Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

Di Ruang Perinatologi

Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
AISA TRI WIJAYANTI
NIM. 1930005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
2019/2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan hiperbilirubin di Ruang Perinatologi Rumah Sakit dr. Saiful Anwar
Malang Oleh :
Nama : Aisa Tri Wijayanti
NIM : 1930005
Prodi : Pendidikan Profesi Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen Anak,
yang dilaksanaka pada tanggal 13 Januari – 18 Januari 2020, yang telah disetujui dan disahkan
pada :
Hari :
Tanggal :

Malang, Januari 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)

Kepala Ruang

(.............................................)
LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBIN

A. Definisi
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin darah yang kadar nilainya lebih
dari normal. Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
(Suriadi 2010)
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubinemia mencapai suatu
nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernicterus kalau tidak ditanggulangi dengan
baik.
Hyperbilirubinemia (icterus pada bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva, mukosa, dan alat
tubuh lainnya berwarna kuning. (Ngastiyah, 2010).

B. Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah icterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas
pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Iktrus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah icterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut :

a. Timbul pada hari kedua-ketiga


b. Kadar bilirubin indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg % pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan
c. Kecepatam peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg %
d. Kadar bilirubin direk < 1 mg %
e. Icterus hilang pada 10 hari pertama
f. Tidak mempunyai dasar patologis, tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis tertentu.

Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hyperbilirubinemia dengan


karakteristik sebagai berikut :

a. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran


b. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg % atau > setiap 24 jam
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg % pada neonatus < bulan dan 12,5 mg
% pada neonatus cukup bulan
d. Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD
dan sepsis)
e. Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperosmolitas darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg
% pada cukup bulan, dan 15 mg % pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg
% dan 15 mg %.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, thalamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nucleus
merah, dan nucleus pada dasar ventrikulus IV
Kern ikterus ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup
bulan dengan ikterus berat (bilirubin > 20 mg %) dan disertai penyakit hemolitik berat
dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
terbentuk kelainan saraf simpatis yang terjadi secara kronik.
C. Etiologi
1. Gangguan fungsi hati : defisiensi glukoromil transferase, obstruksi empedu
Peningkatan produksi :
a. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus
dan ABO.
b. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran
c. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik
yang terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
e. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya
pada Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya
Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi,
Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

D. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati.Frekuensi
dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin
tidak mencapai tingkat patologis.
E. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin.
Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam
air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh
dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan
larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus
bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa
adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika
konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke
dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus
atau jaundice(Murray et al,2009).
F. Pathway
G. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang jelas pada anak yang menderita hiperbilirubin adalah :
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran mukosa
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada
bayi baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetik atau infeksi.
3. Jaundice yang tampak pada hari kedua atau ketiga, dan mencapai puncak pada hari
ketiga – keempat dan menurun pada hari kelima – ketujuh yang biasanya merupakan
jaundice fisiologis
4. Ikterus adalah pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang cenderung tampak kuning
terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit berwarna kuning
kehujauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat dilihat pada ikterus yang berat
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urine gelap dan warna tinja pucat seperti dempul
6. Perut membuncit dan pembesaran pada hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau mengisap
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retradasi mental
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme otot, epistotonus, kejang,
stenosis yang disertai ketegangan otot.

H. Derajat Penilaian Kremer


Kremer telah membuat suatu hubungan antara kadar bilirubin total serum dengan
luas daerah ikterus pada bayi baru lahir, yang selama ini banyak dipakai sebagai acuan
penilaian derajat ikterus.
Ikterus dimulai dari kepala, leher, dan seterusnya. Dan membagi tubuh bayi baru
lahir dalam lima bagian bawah sampai lutut, tumit-pergelangan kaki dan bahu, pergelangan
tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut dan lain-lain.
Derajat ikterus menurut KRAMER.
Derajat Perkiraan kadar
ikterus Daerah ikterus bilirubin
I Kepala dan leher 5,0 mg %
II Sampai badan atas (diatas umbilicus) 9,0 mg %
Sampai badan bawah (dibawah
III umbilicus) hingga tungkai atas (diatas 11,4 mg %
lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg %
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg %

I. Komplikasi
1. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
2. Kernikterus : kerusakan neurologis, cerebral palsy, retrdasi mental, hiperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi dan tangisan yang melengking.

J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium (pemeriksaan darah)
a. Pemeriksaan bilirubin serum. Pada bayi prematur kadar bilirubin > 14 mg/dl dan
bayi cukup bulan, kadar bilirubin 10 mg/dl merupakan keadaan fisiologis.
b. Hb, HCT, hitung Darah Lengkap
c. Protein serum total
2. USG untuk evaluasi anatomi cabang kantung empedu
3. Radiosotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hepatitis dan atresia
biliary

K. Penatalaksanaan
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian ASI)
2. Menghindari obat yang meningkatkan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada neonatus dan janin
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengekresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transfere yang mana dapat meningkatkan
bilirubin konjugasi dan clerence hepatic pigmen dalam empedu.Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi
6. Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis dan berfungsi
untuk menurunkan bilirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
bilirubin dari billiverdin,
Dengan criteria alat :

Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.


2. Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.
3. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
4. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru
(F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .

7. Transfusi tukar
Transfuse tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan fototerapi
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga
lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)

B. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian diatas dapat diidentifikasikan masalah yang
memberi gambaran keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun
perencanaan asuhan keperawatan.Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai
diagnosa keperawatan melalui analisa dan interpretasi data yang diperoleh.

1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,


fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake
output, beri air diantara menyusui atau memberi botol.
2. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5 - 37
C, cek tanda-tanda vital tiap 2 jam.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan hiperbilirubinemia dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah
posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan
kelembabannya.
4. Gangguan parenting berhubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk
stimulasi sosial dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya,
libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua
mengekspresikan perasaannya.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapyyang diberikan pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejalagejala
untuk menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning,
proses terapi dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah.
6. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan efekfototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat
fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam
keadaan telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida
menutupi hidung dan bibir; matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji
adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata setiap akan disusukan; ajak
bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan tranfusitukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan
NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam
sebelum tindakan, pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan
Rhesus serta darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar; pantau tandatanda
vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan suction bila diperlukan; amati
adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang; monitor
pemeriksaan laboratorium sesuai program.

C. Aplikasi Discharge Planning.


Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan
hiperbilirubin (seperti rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi
tanggung jawab orang tua dalam memenuhinya dengan mengikuti aturan dan
gambaran yang diberikan selama perawatan di Rumah Sakit dan perawatan lanjutan
dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik
dalam perawatan bayi hiperbilirubinimea (Whaley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguangangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusuimenurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk
menurunkan kadar bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal
mencegah peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
a. Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
b. Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah
sekitar kulit yang rusak.
c. Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan
kelembaban kulit.
d. Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
e. Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat
mengakibatkan lecet karena gesekan
f. Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti
penekanan yang lama, garukan .
g. Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena
bab dan bak.
h. Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor
kulit, capilari reffil.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :

1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38  celsius)


2. Perawatan tali pusat / umbilicus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak
dengan sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
a. Letargi (bayi sulit dibangunkan)
b. Demam (suhu > 37 C)
c. Muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
d. Diare ( lebih dari 3 x)
e. Tidak ada nafsu makan.

12. Keamanan
a. Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau,
gunting) yang mudah dijangkau oleh bayi / balita.
b. Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
c. Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan
mobil atau sarana lainnya.
d. Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, E. Marlyn & Moerorse Mary Frace.2010. Rencana Perawatan Maternal Bayi.EGC.
Jakarta

Ngastiah, 2000. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta

Prawirohadjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Suriadi, dan Rita Y. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Fajar Inter Pratama. Jakarta

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.
JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Cedera Kepala Ringan
    Cedera Kepala Ringan
    Dokumen26 halaman
    Cedera Kepala Ringan
    Ely Prayunika Dewi
    80% (5)
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Sikap Perawat Dalam Praktek
    Sikap Perawat Dalam Praktek
    Dokumen15 halaman
    Sikap Perawat Dalam Praktek
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • RKM Perina
    RKM Perina
    Dokumen5 halaman
    RKM Perina
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen23 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • RKM Perina
    RKM Perina
    Dokumen5 halaman
    RKM Perina
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • MENGENAL GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN NON ORGANIK
    MENGENAL GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN NON ORGANIK
    Dokumen36 halaman
    MENGENAL GANGGUAN MENTAL ORGANIK DAN NON ORGANIK
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen23 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Seminar Jurnal Keperawatan Gerontik
    Seminar Jurnal Keperawatan Gerontik
    Dokumen12 halaman
    Seminar Jurnal Keperawatan Gerontik
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Cover Mater
    Cover Mater
    Dokumen37 halaman
    Cover Mater
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen15 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen33 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab 1
    Bab 1
    Dokumen16 halaman
    Bab 1
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen23 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Seksual
    Gangguan Seksual
    Dokumen16 halaman
    Gangguan Seksual
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • ARITMIA
    ARITMIA
    Dokumen18 halaman
    ARITMIA
    nugrahita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Gangguan Seksual
    Gangguan Seksual
    Dokumen16 halaman
    Gangguan Seksual
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • CAMPAK
    CAMPAK
    Dokumen6 halaman
    CAMPAK
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen13 halaman
    Bab I
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • CAMPAK
    CAMPAK
    Dokumen6 halaman
    CAMPAK
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Anemia Edit
    Anemia Edit
    Dokumen13 halaman
    Anemia Edit
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen12 halaman
    Campak
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Campak
    Campak
    Dokumen12 halaman
    Campak
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • KLMPK 1 Patfis
    KLMPK 1 Patfis
    Dokumen11 halaman
    KLMPK 1 Patfis
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat
  • Cover Mater
    Cover Mater
    Dokumen37 halaman
    Cover Mater
    Yanis Sofi
    Belum ada peringkat