Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“Kenakalan Remaja”

Kelompok 3:
1. Bergita
2. Chliven Wijaya
3. Elmahtini Sempang
4. Fellysia Gizeila Aan
5. Stefhano Mariovaldi

Kelas XI MIPA

1
SMA FRATER PALOPO
2023/2024

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB 2
2.1 Pengertian Kenakalan Remaja
2.2 Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Dan Diihat Dari Faktor Usia
2.3 Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja.
2.4 Dampak Dari kenakalan remaja.
2.5 Penerapan teori Albert Cohen tentang delinquent subculture
BAB 3
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Seorang remaja sudah tidak
lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun ia masih belum cukup matang untuk dapat
dikatakan dewasa. Ia sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering
dilakukan melalui metoda coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan. Kesalahan yang
dilakukannya. Pandangan bahwa keterlibatan remaja dalam tindak kriminal kejahatan akan
bekurang seiring dengan pertambahan usia adalah salah satu pandangan yang sangat tepat
sekaligus paling diterima dalam kriminologi. Dalam sejumlah bentuk kejahatan, terutama yang
dikategorikan serius (pembunuhan, perkosaan, penyerangan, perampokan), proporsi populasi
yang terlibat cenderung memuncak pada usia remaja atau awal dewasa, dan setelah dewasa pola
pikir mereka sudah seimbang seiring dengn pertambahanusia.
Diskusi mengenai usia dan kejahatan akan dimulai dengan melihat data statistik Amerika
Serikat secara keseluruhan, dengan fokus pada pola sosial yang paling umum, yaitu kejahatan
konvensional dilakukan oleh orang muda. Berbagai faktor yang berkaitan dengan keterlibatan
awal dalam kejahatan yang menandai pola paling umum akan didiskusikan nanti, diikuti dengan
pengujian hubungan usia-kejahatan masyarakat berbeda berdasarkan ragam kejahatan, ras, dan
melintasi budaya dan waktu. Isu mengenai pola usia dan kejahatan akan didiskusikan berikutnya,
dengan fokus pada pola karier kejahatan dari pelaku yang lebih serius, faktor-faktor yang terkait
dengan keberadaan yang lama dalam dunia kejahatan dan kemungkinan untuk keluar, dan pola
kecenderungan untuk melakukan kejahatan ataupun menjadi korban kejahatan dari kelompok
usia tua dalam populasi. Penjelasan itu diikuti oleh diskusi mengenai akibat struktur usia dan
ukuran demografi dalam tingkat kejahatan masyarakat.
Dan dewasa ini, kejahatan yang terjadi di kalangan remaja banyak jenisya berasal dari
pergaulan bebas misalnya narkoba, minum minuman keras eksploitasi seksual, pencurian
pembunuhan dan lain sebagaiya . Dapat diperkirakan setiap harinya lebih dari 2 juta remaja di
negara kita telah mempergunakan narkoba dan rokok. Masalah ini kami buat berdasarkan
sumber-sumber yang jelas dan akurat dengan harapan supaya remaja dapat mengatasi
perubahaan dari masa anak-anak, remaja dan dewasa sehingga para remaja dapat terhindar dari
akibat-akibat negatif dari pergaulan seperti pergaulan bebas. Dan menghimbau kepada para
remaja untuk tidak salah langkah dalam mengambil keputusan oleh karena perubahan pola pikir
yang terjadi pada dirinya.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian kenakalan remaja dan buntuk kenakaln remaja yang menjadi tindak pidana
kejahatan dan dilihat dari faktor usia?
2. Apakah yang menjadi faktor kenakalan remaja dan dampakya serta bagaimna cara
mengatasiya?
1.3 Tujuan Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis ingin membeberkan masalah yang terjadi pada
kalangan remaja yang mana dengan membaca tulisan ini dapat lebih mengerti dan memahami
persoaln dan atau masalah yang timbul sehingga dapat diselesaikan oleh remaja itu sendiri.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Kenakalan Remaja


Kita tentu tahu bahwa kenakalan remaja adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang,
yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma yang ada. Masalah ini sering kita dengar baik
di lingkungan maupun dari media massa. Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan
tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan
yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi
generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa.
Sedangkan remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli
pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 16 tahun sampai dengan
24 tahun. Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun masih
belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari pola hidup yang
paling sesuai baginya dan inipun sering dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui
banyak kesalahan. Kesalahan yang dilakukan sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan
yang tidak menyenangkan bagi lingkungan dan orangtuanya.
Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan
pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang putus
sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan
tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan
sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian
pula dengan pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus
berlangsung selamanya.

2.2 Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja Dan Diihat Dari Faktor Usia

Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan :
(1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi,turan antar pelajar, suka keluyuran, membolos
sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit
(2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai sepera motor
tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa ijin

5
(3) kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,
pemerkosaan, pembunuhn pencurian dll.
Sedangkan menurut Sudarsono (1995:13) yang termasuk kenakalan siswa atau remaja meliputi:
a) perbuatan awal pencurian meliputi perbuatan berkata bohong dan tidak jujur;
b) perkelahian antar siswa termasuk juga tawuran antar pelajar;
c) mengganggu teman;
d) memusuhi orang tua dan saudara, meliputi perbuatan berkata kasar dan tidak hormat pada
orang tua dan saudara;
e) menghisap ganja, meliputi perbuatan awal dari menghisap ganja yaitu merokok;
f) menonton pornografi; dan
g) corat-coret tembok sekolah
Contoh kasus : “ Tawuran antara siswa SMAN 06 Jakarta dan SMAN 70 Jakarta”

Berbagai faktor sosial, kognitif, dan fisik dapat membantu menjelaskan tingginya tingkat
kejahatan pada usia menjelang dewasa. Peningkatan kejahatan ini sesuai dengan masa pemuda
menemukan jati diri mereka. Di satu sisi, mereka dihalangi untuk berintegrasi ke dunia orang
dewasa, di sisi lain menghadapi sumber motivasi untuk melakukan kejahatan: uang, status,
kekuasaan, otonomi, klaim identitas, pengalaman kuat dalam seks, kenaikan adrenalin, atau
ketaksadaran akibat narkoba, kawan yang sangat menghargai kemandirian, atau bahkan
penyimpangan dari moralitas konvensional. Lebih jauh lagi, status sebagai remaja membuat
mereka merasa terlindungi dari berbagai ongkos sosial dan hukum, dan keadaan perkembangan
kognitif mereka membuat mereka tidak terlalu peduli akan konsekuensi dari tindakan mereka.
Pada saat bersamaan, mereka juga memiliki kekuatan fisik yang dibutuhkan untuk melakukan
kejahatan. Terakhir, harus diingat bahwa perilaku menyimpang pada dasarnya adalah wajar pada
remaja; sebagaimana ditunjukkan Jolin dan Gibbons (1987:238), “banyak pelanggaran hukum
oleh remaja pada dasarnya adalah sebuahtahap‘menjadidewasa’.”

Sejumlah penulis mengaitkan tingginya penurunan tingkat kejahatan selama akhir masa
remaja dan awal masa dewasa dengan kemampuan fisik. Namun, kajian kepustakaan tentang usia
dalam perspektif biologis menunjukkan bahwa kemampuan fisik (kekuatan, energi, dan
sejenisnya) terus meningkat jauh setelah usia yang oleh masyarakat dianggap sebagai usia tempat
kejahatan seperti perampokan dan pencurian mulai menurun tajam (15–17 tahun). Lebih jauh
lagi, setelah mencapai usia 25 dan 30 tahun, kemampuan fisik menurun lebih lambat
dibandingkan penurunan tingkat kejahatan yang membutuhkan kekuatanfisik(Shocketal.1984).

2.3 Faktor-faktor penyebab kenakalan remaja.

Masa remaja terletak di antara masa anak dan masa dewasa.Masa remaja dianggap telah
mulai ketika anak telah matang dalam aspek seksual dan kemudian berakhir setelah matang
secara hukum. Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan.Masa remaja

6
awal dimulai sejak umur 13 tahun sampai 16 tahun dan masa remaja akhir umur 16 tahun sampai
18 tahun,mereka masih dikategorikan sebagai anak dalam Undang-undang Perlindungan Anak
No 23 Tahun 2002. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali
menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak
masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.

Faktor keluarga sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak,apabila si


anak mendapat perlakuan yang tidak baik seperti mendapat diskriminasi dari keluarga.Jika sudah
seperti itu maka kecenderungan si anak mulai mencari cara untuk melupakan kejadian yang
menimpanya dirumah,yaitu dengan berbagai cara seperti merokok,mabuk-mabukan,dan lain-
lain.Karakteristik umum perkembangan remaja adalah bahwa remaja merupakan peralihan dari
masa anak menuju masa dewasa sehingga seringkali menunjukkan sifat-sifat karakteristik,seperti
kegelisahan,kebingungan,karena terjadi suatu pertentangan,keinginan untuk mengkhayalan,dan
aktivitas berkelompok.
Faktor lingkungan, menurut sosiolog Kartono, antara lain adalah gagalnya remaja
melewati masa transisinya, dari anak kecil menjadi dewasa, dan juga karena lemahnya
pertahanan diri terhadap pengaruh dunia luar yang kurang baik.Akibatnya, para orang tua
mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan terkadang bertindak
melawan mereka. Konflik keluarga, mood swing, depresi, dan munculnya tindakan berisiko
sangat umum terjadi pada masa remaja dibandingkan pada masa-masa lain di sepanjang rentang
kehidupan.
Faktor mental yang masih sangat labil dan bergejolak dalam dirinya yang nyaris
kurang terkontrol, sedangkan emosi itu sendiri merupakan setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu, serta setiap keadaan mental yang hebat dan sangat meluap-
luap.Emosiya.

2.4 Dampak Dari kenakalan remaja.


Kenakalan remaja mungkin saat ini sudah tidak asing lagi kita dengar, banyak remaja
yang tidak memikirkan dampak negatif dari perbuatan mereka tersebut. Biasanya banyak sekali
faktor-faktor sehingga mereka bisa berbuat semau mereka meskipun mereka tahu apa yang
mereka perbuat itu salah. Memang zaman sekarang, banyak para remaja yang mudah dan
gampang untuk mempengaruhi dan di pengaruhi oleh lingkungan pergaulan mereka seperti
berkata buruk, merokok, berjudi, pemakai dan pengedar narkoba, serta hamil di luar nikah.

Kenakalan seperti ini biasanya di sebabkan oleh banyak faktor misalkan karena faktor
keluarga, ketika anak merasa tidak di perhatikan dan kurangnya kasih sayang dari keluarga
terutama dari orang tua sehingga anakpun akan merasa kesepian dan akhirnya anak akan mencari
kesenangan di luar dan mereka akan bergaul bebas dengan siapa saja yang mereka inginkan.
Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi baik buruknya tingkah laku anak, apabila di sekitar
lingkungan tersebut baik anakpun setidaknya akan berperilaku baik dan sebaliknya ketika dia

7
berada di lingkungan yang kurang baik anakpun akan berperilaku tidak baik apalagi ketika
menginjak usia remaja anak akan gampang terpengaruhi. Dan mungkin karena faktor agama
yang kurang, hal ini biasanya orang tua yang kurang memperhatikan sehingga anak tidak
mendapatkan pendidikan agama yang baik anak akan jauh dari tuhan sehingga akan tetanam
akhlak yang tidak baik pada diri anak tersebut.

Banyak dampak negatif dari kenakalan-kenakalan remaja bagi dirinya sendiri maupun
orang yang berada disekeliling mereka. Bila tidak segera di tangani, ia akan tumbuh menjadi
sosok yang berkepribadian buruk. Remaja yang melakukan kenakalan-kenakalan tertentu
pastinya akan di hindari atau malah akan di kucilkan oleh banyak orang, remaja tersebut hanya
akan dianggap sebagai penganggu atau orang yang tidak berguna.

Akibat dari di kucilkannya ia oleh orang-orang di sekitarnya, remaja tersebut akan


mengalami “gangguan kejiwaan”. Yang di maksud gangguan kejiwaan bukan berarti gila, tapi ia
akan merasa terkucilkan dalam hal sosialisasi, merasa sangat sedih, atau malah akan membenci
orang-orang sekitarnya. Dari kenakalan remaja ini keluargalah yang menanggung malu, hal ini
tentu sangat merugikan. Bayangkan bila ada seorang remaja yang kemudian terpengaruh
pergaulan bebas, hampir bisa di pastikan dia tidak akan memiliki masa depan cerah. Hidupnya
akan hancur perlahan dan tidak sempat memperbaikinya.

Sebaiknya untuk para orang tua harus benar-benar bisa membimbing anak-anaknya dan
selalu memberi arahan yang baik agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. Kasih sayang dan
perhatian orang tua sangat di butuhkan oleh anak-anaknya. Dan khususnya untuk para remaja
harus mempunyai kesadaran sendiri bahwa terjerumus dalam pergaulan bebas akan membuat
masa depan suram, tingkatkan Iman agar tidak gampang tergoda oleh perilaku-perilaku buruk.

2.5 Cara Mengatasi Kenakalan Remaja

Solusi Kenakalan Remaja Dari berbagai faktor dan permasalahan yang terjadi di
kalangan remaja masa kini sebagaimana telah disebutkan di atas, maka tentunya ada beberapa
solusi yang tepat dalam pembinaan dan perbaikan remaja masa kini. Kenakalan remaja dalam
bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat umum maupun bagi diri
remaja itu sendiri. Tindakan penanggulangan kenakalan remaja dapat dibagi dalam:

1. Tindakan Preventif Usaha pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum


dapat dilakukan melalui cara berikut:

1. Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas remaja


2. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum dialami oleh para remaja. Kesulitan-
kesulitan mana saja yang biasanya menjadi sebab timbulnya pelampiasan dalam bentuk
kenakalan.

8
2. Usaha pembinaan remaja dapat dilakukan melalui:
1. Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu menyelesaikan persoalan yang
dihadapinya.
2. Memberikan pendidikan bukan hanya dalam penambahan pengetahuan dan
keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi melalui pengajaran agama,
budi pekerti dan etiket.
3. Menyediakan sarana-sarana dan menciptakan suasana yang optimal demi
perkembangan pribadi yang waja
Bimbingan yang dilakukan terhadap remaja dilakukan dengan dua pendekatan:

1. Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang diberikan secara pribadi pada remaja itu
sendiri. Melalui percakapan mengungkapkan kesulitan remaja dan membantu
mengatasinya.
2. Pendekatan melalui kelompok, di mana ia sudah merupakan anggota kumpulan atau
kelompok kecil tersebut.

3. Tindakan Represif

Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan moral dapat dilakukan dengan
mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan pelanggaran. Dengan adanya sanksi tegas
pelaku kenakalan remaja tersebut, diharapkan agar nantinya si pelaku tersebut “jera” dan tidak
berbuat hal yang menyimpang lagi. Oleh karena itu, tindak lanjut harus ditegakkan melalui
pidana atau hukuman secara langsung bagi yang melakukan kriminalitas tanpa pandang bulu.
Sebagai contoh, remaja harus mentaati peraturan dan tata cara yang berlaku dalam keluarga.
Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat oleh orangtua terhadap pelanggaran
tata tertib dan tata cara keluarga. Pelaksanaan tata tertib harus dilakukan dengan konsisten.
Setiap pelanggaran yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban
anggota keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur. Di lingkungan
sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang dalam pelaksanan hukuman terhadap pelanggaran
tata tertib sekolah. Dalam beberapa hal, guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang
berat seperti skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah.
Guru dan staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran dan
kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan represif
diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan. maupun tertulis kepada pelajar dan
orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala sekolah dan tim guru atau pembimbing
dan melarang bersekolah untuk sementara waktu (skors) atau seterusnya tergantung dari jenis
pelanggaran tata tertib sekolah.

9
4. Memperbaiki Cara Pandang

Memperbaiki cara pandang dengan mencoba bersikap optimis dan hidup dalam “kenyataan”,
maksudnya sebaiknya remaja dididik dari kecil agar tidak memiliki angan-angan yang tidak
sesuai dengan kemampuannya sehingga apabila remaja mendapatkan kekecewaan mereka akan
mampu menanggapinya dengan positif.

5. Menjaga Keseimbangan Pola Hidup

Yaitu perlunya remaja belajar disiplin dengan mengelola waktu, emosi, energi serta pikiran
dengan baik dan bermanfaat, misalnya mengatur waktu dalam kegiatan sehari-hari serta mengisi
waktu luang dengan kegiatan positif.

6. Jujur Pada Diri Sendiri

Yaitu menyadari pada dasarnya tiap-tiap individu ingin yang terbaik untuk diri masing-
masing. Sehingga pergaulan bebas tersebut dapat dihindari. Jadi dengan ini remaja tidak
menganiaya emosi dan diri mereka sendiri.

7. Memperbaiki Cara Berkomunikasi

Memperbaiki cara berkomunikasi dengan orang lain sehingga terbina hubungan baik dengan
masyarakat, untuk memberikan batas diri terhadap kegiatan yang berdampak negatif dapat kita
mulai dengan komunikasi yang baik dengan orang-orang di sekeliling kita.

8. Perlunya Remaja Berpikir Untuk Masa Depan

Jarangnya remaja memikirkan masa depan. Seandainya tiap remaja mampu menanamkan
pertanyaan “Apa yang akan terjadi pada diri saya nanti jika saya lalai dalam menyusun langkah
untuk menjadi individu yang lebih baik?” kemudian hal itu diiringi dengan tindakan-tindakan
positif untuk kemajuan diri para remaja. Dengan itu maka remaja-remaja akan berpikir panjang
untuk melakukan hal-hal menyimpang dan akan berkurangnya jumlah remaja yang terkena HIV
& AIDS nantinya.

9. Banyak Beraktivitas Secara Positif

Cara ini menurut berbagai penelitian sangat efektif dijalankan. Pergaulan bebas, biasanya
dilakukan oleh kalangan muda yang banyak waktu longgar, banyak waktu bermain, bermalam

10
minggu. Nah, untuk mengantisipasi hal tersebut, mengalihkan waktu untuk kegiatan lewat hal-
hal positif perlu terus dikembangkan. Misalnya dengan melibatkan anak muda dalam organisasi-
organisasi sosial, menekuni hobinya dan mengembangkannya menjadi lahan bisnis yang
menghasilkan, maupun mengikuti acara-acara kreatifitas anak-anak muda. Dengan demikian,
waktu mudanya akan tercurahkan untuk hal-hal positif dan sedikit waktu untuk memikirkan hal-
hal negatif seperti pergaulan bebas tersebut.

10. Sosialisasi Bahaya Pergaulan Bebas

Dikalangan muda, pergaulan bebas sering dilakukan karena bisa jadi mereka tidak tahu
akibat yang ditimbulkannya. Seperti misalnya penyakit kelamin yang mematikan. Nah,
sosialisasi hal ini. Informasi-informasi mengenai bahaya yang ditimbulkan akibat pergaulan
bebas ini perlu terus disebarkan di kalangan muda. Harapannya, mereka juga punya informasi
sebagai bahan pertimbangan akal sehatnya. Jika informasi tersebut belum didapatkan ada
kemungkinan mereka akan terus melakukan pergaulan bebas semau mereka. Tapi, kalau
informasi sudah didapatkan tapi mereka tetap nekad melakukan itu persoalan lain lagi.
Sepertinya perlu ada penanganan khusus, apalagi yang sudah terang-terangan bangga melakukan
pergaulan bebas.

11. Menegakkan Aturan Hukum

Bagi yang bangga tersebut, tak ada hal lain yang bisa menghentikan selain adanya perangkat
hukum dan aturan hukum yang bisa menjeratnya. Setidaknya sebagai efek jera. Yang demikian
harus dirumuskan dan dilaksanakan melalui hokum yang berlaku di negara kita. Langkah ini
sebagai benteng terakhir untuk menyelamatkan anak-anak muda dari amoralitas karena perilaku
pergaulannbebas yang lambat laun otomatis akan merusak bangsa ini

2.5. Penerapan teori Albert Cohen tentang delinquent subculture

Menurut Cohen, deliquent subculture (sub-budaya yang nilai nilaiya bertentangandengan


nilai-nilai dari budaya dominan) masalah ini muncl di daerah- daerah kumuh dari kota-kota besar
Amerika serikat. Menurut Cohen, posisirelatif keluarga-keluarga muda dalam struktur sosial
menentukan problem-problem yang dihadapi anak-anak sepanjang hidupya. keluarga-keluarga
kelas bawah yang tidak pernah mengenal gaya hidup keluarga kelas menengah. Sebagai contoh
tidak dapat mensosialisasikan anak-anak mereka dengan cara yang akan mempersiapkan mereka
untuk memassuki kelas menengah. Anak-anak tumbuh dengan keterampilan komunikasi yang
miskin, lemah dalam komitmen pendidikan dan ketidakmampuan menunda keinginan.
Anak-anak deliquent membalikan norma-norma kelas menengah, dengan membuat
perbuatan sendiri tanpa meghiraukan kebenaran.ebagai kosekuensiya, tindakan-tindakan

11
delinquent mereka dilakukan tanpa tujuan berguna dan semta-mata keburukan dan kesenangan
mereka. Jadi anak-anak ini tidak mencuri barang-barang untuk dimakan,dipakai atau dijual.
Delinquent mereka ditunjukan untuk mlawan orang-orang serta harta benda secara acak, tidak
seperti aktifitas berorientasi pada tujuan seperti dilakukan kelompok-kelompok penjahat dewasa.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan Masalah Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari
norma-norma hukum pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan
dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya. Faktor yang melatar belakangi terjadinya
kenakalan remaja dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal berupa krisis identitas dan kontrol diri yang lemah. Sedangkan faktor eksternal
berupa kurangnya perhatian dari orang tua; minimnya pemahaman tentang keagamaan;
pengaruh dari lingkungan sekitar dan pengaruh budaya barat serta pergaulan dengan teman
sebaya; dan tempat pendidikan.
Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh kenakalan remaja akan berdampak kepada diri remaja
itu sendiri, keluarga, dan lingkungan masyarakat. Solusi dalam menanggulangi kenakalan
remaja dapat dibagi ke dalam tindakan preventif, tindakan represif, dan tindakan kuratif dan
rehabilitasi. Adapun solusi internal bagi seorang remaja dalam mengendalikan kenakalan
remaja antara lain: Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa
dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan , adanya motivasi dari keluarga, guru, teman
sebaya untuk melakukan point pertama , remaja menyalurkan energinya dalam berbagai
kegiatan positif.
Kenakalan anak dan remaja merupakan bukan kejahatan yang sebenarya seperti kelompok
orang dewasa yang mempuyai tujuan dan niat untuk melakukan kejahatan. Teori Delinquent
subculture disini merupakan gambaran pola fikir seoarang anak yang belum dewasa sehingga
anak atau remaja bisa melakukan tindakan yang merugikan orang lain tetapi merka tidak
menyadariya.

3.2 Saran
1. Bagi Orang Tua

12
Sebaiknya orang tua lebih memperhatikan anaknya. Serta memberi pengarahan tentang cara
bergaul. Orang tua harus bisa menjadi teman, agar anak dapat terbuka dan anak dapat
menjadikan orang tua sebagai seorang sahabat terpercaya.
2. Para Pendidik (Guru)
Memberi gambaran bahwa, cukup banyak permasalahan tentang salah pergaulan yang timbul
diantara remaja. Oleh sebab itu konsultasi dan penyuluhan tentang pergaulan yang baik dan
benar sangat diperlukan, dan kegiatan ini dapat berjalan dengan bantuan seorang guru.
3. Para Remaja
Yang terpenting sebenarnya adalah bagaimana remaja dapat menempatkan dirinya sebagai
remaja yang baik dan benar sesuai tuntutan dan norma yang berlaku di dalam masyarakat. Agar
kita dapat menjadi remaja yang baik dan agar kita bisa menciptakan Negara dan bangsa yang
sukses.
4. Bagi Masyarakat Umum
Bagi masyarakat umum hendaknya ikut berpartisipasi guna pencegahannya. Apabila melihat hal-
hal yang tidak wajar yang dilakukan oleh para remaja segera laporkan ke penegak hukum
setempat agar diberi penyuluhan dan pengarahan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Emilie Allan, Miles Harer, dan Cathy Streifel. “Age and the Distribution of Crime: Variant or
Invariant?” American Journal of Sociology 54 (1989): 107–23.
Hedarjono. 2005. Kriminologi. Jakarta. Bina aksara
Prof. Moeljatno, S.H. 20012. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Bumi Aksara
Rachman, Arif. 2013. Catatan (Seorang) Pelajar Jakarta. Jakarta: Grasindo
Topo santoso & Eva Achjani Zulfa 1001 Kriminologi. Jakarta Raja Grafindo Pesada

14

Anda mungkin juga menyukai