada bab ketiga memuat penutup pada makalah ini yang terdiri

atas kesimpulan yaitu ringkasan singkat dari isi makalah serta saran

berisikan harapan-harapan penulis kepada pembaca.


BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kebutuhan Seksualitas

Seks merupakan kegiatan fisik, sedangkan seksualitas bersifat total, multi-

determined dan multi-dimensi. Oleh karena itu, seksualitas bersifat holistik yang

melibatkan aspek biopsikososial kultural dan spiritual.

Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas

di definisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari

lubuk hati paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi

diri manusia sebagai mahluk seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas

merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang

merupakan kegiatan fisik hubungan seksual. Seksualitas merupakan aspek yang

sering di bicarakan dari bagian personalitas total manusia, dan berkembang


terus dari mulai lahir sampai kematian.

Seksualitas memiliki makna yang sangat luas. Seksualitas adalah aspek kehidupan

yang menyeluruh mencakup seks, gender, orientasi seksual, erotisme, kesenangan

(pleasure), keintiman dan reproduksi. Seksualitas dialami dan diekspresikan dalam

pikiran, fantasi, hasrat, kepercayaan/ nilai-nilai, tingkah laku, kebiasaan, peran dan

hubungan. Walaupun seksualitas mencakup keseluruhan dimensi yang disebutkan, tidak

semuanya selalu dialami atau diekspresikan.

Identitas seksual adalah pengenalan dasar tentang seks diri sendiri

secara anatomis yang sangat berhubungan dengan kondisi biologis, yaitu kondisi

anatomis dan fisiologis, organ seks, hormon dan otak dan saraf pusat. Seorang

anak dapat menafsirkan secara jelas perilaku orang lain yang sesuai dengan

identitas seksualnya, yang bagaimana seorang memutuskan untuk menafsirkan

identitas seksual untuk dirinya sendiri atau citra diri seksual (sexual self-image)

dan konsep diri.

Peran jender berhubungan dengan bagaimana identitas jender seseorang

diekspresikan secara sosial dalam perilaku jenis seks yang sama atau berbeda.

Identitas jender mulai berkembang sejak usia 2 hingga 3 tahun yang dipengaruhi

oleh faktor biologis (embrionik dan sistem saraf pusat), anatomi genital dan pola

orang tua terhadap anak. Dengan demikian, sebenarnya peran jender terbina

melalui pengamatan.

Dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya seksualitas tidak

terbatas hanya di tempat tidur atau bagian tubuh saja, tetapi merupakan ekspresi

kepribadian, perasaan fisik dan simbolik tentang kemesraan, menghargai dan


saling memperhatikan secara timbal balik. Perilaku seksual seseorang sangat

ditentukan oleh berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan akan cinta dan kasih

sayang, rasa aman psikologis, serta harga diri sebagai wanita atau pria. Pada

kondisi dimana kesehatannya mengalami gangguan, seseorang kemungkinan

besar akan mengalami gangguan pemenuhan kemenuhan kebutuhan

seksualitasnya, yang dapat ditampilkan melalui berbagai perilaku seksual.

Perilaku seksual adalah manifestasi aktivitas seksual yang mencakup baik

hubungan seksual (intercouse ; coitus) maupun masturbasi. Dorongan atau

nafsu seksual adalah minat atau niat seseorang untuk memulai atau

mengadakan hubungan intim (sexual relationship). Kegairahan seksual (Seksual

excitement) adalah respon tubuh terhadap rangsangan seksual. Ada dua

respons yang mendasar yaitu myotonia (ketegangan otot yang meninggi) dan

vasocongestion (bertambahnyaaliran darah ke daerah genital) (chandra, 2005).

B. Tinjauan Seksual

Makna seksual dapat ditinjau dari berbagai aspek, diantaranya:

1. Aspek Biologis
Aspek ini memandang dari segi biologi seperti pandangan anatomi

dan fisiologi dari sistem reproduksi (seksual), kemampuan organ seks, dan

adanya hormonal serta sistem saraf yang berfungsi atau berhubungan

dengan kebutuhan seksual.


2. Aspek Psikologis
Aspek ini merupakan pandangan terhadap identitas jenis

kelamin,sebuah perasaan dari diri sendiri terhadap kesadaran identirasnya,

serta memandang gambaran seksual atau bentuk konsep diri yang lain.
3. Aspek Sosial Budaya
Aspek ini merupakan pandangan budaya atau keyakinan yang berlaku

di masyarakat terhadap kebutuhan seksual serta perilaku di masyarakat.

C. Perkembangan Seksualitas

Perkembangan seksualitas diawali dari masa pranatal dan bayi, kanak-

kanak, masa pubertas, masa dewasa muda dan pertengahan umur, serta

dewasa.

Masa Pranatal dan Bayi

Pada masa ini komponen fisik atau biologis sudah mulai berkembang.

Berkembangnya organ seksual mampu merespon rangsangan, seperti adanya

ereksi penis pada laki-laki dan adanya pelumas vagina pada wanita. Perilaku ini

terjadi ketika mandi, bayi merasakan adanya perasaan senang. Menurut

Sigmund Freud, tahap perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:

1. Tahap oral, terjadi pada umur 0-1 tahun. Kepuasaan, kesenangan, atau

kenikmatan dapat dicapai dengan cara menghisap, menggigit,

mengunyah, atau uk mendapat bersuara. Anak memiliki ketergantungan

sangat tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapat rasa aman.

Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah masalah menyapih dan

makan.
2. Tahap anal, terjadi pada umur 1-3 tahun. Kepuasan pada tahap ini terjadi

pada saat pengeluaran feses. Anak mulai menunjukkan keakuannya,

sikapnya sangat narsistik (cinta terhadap diri sendiri), dan egois. Anak

juga mulai mempelajari struktur tubuhnya. Pada tahap ini anak sudah

dapat dilatih dalam hal kebersihan.


Masa Kanak-Kanak

Masa ini dibagi dalam usia toddler, prasekolah, dan sekolah.

Perkembangan seksual pada masa ini diawali secara biologis atau fisik,

sedangkan perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah:

1. Tahap oedipal/phalik, terjadi pada umur 3-5 tahun. Kepuasan anak

terletak pada rangsangan otoerotis, yaitu meraba-raba, merasakan

kenikmatan dari beberapa daerah erogennya. Anak juga mulai menyukai

lain jenis. Anak laki-laki cenderung suka pada ibunya daripada ayahnya,

sebaliknya anak perempuan lebih suka pada ayahnya. Anak mulai dapat

mengidentifikasikan jenis kelamin dirinya, apakah laki-laki atau

perempuan, belajar malalui interaksi dengan figur orang tua, serta mulai

mengembangkan peran sesuai dengan jenis kelamin.


2. Tahap laten, terjadi pada umur 5-12 tahun. Kepuasan anak mulai

terintegrasi, mereka memasuki masa pubertas dan berhadapan langsung

pada tuntutan sosial, seperti suka hubungan dengan kelompoknya atau

teman sebaya, dorongan libido mulai mereda. Pada masa sekolah ini,

anak sudah banyak bertanya tentang hal seksual melalui intetraksi

dengan orang dewasa, membaca, atau berfantasi.

Masa Pubertas

Pada masa ini sudah terjadi kematangan fisik dari aspek seksual dan

akan terjadi kematangan secara psikososial. Terjadinya perubahan secara

psikologis ini ditandai dengan adanya perubahan citra tubuh (body image),

perhatian yang cukup besar terhadap perubahan fungsi tubuh, pemelajaran

tentang perilaku, kondisi sosial, dan perubahan lain, seperti perubahan berat
badan, tinggi badan, perkembangan otot, bulu di pubis, buah dada, atau

menstruasi bagi wanita. Tahap yang disebut Freud sebagai tahap genital ini

terjadi pada umur lebih dari 12 tahun. Kepuasaan anak pada tahp ini akan

kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap

lawan jenis.

Masa Dewasa Muda Dan Pertengahan Umur

Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup dan ciri seks

sekunder mencapai puncaknya, yaitu antara umur 18-30 tahun. Pada masa

pertengahan umur terjadi perubahan hormonal, pada wanita ditandai dengan

penurunan esterogen, pengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan

cairan vagina, selanjutnya akan terjadi penurunan reaksi, pada pria ditandai

dengan penurunan ukuran penis serta penurunan semen. Dari perkembangan

psikososial, sudah mulai terjadi hubungan intim antara lawan jenis, proses

pernikahan dan memiliki anak, sehingga terjadi perubahan peran.

Masa Dewasa Tua

Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di antaranya adalah

atropi pada vagina dan jaringan payudara, penurunan cairan vagina, dan

penurunan intensitas orgasme pada wanita ; sedangkan pada pria akan

mengalami penurunan jumlah sperma, berkurangnya intensitas orgasme,

terlambatnya pencapaian ereksi, dan pembesaran kelenjar prostat.

D. Penyimpangan Perilaku Seksual


Macam-macam penyimpangan perilaku seksual pada orang dewasa

diantaranya:
1. Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan

seksualnya. Disebut gay jika penderitanya berjenis kelamin pria dan disebut lesbi

jika penderitanya berjenis kelamin wanita. Istilah lain dari homoseksual adalah

seksual inversion, contrary seksual feeling, atau urning istilah ini untuk pria,

sedangkan untuk wanita selain lesbian juga bisa disebut urnigin. Lesbianisme

berasal dari nama lesbos, nama sebuah pulau diluar Aegea tempat Sappho pada

zaman Yunani tua yang dikenal sebagai seorang pecinta wanita.


Banyak teori yang menjelaskan penyebab terjadinya homoseksualitas, antara

lain:
a. Faktor herediter berupa ketidakseimbangan hormon-hormon seks
b. Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi

perkembangan kematangan seksual normal


c. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia pernah

mengalami homoseksual yang menggairahkan pada saat remaja


d. Atau seorang anak laki-laki pernah mengalami traumatis dengan Ibunya,

sehingga timbul kebencian atau antipati terhadap ibunya dan semua wanita. Lalu

muncul lah dorongan homoseksual.


Sedangkan penyebab terjadinya lesbianisme, antara lain:
a. Wanita yang bersangkutan atau yang mengalami lesbianisme terlalu mudah

menjadi jenuh dalam relasi heteroseksual dengan suaminya atau seorang pria.
b. Dan tidak merasakan orgasme
2. Sadomakisme atau Masokisme seksual
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual yang mana kepuasaan seksual

diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu

menyakiti atau menyiksa pasangannya. Faktor penyebab terjadinya sadisme

antara lain:
a. Oleh pendidikan yang salah timbul lah anggapan bahwa perbuatan seks

itu adalah kotor, sehingga perlu ditindak dengan kekejaman dan kekerasan,

dengan melakukan perbuatan sadistis.


b. Didorong oleh nafsu berkuasa yang ekstrim, sehingga seseorang perlu

menampilkan perbuatan kekejaman dan penyiksaan terhadap partner

seksnya
c. Atau disebabkan oleh pengalaman traumatis dengan ibunya atau dengan

seorang wanita, sehingga oleh rasa dendam membara, seorang laki-laki

melakukan sadistis dalam bersenggama baik secara sadar maupun tidak

sadar.
Sedangkan masokisme adalah kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang

dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh

kepuasan seksual. Hal ini karena yang bersangkutan membutuhkan derita yang

lebih besar untuk mencapai kepuasan seksual atau orgasme.


Individu dengan gangguan ini secara konsisten memiliki gangguan fantasi

seksual dengan cara menyakiti pasangannya dengan teror baik secara fisik

maupun psikologis.
1) Pemaksaan atau pemerkosaan, penolakan korban menjadi gairah seksual

para pelaku dalam melakukan aksinya.


2) Pelaku melakukan penyiksaan yang sebenarnya, pemukulan sampai

menimbulkan luka memar


3) Melukai bagian tubuh tertentu dari pasangannya sampai mengeluarkan

darah
4) Beberapa individu gangguan juga disertai simtom masokis
5) Melakukan penyiksaan seksual dengan pemaksaan atau sampai luka
6) Melakukan penyiksaan berat dengan menggunakan cambuk, kejutan,

listrik dan sebagainya.


3. Ekshibisionisme
Pendertia ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan

memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan

kehendaknya. Bila korban jijik, terkejut, dan menjerit ketakutan maka ia akan

semakin terangsang. Kondisi seperti ini sering diderita pria, dengan


memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan masturbasi kemudian

ejakulasi. Penyebab terjadinya ekshibisionisme antara lain:


a. Perasaan tidak mapan, rasa tidak aman, merasa dipojokkan atau dilupakan,

dan rasa rendah diri


b. Dari sebab-sebab tersebut timbul kompulsi-kompulsi dan dambaaan

diperhatikan, untuk diakui kejantanannya sebagai laki-laki yang potent, dengan

jalan memperlihatkan alat kelaminnya di depan umum.


c. Hiperseks atau hypersexuality
Secara normal, seorang pria akan berpasangan dan melakukan hubungan seksual

dengan satu wanita, yaitu istrinya. Tapi pada pria yang mengalami hiperseks, satu wanita

tak cukup untuk dapat memuaskannya. Hiperseks atau hypersexuality merupakan

penyimpangan seksual yang ditandai dengan tingginya keinginan untuk melakukan

hubungan seksual dan sulitnya mengontrol keinginan seks tersebut.27 “Orang yang

mengalami hiperseks Memang susah disembuhkan, tetapi bukan berarti tak mungkin.

Terlebih banyak kasus itu lebih berkaitan dengan masalah kejiwaan, ketimbang masalah

fisik. Seorang yang tergolong pecandu seks adalah orang yang memiliki kelainan

dorongan seksual, dan tidak bisa mengendalikan hasrat tersebut. Dari segi kejiwaan, ada

beberapa sebab yang bisa menimbulkan seorang yang tergolong pecandu seks adalah

orang yang memiliki kelainan dorongan seksual, dan tidak bisa mengendalikan hasrat

tersebut.

Dari segi kejiwaan, ada beberapa sebab yang bisa menimbulkan kecanduan seks, yaitu:
a. Seks sebagai satu-satunya cara berkomunikasi. Biasanya terjadi pada orang yang
tidak mampu membuka diri dan berkomunikasi dengan baik. Jadi, saat dia ingin
berkomunikasi, hanya dengan menggunakan seks.

b. Pelepas ketegangan. Pada pekerjaan dengan tingkat stres tinggi, seringkali


melampiaskan ketegangan dengan cara berhubungan seksual.
c. Terobsesi segala hal berbau seks, meski sebenarnya dalam dirinya timbul konflik
karena sadar terobsesi oleh seks itu tidak baik.Keempat, gangguan jiwa, yang
menganggap dirinya yang paling hebat, termasuk dalam hal seks.

d. Perasaan rendah diri (inferiority). Misalnya, seseorang tak kunjung memberikan


kontribusi bagus untuk kehidupan rumah tangga, atau memiliki latar belakang
keluarga, status sosial, atau pendidikan yang lebih rendah dari orang disekitarnya,
dia bisa melampiaskan rasa rendah diri ini dengan kegagahan di tempat tidur.

5. Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni
vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual
dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi atau bahkan
berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan mengintipnya, penderita tidak
melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya
mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakulasinya dilakukan dengan cara
bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat korbannya. Dengan
kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual
bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual.
Perbandingan voyeurisme di kalangan pria dan wanita sangat besar, yaitu
9:1 sebab, biasanya wanita tidak senang melihat kegiatan sekaual dan gambar
atau film-film porno, menurut psikoanalisa, fikasi terhadap pengalaman di masa
kanak-kanak melihat orang tuanya bersenggama, merupakan dasar yang kuat
bagi kebiasaan voyeuristis.

6. Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil


Pedhophilia adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks atau
kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur. Biasanya pedofil memilih
anak perempuan yang berumur antara 8 tahun sampai dengan umur 10 tahun, sedangkan
untuk anak laki-laki berkisar antara umur 10 tahun sampai dengan umur 12 tahun.
Biasanya hal ini disebabkan oleh perkawinan yang tidak bahagia, tidak mempunyai anak
bahkan sampai mengalami perceraian. Selain itu kebengisan istri dan lebih berkuasanya
istri dalam rumah tangga juga bisa menjadi faktor munculnya seksual pedophilia.
Selain itu praktek pedophilia biasanya juga dilakukan oleh laki-laki yang bersifat
psikopatis, psikopat, alkhoholik atau asusila. Umur rata-rata dari orang yang melakukan
praktek pedhopilia ini kurang lebih dari umur 35-45 praktek pedhopila ini bisa berupa:
a. Perbuatan ekshibisionistis dengan memperlihatkan alat kelamin sendiri pada anak-
anak.

b. Memanipulasi tubuh anak-anak (membelai-belai, mencium, mengeloni, menimang, dan


lain-lain).

c. Sampai melakukan coitus dengan anak-anak

7. Necrophilia/Necrofil
Necrofil adalah kondisi dimana seseorang menyukai melakukan hubungan seks
dengan orang yang sudah menjadi mayat atau orang mati. Kejadian yang amat jarang
terjadi ini diakibatkan karena pengalaman masa kecil yang pahit, masa perkembangan
yang terluka hingga anak menanamkan rasa bersalah pada perasaannya dan merasa
rendah diri, sehingga tidak ada keberanian untuk menghadapi seksual yang nyata dan
yang hidup.
Praktek nekrofilia itu disebabkan antara lain oleh, pelakunya dihinggapi rasa inferior
yang begitu hebat karena mengalami trauma serius, sehingga dia tidak berani
mengadakan relasi seks dengan seseorang wanita (yang masih hidup). Selain itu seorang
nekrofilia bisa membunuh seseorang untuk dijadikan atau mendapatkan mayat, guna
dipakai sebagai patner bercoltus. Clotus dengan mayat itu kadang-kadang dibarengi
dengan kerusakan atau mutilasi terhadap mayat tersebut.
8. Zoophilia
Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan
hubungan seks dengan hewan. Hewan tersebut disetubuhi atau dilatih untuk merangsang
secara seksual oarang yang besangkutan. Dasar penyebabnya karena merasa kekurangan
untuk melakukan hubungan sek dengan manusia. Hewan dipandang lebih rendah, lebih
mudah dikuasai dan dikendalikan sehingga kepuasaan seksual terasa sempurna.
9. Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik
pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan. Dengan cara begitu
ia akan menjadi lebih terangsang dan menjadi sangat bergairah. Padahal hal tersebut
merupakan salah satu hal yang diharamkan dalam agama islam.
10. Gerontopilia

Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh

cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek

atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual,

dari sekian banyak gangguan seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme,

masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, frotteurisme, dan lain

sebagainya. Keluhan awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi istri atau suami

sebagai pasangan hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh

pasangannya maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya

kepada pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan

idamannya (kakek/nenek).

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masalah Seksualitas


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro (2003-2004) tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual adalah,
1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi,
sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku,
kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi,
gaya hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia,
agama, dan status perkawinan),
2) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga,
sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk
perilaku tertentu), (Suryoputro. 2006).
Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 450 sampel tentang perilaku seksual
remaja berusia 14-24 tahun mengungkapkan 64% remaja mengakui secara
sadar bahwa melakukan hubungan seks sebelum menikah melanggar nilai dan
moral agama. Sedangkan 31% menyatakan bahwa melakukan hubungan seks
sebelum menikah adalah biasa atau sudah wajar dilakukan tidak melanggar nilai
dan moral agama.
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman agama
berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah remaja (Media Indonesia, 27
Januari 2005). Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak
membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian mencari
alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa (Syafrudin,
2008). Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat membutuhkan
informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi. Remaja seringkali
memperoleh informasi 19 yang tidak akurat mengenai seks dari teman-teman
mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang tua (Saifuddin dan
Hidayana, 1999).
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi
remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan
seksual sebelum menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai
atau pernah cerai, keluarga dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird,
2003). Hubungan orang-tua yang harmonis akan menumbuhkan kehidupan
emosional yang optimal terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya.
Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam
keluarga, dan anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak
lengkap misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan
ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak
(Rohmahwati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual
pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan remaja,
diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media pornografi
(Soetjiningsih, 2006). Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual
pada remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan,
penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma di
masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan
(Sarwono, 2003).
F. Bentuk Abnormalitas Seksual Akibat Dorongan Seksual
Abnormal
Perilaku abnormal menurut Atkinson R.L dapat dilihat dari beberapa segi.
Statistik Perilaku abnormal merupakan sisi perrtama yang secara statistik
menyimpang dari normal. Kemudian maladaptif perilaku abnormal yang memiliki
pengaruh buruk pada individu atau masyarakat. Sisi Menyimpang dari norma
sosial merupakan perilaku yang menyimpang secara jelas dari standar atau
norma dalam masyarakat.
Abnormalitas seksual merupakan sifat seksual seseorang yang berbeda
secara mencolok. Perbedaan sifat antara dengan orang normal atau dengan
standar kelakuan dan sikap-sikap yang berkonflik secara tajam dengan standar-
standar yang diterima oleh orang banyak.
Para ahli mengungkap berbagai macam abnormalitas seksual. Pada
bukunya, Kartono (1989: 232) menyebutkan ada beberapa macam abnormalitas
seksual, yaitu:
(a) Abnormalitas seksual yang disebabkan oleh dorongan seksual yang
abnormal (pelacuran, promiskuitas, perjinahan, seduksi, frigiditas, impotensi,
ejakulasi premature, nymphomania, satyriasis, vaginismus, dispareuni, 24
anorgasme dan kesukaran coitus pertama).
(b) Abnormalitas seksual yang disebabkan adanya partner seks yang
abnormal (homoseksual, lesbianisme, bestiality, zoofilia, nekrofillia,
pornografi, pedofilia, fetishisme, frottage, gerontoseksualitas, incest, saliromania,
wifeswapping, misofilia, koprofilia, dan urofilia).
(c) Abnormalitas seksual dengan cara-cara abnormal dalam pemuasan
dorongan seksualnya (onani, sadisme seksual, masokisme, sadomasokisme,
transseksualisme, dan triolisme).
Ketidakwajaran seksual mencakup perilaku-perilaku atau fantasi-fantasi
seksual yang mencapai orgasme melalui relasi yang tidak normal. Relasi
tersebut di luar hubungan dengan kelamin yang sama (homoseksualitas atau
lesbian), partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma
tingkah laku seksual dalam masyarakat.
G. Siklus Respon Seksualitas
Para ahli seks telah mengatakan siklus respon seksual terdiri dari beberapa
tahapan atau fase. Definisi dari setiap tahap berubah-ubah dan seseorang mungkin
tidak sadar atas apa yang dialami tubuh mereka pada setiap tahap. Lamanya waktu
yang dihabiskan seseorang untuk mengalami setiap tahap, dan bahkan urutan dari tiap
tahapan mungkin bervariasi pada setiap orang. Seorang wanita yang sedang
berkencan dapat mengalami gairah seksual beberapa kali, bahkan tanpa diketahuinya,
tanpa pernah mengalami tahap stabil. Dia mungkin mengalami gairah seksual dan
tahap stabil selama dia berdansa, tetapi kembali pada tahap tidak bergairah selama
menuju ke rumah. Sekali di rumah dia dapat mengalami gairah secara cepat dan
orgasme sebagai akibat dari perangsangan secara langsung pada alat kelamin tanpa
mengalami tahap stabil. Cara di mana seseorang mengalami setiap tahapan adalah
unik bagi mereka, dan bahkan hal ini akan berubah tergantung pada mood mereka dan
bersama siapa mereka.
Meskipun siklus respons seksual pada laki-laki dan perempuan tidak dapat
dibedakan secara jelas karena terdapat perbedaan antara satu orang dengan lainnya,
berdasarkan perubahan anatomi dan faali pada saat terjadinya hubungan seks, siklus
respons seksual pada pria dan wanita dapat dibagi menjadi 4 fase. Fase tersebut
adalah :
1. Fase Perangsangan (Excitement Phase)
2. Fase Dataran Tinggi (Plateau Phase)
3. Fase Orgasme (Orgasmic Phase)
4. Fase Resolusi (Resolution Phase)
1. Fase Perangsangan (Excitement Phase)

Fase Perangsangan (Excitement Phase) adalah tahap pertama pada siklus respon
seksual, dimana Adanya keinginan untuk melakukan hubungan seksual yang dapat
berlangsung dari beberapa menit sampai beberapa jam.

Perangsangan terjadi sebagai hasil dari pacuan yang dapat berbentuk fisik atau
psikis. Pacuan yang berasal dari situasi tanpa hubungan fisik langsung, yang bukan
biasanya dan diinginkan, karena aktivitas proses faali tubuh terjadi sebagai akibat
pikiran atau emosi. Pemacu dapat berasal dari rangsangan erotik maupun non erotik,
seperti pandangan, suara, bau, lamunan, pikiran, dan mimpi. Sedangkan Pemacu non-
erotik biasanya karena adanya rangsangan pada alat kelamin bagian dalam. Kadang-
kadang, fase perangsangan ini berlangsung singkat dan segara masuk ke fase plateau.
Pada saat yang lain dapat terjadi secara lambat dan berlangsung secara bertahap serta
memerlukan waktu yang lebih lama.

o Pada lelaki : Fantasi atau daya khayal terhadap kenikmatan pengalaman


hubungan seksual yang pernah di alami dapat membangkaitkan hasrat bercinta.
o Pada wanita : Komunikasi yang sifatnya memuji kelebihan dalam dirinya
kemudian dilanjutkan dengan komunikasi yang mengarah ke hal–hal sensual akan
menimbulkan reaksi kenyamanan terhadap pasangan dan pasti rileks.

Pada fase ini bangkitnya gairah dapat disertai oleh respon-respon phisik dan
mental atau rangsangan phisik:

1. Meningkatnya tekanan otot-otot


2. Denyut jantung yang semakin cepat dan nafas yang memburu
3. Kulit yang menjadi memerah (terkadang timbul semburat merah di sekitar dada
dan punggung)
4. Puting yang mengeras
5. Aliran darah menuju organ genital yang meningkat, yang berakibat klitoris dan
labia minora (bibir vagina dalam) pada wanita menjadi basah serta penis pria
menegang.
6. Organ intim (vagina) wanita secara umum menjadi basah.
7. Payudara menjadi tegang dan seakan-akan penuh serta organ intim wanita
merekah.
8. Testis pria akan mengembang dan scrotum akan penuh cairan yang siap
dikeluarkan.

2. Fase Dataran Tinggi (Plateau Phase)

Fase Dataran Tinggi (Plateau Phase) adalah fase kedua dari respon seksual
dimana fase ini merupakan kelanjutan tahap exitement atau rangsangan awal yang
berupa bangkitan seksual mencapai derajat tertinggi yaitu sebelum mencapai ambang
batas yang diperlukan untuk terjadinya orgasme.

Rangsangan berupa sentuhan langsung pada organ genital, mendengar desahan


atau kata–kata romantis, melihat sesuatu yang erotis dan membau aroma yang sensual
dapat menimbulkan mekanisme fisiologis dalam tubuh seperti peningkatan kadar
adrenalin dalam darah, peningkatan kontraksi otot , tekanan darah, frekuensi denyut
nadi serta irama nafas yang memburu lebih meningkat dibandingkan pada fase
excitement.

Pada fase ini bangkitnya gairah dapat disertai oleh respon-respon phisik antara
lain :

1. Organ intim wanita yang semakin mengembang karena meningkatnya aliran


darah serta perubahan kulit sekitar organ intim menjadi ke-ungu-an dan
menjadi lebih gelap.
2. Klitoris yang menjadi semakin sensitif (bahkan terkadang nyeri bila disentuh)
dan terkadang kembali masuk tertutup klitoris untuk menghindari
perangsangan oleh penis.
3. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut jantung, dan tekanan
darah
4. Otot mengejang di kaki, muka dan tangan
5. Testis naik ke dalam skrotum
6. Meningkatnya ketegangan otot

3. Fase Orgasme (Orgasmic Phase)

Fase Orgasme (Orgasmic Phase) adalah fase ketiga dalam siklus respon seksual
yaitu pelepasan tiba-tiba ketegangan seksual yang terkumpul, yang mengakibatkan
kontraksi otot ritmik di daerah pinggul yang menghasilkan sensasi kenikmatan yang
tinggi dan diikuti relaksasi yang cepat. Ini biasanya berlangsung untuk beberapa
detik. Orgasme juga sebagian merupakan pengalaman psikologis akan kenikmatan
dan pembuangan, saat pikiran difokuskan hanya pada pengalaman pribadi. Orgasme
kadang-kadang disebut klimaks atau kedatangan.
Orgasme adalah perasaan kepuasan seks yang bersifat fisik dan psikologik
dalam aktivitas seks sebagai akibat pelepasan memuncaknya ketegangan seksual
(sexual tension) setelah terjadi fase rangsangan yang memuncak pada fase plateau.
Orgasme berbeda dari satu orang ke orang lain dan untuk setiap individu pada
waktu yang berbeda. Terkadang orgasme merupakan gelombang sensasi yang
meletup-letup dan menakjubkan, sementara lainnya lebih ringan, halus dan tidak
terlalu kuat. Perbedaan intensitas orgasme dapat disebabkan faktor fisik, seperti
kelelahan dan lamanya waktu sejak orgasme terakhir, sekaligus juga faktor
psikososial, termasuk suasana hati, hubungan dengan pasangan, aktivitas, harapan,
dan perasaan mengenai pengalaman itu.

Tercapainya klimaks dalam hubungan seksual yang mewujudkan respons


menyenangkan sebagai bentuk kepuasan secara fisik dan emosi yang ditandai
berkurangnya ketegangan dan perasaan semakin dekat dengan pasangan.

 Pada lelaki : Orgasme dapat disertai atau tanpa ejakulasi, bahkan seorang lelaki
dapat mengalami orgasme berulang – ulang tanpa mengalami ejakulasi. Tanda
lelaki memperoleh orgasme adalah semakin tingginya kadar adrenalin dan
terjadi kontraksi otot – otot organ seksual , prostate dan urethra diikuti
pengeluaran semen dan pelepasan zat endorphin dalam darah yang
menimbulkan rasa nikmat.
 Pada wanita : Saat mengalami orgasme wanita dapat mengalami ejakulasi
yang jika ditakar cairannya sekitar satu sendok teh. Pada fase ini terjadi
kontraksi otot 1/3 bagian bawah vagina, bagian atas labia minora, uterus, rectum
dan pelepasan endorphin.

Pada fase ini bangkitnya gairah dapat disertai oleh respon-respon phisik antara
lain :

1. Kontraksi otot yang tak beraturan dan tidak terkontrol


2. Tekanan darah, denyut jantung dan nafas berada dalam kondisi puncak dengan
kebutuhan oksigen yang masimal.
3. Otot sekitar kaki yang mengejang penuh.
4. Pelepasan yang tiba-tiba dari tekanan seksual
5. Pada wanita organ intim akan berkontraksi, rahim akan terus berkontraksi.
6. Pada pria, kontraksi ritmis otot pada pangkal penis akan mengakibatkan
ejakulasi dan pengeluaran semen.
7. Gerakan tubuh tak beraturan akan berlanjut dan keringat akan cenderung
keluar dari pori-pori tubuh.

Perbedaan utama antara fase orgasmik wanita dan pria adalah jauh lebih banyak
wanita daripada pria yang memiliki kemampuan fisik untuk mencapai satu atau lebih
orgasme tambahan dalam waktu singkat tanpa jatuh di bawah tingkat kenaikan gairah
seksual. Mengalami orgasme berulang tergantung pada rangsangan dan minat seksual
berkelanjutan. Karena semuanya ini tidak terjadi setiap kali bagi kebanyakan wanita,
orgasme berulang tidak terjadi pada setiap hubungan seksual. Di sisi lain, saat
berlangsungnya ejakulasi, pria memasuki tahap pemulihan yang disebut periode
refraktori (pembelokan/pembubaran). Selama waktu ini, orgasme atau ejakulasi lebih
lanjut secara fisik tidak mungkin. Namun, beberapa pria bisa belajar mendapat
orgasme tanpa berejakulasi, dengan begitu menjadikannya mungkin untuk mengalami
orgasme berulang.

4. Fase Resolusi (Resolution Phase)


Fase Resolusi (Resolution Phase) adalah fase terakhir pada siklus respon
seksual yaitu merupakan fase yang mengembalikan keadaan genitalia dan sistem-
sistem tubuh kembali ke keadaan semula (sebelum terangsang). Fase reolusi adalah
Proses kembalinya tubuh pada keadaan semula , dalam kondisi ini tubuh mengalami
relaksasi sehingga terasa lebih ringan dan beban seolah telah lepas. Pada fase ini juga
dihasilkan feniletilamin yang mempengaruhi perasaan senang.
o Pada lelaki : Dalam kondisi ini pria berada pada periode refrakter yang artinya
tidak dapat dirangsang.
o Pada wanita : Fase ini memungkinkan seorang wanita memperoleh multiorgasme
karena kebalikan dari lelaki pada kondisi ini wanita dapat dirangsang kembali dan
mendapat orgasme berulang yang lebih nikmat dari sebelumnya.
Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan seringkali kelelahan.
Sering kali perempuan tidak memerlukan fase resolusi sebelum kembali ke aktivitas
seksual dan kemudian orgasme, Beberapa wanita mampu melanjutkan fase orgasme
tersebut dengan sedikit rangsangan dan inilah yang disebut sebagai multiple orgasme.
Sebaliknya pria memerlukan waktu setelah orgasme yang disebut dengan periode
refraksi, dimana pada waktu ini pria tidak akan mampu orgasme lagi. Periode refraksi
ini berlangsung berbeda-beda pada pria, biasanya semakin tua umur maka periode
refraksi ini akan berlangsung makin lama.

H. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan


Kebutuhan Seksualitas

a. Pengkajian Keperawatan
1) Riwayat seksual
 Klien yang menerima perawatan kehamilan, PMS, infertility,
kontrasepsi.
 Klien yang mengalami disfungsi seksual/problem (impoten, orgasmic
dysfuntion, dll)
 Klien yang mempunyai penyakit-penyakit yang akan mempengaruhi
fungsi seksual (peny.jantung, DM, dll)
2) Pengkajian seksual mencakup:
 Riwayat Kesehatan seksual
 Pengkajian fisik
 Inspeksi dan palpasi
 Beberapa riwayat kesehatan yang memerlukan pengkajian fisik
misalnya riwayat PMS, infertilitas, kehamilan, adanya sekret yang tidak
normal dari genital, perubahan warna pada genital, gangguan fungsi
urinaria, dan sebagainya..
3) Identifikasi klien yang berisiko
 Klien yang berisiko mengalami gangguan seksual misalnya:
Adanya gangguan struktur/fungsi tubuh akibat trauma, kehamilan,
setelah melahirkan, abnormalitas anatomi genital.
 Riwayat penganiayaan seksual, penyalahgunaan seksual
 Kondisi yang tidak menyenangkan seperti luka bakar, tanda lahir, skar
(masektomi) dan adanya ostomi pada tubuh
 Terapi medikasi spesifik yang dapat menyebabkan masalah seksual;
kurangnya pengetahuan/salah informasi tentang fungsi dan ekspresi
seksual
 Gangguan aktifitas fisik sementara maupun permanen; kehilangan
pasangan
 Konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan religi
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada masalah kebutuhan seksual, antara
lain :
1. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan:
- Ketakutan tentang kehamilan
- Efek antihipertensi
- Depresi terhadap kematian atau perpisahan dengan pasangan
2. Disfungsi seksual
- Cedera medulla spinalis
- Penyakit kronis
- Nyeri
- Ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan atau panti

3. Gangguan citra tubuh


- Efek masektomi atau kolostomi yang baru dilakukan
- Disfungsi seksual
- Perubahan pasca persalinan
4. Gangguan harga diri
- cedera medulla spinalis
- penyakit kronis
- nyeri
a) Ansietas mengenai penempatan di rumah perawatan atau panti
Masalah seksual juga dapat menjadi etiologi diagnosa keperawatan yang lain
misalnya :
1) Kurang pengetahuan (mengenai konsepsi, kontrasepsi, perubahan seksual
normal) salah informasi dan mitos-mitos seksual
2) Nyeri tidak adekuatnya lubrikasi vagina atau efek pembedahan genital seperti
cemas kehilangan fungsi seksual
c. Perencanaan Keperawatan.
Tujuan yg akan dicapai terhadap masalah seksual yang dialami klien, mencakup :
a) Mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan kesehatan seksual
b) Meningkatkan pengetahuan seksualitas dan kesehatan seksual
c) Mencegah terjadinya/menyebarnya PMS
d) Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan
e) Meningkatkan kepuasan terhadap tingkat fungsi seksual
f) Memperbaiki konsep seksual diri
d. Implementasi
a) Promosi kesehatan seksual seperti penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
b) Perawat memiliki keterampilan komunikasi yang baik, lingkungan dan
waktu yang mendukung privasi dan kenyamanan klien.
c) Topik tentang penyuluhan tergantung karakteristik dan faktor yang
berhubungan, pendidikan tentang perkembangan normal pada anak usia todler,
kontrasepsi pada klien usia subur, serta pendidikan tentang PMS pada klien
yang memiliki pasangan seks lebih dari satu.
d) Rujukan mungkin diperlukan
e. Evaluasi Keperawatan

 Evaluasi tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan. Jika tidak tercapai,
perawat seharusnya mengeksplorasi alasan-alasan tujuan tersebut tidak tercapai.
Pengungkapan klien atau pasangan, klien dapat diminta mengungkapkan
kekuatiran, dan menunjukkan faktor risiko, isyarat perilaku seperti kontak mata,
atau postur yang menandakan kenyamanan atau kekuatiran.
 Klien, pasangan dan perawat mungkin harus mengubah harapan atau
menetapkan jangka waktu yang lebih sesuai untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
 Komunikasi terbuka dan harga diri yang positif
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas
di definisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari
lubuk hati paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi
diri manusia sebagai mahluk seksual. Karena itu pengertian dari seksualitas
merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada hanya sekedar kata seks yang
merupakan kegiatan fisik hubungan seksual. Seksualitas merupakan aspek yang
sering di bicarakan dari bagian personalitas total manusia, dan berkembang
terus dari mulai lahir sampai kematian.
Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan
dua orang individu secara pribadi yang saling menghargai, memerhatikan, dan
menyayangi sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antara dua individu tersebut.
Pada saat ini perilaku seksual telah beranjak dari posisi nilai moral menjadi budaya.
Dengan kata lain, jika sebelumnya seks sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah
merambah ke segala penjuru kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil moralitas.
Tinjauan seksualitas terdiri dari aspek biologis, psikologis, dan seni budaya.
Ada 2 faktor yang mempengaruhi masalah seksualitas yaitu:
a) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap
terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan
yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup,
pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status
perkawinan),
b) faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga,
sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku
tertentu).

B. Saran
Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Seksualitas di
defenisikan sebagai kualitas manusia, perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati
paling dalam, dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri manusia
sebagai mahluk seksual. Oleh karena itu seksualitas pada orang dewasa sangat
dibutuhkan dalam keharmonisan keluarga.
Dan diharapkan setelah mengetahui tentang kebutuhan seksualitas, dapat memahami
kebutuhan seksualitas yang sebenarnya. Jangan sampai mengakibatkan terjadinya
penyimpangan-penyimpangan seksualitas lainnya.

Anda mungkin juga menyukai