Anda di halaman 1dari 19

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI PADA

REMAJA DI PONDOK PESANTREN

SKRIPSI

Oleh :

Risfatur Rahman Sutejo (M19010003)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES MADANI YOGYAKARTA

2022/2023
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hipertensi menjadi masalah terbesar di dunia khususnya Indonesia. Di Indonesia


prevalensi terjadi hipertensi pada usia diatas 18 tahun sangat tinggi yaitu sebesar 25,8 %
(Riskesdas, 2013). Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang
berusia diatas 20 tahun yang menderita hipertensi telah mencapai angka 74,5 juta jiwa.
Namun, hampir sekitar 90 – 95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Menurut hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 – 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9%. Penurunan ini
terjadi karena berbagai faktor, seperti alat ukur tensi yang berbeda, dan masyarakat yang
sudah mulai sadar akan bahaya penyakit hipertensi. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi
Bangka Belitung (30,9%) dan terendah Papua (16,8%).

Data WHO (World Health Organization) tahun 2000 menunjukkansekitar 972juta


orang atau 26,4% penduduk dunia mengidap hipertensi dengan perbandingan 26,6% pria dan
26,1% perempuan, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.
Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara rnaju dan 639 sisanya berada di
negara sedang berkembang, termasuk indonesia. (Fetriana Renny, Indriaty Nur, 2013)

Pada remaja ternyata juga dapat dijumpai hipertensi, angka prevalensi hipertensi
remaja di Amerika Serikat meningkat dari 1% hingga 5% dari tahun 1989-2002. Menurut
laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 prevalensi hipertensi pada remaja di
Indonesia sebesar 8,4% dan 14%. prevalensi terjadi hipertensi pada usia diatas 18 tahun
sangat tinggi yaitu sebesar 25,8 %.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan di provinsi Provinsi


Daerah Istimewa Yogyakarta prevalensi hipertensi usia diatas 18 tahun terdapat di 3 besar
kabupaten/kota. Tertinggi di Kabupaten Gunung Kidul (33,5 %), Kota Yogyakarta (27,7 %),
kemudian Kabupaten Kulon Progo (27,3 %), dan terendah Kabupaten Bantul (20,8 %).
Menurut laporan Survailans Terpadu Penyakit (STP) Puskesmas di Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2012 jumlah penderita hipertensi sebanyak 29.546 kasus dan masuk
dalam urutan ketiga dari distribusi sepuluh besar penyakit berbasis STP.

Tata laksana hipertensi pada remaja untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah
komplikasi hipertensi, meliputi non farmakologik dan farmakologik. Pengobatan hipertensi
pada remaja diberikan berdasarkan keadaan masing-masing remaja tersebut. Remaja yang
obese atau yang menderita hipertensi esensial, hal pertama yang dilakukan adalah terapi non
farmakologik seperti penurunan berat badan, peningkatan aktifitas fisik dan mengurangi
konsumsi garam, sebelum diberikan pengobatan anti hipertensi. Pada remaja yang hipertensi
namun tidak obese, aktifitas fisik kurang efektif dan pengobatan dengan anti hipertensi dapat
diberikan. (Saing, 2005).

Pengobatan farmakologik harus diberikan kepada remaja yang menderita hipertensi


berat, atau yang tidak respon dengan pengobatan non farmakologik. Tidak ada data yang
menunjukkan kapan obat sebaiknya diberi kepada penderita hipertensi ringan atau sedang.31
Sejak tahun 1990-an, obat b-adrenergik blocker, ACE inhibitor, dan calcium channel
antagonis telah dianjurkan sebagai awal monoterapi (Saing, 2005)

Terapi non farmakologik yang bisa dilakukan adalah seperti melakukan aktifitas fisik
fisik seperti olahraga 3-30 menit atau lebih sebanyak 3-4 hari/minggu, menjaga berat badan
agar tidak terjadi obesitas dan menjaga asupan natrium tidak lebih dari kebutuhan harian, dan
berhenti untuk merokok yang akan mengakibatkan hipertensi

Penyuluhan Kesehatan terkait pencegahan hipertensi dan bahayanya kepada remaja


dipondok pesantren Islamic Center Bin baz dapat diintervensikan oleh tenaga kesehatan yang
ada di wilayah kerja Puskesmas piyungan agar dapat meningkatkan penyuluhan kepada
masyarakat khususnya pada remaja tentang hipertensi, terutama resiko riwayat keturunan,
perilaku merokok, obesitas, aktivitas fisik dan asupan natrium sebagai penyebab hipertensi.
Sebagaimana yang telah dijelaskan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta prevalensi
hipertensi usia diatas 18 tahun terdapat di 3 besar kabupaten/kota. Tertinggi di Kabupaten
Gunung Kidul (33,5 %), Kota Yogyakarta (27,7 %), kemudian Kabupaten Kulon Progo (27,3
%), dan terendah Kabupaten Bantul (20,8 %). Penyuluhan Kesehatan memilki potensi untuk
meningkatkan perilaku perilaku kesehatan dan kesadaran remaja terkait hipertensi hal ini
untuk mencegah komplikasi yang lebih berat dan remaja dapat meningkatkan derajat
kesehatanya.

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai Faktor
yang mempengaruhi kejadian hipertensi pada remaja dipondok pesantren yang digunakan
sebagai upaya dalam mengurangi angka kejadian hipertensi pada remaja khususnya dipondok
pesantren.
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang dapat diangkat
yaitu apa faktor-faktor risiko hipertensi padas remaja santri Islamic Center Bin baz?

C. TUJUAN PENELITIAN.

1. Tujuan umum.

Untuk mengetahui faktor risiko hipertensi pada Pondok pesantren Islamic Centre Bin
baz.

2. Tujuan Khusus.

a) Mengetahui faktor risiko hipertensi pada Remaja santri Islamic Center Bin
baz berdasarkan aktivitas fisik.
b) Mengetahui faktor risiko hipertensi pada Remaja santri Islamic Center Bin
baz berdasarkan Obesitas
c) Mengetahui faktor risiko hipertensi pada Remaja santri Islamic Center Bin
baz berdasarkan Kebiasaaan merokok
d) Mengetahui faktor risiko hipertensi pada Remaja santri Islamic Center Bin
baz berdasarkan Asupan natrium
e) Mengetahui faktor risiko hipertensi pada Remaja santri Islamic Center Bin
baz berdasarkan Stress

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman untuk penelitian berikutnya dan dapat digunakan sebagai


pertimbangan dalam melakukan penelitian yang sejenis.

2. Bagi Santri.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
tentang faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi. Sehingga bisa
dilakukan intervensi dan rencana untuk pencegahan hipertensi.
3. Bagi Perawat.
Manfaat hasil dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan hipertensi. Sehingga perawat mengerti dan dapat
memberikan intervensi yang tepat terkait faktor yang menyebabkan hipertensi.
4. Bagi Fakultas.
Semoga hasil dari penelitian ini dapat menambah literatur dan kepustakaan
dalam pengembangan ilmu keperawatan.
5. Bagi Responden

Sebagai bahan edukasi bagi guru santri atau pengurus pondok agar mencegah
faktor-faktor yang akan menyebabkan hipertensi pada remaja santri.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran
dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Depkes, 2014).
Hipertensi lebih dikenal sebagai penyakit darah tinggi. Hipertensi atau tekanan darah tinggi
adalah sebuah kondisi medis dimana saat seseorang mengalami peningkatan tekanan darah
diatas normal (Puspitorini, 2010).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (Setiawan Daliamartha, 2008). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika
tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena
jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi
tubuh, jika dibiarkan penyakit ini dapat mengganggu fungsi organorgan lain, seperti jantung
dan ginjal (Riskesdas, 2013). Pada lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan
sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2010).
Jadi dapat disimpulkan dari definisi diatas bahwa hipertensi adalah suatu keadaan
dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik 12 dan jika dibiarkan
terus menerus akan mengganggu fungsi organ-organ lain (jantung, ginjal, dan lain-lain)
(Wijoyo, 2011, Sulistyowati, 2009).

2. Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua macam yaitu hipertensi


esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90% dan
hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10% dari seluruh hipertesi (Suyono,
2006, Gunawan, 2005). Menurut etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu :

a. Hipertensi primer.
Suatu kondisi saat penyebab sekunder dari hipertensi tidak ditemukan, dikaitkan
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang gerak (inaktivitas) dan pola makan.
Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi (Depkes, 2014).
Hipertensi primer atau hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Faktor – faktor pencetus yang dapat mempengaruhi seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na, dan Ca intraselular, dan faktor – faktor lain yang dapat
meningkatkan risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia (Andrea, 2013).
b. Hipertensi sekunder.
Hipertensi yang diketahui penyebabnya, terjadi sekitar 5-10% penderita hipertensi.
Penyebab sekunder dari hipertensi tersebut yaitu penyakit renovaskuler, aldosteronism,
pheochro-mocytoma, gagal ginjal, dan penyakit lain (Copstead dan Banasik, 2005).
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Penyebabnya
adalah dikarenakan penyakit-penyakit lain seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vascular renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing, feokromositoma,
koarktasio aorta, dan hipertensi yang terjadi pada kehamilam (Schier, 2000 dalam Hanifa,
2011)
3. Gejala klinis Hipertensi
Menurut Elizabeth J. Corwin (2009), sebagian besar gejala hipertensi tanpa disertai
gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-
tahun berupa :
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat tekanan darah
intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler

Tingginya tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, dan dapat


meningkatkan terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang
muncul adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk,
sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Arif Mansjoer, 2008).

4. Faktor-faktor Risiko Hipertensi.


Ada 2 faktor risiko hipertensi, pertama yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi,
merupakan faktor risiko yang sudah terjadi masih dapat diupayakan untuk dikurangi atau
dihilangkan tidak terjadi hipertensi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, merupakan
faktor risiko yang apabila seseorang mendapatkannya maka orang tersebut tidak mungkin
menghindarinya (Marliani, 2007).
a) Faktor Genetik.
Tekanan darah tinggi yang merupakan keturunan, yang menunjukkan bahwa
orang-orang dalam satu keluarga memiliki gaya hidup dan pola makan yang sama
(Christine, 2013). Menurut (Beevers, 2002 dalam Sulistyowati, 2009) orang kembar
yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan juga anak adopsi ataupun tidak
adopsi dapat menunjukkan besarnya kesamaan tekanan darah dalam keluarga yang
merupakan faktor keturunan akibat kesamaan gaya hidup serta faktor pola makan
sejak masa anak-anak.
Faktor genetik berperan dalam timbulnya penyakit hipertensi dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu
sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Penderita yang mempunyai bakat
atau sifat genetik hipertensi esensial dan tidak dilakukan intervensi atau terapi akan
menyebabkan hipertensi semakin berkembang dalam kurun waktu sekitar 30-50 tahun
(Chunfang Qiu, 2003).
b) Jenis Kelamin.
Wanita cenderung menderita hipertensi pada saat atau setelah mengalami
menopause. Prevalensi kejadian hipertensi pada laki-laki dan perempuan itu sama
(Tambayong, 2012).
Perempuan cenderung akan mengalami peningkatan resiko tekanan darah
tinggi setelah menopause yaitu pada usia diatas 45 tahun. Perempuan yang belum
menuju masa menopause dilindungi oleh hormone estrogen yang berfungsi untuk
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang
rendah dan tingginya kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) akan mempengaruhi
terjadinya proses aterosklerosis dan mengakibatkan tekanan darah tinggi (Anggraini
dkk, 2009, dalam Tri Novitaningtyas, 2014).
c) Umur.
Tekanan darah tinggi biasanya meningkat dengan bertambahnya usia
seseorang dan paling banyak ditemukan pada mereka yang berusia diatas 40 tahun,
meskipun banyak juga orang muda yang menderita tekanan darah tinggi. Wanita
cenderung menderita hipertensi pada saat atau setelah mengalami menopause (Jain,
2011).
Semakin bertambahnya usia seseorang maka akan meningkatkan tekanan
darahnya. Seseorang yang berumur 50-60 tahun memiliki tekanan darah > 140/90
mmHg yang dipengaruhi oleh degenerasi sistem organ tubuhnya pada orang yang
bertambah umurnya (Rahajeng, 2009)
d) Riwayat Keluarga.
Menurut Nurkhalida (2003), orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat yang
menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi
terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit
jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat ( Chunfang Qiu, 2003).
Menurut Sheps (2005), hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan.
Jika seseorang dari orang tua kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita
mempunyai 25 % kemungkinan mendapatkannya. Jika kedua orang tua kita
mempunyai hipertensi, kemungkinan kita mendapatkan penyakit tersebut 60 %.
e) Etnis.
Menurut Black dan Hawks (2009) tingkat kematian dari terendah sampai
tertinggi akibat hipertensi adalah perempuan berkulit putih yaitu 4,7 %, lakilaki
berkulit putih yaitu 6,3 %. Laki- laki berkulit hitam yaitu 22,5 % dan perempuan
berkulit hitam yaitu 29,3 %. Alasan tingginya prevalensi hipertensi pada ras berkulit
hitam belum diketahui secara jelas, tetapi peningkatan ini dipengaruhi oleh kadar
renin yang rendah. Sensivitas terhadap vasopressin yang lebih tinggi, masukan garam
yang lebih banyak, dan stress lingkungan yang lebih tinggi.
f) Merokok.
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan
peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan (Suyono, 2006). Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Price, 2012).
Seorang perokok aktif maupun perokok pasif dapat mengalami peningkatan
tekanan darah. Individu yang merokok lebih dari satu pak perhari menjadi dua kali
lebih rentan terhadap penyakit aterosklerotik koroner dari pada mereka yang tidak
merokok. Hal ini karena pengaruh nikotin yang terdapat dalam rokok merangsang
saraf otonom untuk mengeluarkan katekolamin, yang dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah (Ignativicius & Workman, 2010).
g) Stress
Hubungan stress dengan hipertensi terjadi melalui saraf simpatis yang
meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung dalam
jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Suyono,
2006).
Stress adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik, atau lingkungan tak
mudah diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan
efektif. Namun, harus dipahami bahwa stress bukanlah pengaruh-pengaruh yang
datang dari luar. Stress adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar itu
(Sheps, 2005).
Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-
debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar anak
ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebiih cepat serta
lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stress berlangsung cukup
lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit maag
(Gunawan, 2005, Ferketich, 2000).
h) Obesitas.
Menurut (Sutanto, 2010, Nguyen & Lau, 2012 dalam Aripin, 2016)
menyatakan obesitas mempengaruhi terjadinya peningkatan kolesterol di dalam
tubuh, dan akan memicu terjadinya aterosklerosis. Aterosklerosis menyebabkan
pembuluh darah menyempit sehingga meningkatkan tahanan perifer dalam pembuluh
darah. Penderita hipertensi dengan obesitas memiliki curah jantung dan sirkulasi
volume darah lebih tinggi dibanding dengan penderita hipertensi yang memiliki berat
badan normal.
Obesitas dikaitkan dengan kegemaran mengkonsumsi makanan yang
mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena
beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah
yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi
denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin menyebabkan
tubuh menahan natrium dan air (Yundini, 2006,Teodosha, 2000, Sheps, 2005).
i) Konsumsi Garam.
Garam dapur mengandung natrium sekitar 40 % natrium sehingga dapat
menaikkan tekanan darah. Natrium bersama klorida dalam garam dapur sebenarnya
membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan mengatur tekanan
darah. Namun, natrium dalam jumlah berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga
meningkatkan jumlah volume darah. Dunia kedokteran juga telah membuktikan
bahwa pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah, dan
pengeluaran garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing) akan menurunkan
tekanan darah lebih lanjut (Gunawan, 2005).
Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan
diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan
darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7- 8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari
setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Kaplan, 2010, Nurkhalida, 2003,
Price, 2012). Menurut Alison Hull (2006), penelitian menunjukkan adanya kaitan
antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium
akan meningkat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume
darah.
j) Aktivitas Fisik.
Olahraga isotonik, seperti bersepeda, jogging, dan aerobik yang teratur dapat
memperlancar peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Orang
yang kurang aktif berolahraga pada umumnya cenderung mengalami kegemukan.
Olahraga juga dapat mengurangi atau mencegah obesitas serta mengurangi asupan
garam ke dalam tubuh. Garam akan keluar dari dalam tubuh bersama keringat
(Setiawan Dalimartha, 2008).
Olahraga secara teratur sangat dianjurkan untuk penderita hipertensi karena
olahraga dapat merombak lemak yang berbahaya. Seseorang yang berolahraga juga
dapat terhindar dari terjadinya penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah.
Sehingga, penderita hipertensi yang jarang melakukan olahraga maka akan terjadi
penimbunan lemak di dinding pembuluh darahnya dan akibatnya terjadilah
peningkatan tekanan darah (hipertensi) (Hull, 2006 dalam Herwati, 2013).
5. Patofisiologi Hipertensi.

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan darah perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stress
dan obesitas. Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah juga
dipengaruhi oleh tebalnya atrium kanan. Terdapat sistem di dalam tubuh yang
berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh
gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah
dalam jangka panjang, sistem pengendalian tekanan darah (Ganong, 2010).

Individu yang menderita hipertensi sebagian besar tidak memperlihatkan


gejala sama sekali, ada kalanya secara tidak sadar mengalami gejala-gejala yang
diakibatkan oleh tekanan darah tinggi seperti sakit kepala, hidung berdarah, muka
kemerahan dan kelelahan. Tekanan darah tinggi berat dan kronis yang tidak
mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan gejala, karena tekanan darah tinggi
dapat menyebabkan kerusakan mata, otak, jantung dan ginjal (Ganong, 2010).

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II


dan angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang
peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung
angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya, oleh hormon renin (diproduksi
oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh, ACE yang terdapat di paru-
paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. 23 Angiotensin II inilah yang
memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama
(Anggraini, 2009).
Hipertensi merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner. Peningkatan
tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari
ventrikel kiri seperti diketahui hal ini akan dikompensasi dengan adanya, hipertrofi
ventrikel kiri. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dan payah jantung. Jantung semakin terancam oleh adanya proses
aterosklerosis pembuluh darah koroner. Bila proses aterosklerosis berlanjut maka
suplai oksigen miokardium berkurang akan oksigen yang meningkat akibat hipertrofi
ventrikel dan peningkatan beban kerja jantung, akhirnya menyebabkan angina dan
infark miokardium. Aterosklerosis yang terjadi karena tekanan darah yang selalu
tinggi akibat hipertensi merusak tunika media pembuluh darah koroner, menyebabkan
pembuluh darah menjadi kaku (Guyton, 2008, Price, 2012).
Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung, gagal jantung adalah keadaan
patofisiologik jantung sebagai pemompa darah tidak mampu memenuhi kebutuhan
darah untuk metabolisme jaringan. Hipertensi merupakan faktor yang meningkatkan
tekanan ventrikel selama sistolik yang selanjutnya akan meningkatkan beban akhir
jantung (after load). Pada awal, terjadi mekanisme kompensasi jantung berupa
hipertrofi ventrikel. Bila hal ini berlangsung cukup lama, maka akan terdapat titik
akhir jantung sudah tidak dapat melawan beban akhir jantung dan terjadilah gagal
jantung (decompesatio cordis) (Anonim, 2009).
B. KERANGKA TEORI.

Faktor Risiko Yang Dapat


Faktor Yang Tidak Dapat Dimodifikasi.
Dimodifikasi.
1. Merokok.
1. Faktor Genetik. 2. Konsumsi Garam
2. Jenis Kelamin. 3. Obesitas.
3. Umur. 4. Aktivitas Fisik.
4. Riwayat Keluarga 5. Stress
Dengan Hipertensi.
5. Etnis
Hipertensi

Hipertensi Primer Gejala Klinis Hipertensi. Hipertensi Sekunder

1. Nyeri Kepala.
2. Penglelihatan Kabur.
3. Ayunan Tidak Mantap
Karena Kerusakan
Keterangan : Susunan Syaraf.
: Diteliti 4. Nokturia.
5. Edema Dependen
: Tidak Diteliti.
C. KERANGKA KONSEP. Faktor Yang Dapat Di
Modifikasi :
1. Merokok.
2. Konsumsi
Garam.
3. Obesitas.
4. Aktivitas fisik.
5. Stress

Faktor Risiko

Faktor Yang Tidak Dapat


Dimodifikasi :
1. Faktor Genetik.
2. Umur.
3. Jenis Kelamin
4. Riwayat
Keluarga
Dengan
Hipertensi.
5. Etnis.
6.

Keterangan :
Tulisan dengan cetak tebal/bold (Diteliti)
Tulisan dengan cetak miring/italic (Tidak Diteliti)
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian.
Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimen, yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor risiko hipertensi pada
Remaja Santri Islamic Center Bin Baz.
B. Lokasi Dan Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Islamic Center Bin Baz pada
bulan juni sampai Agustus 2022.
C. Populasi dan Sampel Penelitian.
1. Populasi.
Populasi pada penelitian ini adalah Santri Islamic Center Bin baz yang
berjumlah 499 Santri
2. Sampel.
Penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Santri Islamic Center Bin Baz angkatan
yang berjumlah 225 santri.
D. Variabel Penelitian.
Variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel independen pada penelitian ini adalah faktor-faktor risiko hipertensi
seperti merokok, stress, aktivitas Fisik, Konsumsi Garam dan Obesitas.
2. Variabel dependen pada penelitian ini adalah hipertensi pada remaja Santri
Islamic Center Bin Baz.
E. Instrumen Penelitian.
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik,
dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah
(Arikunto, 2010). Penelitian ini menggunakan kuesioner yang di adopsi dari
penelitian Sulistyowati (2009) yang akan dimodifikasi oleh peneliti dan DASS 42 :
Revisited (Depression Anxiety Stress Scale) oleh Sohail Imam (2005) yang
dimodifikasi oleh peneliti.
1. Kuesioner Faktor Risiko Hipertensi.
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor risiko pencetus
hipertensi pada Santri Islamic Centre Bin Baz. Peneliti menggunakan kuesioner
yang sudah digunakan dalam penelitian Sulistyowati (2009) dan melakukan
modifikasi. Instrumen ini menggunakan metode angket (kuesioner) skala Gutman
dengan pertanyaan tertutup. Kuesioner ini terdiri dari 16 pertanyaan meliputi
kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, konsumsi makanan
instan/junk food, obesitas, riwayat keturunan, dan kejadian hipertensi.

Faktor Risiko Hipertensi No. Item Penelitian


Kebiasaan Merokok 1,2,3,4
Konsumsi Alkohol 5,6
Aktivitas fisik 7,8,9
Konsusi Instan/Junk food 10,11
Kejadian Hipertensi 11,12,13,14
Obesitas 15

2. Kuesioner Stress
Instrumen ini digunakan untuk mengetahui stress pada santri ICBB karena
stress merupakan salah satu faktor risiko pencetus hipertensi, instrumen ini
merupakan lanjutan dari kuesioner faktor risiko hipertensi. Peneliti menggunakan
kuesioner DASS 42 : Revisited (Depression Anxiety Stress Scale) yang sudah
dimodifikasi oleh Sohail Imam (2005) dan akan melakukan modifikasi. Instrumen
ini menggunakan skala Likert dengan penilaian (4) Sangat sering, (3) Cukup
sering, (2) Hampir tidak pernah, (1) Tidak pernah. Instrumen ini terdiri dari 42
pertanyaan dan mencakup 3 dimensi yaitu depresi, anxiety, dan stress. Pada
kuesioner ini peneliti hanya menggunakan item dimensi stress. Tabel 4 Kisi-Kisi
Kuesioner Stress DA
Dimensi Indikator No. Item
Pertanyaan
Jengkel pada hal kecil 1,3
Reaksi Berlebihan 3
Sulit rileks 4,5
Energi yang Terbuang percuma 6
Menjelkelkan bagi orang lain 7
Stress Sulit mentolerir gangguan 8,9
Tegang 10
Gelisah 11
Rasa bersalah 12
Murung 13
Bingung 14

Anda mungkin juga menyukai