Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam
segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik positif
maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan Keadaan ini sangat besar
pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan
jumlah pasien gangguan jiwa fisik, mental dan sosial atau status kesehatan seseorang
sejalan dengan perkembangan teknologi dapat dikatakan makin banyak masalah yang
harus dihadapi dan diatasi seseorang serta sulit tercapainya kesejahteraan hidup.

Menurut Balitbang (2007), merupakan upaya menghindari suatu hubungan


komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak
mempunyai kesempatan untuk berbagai rasa, pikiran dan kegagalan. Klien
mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup
berbagai pengalaman. Isolasi sosial adalah salah satu gangguan jiwa yang banyak
terjadi di masyarakat yang disebabkan oleh beberapa faktor. Maka dari itu perlu kita
ketahui lebih dalam tentang apa itu gangguan jiwa pada isolasi sosial, dan bagaimana
penanganannya.

1.2 TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan masalah utama
isolasi sosial .
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi pengkajian masalah keperawatan pada klien isolasi sosial
b. Menganalisa data keperawatan pada klien isolasi sosial
c. Mengetahui Rencana tindakan keperawatan pada klien isolasi sosial

1
1.3 MANFAAT
Kita dapat mengetahui macam-macam penyebab dari isolasi sosial yang
terjadi dalam setiap pasien gangguan jiwa. Sehingga kita dapat mencegah diri kita
atau orang disekitar kita dengan memberinkan pengetahuan tentang isolasi sosial.
Dan kita juga dapat mengetahui cara melakukan asuhan keperawatan pada klien
isoslasi sosial.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI ISOLASI SOSIAL


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Berikut beberapa pengertian isolasi sosial yang dikutip dari Pasaribu (2008).
Menurut Townsend, isolasi sosial merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh
seseorang karena orang lain dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam bagi
dirinya. Kelainan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu
berpartisipasi dalam suatu kuantitas yang tidak cukup atau berlebih atau kualitas
interaksi sosial tidak efektif. Menurut Depkes RI penarikan diri atau withdrawal
merupakan suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap
lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat sementara atau menetap.
Menurut Carpenito, Isolasi sosial merupakan keadaan di mana individu atau
kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan
keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Menurut
Rawlins & Heacock, isolasi sosial atau menarik diri merupakan usaha menghindar
dari interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa kehilangan
hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam berfikir, berperasaan,
berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.
Menurut Dalami, dkk. (2009), isolasi sosial adalah gangguan dalam ber-
hubungan yang merupakan mekanisme individu terhadap sesuatu yang mengancam
dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Hubungan yang sehat dapat digambarkan dengan adanya komunikasi yang
terbuka, mau menerima orang lain, dan adanya rasa empati. Pemutusan hubungan
interpersonal berkaitan erat dengan ketidakpuasan individu dalam proses hubungan
yang disebabkan oleh kurang terlibatnya dalam proses hubungan dan respons

3
lingkungan yang negatif. Hal tersebut akan memicu rasa tidak percaya diri dan
keinginan untuk menghindar dari orang lain.

2.2 RENTANG RESPON SOSIAL


Suatu hubungan antarmanusia akan berada pada rentang respons adaptif dan
maladaptif seperti tergambar di bawah ini.

Adaptif Maladaptif

a.Menyendiri (solitude)
a.Merasa sendiri
b.Otonomi (loneliness) a.Manipulasi
c.Bekerja sama b.Menarik diri b.Impulsif
(mutualisme) (withdrawal)
c.Narsisme
d.Saling bergantung c.Bergantung (dependent)
(interdependence)

Gambar.1.1 Rentang respon social, (Stuart and Sundeen, 1998).


Waktu membina suatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang
respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respons
yang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya setempat yang secara
umum berlaku, sedangkan respons maladaptif merupakan respons yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma –
norma sosial dan budaya setempat. Respons sosial maladaptif yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari – hari adalah menarik diri, tergantung (dependen),
manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian.
Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam
rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan 1.1 :

4
1. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon
adaptif terdiri dari :
a. Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan
seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan di lingkungan
sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah
selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi
dan menerima.
d. Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.

2. Respon maladaptive adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan


berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif
terdiri dari :
a. Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.
b. Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat
pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu
tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
c. Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
d. Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh,
secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian,

5
sikap egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak
mendukung.
e. Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal
mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses.
f. Kesepian : Kondisi dimana seseorang merasa sendiri, sepi, tidak
danya perhatian dengan orang lain atau lingkunganya.

2.3 ETIOLOGI ISOLASI SOSIAL


Berbagai faktor dapat menimbulkan respon yang maladaptif. Menurut Stuart
& Sundeen (1998), belum ada suatu kesimpulan yang spesifik tentang penyebab
gangguan yang mempengaruhi hubungan interpersonal. Faktor yang mungkin
mempengaruhi antara lain yaitu:
2.3.1 Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
2.3.1.1 Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat
dipenuhi, akan menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga
adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi individu dalam
menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan
rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa
ketidak percayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga pada
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang hangat
sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:

6
a. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan
antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa percaya
yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi
hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari. Bayi yang
mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain
pada masa berikutnya.

b. Masa Kanak-Kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang
mandiri, mulai mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai
membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik terjadi apabila
tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat
anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan
adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus anak
tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena
pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara
berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.

c. Masa Praremaja dan Remaja


Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang
intim dengan teman sejenis, yang mana hubungan ini akan
mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan
nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim
dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim
dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan

7
kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan
orang tua. Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat
mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali
menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.

d. Masa Dewasa Muda


Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan
hubungan interdependen antara teman sebaya maupun orang tua.
Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan perasaan
pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap
kebutuhan orang lain. Individu siap untuk membentuk suatu
kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling
memberi dan menerima (mutuality).

e. Masa Dewasa Tengah


Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan
anak-anak terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan
individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang dapat
meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh
dengan tetap mempertahankan hubungan yang interdependen antara
orang tua dengan anak.

f. Masa Dewasa Akhir


Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan
keadaan fisik, kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun
pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian
yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.

8
2.3.1.2 Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
a. Sikap bermusuhan/hostilitas
b. Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
c. Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
d. Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaraan anak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga,
kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan
musyawarah.
e. Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat
bersamaan yang membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
f. Ekspresi emosi yang tinggi

2.3.1.3 Faktor Sosial Budaya


Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan
faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti
anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.

2.3.1.4 Faktor Biologis


Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Insiden tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga
yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar
monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%.Kelainan pada struktur otak
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan struktur limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

9
2.3.2 Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh
faktor internal maupun eksternal, meliputi:
2.3.2.1 Stresor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan,
terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan
orang yang dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat
menimbulkan isolasi sosial.

2.3.2.2 Stresor Biokimia


a. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
b.Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
c. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada
pasien skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan
karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan
maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan
tingkah laku psikotik.
d.Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-
sel otak.

2.3.2.3 Stresor Biologik dan Lingkungan Sosial


Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi
akibat interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.

10
2.3.2.4 Stresor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk
mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan pada tipe psikotik. Menurut teori psikoanalisa; perilaku
skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan tekanan yang berasal
dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan
dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase
simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai
usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-
masing tingkah laku adalahsebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b.Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d.Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi
dan regrasi.
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan karena kurangnya rasa percaya
pada orang lain, perasaan panic, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham,
sukar berinteraksi di masa lampau, perkembangan ego yang lemah, serta represi rasa
takut (Townsend, M.C., 1998:152). Menurut Stuart, G.W. dan Sundeen,
S.J.(1998:345) isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
Gangguan konsep diri rendah adalah penilaian pribadi terhadapo hasil yang
dicapai dengan menganalisis seberapa jauh perilaku memenhi ideal diri (Stuart, G.W.

11
dan Sundeen., 1998:227). Menurut Townsend (1998:189) harga diri rendah
merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang
negative baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukakan oleh
Carpenito, L.J. (1998:325) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana
individu mengalami evaluasi diri negative mengenai diri atau kemampuan diri.
Menurut Carpenito, L.J. (1998:325) dan Keliat, B.A. (1994:20) perilaku yang
berhubungan denag harga diri rendah antara lain sebagai berikut :
a. Data Subjektif
1. Mengkritik diri sendiri dan orang lain
2. Perasaan tidak mampu
3. Rasa bersalah
4. Sikap negative pada diri sendiri
5. Sikap pesimis pada kehidupan
6. Keluhan sakit fisik
7. Menolak kemampuan diri snediri
8. Pengurangan diri/ mengejek diri sendiri
9. Perasaan cemas dan takut
10. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
11. Mengungkapkan kegagalan pribadi
12. Ketidakmampuan menentukan tujuan

b. Data Objektif
1. Produktivitas menurun
2. Perilaku destruktif pada diri sendiri
3. Menarik diri dari hubungan sosial
4. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
5. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan)

2.4 TANDA DAN GEJALA ISOLASI SOSIAL


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat

12
ditemukan dengan wawancara, adalah:
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
f. Pasien merasa tidak berguna
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

Menurut Towsend.M.C (1998:192-193) dan Carpenito,L.J.(1998:381) Isolasi


sosial: Menarik diri sering ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut :
kurang spontan, apatis, ekspresi wajah tidak berseri, tidak memperhatikan
kebersihan diri, komunikasi verbal kurang, menyendiri, tidak peduli lingkungan,
asupan makanan terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, posisi
baring seperti fetus, menolak berhubungan dengan orang lain.
Menurut Mustika Sari (2002), tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial,
yaitu:
a. Kurang spontan
b. Apatis (kurang acuh terhadap lingkungan)
c. Ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih)
d. Afek tumpul
e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
f. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan
klien lain atau perawat
g. Mengisolasi (menyendiri)
h. Klien tampak memisahkan diri dari orang lain
i. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
j. Pemasukan makanan dan minuman terganggu
k. Retensi urine dan feses
l. Aktivitas menurun kurang energi (tenaga)

13
m. Harga diri rendah
n. Posisi janin saat tidur
o. Menolak hubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap.

2.5 BATASAN KARATERISTIK ISOLASI SOSIAL


Batasan karakteristik klien dengan isolasi sosial menurut Nanda-I, (2012)
dibagi menjadi dua, yaitu objektif dan subjektif :
a. Objektif
1. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
2. Perilaku yang tidak sesuai dengan perkembangan
3. Afek tumpul
4. Bukti kecacatan
5. Ada di dalam subkultur
6. Sakit
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Dipenuhi dengan pikiran sendiri
10. Menunjukkan permusuhan
11. Tindakan berulang
12. Afek sedih
13. Ingin sendirian
14. Tidak komunikatif
15. Menarik diri

b. Subjektif
1. Minat yang tidak sesuai dengan perkembangan
2. Mengalami perasaan berbeda dari orang lainketidakmampuan memenuhi
harapan orang lain
3. Tidak percaya diri saat berhadapan dengan publik

14
4. Mengungkapkan perasaan yang didorong oleh orang lain
5. Mengungkapkan perasaan penolakan
6. Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
7. Mengungkapkan nilai yang tidak dapat diterima oleh kelompok kultural
yang dominan

2.6 MEKANISME KOPING ISOLASI SOSIAL


Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan
yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan
koping yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan
contoh sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam
hubungan yang luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan
peliharaan, menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal
seperti kesenian, musik, atau tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)

2.7 AKIBAT ISOLASI SOSIAL


1. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi
2. Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain,lingkungan dan
verbal)
3. Defisit perawatan diri

2.8 PATHWAY ISOLASI SOSIAL

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan
pengajian ,tulis tempat klien dirawat da tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
A. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama,
tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
B. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi
kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,
tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen.
C. Faktor predisposisi
Kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak
realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan
dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (
korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak
menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
D. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan
keluhafisik yang dialami oleh klien.
E. Asfek Psikososial
1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
2. Konsep diri
a. citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan

16
terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang
tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan
keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b. Identitas diri : Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .
c. Peran Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses
menua, putus sekolah, PHK.
d. Ideal diri Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya :
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e. Harga diri Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri
sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai
diri, dan kurang percaya diri.
3. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga
sosialdengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
4. kenyakinan klien terhadap tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
F. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
denga orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
G. Kebutuhan persiapan pulang.
1.Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2.Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,
membersikan dan merapikan pakaian.
3.Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4.Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
5.Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
H. Mekanisme Koping

17
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
I. Asfek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor,therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik
aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995) Masalah keperawatan yang
sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut :
1. Isolasi sosial : menarik diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
3. Resiko perubahan sensori persepsi
4. Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang
lain .
5. Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
6. Intoleransi aktifitas.
7. Kekerasan resiko tinggi.

Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak
efektifnya koping individu : koping defensif.

3.3 RENCANA INTERVENSI

3.3.1 Tindakan Keperawatan Untuk Pasien


1. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu melakukan hal berikut.
a. Membina hubungan saling percaya.

18
b. Menyadari penyebab isolasi sosial.
c. Berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan
a. Membina hubungan saling percaya
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Berkenalan dengan pasien, seperti perkenalkan nama dan nama
panggilan yang anda sukai, serta tanyakan nama dan nama
panggilan pasien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4) Buat kontrak asuhan, misalnya apa yang anda akan lakukan
bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di
mana.
5) Jelaskan bahwa anda akan merahasiaakan informasi yang
diperoleh untuk kepentingan terapi.
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap pasien.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
b. Membantu pasien menyadari perilaku isolasi sosial.
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan
orang lain.
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka.
4) Diskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien.
c. Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
1) Jelaskan kepada pasien cara berinteraksi dengan orang lain.
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain

19
3) Beri kesempatan pasien mempraktikkan cara berinteraksi dengan
orang lain yang dilakukan di hadapan anda.
4) Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang teman /
anggota keluarga.
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah
interaksi dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan
oleh pasien.
7) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasien setelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan ke-
berhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar
pasien tetap semangat meningkatkan interaksinya.

3.3.2 Tindakan Keperawatan Untuk Keluarga


1. Tujuan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga mampu merawat pasien isolasi
sosial di rumah.
2. Tindakan
Melatih keluarga merawat pasien isolasi sosial.
a. Menjelaskan tentang hal berikut.
1) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
2) Penyebab isolasi sosial.
3) Sikap keluarga untuk membantu pasien mengatasi isolasi
sosialnya.
4) Pengobatan yang berkelanjutan dan mencegah putus obat.
5) Tempat rujukan bertanya dan fasilitas kesehatan yang tersedia
bagi pasien.
b. Memperagakan cara berkomunikasi dengan pasien.
c. Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktikkan cara
berkomunikasi dengan pasien.

20
3.4 EVALUASI
1. Evaluasi kemampuan pasien
a. Pasien menunjukkan rasa percayanya kepada saudara sebagai perawat
dengan ditandai dengan pasien mau bekerja sama secara aktif dalam
melaksanakan program yang saudara usulkan kepada pasien.
b. Pasien mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan tidak mau bergaul
dengan orang lain, kerugian tidak mau bergaul, dan keuntungan bergaul
dengan orang lain.
c. Pasien menunjukkan kemajuan dalam berinteraksi dengan orang lain
secara bertahap.

2. Evaluasi kemampuan keluarga


Keluarga ikut bekerja sama merawat pasien sesuai anjuran yang anda berikan.

21
BAB IV
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Waktu membina suatu
hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang respons yang adaptif sampai
dengan respon maladaptif.

3.2 SARAN
Kita sebagai seorang perawat harus mampu mengetahui tentang definisi,
penyebab dan asuhan keperawatan pada pasien dengan isolasi sosial. Dan dari materi
diatas perawat diharuskan mampu dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada
pasien yang mengalami isolasi sosial.

22
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf, Ah, dkk.2015.BUKU AJAR KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA.Jakarta


: Salemba Medika.
Novientasari.2013.LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL: MENARIK
DIRI [online], (https://nophienov.wordpress.com/2013/05/30/laporan-pendahu-
luan-isolasi-sosial-menarik-diri/), Diakses 29 november 2016 14:10
Damaiyanti Mukhripah & Iskandar.2014.Asuhan Keperawatan Jiwa.Bandung: PT
Refika Aditama
Tutu April Ariani.2012.BUKU SISTEM NEUROBEHAVIOUR.Jakarta: Salemba
Medika.
Kirana, Mustikasari,dkk.2016.PENURUNAN GEJALA KLIEN HALUSINASI DAN
ISOLASI SOSIAL.Jurnal ilmiah keperawatan

23

Anda mungkin juga menyukai

  • Cedera Kepala Ringan
    Cedera Kepala Ringan
    Dokumen26 halaman
    Cedera Kepala Ringan
    Ely Prayunika Dewi
    80% (5)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Sikap Perawat Dalam Praktek
    Sikap Perawat Dalam Praktek
    Dokumen15 halaman
    Sikap Perawat Dalam Praktek
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • RKM Perina
    RKM Perina
    Dokumen5 halaman
    RKM Perina
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen23 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Aisa Titip LP
    Aisa Titip LP
    Dokumen16 halaman
    Aisa Titip LP
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • RKM Perina
    RKM Perina
    Dokumen5 halaman
    RKM Perina
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • MENGENAL GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN NON ORGANIK
    MENGENAL GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN NON ORGANIK
    Dokumen36 halaman
    MENGENAL GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN NON ORGANIK
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Seminar Jurnal Keperawatan Gerontik
    Seminar Jurnal Keperawatan Gerontik
    Dokumen12 halaman
    Seminar Jurnal Keperawatan Gerontik
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen23 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Cover Mater
    Cover Mater
    Dokumen37 halaman
    Cover Mater
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen33 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen16 halaman
    Bab 1
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Seksual
    Gangguan Seksual
    Dokumen16 halaman
    Gangguan Seksual
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • ARITMIA
    ARITMIA
    Dokumen18 halaman
    ARITMIA
    nugrahita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Seksual
    Gangguan Seksual
    Dokumen16 halaman
    Gangguan Seksual
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • CAMPAK
    CAMPAK
    Dokumen6 halaman
    CAMPAK
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • CAMPAK
    CAMPAK
    Dokumen6 halaman
    CAMPAK
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Anemia Edit
    Anemia Edit
    Dokumen13 halaman
    Anemia Edit
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen12 halaman
    Campak
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen12 halaman
    Campak
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • KLMPK 1 Patfis
    KLMPK 1 Patfis
    Dokumen11 halaman
    KLMPK 1 Patfis
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Cover Mater
    Cover Mater
    Dokumen37 halaman
    Cover Mater
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat