Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Seksualitas sulit untuk didefinisikan karena seksualitas memiliki
banyak aspek kehidupan kita dan diekspresikan melalui beragam perilaku.
Seksualitas bukan semata-mata bagian intrinsik dari seseorang tetapi juga
meluas sampai berhubungan dengan orang lain. banyak orang salah
berfikir tentang seksualitas hanya dalam istilah seks. Seksualitas dan seks
bagaimanapun adalah sesuatu hal yang berbeda, seks sering digunakan
dalam dua cara. Paling umum seks digunakan untuk mengacu pada bagian
fisik dari berhubungan yaitu aktivitas seksual genital. Seks juga digunakan
untuk memberi label gender, baik seseorang itu pria atau wanita.
Seksualitas diekspresikan melalui interaksi dan hubungan dengan
individu dari jenis kelamin yang berbeda dan/atau sama serta mencakup
pikiran, pengalaman, pelajaran, ideal, nilai, fantasi, dan emosi. Seksualitas
berhubungan dengan bagaimana seorang merasa tentang diri mereka dan
bagaimana mereka mengomunikasikan perasaan tersebut kepada orang
lain melalui tindakan yang dilakukannya, seperti sentuhan, ciuman,
pelukan, dan sanggama seksual dan perilaku yang lebih halus, seperti
isyarat gerak tubuh, etiket berpakaian, dan perbendaharaan kata.
Seksualitas mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pengalaman hidup ini
sering berbeda antara pria dan wanita.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan gangguan seksual ?
2. Bagaimana pemenuhan kebutuhan gangguan seksual ?
3. Apa sajakah penyimpangan seksual yang ada pada gangguan seksual ?
4. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi masalah pada gangguan
seksual ?
5. Bagaimana asuhan keperawatan pada masalah seksualitas ?
6. Bagaimana penatalaksanaan seksual ?

IDK II 1
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui maksud dari gangguan seksual.
2. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan gangguan seksual.
3. Untuk mengetahui penyimpangan seksual.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi masalah
gangguan jiwa.
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada masalah seksualitas.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan seksual.

IDK II 2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GANGGUAN SEKSUAL


Seksual dalam arti sempit disebut koitus/sanggama. Seksual secara
umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal
yang berhubungan dengan perkara-perkara hubungan intim antara laki-laki
dengan perempuan.
Gangguan seksual adalah gangguan dalam fase apapun dari suatu
siklus reaksi seksual. Gangguan-gangguan seksual yang berbeda mungkin
dapat memiliki penyebab-penyebab yang berbeda pula, baik secara fisik
maupun psikologi. Penyebab fisik yang paling umum dari gangguan
seksual adalah penyalahgunaan alkohol atau narkoba, efek samping dari
beberapa pengobatan, dan beberapa jenis penyakit. Penyebab psikologi
adalah gangguan yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan seperti
cemas, takut, depresi, stres atau bahkan takut gagal yang menyebabkan
kemampuan seksual menurun draktis.
Gangguan seksual atau biasa juga disebut disfungsi seksual adalah
tidak berfungsinya secara normal salah satu atau beberapa sistem dalam
tubuh yang menyebabkan ketidakpuasan saat melakukan aktivitas seksual,
baik itu sendiri maupun bersama pasangan, dimana ketidakpuasan tersebut
dapat menurunkan kualitas hidup yang bersangkutan dan bisa menjadi
penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga.

B. PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL


Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan
kekurangan dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui
suatu usaha atau tindakan (Murray dalam Bherm, 1996).
Kebutuhan Seks (Sex Needs), yaitu kebutuhan pelampiasan
dorongan seksual, bagi mereka yang sudah matang fungsi
biologisnya. Kebutuhan akan seks bagi manusia sudah ada sejak lahir.
Seks tergolong dalam kebutuhan primer yang sama dengan kebutuhan:

IDK II 3
makan, minum, mandi, berpakaian, tidur, bangun, bekerja, buang air besar,
atau buang air kecil. Aktiviats-aktivitas rutin ini dilakukan setiap manusia
sepanjang hidup. Orang bisa berpuasa tetapi dalam batas waktu tertentu
dan itulah yang disebut dengan kebutuhan seks.
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa
ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling
menghargai memperhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi hubungan
timbal balik antara kedua individu tersebut ( Alimut , 2006)
 Faktor faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas
a. Pertimbangan Perkembangan
- Proses perkembangan manusia mempengaruhi aspek psikososial,
emosional dan biologik kehidupan yang selanjutnya akan
mempengaruhi seksualitas individu.
- Hanya aspek seksualitas yang telah dibedakan sejak fase konsepsi.
b. Kebiasaan Hidup Sehat dan Kondisi Kesehatan
- Tubuh, jiwa dan emosi yang sehat merupakan persyaratan utama
untuk dapat mencapai kepuasan seksual.
- Trauma atau stress dapat mempengaruhi kemampuan individu
untuk melakukan kegiatan atau fungsi kehidupan sehari-hari yang
tentunya juga mempengaruhi ekspresi seksualitasnya, termasuk
penyakit.
- Kebiasaan tidur, istirahat, gizi yang adekuat dan pandangan hidup
yang positif mengkontribusi pada kehidupan seksual yang
membahagiakan.
c. Peran dan Hubungan
- Kualitas hubungan seseorang dengan pasangan hidupnya sangat
mempengaruhi kualitas hubungan seksualnya.
- Cinta dan rasa percaya merupakan kunci utama yang memfasilitasi
rasa nyaman seseorang terhadap seksualitas dan hubungan
seksualnya dengan seseorang yang dicintai dan dipercayainya.
- Pengalaman dalam berhubungan seksual seringkali ditentukan oleg
dengan siapa individu tersebut berhubungan seksual.

IDK II 4
d. Konsep Diri
- Pandangan individu terhadap dirinya sendiri mempunyai dampak
langsung terhadap seksualitas.
e. Budaya, Nilai dan Keyakinan
- Faktor budaya, termasuk pandangan masyarakat tentang
seksualitas dapat mempengaruhi individu.
- Tiap budaya mempunyai norma-norma tertentu tentang identitas
dan perilaku seksual.
- Budaya turut menentukan lama hubungan seksual, cara stimulasi
seksual dan hal lain terkait dengan kegiatan seksual.
f. Agama
- Pandangan agama tertenmtu yang diajarkan, ternyata berpengaruh
terhadap ekspresi seksualitas seseorang.
- Berbagai bentuk ekspresi seksual yang diluar kebiasaan, dianggap
tidak wajar.
- Konsep tentang keperawanan dapat diartikan sebagai kesucian dan
kegiatan seksual dianggap dosa, untuk agama tertentu.
g. Etik
- Seksualitas yang sehat menurut Taylor, Lilis & Le Mone (1997)
tergantung pada terbebasnya individu dari rasa berssalah dan
ansietas.
- Apa yang diyakini salah oleh seseorang, bisa saja wajar bagi orang
lain.

C. PENYIMPANGAN SEKSUAL
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh
seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak
sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah
menggunakan objek seks yang tidak wajar. Penyebab terjadinya
penyimpangan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman
sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik. Berikut ini
macam-macam bentuk penyimpangan seksual sebagai berikut:

IDK II 5
a. Homoseksual. Merupakan kelainan seksual berupa disorientasi
pasangan seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan
lesbi untuk penderita perempuan. Penyebab dari kedua
penyimpangan ini misalnya, anak laki-laki memiliki identifikasi yang
dekat terhadap ibunya, memiliki trauma berhubungan dengan lawan
jenis, dll.
b. Sadomasokisme. Sadisme mengambil nama dari Marquis de Sade
(1740-1814) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kenikmatan atau rangsangan seksual yang diperoleh dengan
menimbulkan nyeri atau menyiksa pasangannya. Penyebab sadisme
antara lain pada masa anak-anak sering mendapatkan hukuman fisik
dalam pola asuh orang tuanya, pada masa dewasanya memiliki
kecenderungan untuk melampiaskan dendam kesumat di masa lalu.
Sementara itu, masokisme seksual merupakan kebalikan dari sadisme
seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau
disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.
c. Eksibisionisme. Penderita eksibisionisme akan memperoleh kepuasan
seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada
orang lain sesuai dengan kehendaknya. Kondisi ini sering diderita
pria, dengan memperlihatkan penisnya yang dilanjutkan dengan
masturbasi hingga ejakulasi. Penyebab deviasi seksual ini antara lain
memiliki perasaan rendah diri, serta peran ibu yang dominan, dan
sangat protektif.
d. Voyeurisme. Istilah voyeurisme (disebut juga scopophilia) berasal
dari bahasa prancis yakni vayeur yang artinya mengintip. Penderita
kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara
mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang, mandi, atau
bahkan berhubungan seksual. Dengan kata lain, kegiatan mengintip
atau melihat tadi merupakan rangsangan seksual bagi penderita untuk
memperoleh kepuasan seksual.
e. Fetishisme. Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita
fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi

IDK II 6
dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki atau benda lain
yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Oleh karena
itu, mereka biasanya menjadi pencuri pakaian dalam. Dengan
demikian, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan
kepuasan.
f. Incest. Adalah dorongan seksual yang dirasakan terhadap keluarga
sedarah. Mereka tertarik secara seksual terhadap orang-orang dalam
lingkungan keluarga. Incest lebih bersifat moral. Artinya, bisa saja
pelaku incest tertarik secara seksual pada orang lain.
g. Necrophilia/nekrofil, adalah orang yang suka melakukan hubungan
seks dengan orang yang sudah menjadi mayat/orang mati. Penderita
nekrofilia sangat menyukai pekerjaan yang terkait dengan mayat,
seperti misalnya pembalsem jenazah, penjaga mayat, penggali kubur,
dan semacamnya.
h. Zoophilia. Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat
hewan melakukan hubungan seks dengan hewan.
i. Sodomi. Adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur
pasangan seks baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan
pasangan perempuan.
j. Gerontophilia, adalah suatu perilaku penyimpangan seksual yaitu
sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang
yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek).
k. Skatologia telepon dan chat. Bisa diartikan sebagai melakukan
hubungan telepon dan chat yang cabul dengan orang lain yang tidak
menginginkannya. Bisa dikenal sebagai Phone Sex (PS) dan Chat Sex
(CS).
l. Perkosaan. Penyimpangan seksual terjadi atas dasar paksaan yang
mengandung unsur agresivitas yang memiliki kepribadian diliputi
dengan kebencian, memiliki objek seksual terhadap lawan jenis dan
sebaya. Penyebab perilaku ini adalah rendahnya kontrol dorongan
seksual dan dorongan kebencian.

IDK II 7
m. Pedofilia/pedophil/pedifil. Penderita pedifilia memiliki
kecenderungan untuk melakukan aktivitas seksual dengan anak-anak
kecil. Biasanya digunakan standar umur di bawah 13 tahun dan
penderitanya minimal lima tahun lebih tua.
n. Bestially. Adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks
dengan binatang seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek,
anjing, kucing, dan lain sebagainya.
o. Coprophilia. Yaitu kepuasan seksual dicapai dengan menggunakan
objek feses.
p. Urolagnia. Yaitu kepuasan seksual dicapai dengan menggunakan
objek urine yang diminum.
q. Oral seks/kunilingus. Yaitu kepuasan seksual dicapai dengan
menggunakan mulut pada alat kelamin wanita.
r. Fekiksio. Yaitu kepuasan seksual dicapai dengan menggunakan
mulut pada alat kelamin laki-laki.
s. Frottage. Yaitu kepuasan seksual dicapai dengan cara meraba orang
yang senangi tanpa diketahui lawan jenis.
t. Pornografi. Yaitu gambar atau tulisan yang dibuat secara khusus
untuk memberi rangsangan seksual (Maramis, 2004).
u. Transeksualisme. Adalah suatu hasrat untuk hidup dan diterima
sebagai bagian dari kelompok lawan jenisnya, contoh laki-laki mau
menjadi wanita. Sering kali kita kenal dengan sebutan “banci atau
bencong”. Bisa disertai keinginan untuk mendapatkan terapi
hormonal dan pembedahan untuk menjadi lawan jenisnya.
Penyimpangan ini perlu gangguan yang mencolok dari perasaan yang
normal sebagai laki-laki atau perempuan.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASALAH


SEKSUAL
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi gangguan dalam
fungsi seksual di antaranya sebagai berikut.
1. Tidak adanya panutan (role medel).

IDK II 8
2. Gangguan struktur dan fungsi tubuh seperti adanya trauma, obat,
kehamilan, atau abnormalitas anatomi genitalia.
3. Kurang pengetahuan atau informasi yang salah mengenai masalah
seksual.
4. Penganiayaan secara fisik.
5. Adanya penyimpangan psikoseksual.
6. Konflik terhadap nilai.
7. Kehilangan pasangan karena perpisahan atau kematian.
 Adapun faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya
permasalahan seksual pada remaja, menurut Sarwono (1994) adalah
sebagai berikut.
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
remaja. Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja
membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.
2. Norma-norma agama yang berlaku, yakni seseorang untuk
melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Remaja yang tidak
dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-
hal tersebut. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena
adanya penyebaran informasi dan rangsangan melalui media massa
yang dengan teknologi yang canggih (contoh VCD, buku stensil,
foto, majalah, internet, dll) menjadi tidak terbendung lagi.
3. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena
sikapnya yang masih menabukan pembicaraan mengenai seks
dengan anak, menjadikan mereka tidak terbuka pada anak, bahkan
cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah ini.

E. ASUHAN KEPERAWATAN PADA MASALAH SEKSUALITAS


Asuhan keperawatan pada perubahan pola seksualitas terdiri atas
tiga aspek, yaitu pengkajian, diagnosis keperawatan, dan intervensi
keperawatan.

IDK II 9
1. Pengkajian
Pengkajian terdiri atas data objektif dan data subjektif yang
bersandar dari batasan-batasan karakteristik. Data subjektif adalah data
yang diperoleh dari keluhan klien dan wawancara klien atau keluarga
klien. Data objektif berasal dari pemeriksaan fisik yang dilakukan
perawat terhadap klien.
 Batasan karakteristiknya adalah sebagai berikut.
- Mayor (harus terdapat), perubahan aktual atau yang antisipasi
dalam fungsi seksual atau identitas seksual.
- Minor (mungkin terdapat) ekspresi perhatian mengenai fungsi
seksual atau identitas seksual, tidak sesuainya perilaku seksual
verbal atau nonverbal, dan perubahan dalam karakteristik seksual
primer atau sekunder.
 Pedoman wawancara dalam mengumpulkan data yang berkaitan
dengan aspek psikoseksual adalah sebagai berikut.
- Menggunakan pendekatan yang jujur dan berdasarkan fakta yang
menyadari bahwa klien sedang mempunyai pertanyaan atau
masalah seksual.
- Mempertahankan kontak mata dan duduk dekat klien.
- Memberikan waktu yang memadai untuk membahas masalah
seksual, jangan terburu-buru.
- Menggunakan pertanyaan yang terbuka, umum, dan luas untuk
mendapatkan informasi mengenai pengetahuan, persepsi, dan
dampak penyakit berkaitan dengan seksualitas.
- Jangan mendesak klien untuk membicarakan mengenai seksualitas,
biarkan terbuka untuk dibicarakan pada waktu yang akan datang.
- Masalah citra diri, kegiatan hidup sehari-hari dan fungsi sebelum
sakit dapat dipakai untuk mulai membahas masalah seksual.
- Amati klien selama interaksi, dapat memberikan informasi tentang
masalah apa yang dibahas, begitu pula masalah apa yang dihindari
klien.

IDK II 10
- Minta klien untuk mengklarifikasi komunikasi verbal dan
nonverbal yang belum jelas.
- Berinisiatif untuk membahas masalah seksual berarti menghargai
klien sebagai makhluk seksual, memungkinkan timbulnya
pertanyaan tentang masalah seksual.
 Perlu dikaji berbagai mekanisme koping yang mungkin digunakan
klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain
sebagai berikut.
- Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan
seksual.
- Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik
atau ketidakpuasan seksual.
- Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran
atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan, dan dorongan
seksual.
- Menarik diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah,
perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum
terselesaikan secara tuntas.
2. Diagnosis Keperawatan
Disfungsi seksual dan perubahan pola seksualitas. Perubahan pola
seksual dapat terjadi sebagai respons terhadap berbagai masalah
kesehatan, situasi, dan konflik. Penyebab terjadinya perubahan pola
seksualitas tersebut, yang berhubungan dengan berbagai faktor antara
lain berhubungan dengan:
a. Efek-efek biokimia pada energi, libido sekunder akibat,
b. Efek alkohol pada kinerja,
c. Penurunan lubrikasi vagital sekunder,
d. Fobia misalkan kehamilan, kanker, atau penyakit kelamin,
e. Ketakutan terhadap (penyakit-penyakit hubungan seksual),
f. Ketakutan terhadap ejakulasi prematur/tertunda.
3. Intervensi Secara Umum Perubahan Pola Seksual
a. Tujuan

IDK II 11
Pola seksualitas klien dapat teratasi dalam waktu 4 x 24 jam.
b. Kriteria Hasil
Individu akan:
1. Menceritakan kepedulian atau masalah mengenai fungsi
seksual,
2. Mengekspresikan peningkatan kepuasan dengan pola seksual,
3. Mengidentifikasi stresor dalam kehidupan,
4. Melanjutkan aktivitas seksual sebelumnya,
5. Melaporkan suatu keinginan untuk melanjutkan aktivitas
seksual.
c. Intervensi
1. Dapatka riwayat seksual pola seksual biasanya, kepuasan
(indevidu, pasangan), pengetahuan seksual, masalah (seksual,
kesehatan), harapan, suasana hati, dan tingkat energi.
2. Berikan dorongan untuk bertanya tentang seksualitas atau
fungsi seksual yang mungkin mengganggu klien.
3. Gali hubungan klien dengan pasangannya.
4. Jika stresor atau gaya hidup yang penuh stresor berdampak
negatif terhadap fungsi: bantu individu dalam memodifikasi
gaya hidup untuk mengurangi stres, dorongan identifikasi
stresor yang ada dalam kehidupan; kelompokan menurut
individu yang dapat mengontrol dan tidak dapat mengontrol.
a. Dapat mengontrol: keterbelakangan pribadi, keterlibatan
dalam aktivitas komunitas.
b. Tidak dapat mengontrol: mengeluh, penyakit anak
perempuan, lakukan program latihan teratur untuk reduksi
stres.
5. Identifikasi pilihan metode untuk mengaktifkan energi seksual
bila pasangan tidak ada atau jika ada keinginan.
6. Jika suatu perubahan atau kehilangan bagian tubuh mempunyai
dampak negatif terhadap fungsi.
7. Identifikasi pennghambat untuk memuaskan fungsi seksual.

IDK II 12
8. Ajarkan teknik untuk mengurangi konsumsi oksigen, beban
kerja dari jantung, dan nyeri.
a. Mengurangi konsumsi oksigen: gunakan oksigen selama
aktivitas seksual jika diindikasikan, lakukan aktivitas
seksual setelah penatalaksanaan pernapasan tekanan positif
intermiten, rencanakan aktivitas seksual untuk individu
pada saat yang paling segar, gunakan posisi berhubungan
intim yang nyaman dan biarkan napas tidak dibatasi.
b. Kurangi beban kerja dari jantung (klien jantung harus
menghindari aktivitas seksual).
c. Kurangi atau hilangkan nyeri: jika pelumas vagina menurun
gunakan pelumas cair, gunakan pengobatan untuk nyeri
sebelum aktivitas seksual, gunakan apa saja yang
merelaksasikan individu sebelum aktivitas seksual (kantung
panas, mandi pancuran panas).
9. Lakukan penyuluhan kesehatan dan rujukan sesuai indikasi.

F. PENATALAKSANAAN SEKSUAL
Untuk mendiagnosa masalah gangguan seksual sebagai salah
satunya bentuk Penatalaksanaan Gangguan Seksual sangat tidak mudah.
Masalahnya kadang para pasien tidak bisa atau tidak mau mengutarakan
semuanya kepada dokter, perbedaan persepsi antara pasien dengan dokter,
dengan apa yang diceritakan pasien ke dokter. Banyak pasien yang
memerlukan konseling seksual dan terapi namun hanya sedikit yang peduli
dengan hal ini.
Terapi atau Penatalaksanaan Gangguan Seksual pada kenyataannya
tidak mudah dilakukan, sehingga perlu diagnosa holistik untuk mengetahui
secara tepat etiologi dari gangguan seksual yang terjadi sehingga dapat
dilakukan penatalaksanaan yang tepat pula.
Strategi Penatalaksanaan Gangguan Seksual, yaitu:
1. Memberikan Edukasi. Terutama edukasi tentang anatomi manusia,
fungsi seksual dan perubahan normal yang berkaitan dengan penuaan,

IDK II 13
seperti halnya perilaku dan respon seksual, bisa juga untuk membantuk
mengatasi rasa cemas atas fungsi dan performa seksual.
2. Meningkatkan Stimulus. Bisa dilakukan dengan mengubah rutinitas
kegiatan seksual.
3. Memberikan teknik pengalihan. Contohnya, musik, video, atau televisi
yang dapat digunakan untuk meningkatkan rileksasi dan
memghilangkan kecemasan.
4. Mendorong perilaku noncoitus. Stimulasi fisik yang tidak menyertakan
sanggama, seperti pijat seksual, dapat digunakan untuk menaikkan
kenyamanan dan komunikasi antarpasangan.
5. Meminimalisasi rasa nyeri. Posisi seksual yang membuat seseorang
dapat mengontrol kedalam penetrasi bisa membantu meredakan rasa
nyeri. Mandi air hangat sebelum melakukan hubungan seksual
membantu tubuh menjadi rileks.

IDK II 14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan dasar manusia berupa
ekspresi perasaan dua orang individu secara pribadi yang saling
menghargai, memerhatikan, dan menyayangi sehingga terjadi sebuah
hubungan timbal balik antara dua individu tersebut.Pada saat ini perilaku
seksual telah beranjak dari posisi nilai moral menjadi budaya. Dengan kata
lain, jika sebelumnya seks sarat dengan kaidah moral, sekarang seks telah
merambah ke segala penjuru kehidupan sebagai gaya hidup yang nihil
moralitas.

B. SARAN
Sebagai manusia yang normal, untuk mencegah agar tidak
mengalami gangguan seksual sebaiknya kita lebih memperkuat ibadah
kita. Dengan memperkuat ibadah, dan mendalami ilmu agama maka kita
akan dapat mengetahui bahwa perbuatan seperti gangguan-gangguan
seksual tersebut merupakan perbuatan yang salah dan berdosa besar.
Selain itu, kita juga perlu memiliki ilmu pengetahuan tentang seksualitas,
agar kita tidak mengalami gangguan-gangguan seperti yang telah dibahas
pada BAB II.
Terutama untuk mahasiswa seperti kita, pembahasan tentang
gangguan seksualitas ini memang sebaiknya dipelajari dengan anggapan
pengetahuan tentang dunia seksualitas ini merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari. Sebagai mahasiswa sudah seharusnya kita
memahami tentang dunia seksualitas sebagai bagian dari ilmu penting
dalam kehidupan manusia.

IDK II 15
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, W.I.M. Lilis Indrawati, dan Joko Susanto. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Depkes R.I. 1987. Pedoman Teknis Perawatan Dasar. Jakarta: Granesia.

IDK II 16

Anda mungkin juga menyukai