Anda di halaman 1dari 133

HUBUNGAN KECEMASAN DAN SUPLEMENTASI TERHADAP

KELANCARAN PRODUKSI ASI DAN KESEHATAN BAYI


PADA IBU MENYUSUI PRIMIPARA SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEMPAJA

SKRIPSI

Jessy Yanty

NIM. P07220217018

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
2021
HUBUNGAN KECEMASAN DAN SUPLEMENTASI TERHADAP
KELANCARAN PRODUKSI ASI DAN KESEHATAN BAYI
PADA IBU MENYUSUI PRIMIPARA SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEMPAJA

SKRIPSI
Diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Terapan Keperawatan

Jessy Yanty

NIM. P07220217018

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
SAMARINDA
2021

i
HUBUNGAN KECEMASAN DAN SUPLEMENTASI TERHADAP
KELANCARAN PRODUKSI ASI DAN KESEHATAN BAYI
PADA IBU MENYUSUI PRIMIPARA SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEMPAJA

SKRIPSI

Disusun dan diajukan oleh:

JESSY YANTY
NIM P07220217018

Telah diperiksa dan disetujui untuk diseminarkan

Samarinda, …… 20…

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Hj. Endah Wahyutri, S.Pd., M.Kes. Ns. Indah Nur Imamah, SST., M.Kes.
NIDN. 4028016501 NIDN. 4018078501

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners


Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., MH.


NIP. 197512152002121004

ii
HUBUNGAN KECEMASAN DAN SUPLEMENTASI TERHADAP
KELANCARAN PRODUKSI ASI DAN KESEHATAN BAYI
PADA IBU MENYUSUI PRIMIPARA SELAMA MASA
PANDEMI COVID-19 DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS SEMPAJA

SKRIPSI

Disusun dan diajukan oleh:

JESSY YANTY
NIM P07220217018

Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi


pada tanggal ………
dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan

Menyetujui,

Dewan Penguji

Ketua Penguji Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes Dr. Hj. Endah Wahyutri, Ns. Indah Nur Imamah,
S.Pd., M.Kes. SST., M.Kes.
NIDN. 4025086501 NIDN. 4028016501 NIDN. 4018078501

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Poltekkes Kemenkes Kaltim

Ns. Parellangi, S. Kep., M. Kep., MH.


NIP. 197512152002121004
iii
PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Jessy Yanty

NIM : P07220217018

Program Studi : Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes Kemenkes

Kaltim

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

benar merupakan hasil karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di

dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh

orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak

terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,

kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam

sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam

naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiat, saya bersedia

menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Samarinda, 25 Juni 2021


Yang membuat pernyataan,

Materai
Rp 6000

Jessy Yanty
NIM. P07220217018

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, atas anugerah dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan proposal ini. Penulisan proposal ini merupakan salah satu syarat

untuk memulai penelitian dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Program

Studi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim.

Berdasarkan persyaratan tersebut maka penulis menyusun proposal

yang berjudul “Hubungan Kecemasan dan Suplementasi Terhadap Kelancaran

Produksi ASI dan Kesehatan Bayi Pada Ibu Menyusui Primipara Selama

Pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja Samarinda”.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan proposal ini tidak lepas dari

bimbingan, pengarahan, dukungan serta doa-doa dari berbagai pihak yang

dengan segala ketulusan hati, kasih sayang, dan pengorbanannya memberikan

bantuan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. H. Supriadi B, S. Kp., M. Kep selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Kaltim

2. Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes selaku Ketua Jurusan Keperawatan

3. Ns. Andi Parellangi, S.Kep., M.Kep., MH.Kes selaku Ketua Program Studi

Sarjana Terapan Keperawatan

4. Hj. Umi Kalsum, S.Pd., M.Kes selaku Penguji Utama

5. Dr. Hj. Endah Wahyutri, S.Pd., M.Kes selaku Dosen Pembimbing Utama

6. Ns. Indah Nur Imamah, SST., M.Kes selaku Dosen Pembimbing Pendamping

v
7. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan

material dan moral

8. Seluruh teman sejawat di Prodi Sarjana Terapan Keperawatan Angkatan

2017, kakak tingkat dan sahabat saya yang telah banyak membantu dan

mendukung saya dalam menyelesaikan tugas ini

9. Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih

banyak, semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis

mendapat balasan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna

dikarenakan keterbatasan pengalaman dan ilmu yang dimiliki penulis. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritikan yang

membangun dari berbagai pihak. Semoga proposal ini dapar bermanfaat bagi para

pembaca dan semua pihak.

Samarinda, 25 Juni 2021

Penulis

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada pertengahan Februari 2020, World Health Organization (WHO)

menyatakan bahwa berjangkitnya penyakit pernapasan jenis baru yang

berasal dari Wuhan, China. Wabah tersebut diduga dimulai pada Desember

2019 dan segera dianggap sebagai keadaan darurat kesehatan yang menjadi

perhatian internasional setelah wabah tersebut memakan korban lebih dari

200.000 kasus yang terinfeksi di selutuh dunia dalam waktu kurang dari 3

bulan dan berlipat ganda dalam waktu kurang dari dua minggu. World Health

Organization (WHO) mendefinisikan virus tersebut sebagai virus korona baru

yang disebut Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) sindrom pernapasan akut yang

menyebabkan penyakit coronavirus 19 (Covid-19) (Putri & Anulus, 2020).

Virus corona ditandai dengan gejala yang hampir sama dengan flu

tetapi virus corona lebih cepat berkembang sehingga akibatnya menimbulkan

infeksi yang lebih parah dan berdampak pada gagal organ. Menurut pakar

Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan bahwa

pasien Covid-19 dapat sembuh dengan imunitas tubuh. Menteri Kesehatan

Terawan Agus Putranto juga mengungkapkan hal yang sama bahwa memiliki

sistem imun yang kuat adalah cara untuk melawan virus (Amalia et al., 2020).

Penambahan kasus positif penderita virus corona terus meningkat,

total kasus terkonfirmasi Covid-19 di dunia per tanggal 29 September 2020

1
2

adalah 33.249.563 kasus dengan kematian sebanyak 1.000.040 kasus di 215

Negara terjangkit dan 179 Negara Transmisi lokal. Di Indonesia total kasus

terkonfirmasi Covid-19 per tanggal 29 September 2020 adalah 282.724 kasus

dan kematian sebanyak 10.601 kasus (Kemenkes RI, 2020). Total kasus

Provinsi Kalimantan Timur yang terkonfirmasi Covid-19 per tanggal 29

September 2020 adalah 8.438 kasus dan kematian sebanyak 11 kasus. Di

Kota Samarinda total kasus terkonfirmasi Covid-19 per tanggal 29 September

2020 adalah 2.529 kasus dan kematian sebanyak 4 kasus (Dinas Kesehatan

Kalimantan Timur, 2020).

Risiko terjadinya peningkatan kasus corona diakibatkan karena

imunitas tubuh yang menurun serta adanya riwayat penyakit lain yang dapat

memicu lemahnya tubuh. Salah satu pencegahan terhadap penyakit virus

corona adalah meningkatkan sistem imun atau daya tahan tubuh dengan

melakukan pola hidup sehat seperti mengkonsumsi sayur dan buah, waktu

istirahat yang cukup, konsumsi vitamin, tidak stress dan rajin olahraga.

Kekebalan tubuh bersifat dinamis, dapat naik turun. Antibodi yang kuat

menandakan seseorang tersebut semakin dewasa. Bertambahnya usia juga

bisa membuat antibodi melemah (Amalia et al., 2020).

Menurut WHO, virus Covid-19 hingga saat ini belum terdeteksi dalam

ASI ibu yang terkonfirmasi/dugaan Covid-19. Oleh karena itu tampaknya

tidak mungkin bahwa Covid-19 akan ditularkan melalui menyusui. Di saat

virus Covid-19 merajalela pun ibu tetap harus menyusui di semua lingkungan

sosial ekonomi. Menyusui meningkatkan kelangsungan hidup dan


3

memberikan keuntungan kesehatan dan perkembangan seumur hidup bagi

bayi. Menyusui juga dapat meningkatkan kesehatan ibu sehingga tidak ada

alasan untuk menghindari atau berhenti menyusui. Pedoman WHO saat ini

bahwa ibu dengan Covid-19 dapat menyusui tetapi harus melakukan tindakan

pencegahan seperti menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan

air sebelum dan sesudah menyentuh bayi, serta rutin membersihkan dan

mendesinfeksi permukaan yang disentuh (WHO, 2020).

Pada masa pandemi ini menimbulkan dampak dari berbagai segi

seperti ekonomi, sosial, agama dan psikologis. Dari segi psikologis yang

paling sering ditemui adalah kecemasan dari masyarakat, karena penularan

virus yang sangat cepat. Kecemasan yang berlebihan akan menurunkan

sistem imun tubuh sehingga lebih mudah terserang virus corona (L. Fitria et

al., 2020). Dampak virus corona ini terjadi pada semua kelompok umur

termasuk pada ibu hamil dan ibu menyusui. Untuk ibu dan bayi baru lahir,

pemberian ASI selama masa pandemi menjadi perhatian khusus karena

berakibat pada kesehatan dalam jangka pendek dan jangka panjang (Cheema

et al., 2020).

Dampak kecemasan yang terjadi di masa pandemi Covid-19

kemungkinan besar disebabkan oleh pemisahan antara ibu dengan bayi,

pembatasan pemberian ASI pada bayi, penurunan produksi ASI dan

kegagalan menyusui (Cheema et al., 2020). Pemberian ASI yang rendah

merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak. Bayi yang tidak diberi ASI
4

maka akan berakibat buruk pada gizi dan kesehatan bayi (Zaenab et al.,

2016).

Masalah kesehatan pada anak menjadi salah satu masalah utama

dalam bidang kesehatan. Derajat kesehatan anak merupakan cerminan derajat

kesehatan bangsa, karena anak memiliki kemampuan yang dapat

dikembangkan dalam meneruskan pembangunan sebagai generasi penerus

bangsa. Indikator kesehatan anak terdiri dari angka kematian bayi, angka

kesakitan bayi, status gizi, dan angka harapan hidup waktu lahir (Darmawati,

2013).

Menyusui merupakan salah satu tugas perkembangan ibu postpartum

dengan cara pemberian ASI pada bayi (Sari et al., 2016). Pemberian ASI

eksklusif merupakan salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan

kematian pada bayi. Air Susu Ibu (ASI) menjadi salah satu sumber makanan

yang terbaik untuk bayi karena memiliki begitu banyak zat penting untuk

kekebalan tubuh. Sistem kekebalan tubuh pada ASI merupakan perlindungan

pertama pada saluran cerna bayi, sehingga dapat membantu pertumbuhan

bayi. Bayi yang mendapatkan ASI akan memperoleh semua kelebihan ASI

serta terhindar dari bahaya kesehatan, sehingga bayi memiliki status gizi yang

baik. Status gizi erat kaitannya dengan tingginya angka kesakitan dan

kematian bayi (Rahmadani et al., 2020).

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) membantu bayi untuk memulai

kehidupannya dengan baik. Air Susu Ibu (ASI) merupakan cairan yang

disekresi oleh kelenjar payudara ibu berupa makanan atau susu terbaik yang
5

bernutrisi dan berenergi tinggi yang diproduksi sejak pada masa kehamilan

(Korompis, 2019). Dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

Badan Kesehatan World Health Organization (WHO) dan United Nations

International Children’s Emergency Fund (UNICEF) merekomendasikan

sebaiknya anak hanya diberi air susu ibu (ASI) selama paling sedikit 6 bulan

pertama kehidupan dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur 2

tahun (Fakhidah & Palupi, 2018).

Berdasarkan data WHO (2016), cakupan ASI eksklusif di seluruh

dunia hanya sekitar 36% selama periode 2007-2014. Di Indonesia cakupan

bayi yang mendapat ASI eksklusif tahun 2019 yaitu sebesar 67,74% telah

mencapai target Renstra tahun 2019 yaitu 50%. Sedangkan provinsi

Kalimantan Timur cakupan bayi mendapat ASI eksklusif yaitu sebesar

78,53% (Kemenkes RI, 2019).

Menurut data Profil Kesehatan Kota Samarinda tahun 2016,

presentase bayi yang diberi ASI eksklusif di Kota Samarinda yaitu sebesar

78,84%, sedangkan untuk presentase bayi yang tidak diberi ASI eksklusif

yaitu sebesar 21,16%, capaian pemberian ASI eksklusif meningkat

dibandingkan dengan capaian tahun 2015. Presentase pada Wilayah Kerja

Puskesmas Sempaja tahun 2016 bayi yang diberi ASI eksklusif yaitu sebesar

74,8% (Dinas Kesehatan Kota Samarinda, 2016). Berdasarkan hasil data

cakupan ASI eksklusif di wilayah Kerja Puskesmas Sempaja Samarinda per

bulan September 2020 adalah capaian ASI sebesar 72,4% sedangkan target

per bulannya sebesar 75% sehingga menunjukkan hasil capaian ASI di


6

wilayah kerja Puskesmas Sempaja Samarinda mengalami penurunan dari

taget yang dicapai.

Dalam proses menyusui terdapat dua proses penting yaitu proses

pembentukan air susu (the milk production reflex) dan proses pengeluaran air

susu (let down reflex) yang kedua proses tersebut dipengaruhi oleh hormon

yang diatur oleh hypothalamus. Sebagaimana pengaturan hormon yang lain,

hypothalamus akan bekerja sesuai dengan perintah otak serta emosi pada ibu.

Kondisi kejiwaan dan emosi ibu yang tenang sangat mempengaruhi

kelancaran produksi ASI. Apabila ibu dalam keadaan stress, pikiran tertekan,

cemas, sedih dan tegang akan mempengaruhi kelancaran ASI (Korompis,

2019)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian

ASI untuk mendukung ibu menyusui secara eksklusif. ASI eksklusif

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan tanpa

menambahkan dan/atau dengan makanan atau minuman lain. Upaya ini pada

kenyataannya realisasi dari peraturan pemerintah tersebut masih kurang.

Kegagalan dalam proses menyusui sering disebabkan karena timbulnya

beberapa faktor, yaitu faktor perubahan sosial budaya, faktor psikologis,

faktor fisik ibu, meningkatnya promosi susu formula, faktor petugas

kesehatan, asupan zat gizi ibu, berat badan lahir bayi, penggunaan alat

kontrasepsi. Kelancaran produksi ASI sangat dipengaruhi oleh faktor

psikologis karena perasaan ibu dapat mengambat atau meningkatkan

pengeluaran oksitosin (Korompis, 2019). Salah satu gangguan psikologis


7

yang dialami ibu menyusui adalah kecemasan. Kondisi ibu yang mudah stress

dan cemas dapat menggangu dalam proses laktasi sehingga mempengaruhi

terhambatnya pengeluaran produksi ASI (Kusumawati et al., 2020).

Pengalaman melahirkan bagi ibu primipara merupakan pengalaman

baru yang dapat menimbulkan stressor tersendiri bagi seorang ibu

dikarenakan akan terjadi beberapa perubahan yang dialami. Faktor psikologis

lebih banyak ditemukan pada ibu primipara dibandingkan dengan multipara,

hal ini dapat terjadi karena faktor pengalaman dari persalinan sebelumnya

(Sari et al., 2016). Ibu primipara memiliki keterbatasan pengetahuan yang

dimiliki sehingga ibu primipara lebih banyak membutuhkan bantuan dari

orang lain. Tuntutan seorang ibu merawat dan menyusui bayi sehingga

kebutuhan gizi terpenuhi akan terasa berat serta dapat menimbulkan

gangguan psikologis seperti kecemasan bagi ibu primipara (Agustin &

Septiyana, 2018).

Prevalensi tingkat kecemasan ibu postpartum primipara di Portugal

sebesar 18,2%, Banglades sebesar 29%, Hongkong sebesar 54%, dan Pakistan

sebesar 70% (Kusumawati et al., 2020). Di Indonesia, ibu primipara yang

mengalami kecemasan tingkat berat yaitu sebesar 83,4% dan kecemasan

sedang sebesar 16,6%, sedangkan pada ibu multipara mengalami kecemasan

tingkat berat sebesar 7%, kecemasan sedang sebesar 71,5%, dan kecemasan

ringan sebesar 21,5% (Agustin & Septiyana, 2018).

Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-

pengalaman baru seperti melahirkan bayi (Bentelu et al., 2015). Ibu yang
8

menyusui dalam keadaan tertekan, sedih, cemas dan mengalami berbagai

bentuk ketegangan akibat kerja sistem hormon prolaktin dan oksitosin

terhambat, kedua hormon tersebut sangat berpengaruh dan berperan penting

terhadap proses sekresi ASI. Ketika ibu menyusui mengalami cemas maka

perintah kedua hormon tersebut tidak akan diteruskan pada sel alveoli dan sel

mioepitelium sehingga sel-sel yang memproduksi air susu dan yang berfungsi

memeras susu untuk keluar kerjanya akan terhambat. Oleh karena itu

perasaan cemas, sedih, tertekan, kurang percaya diri dan segala bentuk

gangguan psikologis akan menurunkan produksi ASI bahkan tidak terjadi

produksi ASI. (Salat & Suprayitno, 2019)

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kecemasan

dan suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI dan kekebalan tubuh.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Korompis, 2019) didapatkan hasil

bahwa adanya hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan

kelancaran pengeluaran ASI dengan nilai ρ value = 0,001 di Rumah Sakit Ibu

dan Anak Kasih Ibu Manado dengan skor sebagian besar (35,3%) responden

mengalami kecemasan ringan dan sebagian besar (58,8%) responden

mengalami pengeluaran ASI tidak lancar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Sari et al., 2016)

didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan

sedang sebesar (53,7%) dan ada hubungan yang signifikan antara kecemasan

dengan kelancaran produksi ASI pada ibu primipara yang menyusui bayi usia
9

1-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Sukorambi dengan nilai ρ value =

0,006.

Penelitian lain yang dilakukan oleh (Salat & Suprayitno, 2019)

didapatkan bahwa hampir separuh ibu menyusui mengalami kecemasan

sedang dan lebih dari separuh ibu menyusui mengalami pengeluaran ASI

tidak lancar maka terdapat hubungan antara kecemasan ibu menyusui dengan

kelancaran pengeluaran ASI dengan nilai ρ value = 0,000.

Penelitian mengenai suplementasi ibu menyusui dengan kesehatan

bayi yang dilakukan (Safitri & Briawan, 2014) dengan judul hubungan antara

suplementasi vitamin A pada ibu nifas dan morbiditas bayi umur 0-6 bulan

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah konsumsi suplemen

vitamin A dengan kejadian sakit (pernah tidaknya sakit).

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dijabarkan

sebelumnya maka peneliti berminat untuk melakukan penelitian dengan judul

“Hubungan Kecemasan dan Suplementasi Terhadap Kelancaran Produksi ASI

dan Kesehatan Bayi pada Ibu Menyusui Primipara Selama Masa Pandemi

Covid-19 di Puskesmas Sempaja Samarinda”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat

hubungan kecemasan dan suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI


10

dan kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara selama masa pandemi

Covid-19 di Puskesmas Sempaja Samarinda?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kecemasan dan suplementasi terhadap

kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara

selama masa pandemi Covid-19 di Puskesmas Sempaja Samarinda.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik ibu menyusui primipara yang meliputi

usia, tingkat pendidikan, pekerjaan

b. Mengidentifikasi kecemasan ibu menyusui primipara

c. Mengidentifikasi suplemen yang dikonsumsi ibu menyusui primipara

d. Mengidentifikasi kelancaran produksi ASI ibu menyusui primipara

e. Mengidentifikasi kesehatan bayi

f. Menganalisis hubungan kecemasan dengan kelancaran produksi ASI

pada ibu menyusui primipara

g. Menganalisis hubungan suplementasi dengan kelancaran produksi ASI

pada ibu menyusui primipara

h. Menganalisis hubungan kelancaran produksi ASI dengan kesehatan

bayi pada ibu menyusui primipara


11

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan

dan sebagai bahan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang

keperawatan maternitas khususnya tentang hubungan tingkat kecemasan

dan suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi

pada ibu menyusui primipara, serta sebagai acuan dari sumber informasi

bagi pengembangan peneliti selanjutnya.

2. Praktis

a. Bagi Puskesmas Sempaja Samarinda

Dapat memberikan informasi yang bermanfaat untuk

pengembangan program dan kebijakan yang sudah ada mengenai

pemberian ASI.

b. Bagi Institusi

Sebagai tambahan referensi atau pustaka, serta sebagai bahan

pertimbangan bagi dosen dan mahasiswa untuk dilakukan pengabdian

masyarakat terkait dengan hubungan tingkat kecemasan dan

suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi

pada ibu menyusui primipara.

c. Bagi Peneliti

Dapat memberikan pengetahuan dan sumber informasi untuk

mengembangkan penelitian-penelitian lain dalam bidang keperawatan

mengenai hubungan tingkat kecemasan dan suplementasi terhadap


12

kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi pada ibu menyusui

primipara.

d. Bagi Responden

Dapat memberikan pengetahuan kepada ibu menyusui primipara

terkait pentingnya pemberian ASI.

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini dapat dilihat dari beberapa penelitian

sebelumnya dengan judul yang berbeda dan memiliki tingkat kemiripan

seperti yang tercantum dalam tabel dibawah ini.

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian
Nama Judul
No Metode Hasil Penelitian Perbedaan
Peneliti Penelitian
1. Sri Yunita Hubungan Penelitian ini Didapatkan nilai p Jenis
Suraida Kecemasan Ibu menggunakan = 0,000 < 0,05. penelitian:
Salat & Menyusui metode analitik Hasil analisanya Rancangan
Emdat Dengan korelasi. Teknik menunjukkan penelitian:
Suprayitno Kelancaran pengambilan bahwa terdapat Teknik
(2019) Pengeluaran Air sampel yang hubungan antara sampling:
Susu Ibu (ASI) digunakan kecemasan ibu Metode
Di BPS Kerta dalam penelitian menyusui dengan sampling:
Timur ini adalah kelancaran Jumlah
Kecamatan simple random pengeluaran ASI di sampel:
Dasuk sampling BPS Kerta Timur Lokasi
Kabupaten dengan jumlah Kecamatan Dasuk penelitian:
Sumenep. sampel Kabupaten PKM
sebanyak 33 Sumenep. Sempaja
responden. Samarinda
Teknik analisis Waktu: 2021
data
menggunakan
uji Correlation
Spearman.
13

2. Frilian Perbedaan Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode


Bentelu, Tingkat menggunakan = 0,001 (p < 0,05). penelitian:
Rina Kecemasan metode cross Hasil analisanya Teknik
Kundre, dalam Proses sectional. menunjukkan sampling:
Yolanda Menyusui Teknik bahwa terdapat Variabel
Bataha Antara Ibu pengambilan perbedaan tingkat independen:
(2015) Primipara dan sampel yang kecemasan ibu Tingkat
Multipara Di RS digunakan dalam proses kecemasan
Pancaran Kasih dalam penelitian menyusui antara dan
GMIM Manado. ini adalah ibu primipara dan suplementasi
purposive multipara di RS Responden:
sampling Pancaran Kasih ibu menyusui
dengan jumlah GMIM Manado. Lokasi
sampel penelitian:
sebanyak 52 PKM
responden. Sempaja
Teknik analisis Samarinda
data Waktu: 2021
menggunakan
uji statistik
Mann-Whitney.
3. Hana Hubungan Stres Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode
Puspita Psikologis menggunakan = 0,006 (p < 0,05). penelitian:
Sari, dengan metode cross Hasil analisanya Teknik
Awatiful Kelancaran sectional. menunjukkan sampling:
Azza, Sofia Produksi ASI Teknik bahwa ada Variabel
Rhosma pada Ibu pengambilan hubungan antara independen:
Dewi Primipara Yang sampel yang stress psikologis Tingkat
(2016) Menyusui Bayi digunakan dengan kelancaran kecemasan
Usia 1-6 Bulan dalam penelitian produksi ASI pada dan
Di Wilayah ini adalah ibu primipara yang suplementasi
Kerja proportional menyusui bayi usia Responden:
Puskesmas sampling 1-6 bulan di ibu menyusui
Sukorambi. dengan jumlah wilayah kerja Lokasi
sampel Puskesmas penelitian:
sebanyak 41 Sukorambi. PKM
responden dan Sempaja
menggunakan Samarinda
uji statistik Waktu: 2021
Correlation
Spearmen Test.
4. Catarine Association Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode
Silva, between menggunakan = 0,001 (p < 0,05). penelitian:
Marilia postpartum metode cross Hasil analisanya Teknik
14

Lima, depression and sectional. menunjukkan sampling:


Leopoldina, the practice of Teknik bahwa ada Variabel
Juliana exclusive pengambilan hubungan antara independen:
Oliveira, breastfeeding in sampel yang tingkat depresi Tingkat
Jailma the first three digunakan dengan pemberian kecemasan
Monteiro, months of life dalam penelitian ASI pada ibu dan
Pedro Lira ini adalah postpartum. suplementasi
(2017) simple random Responden:
sampling ibu menyusui
dengan jumlah Lokasi
sampel penelitian:
sebanyak 2259 PKM
responden dan Sempaja
menggunakan Samarinda
uji statistik Chi Waktu: 2021
Square.
5. Mei Rini Hubungan Penelitian ini Hasil analisanya Metode
Safitri & Antara menggunakan menunjukkan penelitian:
Dodik Suplementasi metode cross bahwa terdapat Teknik
Briawan Vitamin A pada sectional. hubungan yang sampling:
(2014) Ibu Nifas dan Teknik signifikan antara Variabel
Morbiditas Bayi pengambilan jumlah konsumsi independen:
Umur 0-6 Bulan sampel yang suplemen vitamin Tingkat
di Kecamatan digunakan A dengan kejadian kecemasan
Ciampea, dalam penelitian sakit (pernah dan
Kabupaten ini adalah tidaknya sakit) suplementasi
Bogor purposive pada bayi umur 0-6 Responden:
sampling bulan di Kecamatan ibu menyusui
dengan jumlah Ciampea, Lokasi
sampel Kabupaten Bogor. penelitian:
sebanyak 56 PKM
responden dan Sempaja
menggunakan Samarinda
uji statistik Chi Waktu: 2021
Square.
6. Prima Dewi Analisa Tingkat Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode
Kusumawat Kecemasan menggunakan = 0,003 (p < 0,05). penelitian:
i, Fitra Dengan metode cross Hasil analisanya Teknik
Okta Percepatan sectional. menunjukkan sampling:
Damayanti, Pengeluaran Teknik bahwa ada Variabel
Candra ASI Pada Ibu pengambilan hubungan tingkat independen:
Wahyuni, Nifas di PMB sampel yang kecemasan dengan Tingkat
Atik Kis Rita digunakan percepatan kecemasan
Setiawan A.Md.Keb dalam penelitian pengeluaran ASI dan
15

Wahyuning Amadanim ini adalah pada ibu nifas di suplementasi


sih (2020) Dampit accidental PMB Kis Rita Responden:
Kabupaten sampling A.Md.Keb ibu menyusui
Malang. dengan jumlah Amadanim Dampit Lokasi
sampel Kabupaten Malang. penelitian:
sebanyak 25 PKM
responden dan Sempaja
menggunakan Samarinda
uji statistik Waktu: 2021
Spearmen Rank.
7. Ian Paul, Postpartum Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode
Danielle Anxiety and menggunakan = 0,003 (p < 0,05). penelitian:
Downs, Maternal-Infant metode cross Hasil analisanya Teknik
Eric Health sectional. menunjukkan sampling:
Schaefer, Outcomes Teknik bahwa ada Variabel
Jessica pengambilan hubungan independen:
Beiler, sampel yang kecemasan pasca Tingkat
Carol digunakan persalinan dengan kecemasan
Weisman dalam penelitian produksi ASI ibu dan
(2013) ini adalah menyusui. suplementasi
simple random Responden:
sampling ibu menyusui
dengan jumlah Lokasi
sampel penelitian:
sebanyak 1123 PKM
responden dan Sempaja
menggunakan Samarinda
uji statistik Waktu: 2021
Correlation
Spearmen.
8. Eivind Breastfeeding Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode
Ystrom cessation and menggunakan = 0,000 (p < 0,05). penelitian:
(2012) symptoms of metode cohort Hasil analisanya Teknik
anxiety and prospective. menunjukkan sampling:
depression: a Teknik bahwa ada gejala Variabel
longitudinal pengambilan kecemasan dan independen:
cohort study sampel yang depresi dengan Tingkat
digunakan penghentian kecemasan
dalam penelitian menyusui. dan
ini adalah total suplementasi
sampling Responden:
dengan jumlah ibu menyusui
sampel Lokasi
sebanyak 42.225 penelitian:
16

responden. PKM
Sempaja
Samarinda
Waktu: 2021
9. Yurike Correlation Penelitian ini Didapatkan nilai p Metode
Septianingr Between menggunakan = 0,001 (p < 0,05). penelitian:
um, Nety Anxiety And metode cross Hasil analisanya Teknik
Mawarda Breast Milk sectional. menunjukkan sampling:
Hatmanti, Production Teknik bahwa ada Variabel
Andikawati Among pengambilan hubungan independen:
Fitriasari Breastfeeding sampel yang kecemasan dengan Tingkat
(2020) Mothers In digunakan produksi ASI. kecemasan
Public Health dalam penelitian Semakin tinggi dan
Center Of Jagir, ini adalah kecemasan pada suplementasi
Surabaya. purposive ibu menyusui, Responden:
sampling maka produksi ASI ibu menyusui
dengan jumlah menjadi tidak Lokasi
sampel lancar. penelitian:
sebanyak 67 PKM
responden dan Sempaja
menggunakan Samarinda
uji statistic Waktu: 2021
Spearmen Rank
Test.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep ASI

a. Pengertian

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan yang disekresikan oleh

kelenjar payudara ibu berupa makanan alamiah atau susu terbaik

bernutrisi dan berenergi tinggi yang diproduksi sejak masa kehamilan

(Korompis, 2019).

ASI menurut WHO merupakan makanan ideal bagi bayi yang

menyediakan semua energi dan nutrisi yang dibutuhkan bayi serta

mengandung antibodi untuk membantu melindungi dari penyakit

umum pada masa kanak-kanak (WHO, 2020a).

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 pasal 1

ayat 2 dijelaskan bahwa “Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya

disebut ASI Eksklusif kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam)

bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau

minuman lain”. Semula Pemerintah Indonesia menganjurkan para ibu

menyusui bayinya sampai usia empat bulan. Namun sejalan dengan

kajian WHO mengenai ASI eksklusif, Menkes Kepmen No. 450/2004

menganjurkan perpanjangan pemberian ASI eksklusif hingga enam

bulan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2012).

17
18

b. Jenis ASI

ASI yang dihasilkan oleh ibu memiliki jenis dan kandungan

yang berbeda-beda. Menurut waktu pengeluarannya, ASI pada masa

laktasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu kolostrum, air suus

peralihan dan air susu matur (Marmi, 2015):

1) Kolostrum

Kolostrum adalah air susu pertama kali keluar. Kolotrum

ini di sekresi oleh kelenjar payudara pada hari pertama sampai

hari keempat pasca persalinan. Kolostrum merupakan cairan

dengan viskositas kental, lengket dan berwarna kekuningan.

Kolostrum mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin

A, nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi dari pada

ASI matur. Selain itu, kolostrum adalah immunoglobulin (1g G,

1g A, dan 1g M) yang digunakan sebagai zat antibodi untuk

mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit.

Meskipun kolostrum yang keluar sedikit menurut ukuran

kita, tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara

mendeteksi kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari.

Volume antara 150-300 ml/24 jam. Kolostrum juga merupakan

pencahar ideal untuk membersihkan zat yang tidak dipakai dari

usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran

pencernaan makanan bagi bayi makanan yang akan datang.


19

2) ASI Transisi atau Peralihan

ASI peralihan adalah ASI yang keluar setelah kolostrum

sampai sebelum ASI matang, yaitu sejak hari ke 4 sampai hari

ke 10. Selama 2 minggu volume air susu bertambah banyak dan

berubah warna serta komposisinya. Kadar immunoglobulin dan

protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat.

3) ASI Matur

ASI matur adalah disekresi pada hari ke 10 dan seterusnya.

ASI matur tampak berwarna putih. Kandungan ASI matur relatif

konstan, tidak menggumpal bila dipanaskan (Marmi, 2015).

ASI matur memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk.

Foremilk diproduksi pada awal menyusui dengan kandungan

tinggi protein, laktosa dan nutrisi lainnya namun rendah lemak,

serta komposisi lebih encer (Astutik, 2014). Selanjutnya air susu

berubah menjadi hindmilk dengan kandungan tinggi lemah dan

nutrisi. Hindmilk akan membuat bayi lebih cepat kenyang

sehingga bayi akan membutuhkan keduanya, baik foremilk dan

hindmilk (Marmi, 2015).

c. Komposisi ASI

Air susu ibu merupakan makanan yang paling ideal dan

seimbang bayi bayi. Komposisi dan volume nutrien ASI pada setiap

ibu berbeda-beda tergantung dari kebutuhan bayi. Air susu ibu hampir

90% terdiri dari air. Perbedaan komposisi dan volume terlihat pada
20

masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, dan ASI matur) (Prasetyono,

2012). Zat gizi yang terkandung dalam ASI adalah sebagai berikut:

a. Karbohidrat

Karbohidrat yang menjadi penyusun utama ASI adalah

laktosa dan berfungsi sebagai salah satu sumber energi untuk otak.

Kadar laktosa yang terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat

dibandingkan laktosa yang ditemukan pada susu sapi atau susu

formula. Namun demikian pula angka kejadian diare yang

disebabkan karena tidak dapat mencerna laktosa (intoleransi

laktosa) jarang ditemukan pada bayi yang mendapat ASI. Hal ini

disebabkan karena penyerapan laktosa ASI lebih baik dibanding

laktosa susu sapi atau susu formula. Kadar kabohidrat dalam

kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama

laktosa pada ASI transisi (7-14 hari setelah melahirkan). Sesudah

melewati masa ini maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil (Astuti

et al., 2015)

b. Protein

Kandungan protein ASI cukup tinggi dan komposisinya

berbeda dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein

dalam ASI lebih banyak terdiri dari whey yang lebih mudah diserap

oleh bayi, sedangkan susu formula lebih banyak mengandung

protein kasein yang lebih sulit dicerna oleh usus bayi. Jumlah

protein kasein yang terdapat dalam ASI hanya 30% dibanding susu
21

sapi yang mengandung protein whey yang banyak terdapat di

protein susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini

merupakan jenis protein yang potensial menyebabkan alergi.

Kualitas protein ASI juga lebih baik dibanding susu sapi yang

terlihat dari profil asam amino (unit yang membentuk protein). ASI

mempunyai jenis asam amino yang lebih lengkap dibandingkan

susu sapi. Salah satu contohnya adalah asam amino taurin. Asam

amino ini hanya ditemukan daam jumlah sedikit di dalam susu sapi.

Taurin diperkirakan mempunyai peran pada perkembangan otak

karena asam amino ini ditemukan dalam jumlah cukup tinggi pada

jaringan otak yang sedang berkembang. Taurin ini sangat

dibutuhkan oleh bayi prematur, karena kemampuan bayi prematur

untuk membentuk protein ini sangat rendah.

ASI juga kaya akan nukleotida (kelompok berbagai jenis

senyawa organik yang tersusun dari jenis yaitu basa nitrogen,

karbohidrat, dan fosfat) dibanding dengan susu sapi yang

mempunyai zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Disamping itu

kualitas nukleotida ASI juga lebih baik dibanding susu sapi.

Nukleotida ini mempunyai peran dalam meningkatkan

pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan

bakteri baik dalam usus dan meningkatkan penyerapan besi dan

daya tahan tubuh (Astuti et al., 2015).


22

c. Lemak

Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak. Sekitar 50%

kalori ASI berasal dari lemak. Kadar lemak dalam ASI antara 3.5%

- 4.5%. Walaupun kadar lemak dalam ASI tinggi, tetapi mudah

diserap oleh bayi karena trigliserida dalam ASI lebih dulu dipecah

menjadi asam lemak dan gliserol oleh enzim lipase yang terdapat

dalam ASI. Kadar kolesterol ASI lebih tinggi dari pada susu sapi,

sehingga bayi yang mendapat ASI seharusnya mempunyai kadar

kolesterol darah lebih tinggi, tetapi ternyata penelitian Osborn

membuktikan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI lebih

banyak menderita penyakit jantung koroner pada usia muda.

Diperkirakan bahwa pada masa bayi diperlukan kolesterol pada

kadar tertentu untuk merangsang pembentukan enzim protektif

yang membuat metabolisme kolesterol menjadi efektif pada usia

dewasa.

Disamping kolesterol, ASI mengandung asam lemak esensial:

asam linoleat (omega 6) dan asam linolenat (omega 3). Disebut

esensial karena tubuh manusia tidak dapat membentuk kedua asam

ini dan hraus diperoleh dari konsumsi makanan. Kedua asam lemak

tersebut adalah precursor (pembentuk) asam lemak tidak jenuh

rantai panjang disebut Docosahexaenoic Acid (DHA) berasal dari


23

omega 3 dan Arachidonic Acid (AA) berasal dari omega 6, yang

fungsinya sangat penting untuk pertumbuhan otak anak.

Kadar lemak ASI matur dapat berbeda menurut lama

menyusui. Pada permulaan menyusui (5 menit pertama) disebut

foremilk dimana kadar lemak ASI rendah (1-2 g/dl) dan lebih

tinggi pada hindmilk (ASI yang dihasilkan pada akhir menyusui,

setelah 15-20 menit). Kadar lemak bisa mencapai 3 kali

dibandingkan dengan foremilk (Sidi, 2011).

d. Karnitin

Karnitin ini mempunyai peran membantu proses

pembentukan energi yang diperlukan untuk mempertahankan

energi yang diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.

ASI mengandung kadar karnitin yang tinggi terutama pada 3

minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar

karnitin ini lebih tinggi lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang

mendapat ASI lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu

formula (Astuti et al., 2015)

e. Vitamin

Vitamin yang akan ada dalam ASI jenisnya beragam, tetapi

terdapat dalam jumlah yang relatif sedikit. Vitamin K yang berfugsi

sebagai faktor pembekuan jumlah sekitar serempat jika

dibandingkan dengan kadar dalam susu formula. Dengan demikian,

untuk mencegah terjadinya perbedarahan maka perlu diberikan


24

vitamin K pada bayi baru lahir dalam bentuk suntikan. Demikian

pula dengan vitamin D yang berasal dari cahaya matahari, ini yang

menjadi alasan penting bayi berjemur di pagi hari.

Vitamin lainnya yang terdapat didalam ASI adalah vitamin A

dan vitamin E, vitamin A yang terdapat dalam ASI jumlahnya

cukup tinggi. ASI juga memproduksi beta-koreten sebagai bahan

baku pembentukan vitamin A. Selain untuk kesehatan mata juga

vitamin A penting untuk memacu pembelahan sel, kekebalan tubuh

dan pertumbuhan. Karena fungsinya dalam ketahanan dinding sel

darah merah. Kekurangan vitamin E dapat menyebabkan terjadinya

kekurangan darah (anmenia hemolitik).

Selain yang disebutkan sebelumnya, ada juga larut air yang

terkandung dalam ASI, diantaranya adalah vitamin B1, B2, B6, B9

(asam folat), dan vitamin C. Hampir semua vitamin yang larut

dalam air terdapat dalam ASI. Makanan yang dikonsumsi ibu

berpengaruh terhadap kadar vitamin dalam ASI (Astuti et al., 2015)

f. Mineral

Tinggi dan rendahnya mineral dalam ASI tidak dipengaruhi

oleh status gizi ataupun oleh makanan yang dikonsumsi ibu.

Mineral yang terkandung didalam ASI adalah kalsium, fosfor,

magnesium, vitamin D, dan lemak. Komposisi fostor, magnesium,

vitamin D ini mengakibatkan kalsium dalam ASI bisa diserap

dnegan baik oleh bayi. Kandungan zat besi baik didalam ASI
25

maupun susu formula keduanya rendah serta bervariasi. Namun

bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko yang lebih kecil untuk

mengalami kekurangan zat besi dibandingkan dengan bayi yang

mendapat susu formula. Hal ini disebabkan karena zat besi yang

berasal dari ASI lebih mudah diserap yaitu sebanyak 20-25%

dibandingkan susu formula hanya 4-7%.

Mineral lainnya yang juga terkandung di dalam ASI yaitu

zinc yang berguna untuk pembantu proses metaboisme, dan

selenium yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan (Astuti et al.,

2015).

g. Air

Kira-kira 88% dari ASI terdiri dari air. Air ini berguna untuk

melarutkan zat-zat yang terdapat di dalamnya. ASI merupakan

sumber air yang secara metabolik adalah aman. Air yang relatif

tinggi dalam ASI ini akan meredakan rangsangan haus pada bayi

(Nurjanah et al., 2014).

h. Zat Protektif

a) Laktobasilus bifidus

Laktobasilus bifidus berfungsi mengubah laktosa menjadi

asam laktat dan asam asetat. Kedua asam ini menjadikan

saluran pencernaan bersifat asam sehingga menghambat

pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri E-coli yang

sering menyebabkan diare pada bayi, shigela, dan jamur.


26

Laktobasilus mudah tumbuh cepat dalam usus bayi yang

mendapat ASI, karena ASI mengandung polisakarida yang

berikatan dengan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan

laktobasilus bifidus (Astuti et al., 2015).

b) Laktoferin

Laktoferin adalah protein yang berikatan dengan zat besi.

Konsentrasinya dalam ASI sebesar 100 mg/100 ml tertinggi

diantara semua cairan biologis. Dengan mengikat zat besi,

maka laktoferin bermanfaat untuk menghambat pertumbuhan

kuman tertentu, yaitu stafikokus dan E-coli yang juga

memerlukan zat besi untuk pertumbuhannya. Selain

menghambat bakteri tersebut, laktoferin dapat pula

menghambat pertumbuhan jamur candida (Astutik, 2014).

c) Lisozim

Lisozim adalah enzim yang dapat memecah dinding

bakteri (bakteriosidal) dan anti inflamatori, bekerja bersama

peroksida dan askorbat untuk menyerang E-coli dan sebagian

keluraga Salmonela. Konsentrasinya dalam ASI sangat banyak,

dan merupakan komponen terbesar dalam fraksi whey ASI.

Keaktifan lisozim ASI beberapa ribu kali lebih tinggi

dibanding susu formula. Lisozim stabil dalam cairan dengan

PH rendah seperti cairan lambung, sehingga masih banyak

dijumpai lisozim dalam tinja bayi. Keunikan lisozim lainnya


27

adalah bila faktor protektif lain menurun kadarnya sesuai tahap

lanjut ASI, maka lisozim justru meningkat pada 6 bulan

pertama setelah kelahiran. Hal ini merupakan keuntungan

karena setelah 6 bulan bayi mulai mendapatkan makanan padat

dan lisozim merupakan faktor protektif terhadap kemungkinan

serangan bakteri patogen dan penyakit diare pada periode ini

(Sidi, 2011).

d) Komponen C3 dan C4

Berfungsi sebagai penghancur bakteri serta berperan

sebagai penunda sehingga bakteri yang ditempel oleh

komplemen dapat dengan mudah dikenali oleh sel pemusnah

(Astuti et al., 2015).

e) Faktor antistreptokokus

Dalam ASI terdapat faktor antistreptokokus yang

melindungi bayi terhadap infeksi kuman (Astutik, 2014).

f) Antibodi

Secara elektroforetik, kromatografik dan radio

imunoassay terbukti bahwa ASI terutama kolostrum

mengandung imunoglobulin, yaitu Secretory IgA (SigA), IgE,

IgM dan IgG. Dari semua imoglobulin tersebut yang banyak

adalah SigA. Antibodi dalam ASI dapat bertahan di dalam

saluran pencernaan bayi karena tahan terhadap asam dan enzim

proteolitik saluran pencernaan dan membuat lapisan pada


28

mukosanya sehingga mencegah bakteri patogen dan

enterovirus masuk ke dalam mukosa usus.

Mekanisme pembentukan antibodi pada ASI adalah

apabila ibu mendapat infeksi, maka tubuh ibu akan membentuk

antibodi dan akan disalurkan dengan bantuan jaringan limfosit.

Antibodi di payudara disebut Mammae Associated

Immunocompetent Lymphoid Tissue (MALT). Kekebalan

terhadap penyakit saluran pernafasan yang ditransfer disebut

Bronchus Associated Immunocompetent Lymphoid Tissue

(BALT) dan untuk penyakit saluran pencernaan ditransfer

melalui Gut Associated Immunocompetent Lymphoid Tissue

(GALT) (Sidi, 2011).

g) Imunitas seluler

ASI mengandung sel-sel. Sebagian besar (90%) sel

tersebut berupa makrofag yang berfungsi membunuh dan

memfagositosis mikroorganisme, membentuk C3 dan C4,

lisozim dan laktoferin. Sisanya (10%) terdiri dari limfosit B

dan T. Angka leukosit pada kolostrum kira-kira 500/ml, setara

dengan angka leukosit darah tepi, tetapi komposisinya berbeda

dengan darah tepi, karena hampir semuanya berupa

polimorfonuklear dan mononuklear. Dengan meningkatnya

volume ASI angka leukosit menurun menjadi 200ml/ml.

Walaupun demikian kapasitas anti bakterinya sama sepanjang


29

stadium laktasi. Konsentrasi faktor antiinfeksi tinggi dalam

kolostrum, kadar SigA, laktoferin, lisozim, dan sel seperti

makrofag, neutrofil dan limfosit lebih tinggi pada ASI

prematur dibanding ASI matur. Perbedaan status gizi pada ibu

tidak mempengaruhi konsentrasi faktor antiinfeksi dalam ASI

(Astutik, 2014).

Tabel 2.1
Komposisi ASI
Kandungan Kolostrum Transisi ASI Matur
Energi (kg kal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml) 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin :
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/100 ml) 14,2 – 16,4 - 24,3 – 27,5
Laktoferin 420 – 520 - 250 – 270
Sumber : (Walyani & Purwoastuti, 2015)

d. Pembentukan ASI

Seorang ibu yang menyusui terdapat 2 refleks yang masing-

masing berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran Air Susu Ibu,

yaitu:

1) Refleks Prolaktin

Pada akhir kehamilan hormone prolaktin berperan untuk

memproduksi kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena

aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone yang

kadarnya tinggi. Setelah partus berhubung lepasnya plasenta dan


30

kurang berfungsinya korpus luteum maka estrogen dan progesteron

sangat berkurang ditambah dengan adanya isapan bayi yang

merangsang puting susu dan payudara, akan merangsang ujung-

ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor mekanik.

Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medula

spinalis hipotalamus akan menekan pengeluaran faktor-faktor yang

menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya merangsang

pengeluaran faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin.

Faktorfaktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang

hipofise anterior sehingga keluar prolaktin. Hormon ini

merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat ASI.

Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan

setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut

tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun

pengeluaran air susu tetap berlangsung.

Pada ibu yang melahirkan anak tetapi tidak menyusui, kadar

prolaktin akan menjadi normal pada minggu ke 2-3. Pada ibu yang

menyusui, prolaktin akan meningkat dalam keadaan seperi stress

atau pengaruh psikis, anastesi, operasi, dan rangsangan puting susu.

2) Refleks Letdown

Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hipofise

anterior, rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang

dilanjutkan ke hipofise posterior (neurohipofise) yang kemudian


31

dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran darah, hormon ini diangkat

menuju uterus yang dapat menimbulkan kontraksi pada uterus

sehingga terjadi involusi dari organ tersebut. Kontraksi dari sel

akan memeras air susu yang telah terbuat keluar dari alveoli dan

masuk ke sistem duktus dan selanjutnya mengalir melalui duktus

laktiferus masuk ke mulut bayi.

e. Volume Produksi ASI

Tabel 2.2
Volume Produksi Susu dan Asupan Rata-rata
Volume /
Masa Pasca Volume / Hari
Asupan Rata- Catatan Referensi
Bersalin Rata-rata
rata

Hari 1 37 mL (7–123 7 mL Sesuai dengan Casey dkk.,


(0-24 jam) mL) kapASItas 1986;
6 mL/kg fisiologis perut Evans dkk.,
(vaginal) bayi yang baru 2003;
4 mL/kg lahir Houston,
(caesar) Howie, &
McNeilly, 1983;
Roderuck,
Williams,

& Macy, 1946;

Saint, Smith, &


Hartmann, 1984

Hari 1 37 mL (7–123 7 mL Sesuai dengan Casey dkk.,


(0-24 jam) mL) kapASItas 1986;
6 mL/kg fisiologis perut Evans dkk.,
(vaginal) bayi yang baru 2003;
4 mL/kg lahir Houston,
(caesar) Howie, &
McNeilly, 1983;
Roderuck,
Williams,

& Macy, 1946;

Saint, Smith, &


Hartmann, 1984

Hari 2 84 mL (44–335 14 mL Evans dkk.,


(24–48 jam) mL) 2003;
25 mL/kg
Houston,
32

(vaginal) Howie, &

13 mL/kg (c- McNeilly, 1983


sec)

24 jam 4.2 mL ± 10.6 Ibu cesar tanpa Chapman dkk.,


30 jam 3.1 mL ± 6.6 pompa; ibu 2001
36 jam 3.1 mL ± 4.9 multipara
48 jam 6.4 mL ± 6.8
60 jam 14.0 mL ± 13.5 Memiliki
72 jam 26.1 mL ± 26.6 volume susu

24–144 jam 24 jam asupan Arthur, Smith,


susu meningkat & Hartmann,
dari 82 mL ke 1989
556 mL antara
24–144 jam
setelah bersalin

Hari 3 408 mL (98– 38 mL Laktogenesis II Casey dkk.,


(48–72 jam) 775) terjadi pada 1986;
66 mL/kg periode ini
(vaginal) Evans dkk.,
2003;
44 mL/kg (c-
sec) Houston,
Howie, &
McNeilly, 1983;

Neville dkk.,
1988;

Saint, Smith, &


Hartmann, 1984

Hari 4 625 mL (378– 58 mL Tertundanya Houston,


(72–96 jam) 876) laktogenesis II Howie, &
106 mL/kg mengakibatkan McNeilly, 1983;
(vag) volume susu ↓
Saint, Smith, &
82 mL/kg (c- Hartmann,
sec) 1984;

Evans dkk.,
2003

Hari 5 200–900 g Produksi susu Woolridge,


123 mL/kg disesuaikan 1995;
(vag) untuk
111 mL/kg (c- memenuhi Evans dkk.,
sec) kebutuhan bayi 2003
selama 3-5
minggu

Hari 6 138 mL/kg Evans dkk.,


(vag) 2003
129 mL/kg (c-
33

sec)

Hari 7 576 mL (mean) 65 mL Wanita Ingram dkk.,


(200–1013) multiparous 1999
menghasilkan
rata-rata 142
mL lebih
banyak susu
setiap 24 jam

4 Minggu 750 mL (mean) 94 mL Ingram dkk.,


(328–1127) 1999

675 mL (600–
950)

2-6 Bulan 1680–3000 mL Susu Saint, Maggiore,


2,5 Bulan 3080 mL diproduksi & Hartmann,
pada ibu dari 1986
bayi kembar;
ibu dari bayi
kembar tiga

3 Bulan 750 mL (609– Butte dkk., 1984


837)
720 mL (550–
880)

5 Bulan 770 mL (630–


950)

6 Bulan 800 mL Neville dkk.,


1988

1-6 Bulan 750 mL ± 200 71.8 mL Semua bayi Mitoulas dkk.,


mL ± 26.3mL sepenuhnya 2002
menyusui
sesuai
kebutuhan,
termasuk ibu
multiparous
dan
primiparous

Sumber: Diadaptasi dari Royal College of Midwives.


SuccessfulBreastfeeding. 3rd ed. London: Churchill Livingstone;
2002; p. 26 dalam (Wahyutri, 2013)
34

f. Manfaat Pemberian ASI

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi yang

memiliki berbagai manfaat, baik bagi bayi, ibu, keluarga dan negara.

Manfaat pemberian ASI menurut (Walyani & Purwoastuti, 2015)

adalah:

1) Bagi Bayi

a) Pertumbuhan yang baik

Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan berat

badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah periode

perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan obesitas. Ibu-ibu

yang diberi penyuluhan tentang ASI dan laktasi, umumnya

berat badan bayi (pada minggu pertama kelahiran) tidak

sebanyak ibu-ibu yang tidak diberikan penyuluhan. Alasannya

adalah bahwa kelompok ibu-ibu tersebut segera

mmenghentikan ASI nya setelah melahirkan. Frekuensi

menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga dibuktikan

bermanfaat karena volume ASI yang dihasilkan lebih banyak

sehingga penurunan berat badan bayi hanya sedikit

b) Mengandung antibodi

Mekanisme pembentukan antibodi pada bayi adalah

apabila ibu mendapat infeksi maka tubuh ibu akan membentuk

antibodi dan akan disalurkan dengan bantuan jaringan limfosit.

Antibodi di payudara disebut Mammae Associated


35

Immunicompetent Lymphoid Tissue (MALT). Kekebalan

terhadap penyakit saluran pernafasan yang ditransfer disebut

Bronchus Associated Immuocompetent Lymphoid Tissue

(BALT) dan untuk penyakit saluran pencernaan ditransfer

melalui Gut Associated Immunocompetent Lymphoid Tissue

(GALT). Dalam tinja bayi yang mendapat ASI terdapat

antibodi terhadap bakteri E. coli dalam konsentrasi yang tinggi

sehingga jumlah bakteri E. coli dalam tinja bayi tersebut juga

rendah. Didalam ASI kecuali antibodi terhadap enteritoksin

E.coli juga pernah dibuktikan adanya antibodi terhadap

salmonella typhi, shigela dan antibodi terhadap virus seperti

roto virus, polio dan campak.

c) ASI mengandung komposisi yang tepat

Yaitu dari berbagai bahan makanan yang baik untuk bayi

yaitu terdiri dari proporsi yang seimbang dan cukup kualitas

semua zat gizi diperlukan utuk kehidupan 6 bulan pertama.

d) Mengurangi kejadian karies dentis

Kejadian karies dentis pada bayi yang mendapat susu

formula lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena

biasanya menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu

akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan susu

formula dan menyebabkan asam yang membentuk akan

merusak gigi.
36

e) Memberikan rasa nyaman dan aman pada bayi serta adanya

ikatan antara ibu dan bayi

Hubungan fisik ibu dan bayi baik untuk perkembangan

bayi, kontak kulit ibu ke kulit bayi yang mengakibatkan

perkembangan psikomotor maupun sosial yang lebih baik.

f) Meningkatkan kecerdasan bayi

Lemak pada ASI adalah lemak tak jenuh yang

mengandung omega 3 untuk pematangan sel-sel sehingga

jaringan otak bayi yang mmendapat ASI ekslusif akan tumbuh

optimal dan terbatas dari rangsangan kejang sehingga

menjadikan anak lebih cerdas dan terhindar dari kerusakan sel-

sel saraf otak.

g) Membantu perkembangan rahang dan merangsang

pertumbuhan gigi karena gerakan menghisap mulut bayi pada

payudara. Telah dibuktikan bahwa salah satu penyebab mal

okulasi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke

depan akibat menyusu dengan botol dan dot.

2) Bagi Ibu

a) Aspek kontrasepsi

Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang ujung

syaraf sensorik sehingga post anterior hopofise mengeluarkan

prolaktin. Prolaktin masuk ke indung telur, menekkan produksi

estrogen akibat nya tidak ada ovulasi, menjarangkan


37

kehamilan, pemberian ASI memberikan 98% metode

kontrasepsi yang efesien selama 6 bulan pertama sesudah

kelahiran bila diberikan hanya ASI saja (ekslusif) dan belum

terjadi mentruasi kembali.

b) Aspek kesehatan ibu

Hisapan bayi pada payudara akan merangsang

terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin

membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya perdarahan

pasca persalinan. Penundaan haid dan berkurangnta perdarahan

pasca persalinan mengurangi prevalensi anemia defisiensi besi.

Kejadian karna sinoma mammae pada ibu yang menyusui lebih

rendah dibanding yang tidak menyusui. Mencegah kanker

hanya dapat diperoleh ibu yang memberi ASI secara eksklusif

memiliki resiko terkena kanker payudara dan kanker ovarium

25% lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara

eksklusif.

c) Aspek penurunan berat badan

Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah dan

lebih cepat kembali ke berat badan semula sehingga seperti

sebelum hamil. Pada saat hamil berat badan bertambah, selain

karena ada janin, juga karena timbunan lemak pada tubuh.

Cadangan lemak ini sebenarnya memang disiapkan sebagai

sumber tenaga dalam proses produksi ASI. Dengan menyusui


38

tubuh akan menghasilkan ASI lebih banyak lagi sehingga

timbunan lemak yang berfungsi sebagai cadangan tenaga akan

terpakai. Logikanya, jika lemak menyusut, berat badan ibu

akan cepat kembali ke keadaan seperti sebelum hamil.

d) Aspek psikologis

Memberikan rasa dibutuhkan selain memperkuat ikatan

batin seorang ibu dengan bayi yang dilahirkan. Dengan

menyusui, ikatan batin ibu-anak akan terjalin kuat. Oleh karena

itu, jika ibu berjauhan dengan bayi, maka akan terus terbayang

saat-saat dia menyusui bayinya dan ibu merasa dibutuhkan

oleh bayi.

3) Bagi Keluarga

a) Aspek ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya

digunakan untuk membeli susu forula dapat digunakan untuk

keperluan lain. Kecuali itu, penghematan juga disebabkan

karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang sakit sehingga

mengurangi biaya berobat.

b) Aspek psikologi

Kebahagian keluarga bertambah, karena kelahiran lebih

jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu lebih baik dan dapat

mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

c) Aspek kemudahan
39

Menyusui sangat pratis, karena dapat diberikan dimana

saja dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air

masak, botol dan dot yang harus dibersihkan srta minta

pertolongan orang lain.

4) Bagi Negara

a) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi

Adanya faktor protektif dan nutrisi yang sesuai dalam ASI

menjamin status gizi yang baik serta kesakitan dan kematian

anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan

bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi,

misalnya diare, titis media, dan infeksi saluran pernafasan akut

bagian bawah. Kejadian diare paling tinggi terdapat pada anak

di bwah 2 tahun dengan penyebab rotavirus. Anak yang tetap

diberikan ASI memounyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi

diare lebih sedikit, serta lebih cepat sembuh dibanding anak

yang tidak mendapat ASI.

b) Menghemat devisa Negara dalam pemberian susu formula

ASI yang di anggap sebagai kekayaan nasional, jika

semua ibu memberikan ASI maka dapat menghemat devisa

yang seharusnya dipakai membeli susu formula.

c) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit


40

Subsidi untuk rumah sakit berkurang karena rawat gabung

akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi serta mengurangi

komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial.

d) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa

Anak yang mendapatkan ASI, tumbuh kembang secara

optimal sehingga akan menjamin kualitas generasi penerus

bangsa.

g. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelancaran Produksi ASI

Faktor yang mempengaruhi produksi ASI menurut (V. N. L.

Dewi & Sunarsih, 2011), antara lain:

1) Faktor Nutrisi Ibu

Makanan yang dikonsumsi ibu menyusui berpengaruh

terhadap produksi ASI. Apabila makanan yang ibu makan

mengandung cukup gizi dan pola makan yang teratur, maka

produksi ASI akan berjalan lancar (V. N. L. Dewi & Sunarsih,

2011). Makanan yang sebaiknya dikonsumsi oleh ibu menyusui

yaitu makanan yang mengandung tinggi protein. Untuk mengatasi

masalah ketidaklancaran pengeluaran ASI, menganjurkan ibu

menyusui untuk makan makanan yang bergizi sehingga kebutuhan

nutrisinya dapat terpenuhi dengan baik, anjurkan ibu minum air

putih yang banyak agar ibu menyusui tidak mengalami dehidrasi

sehingga suplai ASI dapat berjalan lancar (Aprilia et al., 2015).

Produksi ASI dipengaruhi oleh dua hormon, yatu prolaktin dan


41

oksitosin. Prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI,

sedangkan oksitosin mempengaruhi proses pengeluaran ASI.

Prolaktin berkaitan dengan nutrisi ibu, semakin baik asupan

nutrisinya maka produksi yang dihasilkan juga banyak (Marbun,

2013).

2) Faktor Hisapan Bayi

Hisapan mulut bayi akan merangsang hipotalamus pada

bagian hipofisis anterior dan posterior. Hipofisis anterior

menghasilkan ransangan (rangsangan prolaktin) untuk

meningkatkan sekresi prolaktin. Prolaktin bekerja pada kelenjar

susu (alveoli) untuk memproduksi ASI. Hisapan bayi tidak

sempurna atau putting susu ibu yang sangat kecil akan membuat

produksi hormon oksitosin dan prolaktin akan terus menurun dan

ASI akan terhenti (V. N. L. Dewi & Sunarsih, 2011).

3) Frekuensi Menyusui

Menyusui bayi direkomendasi 8 kali sehari pada periode awal

setelah melahirkan untuk menjamin produksi dan pengeluaran ASI.

Frekuensi menyusui berkaitan dengan kemampuan stimulasi kedua

hormon dalam kelenjar payudara, yakni hormon prolaktin dan

oksitosin (Riksani, 2012). Produksi ASI kurang di akibatkan

frekuensi penyusuan pada bayi yang kurang lama dan terjadwal.

Menyusui yang dijadwal akan berakibat kurang baik, karena isapan

bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi ASI. Produksi


42

ASI bayi premature akan optimal dengan pemompaan ASI lebih

dari 5 kali per hari selama bulan pertama setelah melahirkan.

Pemompaan dilakukan karena bayi premature belum dapat

menyusu. Bayi cukup bulan frekuensi penyusuan 10 ± 3 kali per

hari selama 2 minggu pertama setelah melahirkan, berhubungan

dengan produksi ASI yang cukup (V. N. L. Dewi & Sunarsih,

2011).

4) Faktor Psikologis

Produksi ASI dipengaruhi oleh faktor psikologis, kejiwaan

ibu yang selalu dalam keadaan tertekan, sedih, kecemasan, kurang

percaya diri dan berbagai bentuk ketegangan emosional akan

menurunkan volume ASI. Untuk memproduksi ASI yang baik, ibu

harus dalam keadaan tenang (Kristiyanasari, 2011). Perasaan ibu

dapat menghambat atau meningkatkan pengeluaran oksitosin,

seperti takut, gelisah, marah, sedih, cemas, kesal, malu akan

mempengaruhi refleks oksitosin yang akhirnya akan menekan

produksi ASI. Kadar oksitosin pada setiap ibu berbeda, 75%

pengaruh emosional yang tidak stabil bisa menghambat dan

mempengaruhi jumlah pengeluaran ASI (Syamsinar et al., 2013).

Kecemasan yang dialami oleh ibu yang masih memiliki

pengalaman pertama melahirkan dalam kehidupannya, karena

kurangnya informasi yang diterima, cara pemahaman informasi

yang kurang, serta rasa khawatir ibu yang terlalu berlebihan pada
43

keadaan yang sedang terjadi. Sehingga semakin tinggi tingkat

kecemasan atau kekhawatiran ibu akan mempengaruhi kerja

hormon yang akan memproduksi ASI dan akhirnya menyebabkan

jumlah ASI yang keluar menjadi sedikit atau bahkan terhambat dan

tidak diproduksi sama sekali (Salat & Suprayitno, 2019).

5) Berat Badan Lahir

Bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan

menghisap ASI yang lebih rendah dibanding bayi yang berat lahir

normal (> 2500 gr). Kemampuan menghisap ASI yang lebih rendah

ini meliputi frekuensi dan lama penyusuan yang lebih rendah

dibanding bayi berat lahir normal yang akan mempengaruhi

stimulasi hormon prolaktin dan oksitosin dalam memproduksi ASI

(V. N. L. Dewi & Sunarsih, 2011).

6) Usia dan Paritas

Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Kusumawati et al.,

2020) ibu nifas dengan usia 20-35 tahun mengalami gangguan

psikologis dikarenakan ini pengalaman pertama pada ibu primipara

khususnya memasuki fase baru menjadi seorang ibu. Meskipun

pada umur 20-35 tahun dianggap umur yang pas dalam

bereproduksi. Tetapi hasil pengamatan penelitian umur sebagian

besar pada umur 20-35 tahun yang termasuk dalam kriteria muda

sehingga ibu masih kelihatan takut, cemas, banyak ibu yang


44

mengeluh saat bayinya menangis karena ibu kebingungan

bagaimana caranya agar bayi tidak menangis lagi.

Seorang ibu primipara akan mengalami masalah pada proses

produksi ASI dikarenakan ibu yang kurang memahami proses

pembentukan ASI yang belum stabil di hari-hari pertama

persalinan, ditambah lagi ibu kehilangan kepercayaan diri mereka

untuk memproduksi ASI yang lebih banyak, dikarenakan secara

fisiologis ASI mengalami pengeluaran sedikit. Hal inilah yang

menyebabkan keterlambatan pengeluaran ASI atau lebih dari 3

hari. Disamping itu adanya persepsi yang salah dimana ibu

mendengar ada pengalaman menyusui yang kurang baik dari orang

lain sehingga memungkinkan ibu untuk ragu dalam memberikan

ASI kepada bayinya. Hal yang sama juga akan terjadi pada ibu-ibu

yang sudah pernah menyusui sebelumnya, dimana diakibatkan oleh

persepsi ibu tentang ASI yang salah (Kusumawati et al., 2020).

7) Perawatan Payudara

Perawatan payudara bermanfaat untuk mempelancarkan

sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga

memperlancar pengeluaran ASI dengan cara menjaga agar

payudara senantiasa bersih dan terawat (puting susu) karena saat

menyusui payudara ibu akan kontak langsung dengan mulut bayi

menurut (Maryunani, 2012). Perawatan payudara dapat

merangsang hipofsis untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan


45

oksitosin. Kedua hormon inilah yang berperan besar dalam

produksi ASI. Perawatan payudara yang dimulai dari kehamilan

bulan ke 7-8 memegang peranan penting dalam menyusui bayi.

Payudara yang terawat akan memproduksi ASI yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan bayi dan dengan perawatan payudara yang

baik, maka putting tidak akan lecet sewaktu dihisap bayi (V. N. L.

Dewi & Sunarsih, 2011).

8) Pola Istirahat

Apabila kondisi ibu terlalu lelah, kurang istirahat maka ASI

juga berkurang. Pola istirahat sangat mempengaruhi produksi ASI

karena ibu nifas yang kelelahan akan cenderung malas menyusui

bayinya dan menyebabkan produksi ASI menjadi terganggu dan

mempengaruhi kelancaran pengeluaran ASI. Ibu nifas yang baru

saja melahirkan banyak yang mengalami kelelahan dan merasa

ingin tidur terus. Untuk mengatasi ketidaklancaran pengeluaran

ASI yaitu dengan menganjurkan ibu untuk menyusui sesering

mungkin sehingga dapat merangsang payudara dan mempengaruhi

hipofise untuk mengeluarkan hormon prolaktin dan oksitosin.

Hormon prolaktin mempengaruhi jumlah produksi ASI, sedangkan

hormone oksitosin mempengaruhi proses pengeluaran ASI,

sehingga pengeluaran ASI menjadi lancar dan bayi cukup ASI

(Aprilia et al., 2015).

9) Jenis Persalinan
46

Pada persalinan normal proses menyusui dapat segera

dilakukan setelah bayi lahir. Biasanya ASI sudah keluar pada hari

pertama persalinan. Sedangkan pada persalinan tindakan sectio

ceasar seringkali sulit menyusui bayinya segera setelah lahir,

terutama jika ibu diberikan anestesi umum. Ibu relatif tidak dapat

menyusui bayinya di jam pertama setelah bayi lahir. Kondisi luka

operasi di bagian perut membuat proses menyusui sedikit

terhambat (Prawirohardjo dalam Marmi, 2015).

10) Umur Kehamilan Saat Melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi produksi

ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur (umur kehamilan

kurang dari 34 minggu) sangat lemah dan tidak mampu mengisap

secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah dari pada bayi

yang lahir tidak prematur. Lemahnya kemampuan mengisap pada

bayi prematur dapat disebabkan berat badan yang rendah dan

belum sempurnanya fungsi organ (V. N. L. Dewi & Sunarsih,

2011).

11) Konsumsi Rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan

mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk memproduksi

ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana

adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin (V. N. L. Dewi &

Sunarsih, 2011).
47

2. Konsep Kecemasan

a. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan khawatir yang berlebihan dan

tidak jelas serta merupakan suatu respon terhadap stimuli eksternal

maupun internal yang menimbulkan gejala emosi, kognitif, fisik,

tingkah laku (Baradero, 2015).

Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang ditandai

dengan kekhawatiran atau ketakutan yang mendalam, gejala fisik yang

menegangkan dan tidak jelas penyebabnya. Kecemasan muncul pada

saat seseorang tidak mampu beradaptasi terhadap peristiwa atau

keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang.

Masalah kecemasan yang terjadi pada ibu menyusui mulai timbul

ketika seseorang menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang

dimulainya (Rahmadani et al., 2020).

b. Tingkat Kecemasan

Kecemasan memiliki unsur yang baik maupun unsur yang

merugikan berdasarkan pada tingkat kecemasan, lamanya kecemasan

terjadi, dan bagaimana individu menangani kecemasan tersebut.

Tingkat kecemasan menurut Baradero (2015) adalah sebagai berikut:

1) Kecemasan Ringan
48

Kecemasan ringan ialah suatu perasaan bahwa terdapat

sesuatu yang tidak beres dan memerlukan perhatian khusus.

Stimulasi sensori meningkat sehingga dapat membantu individu

menjadi lebih fokus, berfikir, bertindak untuk menyelesaikan

masalah, mencapai tujuan, dan melindungi diri atau orang lain.

Kecemasan ringan memotivasi seseorang untuk melakukan

perubahan atau melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan.

2) Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang ialah suatu perasaan yang mengganggu

karena ada sesuatu yang pasti salah sehingga individu merasa

gugup dan sulit untuk tenang. Pada tingkat kecemasan sedang

individu masih dapat mengolah informasi dan menyelesaikan

masalah. Namun individu sulit berkonsentrasi serta memerlukan

bantuan untuk kembali fokus.

3) Kecemasan Berat (Panik)

Pada kondisi kecemasan berat (panik), kemampuan individu

untuk berpikir sangat berkurang. Individu cenderung hanya

memusatkan pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak dapat

berpikir tentang hal lain. Semua perilaku individu ditunjukkan

untuk mengurangi rasa ketegangan dan memerlukan arahan untuk

berfokus kembali (Stuart, 2007). Secara tidak sadar, pada tingkat

kecemasan berat (panik) individu menggunakan mekanisme untuk

pertahanan diri. Gejala yang ditimbulkan seperti otot-otot menjadi


49

tegang, tanda-tanda vital meningkat, tidak tenang, gelisah dan cepat

marah (Baradero, 2015).

c. Tanda dan Gejala Kecemasan

Kecemasan yang terjadi memiliki tanda dan gejala yang

berbeda-beda pada setiap individu tergantung dari tingkat kecemasan

yang dialami oleh individu tersebut. Tanda dan gejala secara umum

yang sering terjadi adalah (Hawari, 2006):

1) Gejala psikologis: cemas/khawatir, firasat buruk, takut dengan

pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, mudah

terkejut, tidak tenang, dan gelisah.

2) Gangguan pola tidur serta mimpi yang menegangkan

3) Gangguan daya ingat dan konsentrasi

4) Gejala somatik: merasa nyeri pada otot dan tulang, jantung

berdebar – debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan

perkemihan, nyeri kepala, tangan terasa dingin dan lembab.

d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Stuart dan Sunden (2007, dalam Fitria et al., 2013),

kecemasan terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor penyebab

kecemasan antara lain:

1) Faktor Predisposisi (Pendukung)

a) Pandangan Psikoanalitik
50

Teori ini beranggapan bahwa ansietas terjadi apabila

konflik emosional yang terjadi dua elemen pribadi yaitu id dan

superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan

dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego

berfungsi menengahi tuntutan dri dua elemen yang

bertetnangan, sedangkan fungsi ansietas adalah mengingatkan

ego bahwa ada bahaya.

b) Pandangan Interpersonal

Teori ini beranggapan bahwa ansietas timbul dari perasaan

takut terhadap tidak adanya penerimaan atau penolakan.

Ansietas berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti

perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan

spesifik. Orang yang mengalami harga diri rendah mudah

mengalami perkembangan ansietas yang berat.

c) Pandangan Perilaku

Teori beranggapan bahwa ansietas merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

seseorang untuuk mencapai tujuan yang diinginkan pakar

perilaku menganggap sebagai dorongan belajar berdasarkan

keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Individu

yang terbiasa dengan kehidupan dini diharapkan pada


51

ketakutan berlebihan, lebih sering menunjukkan ansietas dalam

kehidupan selanjutnya.

d) Kajian Keluarga

Teori ini beranggapan ansietas merupakan hal yang biasa

ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan

ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.

e) Kajian Biologis

Menurut kajian biologis, otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini untuk membantu

mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama

dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansiets

sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin

disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan

kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor.

2) Faktor Presipitasi (Pencetus)

Pengalaman cemas setiap individu tidak bisa disamakan,

tergantung pada situasi dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor

presipitasi yang mempengaruhi kecemasan, yaitu:

a) Faktor eksternal

(1) Ancaman terhadap integritas fisik meliputi keterbatasan

fisiologi akan mengalami penurunan kemampuan untuk

melakukan kegiatan setiap hari.


52

(2) Ancaman terhadap sistem diri meliputi, hal yang dapat

mengancam identitas, harga diri, dan fungsi sosial pada

individu.

b) Faktor internal

(1) Potensial stressor

Stresor psikososial merupakan setiap keadaan atau

peristiwa yang mengakibatkan perubahan dalam kehidupan

seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan

adaptasi. Pasien dengan operasi kemungkinan mengalami

kecemasan. Operasi merupakan tindakan medis yang

dilakukan atas dasar indikasi tertentu dan dipertimbangakan

sebagai tindakan yang terbaik untuk pasien, sehingga pasien

akan berusaha untuk beradaptasi dengan rasa cemas yang

dialami.

(2) Maturitas

Kematangan kepribadian individu akan mempengaruhi

kecemasan yang dihadapi. Kepribadian individu yang lebih

matur lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan,

karena individu mempunyai adaptasi yang lebih besar

terhadap kecemasan.

(3) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh pada

ketidakmampuan berpikir. Semakin tinggi tingkat


53

pendidikan maka semakin mudah seseorang untuk berpikir

rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan

menganalisis akan mempermudah seseorang dalam

menguraikan masalah baru.Tingkat pendidikan juga

menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan

memahami pengetahuan tentang operasi.

(4) Keadaan fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah

mengalami kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami

akan mempermudah individu mengalami kecemasan.

(5) Status sosial ekonomi

Dalam memenuhi kebutuhan pokok maupun kebutuhan

sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih

mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status

ekonomi rendah. Seseorang dengan status ekonomi rendah

dan berencana operasi akan mengalami kecemasan dengan

masalah biaya rumah sakit.

(6) Tipe kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah

mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang

dengan tipe kepribadian B. Individu dengan tipe

kepribadian A memiliki ciri – ciri individu yang tidak sabar,

kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu


54

– buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah

tersinggung dan mengakibatkan otot – otot mudah tegang.

Individu dengan tipe kepribadian B memiliki ciri – ciri yang

berlawanan engan tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B

merupakan individu yang penyabar, tenang, teliti dan

rutinitas.

(7) Lingkungan dan situasi

Individu yang berasa di lingkungan asing lebih mudah

mengalami kecemasan dibandingkan dengan di lingkungan

yang sudah dikenalnya. Tindakan persalinan sectio caesarea

dilakukan di rumah sakit, bagi sebagian orang beranggapan

bahwa rumah sakit merupakan tempat yang asing, dan

dengan orang-orang yang asing. Keadaan tersebut dapat

membingungkan bagi orang yang belum terbiasa, maka

seseorang sering mengalami kecemasan.

(8) Dukungan sosial

Dukungan sosial merupakan sumber koping individu.

Dukungan sosial dari kehadiran keluarga, orang tua, dan

teman dekatdapat membantu seseorang mengurangi

kecemasan.

Dukungan keluarga terhadap pasien yang akan

menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat

kecemasan. Pendampingan keluarga selama perawatan


55

dapat membantu pasien dalam mengambil keputusan,

mendapatkan solusi dari permasalahan, dan membantu

pasien membagikan rasa cemas yang ia alami.

(9) Jenis kelamin

Kecemasan dapat dipengeruhi oleh asam lemak bebas

dalam tubuh. Wanita mempunyai produksi asam lemak

bebas lebih banyak dibanding pria sehingga wanita beresiko

mengalami kecemasan yang lebih tinggi dari pria.

Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada ibu

nifas (Sulastri, 2016), yaitu:

1) Paritas

Paritas berhubungan dengan pengalaman ibu dalam

kehamilan dan merawat bayi. Pernyataan tersebut didukung oleh

teori menyebutkan bahwa sebagian ibu nifas primipara dengan

sedikit pengalaman secara nyata dapat meningkatkan stress dan

kecemasan Hal ini disebabkan karena pada ibu primipara belum

memiliki pengalaman dalam persalinan dan merawat bayi.

2) Usia

Faktor usia juga mempengaruhi kesiapan ibu pada saat

melahirkan dan menjadi ibu. Pada usia yang tergolong produktif

kehamilan direncanakan dan diinginkan oleh pasangan muda

atau baru menikah. Pada usia 20-30 tahun, seseorang lebih

antusias untuk menerima informasi mengenai kehamilan.


56

Kehamilan yang diinginkan atau direncanakan memungkinkan

terjadinya stress dan kecemasan yang lebih rendah dibandingkan

dengan kehamilan yang tidak direncanakan (Sulastri, 2016).

Pada dasarnya dengan bertambahnya umur ibu, dapat

menambah pengalaman ibu dimana pengalaman juga bisa

diperoleh dari diri sendiri maupun dari orang lain, dengan begitu

ibu dapat memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru

tentang merawat bayi nya sehingga ibu tidak mengalami

kecemasan (Kusumawati et al., 2020).

3) Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan

yang dimilikinya semakin tinggi berhubungan dengan

kemampuan memahami informasi yang diterima. Persiapan

yang baik selama kehamilan dan menjelang proses persalinan,

cara menyusui, dan menjaga kesehatan selama kehamilan, hal

ini berhubungan dengan pendidikan (Sulastri, 2016).

Meskipun pada tingkat pendidikannya menengah tidak

semua kondisi dan kesiapan secara matang, karena pada jenjang

ini sebagian besar masih terlihat seperti kematangan psikologis

dan banyak hal yang kurang diketahui dalam kondisi setelah

kelahiran. Banyak ibu yang tidak tahu bagaimana cara

menyusui, mengendong bayi dan merawat bayinya (Kusumawati

et al., 2020).
57

4) Dukungan sosial

Dukungan sosial berkaitan dengan adanya dukungan suami

dan keluarga yang senantiasa mendampingi ibu selama proses

persalinan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rendahnya

atau ketidakpastian dukungan suami dan keluarga akan

meningkatkan depresi, kecemasan, dan stress pada ibu nifas.

Dimana dukungan suami yang dimaksud adalah perhatian

dan hubungan emosional yang intim dan dukungan keluarga

berupa komunikasi dan hubungan emosional yang baik dan

hangat dengan orang tua yang mana dapat menurunkan tingkat

kecemasan pada ibu nifas.

e. Alat Ukur Kecemasan

Ada beberapa intrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat

kecemasan secara umum menurut Nursalam (2016) diantaranya DASS

(Depression Anxiety Stress Scale), ZSAS (Zung Self-Rating Anxiety

Scale), HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Instrumen tersebut

efektif digunakan untuk mengukut tingkat kecemasan baik digunakan

dewasa maupun muda. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu ZSAS (Zung Self-Rating Anxiety Scale).

ZSAS merupakan pengukuran kecemasan pada pasien dewasa

oleh William WK.Zung pada tahun 1971 dikembangkan berdasarkan

gejala kecemasan dalam DSM-II (Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorders). ZSAS memiliki 20 pertanyaan yang terdiri dari 15


58

pertanyaan Unfavourable (negatif) yang mengarah pada peningkatan

kecemasan dan 5 pertanyaan Favourable (positif) yang mengarah pada

penurunan kecemasan, dengan pilihan jawaban (1) tidak pernah, (2)

kadang-kadang, (3) sering mengalami, dan (4) mengalami setiap

hari/selalu. Setiap jawaban dari pertanyaan favourable dan

unfavorabel memiliki penilaian dan penskoran yang berbeda-beda

(Sulastri, Wiwin and Sugiyanto, 2016).

Rentang skor penilaian 20-80, dengan pengelompokkan sebagai

berikut:

Skor 20 – 44 : Kecemasan ringan

Skor 45 – 59 : Kecemasan sedang

Skor 60 – 74 : Kecemasan berat

Skor 75 – 80 : Kecemasan sangat berat/panik

3. Suplementasi

Suplementasi makanan adalah produk yang digunakan untuk

melengkapi makanan, mengandung satu atau lebih bahan makanan, seperti

vitamin, mineral, asam amino atau tumbuhan yang digunakan untuk

meningkatkan kecukupan gizi, konsetrat, metabolit, ekstrak/kombinasidari

beberapa bahan tersebut. Suplementasi makanan dapat berupa produk

padat meliputi tablet, tablet hisap, tablet effervescent, tablet kunyah,

serbuk, kapsul, kapsul lunak, granula, pastilles atau produk cair berupa

tetes, sirup, atau larutan.


59

Menurut Depkes (2009), suplementasi vitamin A dosis tinggi (warna

merah) dengan dosis 200.000 IU harus diberikan kepada ibu nifas karena

dapat mencegah infeksi pada ibu nifas, kesehatan ibu cepat pulih setelah

melahirkan, pemberian 1 kapsul vitamin A merah cukup untuk

meningkatkan kandungan vitamin A dalam ASI selama 60 hari dan

pemberian 2 kapsul vitamin A merah diharapkan cukup menambah

kandungan vitamin A dalam ASI sampai bayi berusia 6 bulan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Safitri & Briawan, 2014)

menunjukkan bahwa jumlah konsumsi vitamin A berpengaruh terhadap

kejadian sakit dimana ibu yang mengkonsumsi 2 kapsul vitamin A dapat

terproteksi dari kejadian sakit 0,103 kali dibandingkan subjek yang ibunya

mengkonsumsi 1 kapsul vitamin A.

Suplementasi vitamin A dengan dosis tinggi pada saat melahirkan

dan praktik menyusui secara optimal adalah suatu strategi yang sangat

efektif dalam meningkatkan status gizi vitamin A pada bayi, dan harus

diperkuat sebagai komponen kunci dari kelangsungan hidup anak secara

komprehensif. Vitamin A berfungsi dalam sistem penglihatan, fungsi

kekebalan dan fungsi reproduksi (Rosyanti & Hadi, 2020).

Suplementasi vitamin A dengan dosis antara 200–300.000 IU secara

nyata mengurangi proporsi ibu menyusui dengan retinol rendah selama 3

bulan setelah melahirkan, tetapi tidak untuk 6 bulan. Pada umumnya bayi

sangat tergantung pada ASI dalam mendapatkan vitamin A. Ibu dengan

kondisi gizi yang baik, mempunyai kandungan vitamin A dalam ASI yang
60

cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi selama 6 bulan. Namun pada

kondisi ibu yang menderita kekurangan vitamin A, jumlah vitamin A pada

ASI kurang optimal untuk pertumbuhan atau memelihara cadangan

mikronutrien untuk perawatan bayi. Pada kejadian kekurangan vitamin A

pada ASI, diperlukan suplementasi vitamin A dengan waktu yang cukup

lama untuk memperbaiki kesehatan ibu dan anak (Rosyanti & Hadi, 2020).

Vitamin A, vitamin C, dan zink berfungsi untuk pemeliharaan

kesehatan dan kelangsungan hidup melalui sistem imunitas. Kekurangan

vitamin A dapat mempengaruhi serum retinol dalam darah, sementara

vitamin C dan zink dapat meningkatkan risiko anak terhadap penyakit

infeksi seperti penyakit saluran pernafasan, diare, dan demam.

Meningkatnya penyakit infeksi dapat menyebabkan keterlambatan

pertumbuhan.

Bedasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Elvandari et al., 2017)

menunjukan bahwa adanya hubungan tingkat kecukupan vitamin C dan

zink dengan kejadian morbiditas. Tingkat kecukupan vitamin C dan zink

yang kurang berisiko memiliki morbiditas yang tinggi. Asupan vitamin C

dapat meningkatkan beberapa komponen dalam tubuh yang berfungsi

untuk kekebalan tubuh seperti anti-mikrobisida, limfosit proliferasi,

kemotaksis, dan respon imun. Selain itu, ditemukan juga adanya hubungan

antara kejadian ISPA dengan konsumsi zink. Salah satu fungsi zink adalah

sebagai zat gizi yang meningkatkan sistem imunitas dan meningkatkan

kerja vitamin A sehingga dapat mengurangi risiko penyakit infeksi.


61

Zink yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi

yang esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar. Maka bila

terjadi defisiensi zink dapat menghambat pembelahan sel, pertumbuhan

dan perbaikan jaringan, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan.

Telah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan oleh (Ratnadewi, 2019)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar zink

dalam ASI dengan pertumbuhan bayi.

4. Konsep Sehat Sakit

a. Definisi Sehat

Menurut World Health Organization (WHO) sehat adalah a state

of complete physical, mental, and social well being and not merely the

absence of illness or infirmity (Suatu keadaan yang sempurna baik

fisik mental dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau

kelemahan). Mengandung 3 karakteristik:

1) Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia

2) Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan

eksternal.

3) Sehat diartikan sebagai hidup yang kreatif dan produktif.

Sehat merupakan bukan suatu kondisi tetapi merupakan

penyesuaian, bukan merupakan suatu keadaan tetapi suatu proses.

Proses di sini adalah adaptasi individu yang tidak hanya terhadap fisik

mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.


62

b. Paradigma Sehat

Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model

pembangunan kesehatan yang bersifat holistik. Melihat masalah

kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersifat lintas

sektor. Upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan

perlindungan kesehatan, bukan hanya penyembuhan orang sakit atau

pemulihan kesehatan tetapi bagaimana menjadikan orang tetap dalam

kondisi sehat. Kesehatan dipengaruhi banyak faktor, yang utama

lingkungan dan perilaku. Kesehatan juga merupakan hak azasi

manusia dan menentukan kualitas hidup sumber daya manusia.

Sejalan dengan berkembangnya waktu paradigma pelayanan

kesehatan sedang dikaji ulang.

Paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan

jangka panjang yang diharapkan mampu mendorong masyarakat

untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri.

Paradigma sehat didefinisikan sebagai cara pandang atau pola

pikir pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif,

antisipasif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang

dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral,

dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada pemeliharaan dan

perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya

penyembuhan penduduk yang sakit.


63

Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama

terhadap kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan,

memberikan dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar

yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang sakit segera

sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada

masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan daripada

mengobati penyakit

c. Dasar Paradigma Sehat

Dasar dari paradigma sehat sangat berkaitan erat dengan

keoptimalan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Hal

ini bersumber dari Undang – undang No. 36 tahun 2009 tentang

kesehatan yang menyatakan:

1) Pertama: menimbang bahwa kesehatan merupakan hak asasi

manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2) Kedua: setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,

partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan

sumber daya manusia Indonesia, serta penigkatan ketahanan dan

daya saing bangsa bagi pembangunan nasional


64

3) Ketiga: setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan

kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan

kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya

peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi

bagi pembangunan negara

4) Keempat: setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan

wawasan kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus

memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung

jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat

5) Kelima: menimbang bahwa Undang-Undang No.23 Tahun 1992

tentang kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan,

tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga

perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang kesehatan

yang baru

6) Keenam: berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam bagian pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima maka

perlu membentuk Undang-Undang tentang kesehatan.

d. Faktor Yang Mempengaruhi Diri Seseorang Tentang Sehat

1) Status perkembangan

Kemampuan mengerti tentang keadaan sehat dan kemampuan

berespon terhadap perubahan dalam kesehatan dikaitkan dengan

usia. Contoh: bayi dapat merasakan sakit, tapi tidak dapat

mengungkapkan dan mengatasinya. Pengetahuan perawat tentang


65

status perkembangan individu memudahkan untuk melaksanakan

pengkajian terhadap individu dan membantu mengantisipasi

perilaku-perilaku selanjutnya.

2) Pengaruh sosiokultural

Masing-masing kultur punya pandangan tentang sehat yang

diturunkan dari orang tua pada anaknya. Contoh: Orang Cina, sehat

adalah keseimbangan antara Yin dan Yang Orang dengan ekonomi

rendah memandang flu sesuatu yang biasa dan merasa sehat.

3) Pengalaman masa lalu

Seseorang dapat merasakan nyeri/sakit atau disfungsi (tidak

berfungsi) keadaan normal karena pengalaman sebelumnya

Membantu menentukan defenisi seseorang tentang sehat.

4) Harapan seseorang tentang dirinya

Seseorang mengharapkan dapat berfungsi pada tingkat yang

tinggi baik fisik maupun psikososialnya jika mereka sehat.

e. Definisi Sakit

Menurut WHO pengertian sakit adalah suatu keadaan yang

disebabkan oleh bermacam-macam keadaan, bisa suatu kelainan,

kejadian yang dapat menimbulkan gangguan terhadap susunan

jaringan tubuh manusia, dari fungsi jaringan itu sendiri maupun fungsi

keseluruhan dari anggota tubuhnya.

Sakit menurut Depkes RI adalah seseorang dikatakan sakit

apabila menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan


66

kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya menjadi

ternganggu.

f. Fase-fase Sakit

1) Laten

Seseorang sudah terinfeksi suatu mikroorganisme, karena

badan seseorang baik maka gejala-gejala dan tanda-tanda serta

keluhan belum ada, sehingga aktifitas sehari-hari dapat

dilakukan.

2) Prodromal

Pada fase ini seseorang sudah terdapat peningkatan, bahwa

dirinya sakit, seperti tidak enak badan atau kadang-kadang

lemas.

3) Akut

Tanda dan gejala akan bertambah dan semakin lengkap,

bentuknya di sini klien baru sadar bahwa dirinya sakit, kadang-

kadang emosinya tidak stabil dan lekas marah, dan ia hanya

mampu memikirkan dirinya sendiri dan penyakitnya.

4) Resolusi

Klien perlu tindakan yang sifatnya mengembalikan secara

normal.

g. Tahapan Sakit

Tahapan sakit menurut Suchman terbagi menjadi 5 tahapan, yaitu:


67

1) Tahap gejala / transisi: individu percaya bahwa ada kelainan dalam

tubuh, merasa dirinya tidak sehat, merasa timbulnya berbagai

gejala adanya bahaya. Mempunyai 3 aspek :

a) Secara fisik : nyeri, panas tinggi

b) Kognitif : interprestasi terhadap gejala

c) Respons emosi terhadap ketakutan / kecemasan

2) Tahap asumsi terhadap peran sakit (Sick Role)

Penerimaan terhadap sakit dimana individu mencari kepastian

sakitnya dari keluarga atau teman: menghasilkan peran sakit,

mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain mengobati

sendiri, mengikuti nasihat teman / keluarga.

Akhir tahap ini dapat ditentukan bahwa gejala telah berubah

dan merasa lebih buruk. Individu masih mencari penegasan dari

keluarga tentang sakitnya. Rencana pengobatan

dipenuhi/dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman.

3) Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan

Individu yang sakit meminta nasehat dari profesi kesehatan

atas inisiatif sendiri. Ada 3 tipe informasi:

a) Validasi sakit

b) Penjelasan gejala yang tidak dimengerti

c) Keyakinan bahwa mereka akan baik.

Jika tidak ada gejala maka individu mempersepsikan dirinya

telah sembuh, jika ada gejala kembali pada profesi kesehatan.


68

4) Tahap ketergantungan

Jika profesi kesehatan memvalidasi (menetapkan) bahwa

seseorang sakit maka yang menjadi pasien akan ketergantungan

untuk memperoleh bantuan.

5) Tahap penyembuhan

a) Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit dan kembali pada

peran sehat dan fungsi sebelum sakit

b) Kesiapan untuk fungsi sosial

c) Perawat mempunyai tugas:

(1) Membantu pasien untuk berfungsi dengan meningkatkan

kemandirian

(2) Memberi harapan dan dukungan

h. Rentang Sehat Sakit

1) Status sehat sakit tidak bersifat mutlak karena sehat-sakit

merupakan rentang (jarak).

2) Skala akur secara hipotesis dengan mengukur kesehatan seseorang.

Uraian di atas menyebutkan bahwa tidak ada standar/ukuran yang

pasti untuk mengatakan keadaan seseorang itu sehat sakit.

3) Dinamis dan Individual.

4) Status kesehatan seseorang sifatnya berubah-ubah dan sifatnya

individual. Intensitasnya dan mekanisme koping yang

dipergunakan.

5) Jarak sehat optimal – kematian


69

Rentang sehat – sakit terdiri atas rentang sehat yang dimulai

dari sejahtera, sehat sekali, sehat normal, sedangkan rentang sakit

dimulai dari setengah sakit, sakit, sakit kronis dan berakhir pada

kematian.

5. Primipara

Primipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi untuk

pertama kali. Persalinan dan kehamilan merupakan suatu peristiwa yang

membahagiakan bagi ibu dan seluruh keluarga, selain itu juga merupakan

saat yang dramatis bagi ibu yang pertama kali mengalaminya. Pada usia

kandungan tujuh bulan ke atas tingkat kecemasan ibu hamil semakin akut

dan intensif seiring dengan mendekatnya kelahiran bayi pertamanya.

Kecemasan menimbulkan ketegangan, menghalangi relaksasi tubuh,

menyebabkan keletihan bahkan mempengaruhi kondisi janin dalam

kandungan (Lumongga, 2016).

Ibu primipara cenderung mengalami beberapa kendala terkait

peranan dan tugasnya yang baru sebagai ibu. Kebingungan akan peran dan

tugasnya dapat menyebabkan seseorang mengalami stress (Sari et al.,

2016). Salah satu faktor ibu primipara mengalami permasalahan ini yaitu

akibat dari keterbatasan pengetahuan dimilikinya sehingga ibu primipara

lebih banyak membutuhkan bantuan dari orang lain. Seorang ibu dituntut

untuk bisa merawat dan menyusui bayinya dengan benar sehingga

kebutuhan gizi si bayi dapat terpenuhi. Tuntutan seperti inilah yang dapat
70

menimbulkan gangguan psikologis seperti kecemasan bagi ibu primipara

(Agustin & Septiyana, 2018).

6. Pandemi Covid-19

SARS-CoV-2 (Covid-19) sejak wabahnya di Wuhan, berdampak

secara global ke seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

mengumumkan ke-Daruratan Internasional pada 30 Januari 2020 diikuti

dnegan pernyataan sebagai ‘pandemi’ pada 11 Maret 2020. Saat ini belum

ada pengobatan atau vaksin tersedia untuk Covid-19, masih dalam proses

untuk pengembangan vaksin. Jumlah orang yang terinfeksi dan yang

meninggal meningkat dari hari ke hari.

Kesusahan dan kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi

yang mengancam dan tidak terduga seperti pandemi coronavirus.

Kemungkinan reaksi yang berhubungan dengan stres sebagai respons

terhadap pandemi coronavirus dapat mencakup perubahan konsentrasi,

iritabilitas, kecemasan, insomnia, berkurangnya produktivitas, dan konflik

antarpribadi, tetapi khususnya berlaku untuk kelompok yang langsung

terkena dampak (misalnya tenaga profesional kesehatan). Selain ancaman

virus itu sendiri, tidak ada keraguan bahwa tindakan karantina yang

dilakukan di banyak negara memiliki efek psikologis negatif, semakin

meningkatkan gejala stress.

Ketidakpastian umum, ancaman kesehatan individu, serta tindakan

karantina dapat memperburuk kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti


71

depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma. Meskipun tindakan

karantina melindungi terhadap penyebaran virus corona, setiap individu

yang memerlukan isolasi dan kesepian dapat menimbulkan tekanan

psikososial utama dan mungkin dapat memicu atau memperburuk penyakit

mental (Rosyanti & Hadi, 2020).


72

B. Kerangka Teori
Ibu Primipara

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelancaran


produksi ASI yaitu:
1. Faktor nutrisi ibu 6. Usia dan paritas
2. Faktor hisapan bayi 7. Perawatan payudara
3. Frekuensi menyusui 8. Pola istirahat
4. Faktor psikologis 9. Jenis persalinan
seperti kecemasan 10. Umur kehamilan
5. Berat badan lahir 11. Konsumsi rokok
(V. N. L. Dewi & Sunarsih, 2011)

Bila terdapat kecemasan dan


stress pada ibu menyusui, maka
akan terjadi suatu blokade dari
refleks pengeluaran hormon
oksitosin/refleks let down.
Suplementasi Faktor yang mempengaruhi
tingkat kecemasan pada ibu nifas
yaitu:
1. Paritas
2. Usia
3. Pendidikan
4. Dukungan sosial
(Sulastri, Wiwin and Sugiyanto,
2016)

Kerja prolaktin
dan oksitosin

Kelancaran
Produksi ASI

Kesehatan bayi
Sumber : (V. N. L. Dewi & Sunarsih, 2011), (Salat & Suprayitno, 2019), (Sulastri,
Wiwin and Sugiyanto, 2016).
Bagan 2.1 Kerangka Teori
73

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep peneliti adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel

yang satu dengan variabel lain dari masalah yang akan diteliti (Notoatmodjo,

2010).

Variabel Independen Variabel Dependen

Tingkat kecemasan Kelancaran Produksi


ASI

Pemberian
Kesehatan Bayi
Suplementasi

Bagan 2.2
Kerangka Konsep

Keterangan:

= Diteliti

= Hubungan

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara penelitian yang kebenarannya

akan dibuktikan dala penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hipotesis pada penelitian

ini adalah:
74

Ha : Terdapat hubungan kecemasan dan suplementasi terhadap kelancaran

produksi ASI dan kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara

Ho : Tidak terdapat hubungan kecemasan dan suplementasi terhadap

kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi pada ibu menyusui

primipara
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan

studi analitik dengan desain penelitian cross sectional (potong lintang) yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dimana variabel

independen dan dependen diidentifikasi pada satu waktu. Metode penelitian ini

disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan

analisis menggunakan statistik (Dharma, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui adanya hubungan kecemasan dan suplementasi terhadap

kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara

selama masa pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja, dimana

pengumpulan data dilakukan dalam satu waktu.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja

Samarinda pada bulan Februari – Maret 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan

75
76

oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

(Sugiyono, 2016). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu menyusui

primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja berjumlah 49 (Puskesmas

Sempaja Samarinda, 2020).

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Notoatmodjo, 2012a). Sampel dalam penelitian ini

adalah responden yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dari populasi

yang telah menyetujui informed consent.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Menurut Nursalam (2016) kriteria inklusi merupakan kriteria

dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel penelitian yang

memenuhi syarat sebagai sampel. Kriteria inklusi dalam penelitian ini

adalah:

1) Ibu menyusui yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja

2) Ibu menyusui yang pertama kali melahirkan

3) Ibu menyusui yang mempunyai bayi berusia 3-6 bulan

4) Ibu yang mengkonsumsi suplemen

5) Ibu dalam keadaan sehat dan mampu berkomunikasi dengan baik

6) Bersedia menjadi responden penelitian yang sudah menandatangani

informed consent.

b. Kriteria Eksklusi
77

Menurut Nursalam (2016) kriteria eksklusi adalah menghilangkan

atau mengeluarkan subjek yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi

karena berbagai sebab sehingga tidak dapat menjadi responden

penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Ibu dengan bayi lahir prematur, memiliki kelainan atau cacat

bawaan

2) Ibu yang melahirkan melalui proses persalinan sectio caesaria.

3. Metode Sampling

Metode sampling merupakan metode pengambilan sampel (Siyoto &

Sodik, 2015). Besar sampel ditentukan dengan cara non probability

sampling dengan metode total sampling, yakni teknik pengambilan sampel

dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Alasan menggunakan total

sampling karena jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi

dijadikan sampel penelitian (Dharma, 2011). Jadi jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah sebanyak 49.

D. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
1. Variabel Kecemasan yang Alat ukur a. Skor 20-44: Ordinal
Independen: dimaksud dalam yang Kecemasan
Tingkat penelitian ini digunakan ringan
kecemasan adalah suatu yaitu b. Skor 45-59:
perasaan tidak kuesioner Kecemasan
nyaman seperti rasa Zung Self sedang
78

takut dan khawatir Rating c. Skor 60-74:


yang dialami ibu Anxiety Scale Kecemasan
menyusui primipara (ZSAS) berat
seolah-olah akan d. Skor 75-80:
terjadi sesuatu yang Kecemasan
dirasakan sebagai sangat
ancaman. berat/panik
2. Variabel Suplementasi yang Kuesioner a. Mengkonsu Ordinal
Independen: dimaksud dalam yang terdiri msi
Suplementasi penelitian ini dari 2 suplemen
adalah produk yang pertanyaan b. Tidak
digunakan untuk mengkonsu
melengkapi msi
makanan, suplemen
mengandung satu
atau lebih bahan
makanan seperti
vitamin, mineral,
asam amino atau
tumbuhan yang
digunakan untuk
meningkatkan
kecukupan gizi,
konsetrat,
metabolit,
ekstrak/kombinasi
dari beberapa bahan
tersebut.
3. Variable Kelancaran Cara 1. Lancar: Ordinal
Dependen: produksi ASI yang pengukuran <700 ml
Kelancaran dimaksud dalam dengan ASI 2. Tidak
Lancar:
produksi penelitian ini perah
>700 ml
ASI pada ibu adalah jumlah payudara kiri
primipara produksi ASI perah dan kanan
pada ibu yang dengan
pertama kali pumping
melahirkan selama sampai habis
24 jam. diukur
dengan gelas
ukur
4. Variabel Kesehatan bayi Kuesioner 1. Dikatakan Ordinal
Dependen: yang dimaksud yang terdiri sakit jika
Kesehatan dalam penelitian ini dari 6 pernah sakit
dan di
bayi adalah suatu pertanyaan
79

kondisi pada bayi yang diagnosa


yang prima berdasarkan oleh petugas
meliputi fisik yang tahapan sakit kesehatan:
a. lebih dari
bebas dari sakit menurut
1 kali
atau cacat selama 3 Suchman selama 3
bulan terakhir. bulan
trakhir
b. 1 kali
sakit
dengan
penyakit
diagnosa
kronis
2. Dikatakan
tidak pernah
sakit jika
didapatkan
kurang dan
atau sama
dengan dari
1 kali dan
tidak dengan
diagnosa
kronis

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan peneliti untuk

memperoleh atau mengumpulkan data dalam memecahkan suatu masalah

penelitian (Alfianika, 2018). Instrumen penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Instrumen karakteristik

responden yang digunakan oleh peneliti yaitu kuesioner yang berisi data

karakteristik responden yakni meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan dan

paritas.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner ZSAS

(Zung Self Rating Anxiety Scale). Alat ukur instrumen yang dirancang untuk
80

meneliti tingkat kecemasan secara kuantitatif. Bertujuan untuk menilai

kecemasan sebagai kelainan klinis dan menentukan gejala kecemasan.

Terdapat 20 pernyataan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1 – 4 (1: tidak

pernah, 2: kadang-kadang, 3: sering mengalami, 4: hampir setiap waktu/selalu).

Terdapat 16 pernyataan ke arah peningkatan kecemasan dan 5 pernyataan kea

rah penurunan kecemasan (McDowell, 2006). Alat ukur yang digunakan untuk

menilai kelancaran ASI adalah pumping dan gelas ukur untuk mengukur

jumlah ASI. Serta kuesioner tentang suplementasi dan kesehatan bayi pada ibu

menyusui primipara (Sinaga, 2013). Alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini merupakan alat ukur yang sudah baku sehingga tidak dilakukan

uji validitas dan reliabilitas kembali.

F. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Uji validitas menunjukkan ketepatan pengukuran suatu instrumet.

Yang dimana instrumen yang digunakan dikatakan valid apabila instrumen

tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur (Dharma, 2011). Uji

validitas dalam penelitian ini tidak dilakukan karena menggunakan

instrument yang sudah baku dan dilakukan oleh penelitian sebelumnya.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas instrumen adalah tingkat konsisten hasil yang dicapai oleh

sebuah alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subjek

yang sama atau berbeda. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan


81

sejauh mana suatu alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan

(Notoatmodjo, 2012a). Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah teknik Alpha Cronbach a, dalam uji reliabilitas r hasil adalah alpha.

Suatu instrument dikatakan reliable jika r alpha > r table.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Tahap Persiapan

a. Peneliti mengurus surat izin penelitian di bagian Akademik Program

Studi Sarjana Terapan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Kaltim.

b. Setelah surat izin keluar maka peneliti mengajukan surat izin penelitian

tersebut kepada pihak Puskesmas Sempaja Samarinda.

c. Melakukan studi pendahuluan di Puskesmas Sempaja Samarinda untuk

melakukan pengambilan data jumlah ibu menyusui primipara.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Peneliti mengawali pengambilan data terhadap calon responden dengan

menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

b. Kemudian peneliti memberikan informed consent kepada calon

responden. Jika calon responden bersedia untuk menjadi responden

maka calon responden diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan menjadi responden.

c. Selanjutnya, responden diminta untuk mengisi lembar kuesioner bagi

yang telah menyetujui


82

d. Apabila responden tidak mengisi kuesioner dengan lengkap maka

peneliti akan meminta responden untuk melengkapi kuesioner.

e. Setelah selesai, peneliti selanjutnya mengambil kuesioner tersebut.

3. Tahap Akhir

Data yang telah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis

menggunakan software statistik melalui beberapa tahap. Pengolahan data

merupakan salah satu rangkaian kegiatan penelitian setelah pengambilan

data selesai. Adapun tahapan dalam pengolahan data, yaitu (Notoatmodjo,

2012a):

a. Editing

Editing merupakan pengecekan dan perbaikan isian formulir atau

kuesioner. Apabila terdapat data yang belum lengkap dapat diperbaiki

atau diperjelas dan jika ditemukan kejanggalan dari data yang

diperoleh, maka segera berikan kembali kepada responden dan jika

memungkinkan responden dimintai keterangan saat itu juga. Proses

editing pada hasil penelitian dilakukan dengan melakukan pengecekan

isian dalam fomulir.

b. Coding

Untuk memberikan pengkodean terhadap kuesioner yang telah

diedit, yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data

angka atau bilangan.


83

c. Processing

Pada tahap ini penelitian memasukkan data yang telah dilakukan

pengkodean ke dalam komputer, kemudian dilakukan analisa dengan

menggunakan program komputer.

d. Cleaning

Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan kembali terhadap

data yang telah dimasukkan apakah ada kesalahan atau tidak.

H. Analisa Data

Dalam penelitian ini semua data hasil penelitian dianalisis dengan

menggunakan program software statistic pada komputer. Analisis data

dilakukan secara sistemik antara lain:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Shapiro

Wilk, dikarenakan jumlah data yang akan diuji < 50 sampel. Dalam uji

normalitas ini bertujuan untuk mengetahui sebaran data pada setiap

variabel apakah sebaran data terdistribusi normal atau tidak, dan jika

didapatkan nilai p-value > 0,05 maka data tersebut terdistribusi normal

(Arikunto, 2013).

2. Analisis Univariat

Tujuan analisa ini yaitu untuk menjelaskan masing-masing dari

variabel terikat maupun variabel tidak terikat. Pada data kategorik


84

peningkatan data hanya menggunakan distribusi frekuensi dengan aturan

presentase.

3. Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang menjelaskan hubungan dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Analisis bivariat

digunakan untuk menguji hubungan antara dua variabel, yaitu hubungan

masing-masing variabel independen dengan variabel dependen (Hulu &

Sinaga, 2019). Analisis bivariat pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan uji Chi Square dengan batas kemaknaan α = 0.05. Analisa

bivariat ini dalam penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan antara

kecemasan dan suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI dan

kesehatan bayi.

I. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengajukan ethical clearance di

Poltekkes Kaltim dan dinyatakan telah lulus uji etik. Selanjutnya mengajukan

permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini Puskesmas

Sempaja Samarinda. Setelah mendapat persetujuan, peneliti melakukan

penelitian dengan menerapkan prinsip etik umum (Dahlan, 2010):

1. Lembar Persetujuan (Inform Consent)

Lembar persetujuan adalah bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden penelitian. Lembar persetujuan diberikan kepada calon

responden sebelum peneliti memulai untuk melakukan penelitian.


85

2. Kerahasiaan (Confidentiality)

Masalah kerahasiaan termasuk dalam masalah etika dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya.

3. Keadilan (Justice)

Peneliti memperlakukan setiap responden dengan sama tanpa

membeda-bedakan baik secara moral, martabat serta menghargai hak asasi

manusia.

4. Kemanfaatan (Benefience)

Kemanfaatan adalah suatu bentuk dari penelitian yang diharapkan

dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Prinsip kemanfaatan ini

dapat ditegakkan dengan membebaskan, tidak menimbulkan kekerasan

pada manusia dan tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi.


86

J. Alur Penelitian

Populasi

Memilih sampel dengan


Sampel
berdasarkan kriteria inklusi
dan eksklusi
Informed Consent

Setuju Tidak Setuju

Mengisi kuesioner Stop

Analisa Data

Pelaporan

Bagan 3.1
Alur Penelitian
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Sempaja merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari

Dinas Kesehatan. Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja terdiri dari 2 kelurahan

yaitu kelurahan Sempaja Selatan dan Kelurahan Sempaja Barat.

Puskesmas Sempaja diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1985 oleh

Wali Kota Samarinda (Bapak Waris Husein) dan di dampingi oleh Kepala

Dinas Kesehatan Kota Samarinda (dr. Supangat). Lokasinya di Jalan KH.

Wahid Hasyim dimana lokasi tersebut kini menjadi Pos Pintu Masuk Stadion

Madya Sempaja. Pada tahun 1998, Puskesmas Sempaja berpindah tempat

kesebereang jalan Puskesmas lama, dengan menyewa salah satu rumah

penduduk. Hal ini dikarenakan di lokasi Puskesmas yang lama akan dibangun

Komplek Stadion Madya Sempaja dan pada tahun 2000 Puskesmas kembali

pindah ke gedung baru sampai sekarang.

Puskesmas Sempaja merupakan salah satu dari 25 Puskesmas yang ada

di kota samarinda yang terletak di Jalan K.H. Wahid Hasyim RT. 24

Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda.

Adapun batas-batas wilayah Puskesmas Sempaja yaitu sebelah utara: Wilayah

Kerja Puskesmas Bengkuring, sebelah selatan: Wilayah Kerja Puskesmas

Segiri, sebelah timur: Wilayah Kerja Puskesmas Lempake, sebelah barat:

87
88

Wilayah Kerja Puskesmas Juanda. Berdasarkan kondisi geografis luas wilayah

kerja Puskesmas Sempaja adalah 80.67 km2.

B. Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2021 – 21 Mei 2021

dengan melakukan pengambilan data primer dengan subjek penelitian yaitu

ibu menyusui primipara sebanyak 49 responden yang telah diseleksi sesuai

kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil pengolahan data ditampilkan dalam bentuk

tabel-tabel dan narasi.

1. Analisa Univariat

a. Karakteristik Responden

Analisis univariat diberikan untuk memberi gambaran

karakteristik repsonden berdasarkan variabel yang diteliti. Hasil

analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil

pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah

menjadi informasi mengenai analisis pada tiap variabel dan hasil

penelitian.

1) Karakteristik Responden berdasarkan Usia


Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Karakteristik berdasarkan Usia Ibu
Menyusui Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Frekuensi Persentase
Klasifikasi Usia
(n) (%)
<20 tahun 2 4.1
20-35 tahun 44 89.8
>35 tahun 3 6.1
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
89

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa usia responden pada

umumnya berusia 20-35 tahun sebanyak 44 orang (89,8%) dan

sebagian kecil <20 tahun sebanyak 2 orang (4.1%).

2) Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan


Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik berdasarkan Pekerjaan Ibu
Menyusui Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Klasifikasi Frekuensi Persentase
Pekerjaan (n) (%)
Tidak Bekerja 28 57.1
PNS 1 2.0
Wirausaha 3 6.1
Karyawan Swasta 11 22.4
Pelajar/Mahasiswa 6 12.2
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa pekerjaan responden

sebagian besar tidak bekerja sebanyak 28 orang (57,1%) dan

sebagian kecil sebagai PNS sebanyak 1 orang (2%).

3) Karakteristik Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Karakteristik berdasarkan Tingkat Pendidikan
Ibu Menyusui Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Klasifikasi Tingkat Frekuensi Persentase
Pendidikan (n) (%)
SMP/sederajat 6 12.2
SMA/sederajat 26 53.1
Perguruan Tinggi 17 34.7
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa tingkat pendidikan

responden sebagian besar SMA/sederajat sebanyak 26 orang

(53.1%) dan sebagian kecil SMP/sederajat sebanyak 6 orang

(12.2%).
90

b. Kecemasan Responden
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi berdasarkan Kecemasan Ibu Menyusui
Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Klasifikasi Frekuensi Persentase
Kecemasan (n) (%)
Kecemasan Ringan 42 85.7
Kecemasan Sedang 6 12.2
Kecemasan Sangat
1 2
Berat/Panik
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa kecemasan responden

pada umumnya mengalami kecemasan ringan sebanyak 42 orang

(85.7%) dan sebagian kecil mengalami kecemasan kecemasan sangat

berat sebanyak 1 orang (2%).

c. Suplementasi
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi berdasarkan Suplementasi Ibu Menyusui
Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Klasifikasi Frekuensi Persentase
Suplementasi (n) (%)
Mengkonsumsi
28 57.1
Suplemen
Tidak Mengkonsumsi
21 42.9
Suplemen
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa responden sebagian

besar mengkonsumsi suplemen sebanyak 28 orang (57,1%) dan hampir

setengahnya tidak mengkonsumsi suplemen sebanyak 21 orang

(42.9%).
91

d. Kelancaran Produksi ASI


Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi berdasarkan Kelancaran Produksi ASI Ibu
Menyusui Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Klasifikasi
Frekuensi Persentase
Kelancaran
(n) (%)
Produksi ASI
Lancar 27 55.1
Tidak Lancar 22 44.9
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa kelancaran produksi ASI

sebagian besar produksi ASI lancar sebanyak 27 orang (55.1%) dan

hampir setengahnya produksi ASI tidak lancar sebanyak 22 orang

(44.9%).

e. Kesehatan Bayi
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi berdasarkan Kesehatan Bayi Ibu Menyusui
Primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja
Klasifikasi Frekuensi Persentase
Kesehatan Bayi (n) (%)
Sakit 12 24.5
Sehat 37 75.5
Total 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa kesehatan bayi

responden sebagian besar sehat sebanyak 37 orang (75.5%) dan

sebagian kecil sakit sebanyak 12 orang (24.5%).

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan kecemasan

dan suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI dan kesehatan bayi

pada ibu menyusui ibu primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.


92

a. Uji Normalitas

Pada penelitian ini dilakukan uji normalitas menggunakan uji

Shapiro Wilk karena jumlah data yang diuji kurang dari 50 sampel,

dimana data dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikannya

>0.05 dan berdistribusi tidak normal jika nilai signifikannya <0.05.

Hasil uji normalitas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 4.8
Uji Normalitas Hubungan Kecemasan dan Suplementasi
Terhadap Kelancaran Produksi ASI dan Kesehatan Bayi pada Ibu
Menyusui Primipara Selama Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah
Kerja Puskesmas Sempaja
Variabel Shapiro Wilk Test
Kecemasan 0.000
Suplementasi 0.000
Kelancaran ASI 0.000
Kesehatan Bayi 0.000
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai signifikasi

kecemasan, suplementasi, kelancaran produksi ASI dan kesehatan

bayi yaitu p=0.000<0.05 dengan uji normalitas menggunakan uji

Shapiro Wilk Test sehingga dapat disimpulkan bahwa semua data

berdistribusi tidak normal. Karena semua data yang akan dianalisis

berdistribusi tidak normal maka uji bivariat yang akan digunakan

adalah dengan menggunakan uji Chi Square.


93

b. Analisa Hubungan Kecemasan dengan Kelancaran Produksi ASI pada

Ibu Menyusui Primipara

Tabel 4.9
Distribusi Responden menurut Kecemasan dengan Kelancaran
Produksi ASI pada Ibu Menyusui Primipara di Wilayah Kerja
Puskesmas Sempaja
Kelancaran Produksi ASI
Total P-value
No Kecemasan Lancar Tidak Lancar
F % F % F %
1. Kecemasan Ringan 27 64.3 15 35.7 42 100
0.002
2. Kecemasan Berat 0 0 7 100 7 100
Total 27 55.1 22 44.9 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa hampir seluruhnya 7

responden dengan kecemasan berat mengalami produksi ASI tidak

lancar (100%). Dan sebagian besar 27 responden dengan kecemasan

ringan mengalami produksi ASI lancar (64.3%). Hasil uji statistik

dengan menggunakan uji Chi Square tetapi tidak memenuhi syarat

maka di lakukan uji alternative menggunakan uji Fisher dan diperoleh

nilai p value sebesar 0.002<0.05 maka Ho ditolak artinya terdapat

hubungan antara kecemasan dengan kelancaran produksi ASI pada

ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.


94

c. Analisa Hubungan Suplementasi dengan Kelancaran Produksi ASI

pada Ibu Menyusui Primipara

Tabel 4.10
Distribusi Responden menurut Suplementasi dengan Kelancaran
Produksi ASI pada Ibu Menyusui Primipara di Wilayah Kerja
Puskesmas Sempaja
Kelancaran Produksi ASI
Total P-value
No Suplementasi Lancar Tidak Lancar
F % F % F %
Mengkonsumsi
1. 18 64.3 10 35.7 28 100
Suplemen
Tidak 0.136
2. Mengkonsumsi 9 42.9 12 57.1 21 100
Suplemen
Total 27 55.1 22 44.9 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa sebagian besar 18

responden yang mengkonsumsi suplemen mengalami produksi ASI

lancar (64.3%). Dan sebagian besar lagi 12 responden yang tidak

mengkonsumsi suplemen mengalami produksi ASI tidak lancar

(57.1%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square

diperoleh nilai p value sebesar 0.136>0.05 maka Ho diterima artinya

tidak terdapat hubungan antara suplementasi dengan kelancaran

produksi ASI pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja

Puskesmas Sempaja.
95

d. Analisa Hubungan Kelancaran Produksi ASI dengan Kesehatan Bayi

pada Ibu Menyusui Primipara

Tabel 4.11
Distribusi Responden menurut Kelancaran Produksi ASI dengan
Kesehatan Bayi pada Ibu Menyusui Primipara di Wilayah Kerja
Puskesmas Sempaja
Kesehatan Bayi
Kelancaran Total P-value
No Sakit Sehat
Produksi ASI
F % F % F %
1. Lancar 5 18.5 22 81.5 27 100
0.282
2. Tidak Lancar 7 31.8 15 68.2 22 100
Total 12 24.5 37 75.5 49 100
Sumber: Analisa Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa pada umumnya 22

responden dengan produksi ASI lancar miliki bayi dengan kondisi

sehat (81.5%). Dan sebagian besar 15 responden dengan produksi ASI

tidak lancar memiliki bayi dengan kondisi sehat (68.2%). Hasil uji

statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh nilai p value

sebesar 0.282>0.05 maka Ho diterima artinya tidak terdapat hubungan

antara kelancaran produksi ASI dengan kesehatan bayi pada ibu

menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.

C. Pembahasan

1. Mengidentifikasi Karakteristik Responden

a. Usia

Hasil penelitian pada tabel 4.1 diketahui bahwa usia responden

pada umumnya berusia 20-35 tahun sebanyak 44 orang (89,8%) dan

sebagian kecil <20 tahun sebanyak 2 orang (4.1%). Secara teori usia
96

adalah umur individu yang terhitung mulai dari dilahirkan sampai saat

berulang tahun (Notoatmodjo, 2012b).

Semakin cukup usia, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Usia dapat

mempengaruhi produksi ASI ibu, berdasarkan penelitian (Rivers. et al.,

2011) menunjukkan bahwa umur >35 tahun secara signifikan dapat

menyebabkan produksi ASI berkurang dikarenakan onset laktasi yang

terlambat, umur yang dapat mempercepat terjadinya onset laktasi

adalah antara 20-35 tahun. Pada umur tersebut organ-organ reproduksi

berkembang secara sempurna dan mengalami kematangan yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian (Kusumawati et al., 2020)

menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari hasil responden yang

berusia 20-35 tahun mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu

sebanyak 12 responden (48%) dan mengalami percepatan pengeluaran

ASI kategori lambat yaitu sebanyak 13 responden (52%) dari total 25

responden.

Menurut asumsi peneliti dari penelitian ini adalah usia 20-35

tahun juga mengalami gangguan psikologis dikarenakan ini

pengalaman pertama pada ibu primipara khususnya memasuki fase

baru menjadi seorang ibu. Meskipun pada umur 20-35 tahun dianggap

umur yang pas dalam bereproduksi. Tetapi hasil pengamatan penelitian

umur sebagian besar pada umur 20-35 tahun yang termasuk dalam

kriteria muda sehingga ibu masih kelihatan takut, cemas, banyak ibu
97

yang mengeluh saat bayinya menangis karena ibu kebingungan

bagaimana caranya agar bayi tidak menangis lagi. Pada dasarnya

dengan bertambahnya umur ibu, dapat menambah pengalaman ibu

dimana pengalaman juga bisa diperoleh dari diri sendiri maupun dari

orang lain, dengan begitu ibu dapat memperoleh pengetahuan atau

pengalaman baru tentang merawat bayi nya sehingga ibu tidak

mengalami kecemasan.

b. Pekerjaan

Hasil penelitian pada tabel 4.2 diketahui bahwa pekerjaan

responden sebagian besar tidak bekerja sebanyak 28 orang (57,1%)

dan sebagian kecil sebagai PNS sebanyak 1 orang (2%).

Ibu rumah tangga atau wanita tidak berkerja biasanya kurang

mendapat informasi yang terbaru khususnya tentang kesehatan kerena

ibu tersebut hanya berinteraksi dengan orang di lingkungan rumahnya

saja. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kondisi psikologis ibu,

sebagai mana bermula dari berinteraksi seseorang bisa menambah

pengetahuan dijadikan sebagai pembelajaran untuk menghadapi

kondisi ibu yang membutuhkan kesiapan dalam menjalaninya, yaitu

kesiapan ibu dalam memasuki fase baru menjadi seorang ibu

(Kamariyah, 2015).

Seseorang yang sering berinteraksi dengan orang di lingkungan

kerjanya yang lebih mendapatkan informasi yang lebih luas dan dapat

bertukar pikiran, pengetahuannya akan bertambah banyak. Tugas


98

seorang ibu yang tidak bekerja sangat banyak sehingga mengakibatkan

kelelahan atau letih pada ibu yang memicu penurunan produksi ASI

(Korompis, 2019).

Menurut asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah seorang

yang tidak bekerja cenderung memiliki pengetahuan yang kurang

namun sebaliknya seorang yang memiliki pekerjaan dengan informasi

yang lebih luas terdapat kecenderungan mempunyai pengetahuan yang

lebih baik dan dengan berkerja seseorang dapat berbuat sesuatu yang

bernilai, bermanfaat, dan memperoleh berbagai pengalaman yang lebih

luas sehingga informasi yang di peroleh lebih banyak.

c. Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian pada tabel 4.3 diketahui bahwa tingkat

pendidikan responden sebagian besar SMA/sederajat sebanyak 26

orang (53.1%) dan sebagian kecil SMP/sederajat sebanyak 6 orang

(12.2%).

Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang yang

mendasari sikap dan perilaku seseorang terutama dalam memelihara

kesehatan. Seseorang ibu yang memiliki pendidikan yang tinggi

cenderung mempunyai pola pikir yang lebih berkembang dan tingkat

pendidikan memiliki efek positif terhadap kesadaran dalam menjaga

kesehatan dan dapat langsung bersumber pada perilaku kesehatan.

Kondisi demikian menjadi faktor positif terhadap dalam


99

menumbuhkan perilaku positif ibu dalam pemberian ASI (Purwanti,

2012).

Menurut asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah tingkat

pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu dalam pemberian

ASI eksklusif, dimana semakin tinggi pendidikan seseorang maka

semakin baik pula pengetahuannya, sebaliknya semakin rendah

pendidikan seseorang maka semakin rendah kemampuan dasar

seseorang dalam berfikir untuk pengambilan keputusan khususnya

sikap dalam pemberian ASI.

2. Mengidentifikasi Kecemasan pada Ibu Menyusui Primipara

Hasil penelitian pada tabel 4.4 diketahui bahwa kecemasan

responden pada umumnya mengalami kecemasan ringan sebanyak 42

orang (85.7%) dan sebagian kecil mengalami kecemasan kecemasan

sangat berat sebanyak 1 orang (2%).

Primipara adalah ibu yang pertama kali hamil. Status primipara

dapat memberikan arti bahwa ibu belum memiliki pengalaman dalam

melakukan perawatan bayi mulai dari perawatan bayi sehari-hari maupun

dalam proses dan tata cara pemberian ASI. Selain itu ibu juga baru

mengalami proses persalinan dan rasa tidak nyaman atas perubahan

fisiologis post partum. Kondisi inilah yang juga dapat memicu timbulnya

rasa cemas pada ibu (Salat & Suprayitno, 2019).

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Sari et al., 2016) yang

menunjukkan bahwa ada hubungan stress psikologis dengan kelancaran


100

produksi ASI pada ibu primipara. Di dukung juga dengan hasil penelitian

dari (Sulastri, Wiwin and Sugiyanto, 2016) menunjukkan bahwa hubungan

antara kecemasan ibu dengan pemberian ASI.

Tingkat kecemasan pada ibu menyusui disebabkan oleh perbedaan

mekanisme koping yang dimiliki oleh masing-masing ibu. Pada ibu yang

pasca melahirkan, faktor – faktor yang mempengaruhi adaptasi tersebut

adalah adanya perasaan tidak nyaman dan kelelahan, pengetahuan tentang

kebutuhan bayi, adanya dukungan, harapan terhadap kelahiran bayi,

pengalaman sebelumnya, temperamen ibu, karakteristik bayi, dan kejadian

yang tidak diduga berkaitan dengan proses kelahiran bayi. Gejala

kecemasan kognitif yang sering timbul ialah rasa khawatir tentang sesuatu,

perasaan tegang, keyakinan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi

tanpa alasan yang jelas, takut kehilangan control dan takut akan tidak

mampu mengatasi masalah (Kusumawati et al., 2020).

Menurut asumsi peneliti dari penelitian ini adalah timbulnya

kecemasan pada ibu primipara yang menyusui berasal dari berbagai

sumber, diantaranya adalah karena beberapa perubahan baru yang dialami

ibu baik berupa perubahan secara biologis, fisiologis, psikologis, dan

perubahan peran serta tanggung jawab baru yang dimiliki.

3. Mengidentifikasi Suplementasi

Hasil penelitian pada tabel 4.5 diketahui bahwa responden sebagian

besar mengkonsumsi suplemen sebanyak 28 orang (57,1%) dan hampir

setengahnya tidak mengkonsumsi suplemen sebanyak 21 orang (42.9%).


101

Secara teori suplementasi makanan adalah produk yang digunakan

untuk melengkapi makanan, mengandung satu atau lebih bahan makanan,

seperti vitamin, mineral, asam amino atau tumbuhan yang digunakan

untuk meningkatkan kecukupan gizi, konsetrat, metabolit,

ekstrak/kombinasidari beberapa bahan tersebut.

Untuk meningkatkan produksi ASI berbagai metode telah banyak

dilakukan seperti pijat oksitosin, metode marmet, banyak minum air putih,

relaksasi, konsumsi sayur daun katuk, sayur jagung sampai konsumsi

berbagai ekstrak herbal dan kimiawi pelacar ASI. Semua itu adalah usaha

untuk memperlancar produksi ASI. Berbagai metode, asupan makanan,

minuman dan suplemen yang berfungsi untuk memperlancar produksi ASI

bisa dikatakan sebagai ASI booster.

Berdasarkan hasil penelitian (Mardiani et al., 2019) menunjukkan

bahwa suplementasi ASI booster telah berhasil meningkatkan produksi

ASI ibu post sectio cesarea menjadi lebih lancar serta cukup efektif dalam

meningkatkan rata-rata produksi ASI ibu post sectio cesarea.

Menurut asumsi peneliti dari penelitian ini adalah suplemen

pelancar ASI dapat mempengaruhi produksi ASI, dimana jika

mengkonsumsi suplemen pelancar ASI maka dapat meningkatkan

produksi ASI sehingga ASI menjadi lancar.

4. Mengidentifikasi Kelancaran Produksi ASI

Hasil penelitian pada tabel 4.6 diketahui bahwa kelancaran

produksi ASI sebagian besar produksi ASI lancar sebanyak 27 orang


102

(55.1%) dan hampir setengahnya produksi ASI tidak lancar sebanyak 22

orang (44.9%).

Seorang ibu primipara akan mengalami masalah pada proses

produksi ASI dikarenakan ibu yang kurang memahami proses

pembentukan ASI yang belum stabil di hari-hari pertama persalinan,

ditambah lagi ibu kehilangan kepercayaan diri mereka untuk memproduksi

ASI yang lebih banyak, dikarenakan secara fisiologis ASI mengalami

pengeluaran sedikit (Kusumawati et al., 2020). Agar pengeluaran ASI

tetap lancar ibu harus mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi

ketidaklancaran ASI tersebut, serta mempelajari secara dini cara

memberikan ASI, dan penanganan dini ketika ada masalah pada saat

menyusui (Salat & Suprayitno, 2019).

Ibu yang ASInya tidak lancar disebabkan oleh beberapa faktor

diantaranya ibu yang mengalami kelelahan setelah persalinan baik Sectio

Caesarea maupun spontan pervaginam, kebanyakan ibu merasa takut untuk

mobilisasi, sehingga ibu merasa malas menyusui bayinya dan pada

akhirnya ibu memilih untuk memberikan susu formula pada bayinya.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Korompis, 2019) dengan

nilai p – value = 0.001 yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara

kecemasan dengan kelancaran pengeluaran ASI pada ibu post partum.

Menurut (Astutik, 2014), proses pembentukan ASI di mulai sejak

awal kehamilan, ASI(AirSusuIbu) diproduksi karena pengaruh factor

hormonal, proses pembentukan ASI dimulai dari proses terbentuknya


103

laktogen dan hormon- hormon yang mempengaruhi terbentuknya ASI,

proses pembentukan laktogen dan hormon produksi ASI yaitu :

laktogenesis I, laktogenesis II dan laktogenesis III.

Produksi air susu ibu dipengaruhi oleh faktor hormonal, autokrin

dan metabolisme dengan jumlah seperti yang tertera pada tabel 4.13

dibawah ini:

Masa Pasca Volume / Hari Volume / Catatan Referensi


Bersalin Rata-rata Asupan Rata-
rata

Hari 1 37 mL (7–123 7 mL Sesuai dengan Casey dkk.,


(0-24 jam) mL) kapASItas 1986;
6 mL/kg fisiologis perut Evans dkk.,
(vaginal) bayi yang baru 2003;
4 mL/kg lahir Houston,
(caesar) Howie, &
McNeilly, 1983;
Roderuck,
Williams,

& Macy, 1946;

Saint, Smith, &


Hartmann, 1984

Hari 1 37 mL (7–123 7 mL Sesuai dengan Casey dkk.,


(0-24 jam) mL) kapASItas 1986;
6 mL/kg fisiologis perut Evans dkk.,
(vaginal) bayi yang baru 2003;
4 mL/kg lahir Houston,
(caesar) Howie, &
McNeilly, 1983;
Roderuck,
Williams,

& Macy, 1946;

Saint, Smith, &


Hartmann, 1984

Hari 2 84 mL (44–335 14 mL Evans dkk.,


(24–48 jam) mL) 2003;
25 mL/kg
(vaginal) Houston,
Howie, &
13 mL/kg (c-
sec) McNeilly, 1983

24 jam 4.2 mL ± 10.6 Ibu cesar tanpa Chapman dkk.,


30 jam 3.1 mL ± 6.6 pompa; ibu 2001
36 jam 3.1 mL ± 4.9
104

48 jam 6.4 mL ± 6.8 multipara


60 jam 14.0 mL ± 13.5
72 jam 26.1 mL ± 26.6 Memiliki
volume susu

Sumber: DiadaptASI dari Royal College of Midwives. SuccessfulBreastfeeding.


3rd ed. London: Churchill Livingstone; 2002; p. 26 dalam (Wahyutri, 2013)

Perhitungan produksi ASI perhari sebesar 750 ml pada enam bulan

pertama dan sebesar 600 ml/hari pada enam bulan kedua. Produksi ASI

ibu juga dipengaruhi oleh frekuensi menyusui, Sehingga semakin sering

ASI diberikan kepada bayi maka produksi ASI pun akan semakin lancar

dan kebutuhan bayi akan nutrisi yang berasal dari ASI pun juga terpenuhi

(A. D. C. Dewi, 2019).

Menurut asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah semakin

bertambahnya hari maka produksi ASI akan semakin lancar dan volume

produksi ASI akan semakin meningkat. Faktor yang dapat menghambat

produksi ASI seperti ganggguan psikologis, nyeri, frekuensi menyusui,

nutrisi dan tingkat mobilisasi dan perawatan payudara.

5. Mengidentifikasi Kesehatan Bayi

Hasil penelitian pada tabel 4.7 diketahui bahwa kesehatan bayi

responden sebagian besar sehat sebanyak 37 orang (75.5%) dan sebagian

kecil sakit sebanyak 12 orang (24.5%).

Pada usia bayi (0-12 bulan) merupakan periode yang sangat rentan

terserang virus ataupun bakteri. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk memberikan kekebalan pada bayi sejak dini adalah dengan

pemberian ASI secara eksklusif yaitu memberikan ASI saja mulai usia 0-6

bulan. ASI merupakan makanan pertama, utama, dan terbaik bagi bayi,
105

yang bersifat alamiah. ASI mengandung berbagai zat gizi yang dibutuhkan

dalam proses pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI diberikan kepada

bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan. ASI dapat

meningkatkan imunitas pada bayi di antaranya ialah menurunkan risiko

terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernaan (diare),

infeksi saluran pernapasan, dan infeksi telinga (Utami et al., 2015).

Persiapan menyusui yang baik akan sangat berperan dalam

mengurangi angka kesakitan pada anak. Pendidikan berpengaruh untuk

meningkatkan perilaku hidup sehat sehingga pengetahuan yang cukup

akan meningkatkan perilaku hidup sehat termasuk pemberian ASI pada

bayinya. Pemberian ASI juga meningkatkan daya tahan sehingga bayi

tidak mudah terserang penyakit. Bayi yang diberi ASI Eklusif akan lebih

jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI

eklusif (Darmawati, 2013).

Hal ini sejalan dengan penelitian (Sulistyoningsih, 2011) yang

menyatakan bahwa ASI yang cukup sangat diperlukan untuk kesehatan

bayi. ASI juga mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara

optimal. Bayi yang diberi ASI yang cukup akan memperoleh seluruh

kelebihan ASI serta terpenuhinya kebutuhan gizinya secara maksimal

sehingga bayi akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah

terkena alergi dan lebih jarang sakit.

Menurut asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah kesehatan bayi

dipengaruhi oleh tercukupinya kebutuhan produksi ASI, hal ini akan


106

menyebabkan segala kebutuhan zat gizi penting dalam ASI akan diterima

oleh bayi secara optimal sehingga akan membuat bayi tidak mudah

terserang oleh penyakit.

6. Menganalisa Hubungan Kecemasan dengan Kelancaran Produksi ASI

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa hampir seluruhnya 7

responden dengan kecemasan berat mengalami produksi ASI tidak lancar

(100%). Dan sebagian besar 27 responden dengan kecemasan ringan

mengalami produksi ASI lancar (64.3%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square tetapi

tidak memenuhi syarat maka di lakukan uji alternative menggunakan uji Fisher

dan diperoleh nilai p value sebesar 0.002<0.05 maka Ho ditolak artinya terdapat

hubungan antara kecemasan dengan kelancaran produksi ASI pada ibu menyusui

primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.

Hasil penelitian tersebut yang didukung oleh penelitian yang

dilakukan (Kusumawati et al., 2020) tentang analisa tingkat kecemasan

dengan percepatan pengeluaran ASI pada ibu nifas di PMB Kis Rita

A.Md.Keb Amadanom Dampit Kabupaten Malang. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan tingkat kecemasan

dengan percepatan pengeluaran ASI pada ibu nifas. Sebagian besar

responden mengalami tingkat kecemasan kategori kecemasan ringan dan

sebagian besar responden mengalami percepatan pengeluaran ASI dengan

kategori lambat.

Penelitian lain telah dilakukan oleh (Febrina, 2011) mengenai

hubungan tingkat kecemasan dengan kelancaran pengeluaran ASI di


107

Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Lubuk Kilangan. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

tingkat kecemasan dengan kelancaran pengeluaran ASI pada ibu

postpartum primipara. Sebagian besar (73.3%) responden mengalami

tingkat kecemasan ringan dan sebagian besar (66.7%) responden

mengalami pengeluaran ASI tidak lancar.

Dari hasil penelitian didapatkan gambaran bahwa pada ibu

menyusui primipara produksi ASI tidak lancar dikarenakan tingkat cemas

yang dirasakan ibu masih dalam kategori sedang hingga berat

dibandingkan dengan produksi ASI lancar dikarenakan tingkat kecemasan

yang dirasakan ibu dalam kategori ringan.

Menurut asumsi peneliti dari penelitian ini adalah kecemasan yang

dialami oleh ibu menyusui primipara dapat mempengaruhi kelancaran

produksi ASI. Kondisi psikologi yang baik akan berdampak baik bagi

produksi ASI. Semakin berat kecemasan yang dirasakan ibu maka

produksi ASI juga akan berkurang karena bila terdapat kecemasan maka

akan membuat pengeluaran ASI ibu semakin lambat dan tidak lancar.

7. Menganalisa Hubungan Suplementasi dengan Kelancaran Produksi

ASI

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa sebagian besar 18

responden yang mengkonsumsi suplemen mengalami produksi ASI lancar

(64.3%). Dan sebagian besar lainnya 12 responden yang tidak

mengkonsumsi suplemen mengalami produksi ASI tidak lancar (57.1%).


108

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square

diperoleh nilai p value sebesar 0.136>0.05 maka Ho diterima artinya tidak

terdapat hubungan antara suplementasi dengan kelancaran produksi ASI

pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.

Pemenuhan kebutuhan gizi ibu menyusui sangat membantu

meningkatkan kuantitas dan kualitas ASI. Selain itu berbagai produk

makanan/minuman dan suplemen diformulasikan sebagai pelancar ASI.

Untuk meningkatkan produksi ASI berbagai metode telah banyak

dilakukan seperti pijat oksitosin, metode marmet, banyak minum air putih,

relaksasi, konsumsi sayur daun katuk, sayur jagung sampai konsumsi

berbagai ekstrak herbal dan kimiawi pelacar ASI. Semua itu adalah usaha

untuk memperlancar produksi ASI. Berbagai metode, asupan makanan,

minuman dan suplemen yang berfungsi untuk memperlancar produksi ASI

bisa dikatakan sebagai ASI booster (Mardiani et al., 2019).

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori (Kristiyanasari, 2011)

bahwa suplemen pelancar ASI dapat berfungsi meningkatkan produksi

ASI sehingga ASI menjadi lancar. Juga sesuai dengan teori bahwa

suplemen pelancar ASI baik digunakan oleh ibu pasca salin operasi sesar

karena dapat merangsang produksi hormon oksitosin dan prolaktin

menghasil ASI.

Menurut asumsi peneliti dalam penelitian ini adalah responden

yang mengkonsumsi suplemen mengalami produksi ASI lancar

dikarenakan suplementasi berfungsi meningkatkan jumlah produksi ASI


109

sehingga menjadi lancar. Suplementasi dianjurkan bagi ibu menyusui agar

dapat meningkatkan produksi ASI sehingga bayi dapat memperoleh

asupan gizi yang cukup.

8. Menganalisa Hubungan Kelancaran Produksi ASI dengan Kesehatan

Bayi

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa pada umumnya 22

responden dengan produksi ASI lancar miliki bayi dengan kondisi sehat

(81.5%). Dan sebagian besar 15 responden dengan produksi ASI tidak

lancar memiliki bayi dengan kondisi sehat (68.2%).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square

diperoleh nilai p value sebesar 0.282>0.05 maka Ho diterima artinya tidak

terdapat hubungan antara kelancaran produksi ASI dengan kesehatan bayi

pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.

Persiapan menyusui yang baik akan sangat berperan dalam

mengurangi angka kesakitan pada bayi. Persiapan menyusui dengan

perawatan payudara akan memproduksi ASI cukup untuk memenuhi

kebutuhan bayi. Dengan tercukupinya kebutuhan produksi ASI, hal ini

akan menyebabkan segala kebutuhan zat gizi penting dalam ASI akan

diterima oleh bayi secara optimal. Dan tentunya akan membuat anak tidak

mudah terserang oleh penyakit. Pemberian ASI juga meningkatkan daya

tahan sehingga bayi tidak mudah terserang penyakit. Bayi yang diberi ASI

Eklusif akan lebih jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak

mendapatkan ASI eklusif (Darmawati, 2013).


110

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

(Utami et al., 2015) yang menunjukkan bahwa responden (55.6%) dengan

riwayat mengkonsumsi ASI eksklusif memiliki kondisi kesehatan yang

lebih baik dibandingkan pada responden (77.8%) yang tidak ASI eksklusif

sebagian besar memiliki kondisi kesehatan yang lemah.

Penelitian lain dilakukan oleh (Sulistyoningsih, 2011) yang

menyatakan bahwa ASI yang cukup sangat diperlukan untuk kesehatan

bayi. ASI juga mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi secara

optimal. Bayi yang diberi ASI yang cukup akan memperoleh seluruh

kelebihan ASI serta terpenuhinya kebutuhan gizinya secara maksimal

sehingga bayi akan lebih sehat, lebih tahan terhadap infeksi, tidak mudah

terkena alergi dan lebih jarang sakit.

Menurut asumsi peneliti dari penelitian ini adalah kelancaran

produksi ASI dipengaruhi oleh persiapan menyusui yang baik sehingga

produksi ASI cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi. Semakin lancar

produksi ASI maka semakin baik kondisi kesehatan bayi sehingga

meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan terhindar dari bakteri, virus atau

penyebab penyakit lainnya.

D. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan Penelitian ini antara lain:

1. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang cenderung subyektif

sehingga kejujuran responden sangat menentukan kebenaran data yang

diberikan.
111

2. Pengambilan data dilakukan door to door sehingga secara otomatis

memerlukan banyak waktu dan berisiko saat pandemi Covid-19.

3. Hasil dari penelitian dilakukan uji alternative dikarenakan tidak memenuhi

syarat uji Chi Square maka dilakukan uji Fisher untuk menyederhanakan

variable menjadi 2x2


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai hubungan kecemasan dan suplementasi

terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu menyusui primipara selama masa

pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja maka dapat

disimpulkan:

1. Karakteristik responden yang meliputi usia yaitu pada umumnya berusia

20-35 tahun sebanyak 44 orang (89,8%), untuk pekerjaan responden

sebagian besar tidak bekerja sebanyak 28 orang (57,1%), untuk tingkat

pendidikan responden sebagian besar SMA/sederajat sebanyak 26 orang

(53.1%).

2. Distribusi kecemasan pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja

Puskesmas Sempaja didapatkan bahwa kecemasan responden pada

umumnya mengalami kecemasan ringan sebanyak 42 orang (85.7%) dan

sebagian kecil mengalami kecemasan kecemasan sangat berat sebanyak 1

orang (2%).

3. Distribusi suplemen yang dikonsumsi ibu menyusui primipara di Wilayah

Kerja Puskesmas Sempaja didapatkan bahwa responden sebagian besar

mengkonsumsi suplemen sebanyak 28 orang (57,1%) dan hampir

setengahnya tidak mengkonsumsi suplemen sebanyak 21 orang (42.9%).

112
113

4. Distribusi kelancaran produksi ASI pada ibu menyusui primipara di

Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja didapatkan bahwa bahwa kelancaran

produksi ASI sebagian besar produksi ASI lancar sebanyak 27 orang

(55.1%) dan hampir setengahnya produksi ASI tidak lancar sebanyak 22

orang (44.9%).

5. Distribusi kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja

Puskesmas Sempaja kesehatan bayi responden sebagian besar sehat

sebanyak 37 orang (75.5%) dan sebagian kecil sakit sebanyak 12 orang

(24.5%).

6. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square tetapi tidak

memenuhi syarat maka dilakukan uji alternative menggunakan uji Fisher

dan diperoleh nilai p value = 0.002 (p<0,05). Sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan kelancaran produksi

ASI pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.

7. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh

nilai p value = 0.136 (p>0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara suplementasi dengan kelancaran produksi ASI

pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.

8. Berdasarkan uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh

nilai p value = 0.282 (p>0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan antara kelancaran produksi ASI dengan kesehatan bayi

pada ibu menyusui primipara di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja.


114

B. Saran

Dalam penelitian ini ada beberapa saran yang dapat disampaikan dan

dapat bermanfaat dalam peningkatan pelayanan keperawatan terutama pada:

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukkan atau

sumber informasi serta dasar pengetahuan bagi para mahasiswa khususnya

dibidang keperawatan tentang keterkaitan hubungan kecemasan dan

suplementasi terhadap kelancaran produksi ASI pada ibu menyusui

primipara.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Bagi tenaga kesehatan dengan adanya penelitian ini diharapkan

agar dapat meningkatkan bekal ilmu yang dimiliki sehingga diharapkan

dapat memberi pengetahuan atau informasi untuk menyiapkan kondisi

psikologis ibu agar ibu lancar dalam pemberian ASI sehingga ibu akan

termotivasi untuk lebih sering menyusui bayinya sehinga produksi ASI

akan lebih lancar. Dan diharapkan dapat membantu melakukan pendidikan

kesehatan ke ibu menyusui primipara mengenai kesehatan bayi serta

menganjurkan untuk mengkonsumsi suplemen pelancar ASI selama

menyusui.

3. Bagi Responden

Bagi responden diharapkan agar menjaga kondisi psikologisnya

sehingga produksi ASI tidak terganggu dan tetap lancar serta memberikan
115

ASI kepada bayinya sampai usia 2 tahun untuk menurunkan angka

kesakitan bayi.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode

dan instrument yang berbeda tentang kecemasan, suplementasi, kelancaran

produksi ASI dan kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara. Penting

pula melakukan penelitian mencari faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kecemasan, suplementasi, kelancaran produksi ASI dan

kesehatan bayi pada ibu menyusui primipara.


DAFTAR PUSTAKA

Agustin, I. M., & Septiyana. (2018). Kecemasan Pada Ibu Post Partum Primipara
Dengan Gangguan Proses Laktasi. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 1(2), 99–
104.
Alfianika, N. (2018). Buku Ajar Metode Penelitian Pengajaran Bahasa Indonesia.
Deepublish.
Amalia, L., Irwan, & Hiola, F. (2020). Analysis of Clinical Symptoms and
Immune Enhancement to Prevent COVID-19 Disease. JAMBURA JOURNAL
of Health Sciences and Research, 2(2), 71–76.
Aprilia, D., Krisnawati, A. M., William, S., & Surabaya, B. (2015). Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kelancaran Pengeluaran Asi Pada Ibu Post Partum.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka
Cipta.
Astuti, S., Ari, I. D. S., Tina, D. J., & Lina, R. (2015). Asuhan Kebidanan: Nifas
dan Menyusui. Erlangga.
Astutik, R. Y. (2014). Payudara dan Laktasi. Salemba Medika.
Baradero, M. (2015). Kesehatan Mental Psikiatri: Seri Asuhan Keperawatan.
EGC.
Bentelu, F. E. M., Kundre, R., & Bataha, Y. B. (2015). Perbedaan Tingkat
Kecemasan Dalam Proses Menyusui Antara Ibu Primipara dan Multipara di
RS Pancaran Kasih GMIM Manado. Jurnal Keperawatan, 3.
Cheema, R., Partridge, E., Kair, L. R., Kuhn-Riordon, K. M., Silva, A. I.,
Bettinelli, M. E., Chantry, C. J., Underwood, M. A., Lakshminrusimha, S., &
Blumberg, D. (2020). Protecting Breastfeeding during the COVID-19
Pandemic. American Journal of Perinatology, 95817.
https://doi.org/10.1055/s-0040-1714277
Dahlan, M. S. (2010). Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran Dan Kesehatan. Sagung Seto.
Darmawati. (2013). Hubungan Faktor-Faktor Indikator Menyusui Dengan Angka
Kesakitan Bayi Di Aceh Besar. Idea Nursing Journal, IV, 1–12.
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/view/1598/1479
Dewi, A. D. C. (2019). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran Produksi
Asi. Jurnal ’Aisyiyah Medika, 4(1). https://doi.org/10.36729/jam.v4i1.230
Dewi, V. N. L., & Sunarsih, T. (2011). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Salemba Medika.

116
117

Dharma, K. K. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan


Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Trans Info Media.
Dinas Kesehatan Kalimantan Timur. (2020). Press Release 196.
Dinas Kesehatan Kota Samarinda. (2016). Profil Kesehatan Kota Samarinda
Tahun 2016. Dinas Kesehatan Kota Samarinda.
E., Y. (2012). Breastfeeding cessation and symptoms of anxiety and depression: A
longitudinal cohort study. BMC Pregnancy and Childbirth, 12.
http://www.biomedcentral.com/1471-
2393/12/36%5Cnhttp://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=referen
ce&D=emed10&NEWS=N&AN=2012559933
Elvandari, M., Briawan, D., & Tanziha, I. (2017). Suplementasi vitamin A dan
asupan zat gizi dengan serum retinol dan. 13(4), 179–187.
Fakhidah, L. N., & Palupi, F. H. (2018). Analisis Faktor Yang Mempengaruhi
Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Kebidanan, 10(02), 181.
https://doi.org/10.35872/jurkeb.v10i02.291
Febrina, I. (2011). Hubungan Tingkat Kecemasan Pada Primipara Dengan
Kelancaran Pengeluaran ASI Pada 2-4 Hari Postpartum Di Wilayah Kerja
Puskesmas Kecamatan Lubuk Kilangan. In Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas.
Fitria, L., Neviyarni, Netrawati, & Karneli, Y. (2020). Cognitive Behavior
Therapy Counseling Untuk Mengatasi Anxiety Dalam Masa Pandemi Covid-
19. Al-Irsyad, 2859, 23–29. http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/al-
irsyad/article/viewFile/7651/3538
Fitria, N., Sriati, A., & Hernawaty, T. (2013). Laporan Pendahuluan tentang
Masalah Psikososial. Salemba Medika.
Hawari, D. (2006). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Hulu, V. T., & Sinaga, T. R. (2019). Analisis Data Statistik Parametrik Aplikasi
SPSS Dan STATCAL (Sebuah Pengantar Untuk Kesehatan). Yayasan Kita
Menulis.
Kamariyah, N. (2015). Kondisi Psikologis Mempengaruhi Produksi ASI Ibu
Menyusui DI BPS ASKI Pakis Sido Kumpul Surabaya. 29–36.
Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2019.
Kemenkes RI. (2020). Situasi Terkini Perkembangan Coronavirus Disease
(COVID-19) 30 September 2020 » Info Infeksi Emerging Kementerian
Kesehatan RI. Www.Covid19.Kemkes.Go.Id.
https://covid19.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/info-corona-
virus/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-30-
september-2020/#.X4BtEmgzbIU
118

Korompis, G. (2019). Hubungan Kecemasan Dengan Kelancaran Pengeluaran Asi


Pada Ibu Post Partum Selama Dirawat Di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Kasih
Ibu Manado. Jurnal Keperawatan, 7(1).
Kristiyanasari, W. (2011). ASI, Menyusui & Sadari. Nuha Medika.
Kusumawati, P. D., Damayanti, F. O., Wahyuni, C., & Setiawan, A. (2020).
Analisa Tingkat Kecemasan Dengan Percepatan Pengeluaran ASI Pada Ibu
Nifas. Journal for Quality in Women’s Health, 3(1), 101–109.
https://doi.org/10.30994/jqwh.v3i1.69
Lumongga, N. (2016). Psikologi Kespro Wanita dan Perkembangan
Reproduksinya : Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologinya. Kencana.
Marbun, U. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelancaran Pengeluaran.
Jurnal Kebidanan Vokasional, 212, 72–80.
Mardiani, N., Otis, P., Oktaviania, P., & Afianti, F. (2019). Pengaruh Pemberian
ASI Booster terhadap Produksi ASI Ibu Post Sectio Cesarea. Jurnal
Kesehatan Pertiwi, I, 26–31.
Marmi. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas “Peurerium Care.” Pustaka
Pelajar.
Maryunani, A. (2012). Inisiasi Menyusu Dini, ASI Ekslusif dan Manajemen
Laktasi. CV. Trans Info Media.
McDowell, I. (2006). Measuring Health: A Guide To Rating Scales And
Questionnaires.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori Dan Aplikasi. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012a). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012b). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Nurjanah, S. N., Maemunah, A. Si., & Badriah, D. L. (2014). Asuhan Kebidanan
Postpartum. Refika Aditama.
Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.
Salemba Medika.
Paul, I. M., Downs, D. S., Schaefer, E. W., Beiler, J. S., & Weisman, C. S. (2013).
Postpartum anxiety and maternal-infant health outcomes. Pediatrics, 131(4).
https://doi.org/10.1542/peds.2012-2147
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2012). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian Air Susu Ibu
Eksklusif. 1036–1037.
Prasetyono, D. S. (2012). Buku Pintar ASI Eksklusif. Diva Press.
Purwanti, E. (2012). Asuhan Kebidanan Untuk Ibu Nifas. Cakrawala Ilmu.
119

Putri, S. I., & Anulus, A. (2020). Preventive actions to minimizing the


coronavirus disease 19 ( COVID-19 ) transmissions among health workers : a
systematic review. Journal of the Medical Sciences, 52(3), 110–119.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.19106/JMedSciSI005203202012
Rahmadani, P. A., Widyastuti, N., Fitranti, D. Y., & Wijayanti, H. S. (2020).
Asupan Vitamin a Dan Tingkat Kecemasan Merupakan Faktor Risiko
Kecukupan Produksi Asi Pada Ibu Menyusui Bayi Usia 0-5 Bulan. Journal
of Nutrition College, 9(1), 44–53. https://doi.org/10.14710/jnc.v9i1.26689
Ratnadewi. (2019). Hubungan Kadar Zink Dalam ASI Dengan Berat Badan dan
Panjang Badan Bayi Usia 4-6 Bulan di Kota Padang Sumatera Barat. 8(1),
22–31.
Riksani, R. (2012). Keajaiban ASI (Air Susu Ibu). Dunia Sehat.
Rivers., L. A., Mastergeorge, A. M., Hansen, R. L., Cullum, A. S., & Dewey, K.
G. (2011). Doula care, early breastfeeding outcomes, and breastfeeding status
at 6 weeks postpartum among low-income primiparae. JOGNN - Journal of
Obstetric, Gynecologic, and Neonatal Nursing, 38(2), 157–173.
https://doi.org/10.1111/j.1552-6909.2009.01005.x
Rosyanti, L., & Hadi, I. (2020). Dampak Psikologis dalam Memberikan
Perawatan dan Layanan Kesehatan Pasien Covid-19 pada Tenaga Profesional
Kesehatan. Health Information : Jurnal Penelitian, 12(1), 107–130.
https://doi.org/10.36990/hijp.vi.191
Safitri, M. R., & Briawan, D. (2014). Hubungan Antara Suplementasi Vitamin a
Pada Ibu Nifas Dan Morbiditas Bayi Umur 0—6 Bulan Di Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi Dan Pangan, 8(2), 89.
https://doi.org/10.25182/jgp.2013.8.2.89-94
Salat, S. Y. S., & Suprayitno, E. (2019). Hubungan Kecemasan Ibu Menyusui
Dengan Kelancaran Pengeluaran Air Susu Ibu (Asi ) Di Bps Kerta Timur
Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep. Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific
Journal of Midwifery), 5(2), 51–56. https://doi.org/10.33023/jikeb.v5i2.479
Sari, H. puspita, Azza, A., & Dewi, sofia rhosma. (2016). Hubungan Stres
Psikologi dengan Kelancaran Produksi ASI Pada Ibu Primipara yang
Menyusui Bayi Usia 1-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukorambi.
Universitas Jember, 23, 1–12. https://doi.org/10.1007/978-3-540-29805-
2_936
Septianingrum, Y., Hatmanti, N. M., & Fitriasari, A. (2020). Correlation Between
Anxiety and Breast Milk Production Among Breastfeeding Mothers in Public
Health Center of Jagir, Surabaya. Nurse and Health: Jurnal Keperawatan,
9(1), 50. https://doi.org/10.36720/nhjk.v9i1.151
Sidi, I. P. S. (2011). Manajemen Laktasi. Perkumpulan Perinatologi Indonesia.
Silva, C. S., Lima, M. C., Sequeira-de-Andrade, L. A. S., Oliveira, J. S.,
120

Monteiro, J. S., Lima, N. M. S., Santos, R. M. A. B., & Lira, P. I. C. (2017).


Association Between Postpartum Depression And The Practice Of Exclusive
Breastfeeding In The First Three Months Of Life. Jornal de Pediatria, 93(4),
356–364. https://doi.org/10.1016/j.jped.2016.08.005
Sinaga, L. K. M. (2013). Hubungan Pemberian ASI Terhadap Imunitas Bayi di
Puskesmas Kelurahan Duri Kepa Jakarta Barat. HUBUNGAN PEMBERIAN
ASI TERHADAP IMUNITAS BAYI DI PUSKESMAS KELURAHAN DURI
KEPA JAKARTA BARAT, 0(0). https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Undergraduate-767-COVER.pdf
Siyoto, S., & Sodik, M. A. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Literasi Media
Publishing.
Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. EGC.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta.
Sulastri, Wiwin and Sugiyanto, S. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu
Dengan Pemberian Asi Pada Masa Nifas Di Puskesmas Umbulharjo I
Yogyakarta Tahun 2016. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Aisyiyah
Yogyakarta, 1–8. http://digilib.unisayogya.ac.id/id/eprint/2166
Sulistyoningsih, H. (2011). Gizi Untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Penerbit Graha
Ilmu.
Syamsinar, S., Dode, S., & Ferrial, E. W. (2013). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kelancaran Pengeluaran ASI Pada Ibu Post Partum
Di Ruang Nifas Rumah Sakit Tk.Ii Pelamonia Makassar. 2, 135–144.
Utami, W., K, Y., & C, A. (2015). Perbedaan Imunitas Batita (Usia 1-3 Tahun)
Yang Diberikan ASI Eksklusif Dan Tidak Diberikan ASI Eksklusif. ‫ شماره‬8;
‫ ص‬99-117.
Wahyutri, E. (2013). pengaruh pelaksanaan kelas edukasi menyusui yang
mengikut sertakan suami dan dukungan sebaya (peer support) terhadap
pengetahuan, proses berubah menurut teori the trans theororitical model
(TTM), keyakinan diri (self efficacy) ,niat menyusui,kadar hormon.
Walyani, E. S., & Purwoastuti, T. E. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas &
Menyusui. Pustaka Baru Press.
WHO. (2020a). Breastfeeding. Www.Who.Int. https://www.who.int/health-
topics/breastfeeding#tab=tab_1
WHO. (2020b). COVID-19 and breastfeeding Position paper. 2020, 1.
https://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0010/437788/breastfeeding-
COVID-19.pdf?ua=1
Zaenab, S., Alasiry, E., & Idris, I. (2016). Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif
Terhadap Pertumbuhan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Poasia Kota
Kendari. Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 97–102.
LAMPIRAN

Lampiran 1 – Surat Permohonan Menjadi Responden

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth.
Ibu/Sdri Responden
Di Tempat

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi
Pendidikan Profesi Ners Tahap Sarjana Terapan Keperawatan.
Nama : Jessy Yanty
NIM : P07220217018
Bermaksud melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Kecemasan
dan Suplementasi Terhadap Kelancaran Produksi ASI dan Kesehatan Bayi
Pada Ibu Menyusui Primipara Selama Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah
Kerja Puskesmas Sempaja Samarinda”. Sehubungan dengan ini saya memohon
kesediaan Ibu/Sdri untuk bersedia menjadi responden dalam penelitian yang akan
saya lakukan. Kerahasiaan data pribadi saudara akan sangat kami jaga dan
informasi yang akan saya gunakan untuk kepentingan penelitian.
Demikian permohonan saya atas perhatian dan kesediaan saudara saya
ucapkan terima kasih.

Samarinda, Februari 2021


Peneliti,

Jessy Yanty
NIM. P07220217018
121
Lampiran 2 – Surat Persetujuan Menjadi Responden

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN


(Informed Consent)

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Umur :
Alamat :

Setelah saya mendapatkan penjelasan mengenai tujuan, manfaat, jaminan


kerahasiaan dan tidak adanya resiko dalam penelitian yang akan dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi Sarjana Terapan Keparawatan yang bernama Jessy
Yanty dalam penelitian yang berjudul berjudul “Hubungan Kecemasan dan
Suplementasi Terhadap Kelancaran Produksi ASI dan Kesehatan Bayi Pada
Ibu Menyusui Primipara Selama Masa Pandemi Covid-19 di Wilayah Kerja
Puskesmas Sempaja Samarinda”. Saya mengetahui bahwa informasi yang akan
saya berikan ini sangat bermanfaat bagi pengetahuan keperawatan di Indonesia.
Untuk itu saya akan memberikan data yang diperlukan dengan sebenar-benarnya.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sesuai keperluan.

Samarinda, Februari 2021


Peneliti Responden

Jessy Yanty
NIM. P07220217018

122
Lampiran 3 – Lembar Kuesioner

No. Responden

KUESIONER
HUBUNGAN KECEMASAN DAN SUPLEMENTASI TERHADAP
KELANCARAN PRODUKSI ASI DAN KESEHATAN BAYI PADA IBU
MENYUSUI PRIMIPARA SELAMA MASA PANDEMI COVID-19 DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEMPAJA SAMARINDA

Petunjuk Umum Pengisian Kuesioner

1. Bacalah pertanyaan yang diberikan dengan baik sehingga dimengerti

2. Mengisi seluruh nomor pertanyaan

3. Setiap pertanyaan hanya berlaku satu jawaban

4. Berilah tanda checklist (√) pada kolom yang sesuai dengan jawaban anda

5. Jika ingin memperbaiki jawaban, cukup dengan mencoret yang salah dan beri

tanda pada jawaban yang dibuat.

6. Bila mengalami kesulitan dalam menjawab dapat menanyakan langsung pada

peneliti

A. Data Demografi
1. Umur
( ) <20 tahun
( ) 20 – 35 tahun
( ) >35 tahun

123
2. Pekerjaan

( ) Tidak bekerja ( ) Wirausaha

( ) PNS ( ) Karyawan/Swasta

( ) TNI/POLRI ( ) Pelajar/Mahasiswa

3. Tingkat Pendidikan

( ) Tidak sekolah ( ) SMA/sederajat

( ) SD/sederajat ( ) Perguruan Tinggi

( ) SMP/sederajat

B. Kuesioner Kecemasan Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS)

Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang paling tepat.

Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS)


Tidak Kadang-
No Pernyataan Sering Selalu
Pernah kadang
1. Saya merasa lebih gelisah atau
gugup dan cemas dari biasanya
2. Saya merasa takut tanpa alasan
yang jelas
3. Saya merasa seakan tubuh saya
berantakan atau hancur
4. Saya mudah marah, tersinggung
atau panik
5. Saya merasa kesulitan mengerjakan
sesuatu atau merasa sesuatu yang
jelek akan terjadi
6. Kedua tangan dan kaki saya sering
gemetaran
7. Saya sering terganggu oleh sakit
kepala, nyeri leher, atau nyeri otot
8. Saya merasa badan saya lemah dan
mudah lelah
9. Saya merasa tidak dapat istirahat
atau duduk dengan tenang
10. Saya merasa jantung berdebar

124
dengan keras dan kencang
11. Saya sering mengalami pusing
12. Saya sering pingsan atau merasa
mau pingsan
13. Saya mudah sesak napas tersengal-
sengal
14. Saya merasa kaku atau mati rasa
dan kesemutan pada jari-jari saya
15. Saya merasa sakit perut atau
gangguan pencernaan
16. Saya sering kencing dari pada
biasanya
17. Saya merasa tangan saya dingin dan
sering basah oleh keringat
18. Wajah saya terasa panas dan
kemerahan
19. Saya sulit tidur dan tidak dapat
istirahat malam
20. Saya mengalami mimpi-mimpi
buruk

C. Kuesioner Suplementasi

1. Apakah ibu ada mengkonsumsi suplemen selama menyusui?

( ) Ya ( ) Tidak

2. Jika ya, suplemen apa yang dikonsumsi ibu selama menyusui?

Sebutkan: ……… Berapa lama dikonsumsi: ………

D. Kuesioner Kelancaran ASI

Jumlah produksi ASI per hari : …… ml

E. Kuesioner Kesehatan Bayi

1. Apakah anak pernah mengalami sakit 3 bulan terakhir?

( ) Ya ( ) Tidak

125
2. Jika Ya, berapa kali anak mengalami sakit?

( ) 1 kali ( ) 3 kali

( ) 2 kali ( ) Lebih dari 3 kali

3. Apakah anak penah berobat ke pelayanan kesehatan 3 bulan terakhir?

( ) Ya ( ) Tidak

4. Jika Ya, berapa kali anak berobat ke pelayanan kesehatan?

( ) 1 kali ( ) 3 kali

( ) 2 kali ( ) Lebih dari 3 kali

5. Apa keputusan yang diambil oleh orang tua dalam tahap penyembuhan

pada anak sakit?

( ) Ke Pelayanan Kesehatan ( ) Obat Warung

( ) Didiamkan saja ( ) Pengobatan Herbal/Alternatif

6. Apa keluhan/diagnosa medis yang pernah diderita anak? ……

126

Anda mungkin juga menyukai