id=4WvkCAAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
file:///C:/Users/user/Downloads/BukuEtikaProfesidanHukumKesehatan.pdf
Moral Moral adalah nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Moral juga berarti mengenai apa yang
dianggap baik atau buruk di masyarkat dalam suatu kurun waktu tertentu sesuai
perkembangan atau perubahan norma atau nilai (Wahyuningsih, 2005:2-3). Moralitas
berasal dari bahasa Latin ―moralis” yang artinya : 1. Segi moral suatu perbuatan atau baik
buruknya. 2. Sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik
buruk (Wahyuningsih, 2005:3)
Moralitas merupakan suatu gambaran manusiawi yang menyeluruh, moralitas hanya
terdapat pada manusia serta tidak terdapat pada makhluk lain selain manusia. Moralitas
pada dasarnya sama dengan moral, moralitas suatu perbuatan artinya segi moral suatu
perbuatan atau baik buruknya (Wahyuningsih, 2005:10). Moralitas adalah sifat moral atau
seluruh asas dan nilai yang menyangkut baik dan buruk. Kaitan etika dan moralitas adalah
bahwa etika merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku moral atau ilmu yang
membahas tentang moralitas (Wahyuningsih, 2005:10).
Hukum
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak
mempunyai arti kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan
erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum.
Contohnya, mencuri adalah moral yang tidak baik, supaya prinsip etis ini berakar di
masyarakat, maka harus diatur dengan hukum (Wahyuningsih, 2005:4). Perbedaan hukum
dan moral menurut Bertens (2004):
Hukum Moral
1. Hukum ditulis sistematis, disusun dalam 1. Moral bersifat subyektif, tidak tertulis
kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar dan mempunyai ketidak- pastian lebih
dan bersifat obyektif. 2. Hukum membatasi besar. 2. Moral menyangkut sikap batin
pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum seseorang. 3. Moral tidak bersifat
meminta legalitas. 3. Hukum bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani
memaksa dan mempunyai sanksi. 4. Hukum tidak tenang, sanksi dari Tuhan. 4. Moral
didasarkan atas kehendak masyarakat dan didasarkan pada norma-norma moral yang
negara, masyarakat atau negara dapat melebihi masyarakat dan negara, tidak
merubah hukum. Hukum tidak menilai dapat merubah moral. Moral menilai
moral. hukum.
B. Sistematika Etika 1. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang
tingkah laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hal mana yang boleh
dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat. 2. Etika normatif,
membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia : 1) Etika umum, yang
membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondis MANUSIA UNTUK bertindak
etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral. 2) Etika
khusus : (1) Etika sosial menekankan tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama
manusia dalam aktivitasnya. (2) Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-
kewajiban manusia sebagai pribadi. (3) Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada
profesi. (http://kumpulansegalamacam.blogspot.com/2 008/07/pengertian-etika-dan-
moral-dalam.html)
Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/2001
tentang etika kehidupan bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang
universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa
antara lain meliputi: etika sosial budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi
dan bisnis, etika penegakkan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, etika lingkungan,
etika kedokteran dan etika kebidanan (http://kumpulan
segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan moral-dalam.html). Etika
umum dibedakan atas : 1) Hati nurani Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang
baik atau buruk berhubungan denagn tingkah laku nyata kita. 2) Kebebasan dan
tanggungjawab Terdapat hubungan timbal balik antara kebebasan dan tanggung jawab,
sehingga pengertian manusia bebas dengan sendirinya menerima juga bahwa manusia itu
bertanggungjawab. Nilai dan Norma Nilai merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang
menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan , sesuatu yang disukai, sesuatu
yang diinginkan. Hak dan Kewajiban Hak berkaitan dengan manusia yang bebas, terlepas
dari segala ikatan dengan hukum obyektif (Wahyuningsih, 2005:5-7)
Fungsi Etika dan Moralitas dalam Pelayanan Kebidanan
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya bidan dan klien. 2. Menjaga kita
untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain. 3. Menjaga privacy setiap individu. 4.
Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya. 4.
Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa
alasannya. 5. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam
menganalisis suatu masalah. 6. Menghasilkan tindakan yang benar. 7. Mendapatkan
informasi tentang hal yang sebenarnya. 8. Memberikan petunjuk terhadap tingkah
laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yang
berlaku pada umumnya. 9. Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat
abstrak. 10Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik. 11Mengatur hal-hal yang
bersifat praktik. 12Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat
maupun tata cara di dalam organisasi profesi. 13Mengatur sikap, tindak tanduk orang
dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut kode etik profesi
(http://kumpulan segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika dan-moral-
dalam.html).
Sumber Etika
merupakan pengakuan yang dibuat oleh orang atau sekelompok orang terhadap orang
atau sekelompok orang lain. Ada beberapa macam hak, yaitu hak legal, hak moral, hak
individu, hak sosial, hak positif, dan hak negatif. Hak legal merupakan hak yang didasarkan
atas hukum. Hak moral didasarkan pada prinsip atau etis (Wahyuningsih, 2005:7). Setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain dan setiap hak seseorang berkaitan
dengan kewajiban orang lain untuk memenuhi hak tersebut. Menurut John Stuart Mill
bahwa kewajiban meliputi kewajiban sempurna dan kewajiban tidak sempurna.
Kewajiban sempurna artinya kewajiban didasarkan atas keadilan, selalu terkait dengan
hak orang lain. Sedangkan kewajiban tidak sempurna, tidak terkait dengan hak orang lain
tetapi bisa didasarkan atas kemurahan hati atau niat berbuat baik (Wahyuningsih, 2005:7-
8). Tanggung jawab dalam arti sempit berarti bahwa seseorang harus mampu menjawab,
tidak boleh mengelak bila dimintai penjelasan tentang perbuatannya. Tanggung jawab
meliputi tanggung jawab terhadap perbuatan yang telah berlangsung dengan segala
konsekuensinya, tanggung jawab terhadap perbuatan yang sedang dilaksanakan dan
tanggung jawab terhadap perbuatan yang akan dating (Wahyuningsih, 2005:8).
Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya di dalam hidupnya di masyarakat. Kode etik juga diartikan
sebagai suatu ciri profesi yang berumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu
disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprhensif suatu profesi yang memberikan
tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi (Wahyuningsih, 2005:4).
Kode etik profesi merupakan suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang
memberikan tuntunan bagi anggotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang
profesinya baik yang berhubungan dengan klien/pasien, keluarga, masyarakat, teman
sejawat, profesi dan dirinya sendiri. Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman
dimana nilai–nilai peradaban semakin kompleks, kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai
pegangan satu–satunya dalam menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga
suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan
kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi (http://kumpulan-
segalamacam.blogspot.com/2008/07/pengertian-etika-dan moral-dalam.html). Pada
dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi yang meliputi :
1) Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi Dalam hal ini yang dijaga adalah
image dari pihak luar atau masyarakat, mencegah orang luar memandang rendah atau
remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan
nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.
3) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi Kode etik juga berisi tujuan
pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah
mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
4) Untuk meningkatkan mutu profesi Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta
anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan
bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara
dan meningkatkan mutu organisasi profesi (http://kumpulan
segalamacam.blogspot.com/2008/07/ pengertian-etika dan-moral-dalam.html) Dimensi
kode etik menurut Wahyuningsih (2005:11)
Menghargai otonomi.
Melakukan tindakan yang benar.
Mencegah tindakan yang dapat merugikan
. Memperlakukan manusia secara adil.
Menjelaskan dengan benar.
Menepati janji yang telah disepakati.
Menjaga kerahasiaan.
Pengertian Kode Etik Bidan Kode etik kebidanan merupakan suatu pernyataan
komprehensif professional yang menuntut bidan melaksanakan praktik kebidanan baik
yang berhubungan dengan kesejahteraan keluarga, masyarakat teman sejawat, profesi
dan dirinya sendiri. (Yanti&Eko.N, 2010). Kode etik profesi bidan hanya ditetapkan oleh
organisasi profesi, Ikatan Bidan Indonesia (IBI). Penetapan kode etik IBI harus dilakukan
dalam kongres IBI. Kode etik profesi bidan akan mempunyai pengaruh dalam menegakkan
disiplin di kalangan profesi bidan (Wahyuningsih, 2005:12).
Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam
Kongres Nasional IBI X tahun 1988 dan petunjuk pelaksanaannya disyahkan dalam Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan pada
Kongres Nasional IBI XII tahun 1998 (Yanti&Eko.N, 2010). Kode etik bidan Indonesia berisi
7 bab dan dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu a) Kewajiban terhadap klien dan
masyarakat. b) Kewajiban terhadap tugasnya. c) Kewajiban bidan terhadap sejawat dan
tenaga kesehatan lainnya. d) Kewajiban bidan terhadap profesinya. e) Kewajiban bidan
terhadap diri sendiri. f) Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa, bangsa, dan tanah
air. g) Penutup (Yanti&Eko.N, 2010).
1. Mukadima
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa dan didorong oleh keinginan luhur demi
tercapainya : a. Masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945. b. Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. c. Tingkat kesehatan
yang optimal bagi setiap warga negara Indonesia.
Maka Ikatan Bidan Indonesia sebagai organisasi profesi kesehatan yang menjadi
wadah persatuan dan kesatuan para bidan di Indonesia menciptakan Kode Etik Bidan
Indonesia yang disusun atas dasar penekanan keselamatan klien diatas kepentingan
lainnya. Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan
hati dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
sebagai anggota tim kesehatan demi tercapai nya cita-cita pembangunan di bidang
kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan keluarga pada khususnya. Selain
itu, tugas sentral para bidan adalah mengupayakan segala sesuatunya agar kaumnya
pada detik-detik yang sangat menentukan menyambut kelahiran insan generasi
secara selamat, aman dan nyaman.
Dengan menelusuri tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terus
meningkat sesuai dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai sosial budaya yang
berlaku dalam masyarakat, sudut sewajarnya kode etik bidan ini berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan ideal dan Garis-garis Besar Haluan Negara
sebagai landasan operasional. Sesuai dengan wewenang dan peraturan
kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata
cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional. Bidan senantiasa
berupaya memberi pemeliharaan kesehatan yang komprehensif terhadap remaja
putri, wanita pranikah, wanita prahamil, ibu hamil, ibu melahirkan, ibu menyusui,
bayi dan balita pada khususnya, sehingga mereka tumbuh berkembang menjadi insan
bangsa yang sehat jasmani dan rohani dengan tetap memperhatikan kebutuhan
pemeliharaan kesehatan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya.
2. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
1. Setiap bidan senantiasa menjinjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah
jabatan nya dalam melaksanakan tugas dan pengabdiannya.
2. Setiab bidan dalam menjalankan tugas profesinya, menjunjung tinggi harkat dan
martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa berpedoman pada peran,
tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, mendahului kepentingan klien,
menghormati hak klien, dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. 5.
Setiap bidan dalam menjalankan tugas nya, senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluarga dan masyarakat dengan identita yang sama sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan kemampuan yang di milikinyaa.
6. Setiap bidan senatiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan
pelaksanaan tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.
3. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)a a. Setiap bidan senantiasa memberikan
pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan
kemampuan dan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat. b. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan
mengadakan konsultasi dan atau rujukan. c. Setiap bidan harus menjamoin
kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila
diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
4. Kewajiaban bidan terhadap teman sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir) a.
Setiap bidan harus menjalin hubungan baik dengan teman sejawatnya untuk
menciptakan suasana kerja yang serasi. b. Setiap bidan dalam melaksanakan
tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga
kesehatan lainnya.
5. 5. Kewajian bidan terhadap profesinya (3 butir) a. Setiap bidan harus menjaga nama
baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang
tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. b. Setiap bidan
harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. c. Setiap bidan
senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang
dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
6. 6. Kewajiban bidan terhadap dirisendiri (2 butir) a. Setiap bidan harus memelihara
kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik. b. Setiap bidan
seyongyanya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan keterampilan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
7. 7. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir) a.
Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa melaksanakan ketentuan-
ketentuan kesehatan khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana dan kesehatan keluarag. b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisifasi
dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu
jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana dan kesehatan keluarga.
8. Penutup (1 butir) Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari senantiasa
menghayati dan mengamalkan Kode Etik Bidan Indonesia.
BAB 2
Pengertian nilai
Beberapa pengertian nilai : Menurut (Simon, 1973) dalam Ismani (2001) Nilai
adalah seperangkat keyakinan dan sikap-sikap pribadi seseorang tentang kebenaran,
keindahan, dan penghargaan dari suatu pemikiran, objek, atau perilaku yang
berorientasi pada tindakan dan pemberian arah serta makna pada kehidupan
seseorang Menurut (Znowski, 1974) dalam Ismani (2001) Nilai adalah keyakinan
seseoang tentang sesuatu yang berharga, kebenaan, atau keinginan mengenai ide
ide, objek, atau perilaku khusus. Nilai adalah sesuatu yang berharga, keyakinan
yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang sesuai dengan tuntutan hati
nuraninya. (Ismani, 2001). Nilai merupakan sesuatu yang baik, sesuatu yang
menarik, sesuatu yang dicari, sesuatu yang menyenangkan, yang disukai dan
diinginkan. Value is the address of a yes (Jerman Hang Jonas) Nilai mempunyai
konotasi yang positif dan memiliki 3 ciri sebagai berikut: a) Berkaitan dengan subjek
b) Tampil dalam suatu konteks yang praktis karena subjek ingin membuat sesuatu c)
Nilai menyangkut pada sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat yang dimiliki objek.
Dari pengertian diatas menunjukan bahwa nilai nilai tersebut bersifat pribadi. Para
ahli sepakat bahwa nilai-nilai timbul dari pengalaman pribadi seseorang dan akan
berbeda untuk setiap orang. Nilai-nilai tersebut merupakan suatu ciri, yaitu sebagai
beikut: 1) Nilai membentuk nilai dasar perilaku seseorang. 2) Nilai-nilai nyata dari
seseorang diperlihatkan melalui pola perilaku yang konsisten. 3) Nilai-nilai menjadi
kontrol internal bagi perilaku seseorang. 4) Nilai-nilai merupakan komponen
intelektual dan emosional dari seseorang yang secara intelektual diyakinkan tentang
suatu nilai serta memegang teguh dan mempertahankannya.
B. Penyerapan dan pembentukan nilai
Pada hakekatnya nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan
objek itu sendiri. Sesuatu hal mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang
melekat pada sesuatu itu. Dengan demikian maka nilai adalah suatu kenyataan yang
tersembunyi dibalik kenyataan lainnya. Adapun nilai itu karena adanya kenyataan lain
sebagai pembawa nilai (wertrager). Menilai berarti menimbang yaitu suatu kegiatan
manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk
mengambil keputusan dimana keputusan nilai baik/buruk. Keputusan nilai yang dilakukan
oleh subjek penilaian berhubungan dengan unsur-unsur jasmani, akal, perasaan, karsa
(kehendak) dan kepercayaan. Apabila membicarakan nilai maka sebenarnya membahas
tentang hal yang ideal yang merupakan cita-cita, harapan dan keharusan das sollen bukan
das sein. Nilai memiliki makna normative artinya antara dunia ideal dan real saling
berhubungan yang harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan
fakta.
Artinya nilai sangat erat kaitannya dengan norma : aturan atau kaidah yang dipakai
sebagai tolak ukur menilai sesuatu yang meliputi 3 hal: Norma kesopanan atau etiket
Norma hukum Norma moral Nilai-nilai dipelajari sejak kecil oleh anak-anak dirumah,
kemudian bekembang sepanjang hidupnya. Bila seseorang memilih menjadi bidan berarti
ia membawa nilai-nilai yang ada sebelumnya kedalam dunia kebidanan. Nilai-nilai tersebut
ada yang cocok dan ada yang tidak cocok dengan Etika Kebidanan.
b. profesi Prinsip-prinsip utama yang terdapat pada profesi luhur adalah sebagai
berikut:
Tanggungjawab
Keadilan
Otonomi
c. Cerminan profesi luhur dalam pelaksanaan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat.
Pada saat sekarang ini unsur bisnis mengotori nilai luhur suatu profesi, hal ini disebabkan oleh
pandangan masyarakat yang beranggapan bahwa bisnis adalah suatu pekerjaan yang kotor dan
dicemoohkan. Kesan dan sikap masyarakat seperti itu sebenarnya disebabkan oleh ulah orang
bisnis itu sendiri. Beberapa orang mengambil keuntungan sebesar-besarnya dalam menawarkan
suatu barang kepada masyarakat tanpa menghiraukan kepuasan, kesejahteraan, keamanan dan
kepentingan masyarakat menyebabkan citra bisnis menjadi hal yang harus dijauhi.
Klarifikasi nilai (value) merupakan suatu proses dimana seorang dapat mengerti system nilai-nilai
yang melekat pada dirinya sendiri. Merupakan suatu proses yang memungkinkan seseorang
menemukan system perilaku sendiri melalui perasaan atau analisis yang dipilihnya dan muncul
alternative alternatif, apakah pilihan ini sudah dianalisis secara rasional atau merupakan hasil dari
suatu kondisi sebelumnya.
Ada 3 fase dalam klarifikasi nilai-nilai yang perlu dipahami oleh bidan. Yaitu:
1) Pilihan
b) Perbedaan dalam kenyataan hidup selalu ada, asuhan yang diberikan bukan
hanya karena martabat seseorang tetapi hendaknya perlakuan yang diberikan
mempertimbangkan sebagaimana kita ingin diperlukan
3) Tindakan
Pertimbangan nilai-nilai
Semakin disadari nilai-nilai profesional maka semakin timbul nilai-nilai moral yang dilakukan serta
selalu konsisten untuk mempertahankannya. Bila dibicarakan dengan sejawat atau pasien dan
ternyata tidak sejalan, maka seseorang merasa terjadi sesuatu yang kontradiktif dengan prinsip-
prinsip yang dianutnya yaitu; penghargaan terhadap martabat manusia yang tidak terakomodasi
dan sangat mungkin kita tidak lagi merasa nyaman. Oleh karena itu, klarifikasi nilai-nilai
merupakan suatu proses dimana kita perlu meningkatkan serta konsisten bahwa keputusan yang
diambil secara khusus dalam kehidupan ini untuk menghormati martabat manusia. Hal ini
merupakan nilai-nilai positif yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
masyarakat luas
BAB 3
Mutu pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan
kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan akhirnya adalah
kepuasan pasien yang dilayani oleh bidan. Setiap profesi pelayanan kesehatan dalam menjelaskan
tugasnya disuatu institusi mempunyai batas jelas wewenangnya yang telah disetujui oleh antar
profesi dan merupakan daftar wewenang yang sudah tertulis. Bidan sebagai pemberi pelayanan
harus menjamin pelayanan yang profesional dan akuntabilitas serta aspek legal dalam pelayanan
kebidanan.
Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus
memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk pembangunan
dalam negeri, salah satunya adalah dalam aspek kesehatan.
1. UUD 1945 Amanat dan pesan mendasar dari UUD 1945 adalah upaya pembangunan
nasional yaitu pembangunan di segala bidang guna kepentingan, keselamatan,
kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia secara terarah, terpadu dan
berkesinambungan.
2. UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Tujuan dari pembangunan kesehatan adalah
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap warga negara
Indonesia melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya
peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan adanya arus globalisasi salah
satu fokus utama agar mampu mempunyai daya saing adalah bagaimana peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dibentuk sejak janin di
dalam kandungan, masa kelahiran, masa bayi, dan masa tumbuh kembang balita. Hanya
sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki pengetahuan dan kemampuan
sehingga mampu survive dan mampu mengantisipasi perubahan serta mampu bersaing.
3. Persiapan sumber daya manusia Karena pelayanan kebidanan meliputi kesehatan
wanita selama kurun waktu kesehatan reproduksi wanita, sejak remaja, masa calon
pengantin, hamil, persalinan, nifas, periode interval, klimakterium dan menopause serta
memantau tumbuh kembang balita serta anak pra sekolah
4. Visi pembangunan kesehatan Indonesia sehat 2010 Derajat kesehatan yang optimal
dengan strategi paradigma sehat, profesionalisme, JPKM dan desentralisasi.
B. Otonomi dalam Pelayanan Kebidanan
Profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggungjawaban
dan tanggung gugat (acucountability) atas semua tindakan yang dilakukannya. Sehingga
semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu
evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hukum yang mengatur
batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan. luas, Dengan adanya legitimasi
kewenangan bidan yang lebih bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak
secara professional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sistematis serta bertindak
sesuai standar profesi dan etika profesi.
Praktik kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya
melalui:
1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
2. Penelitian dalam bidang kebidanan
3. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan
4. Akreditasi
5. Sertifikasi
6. Registrasi
7. Uji kompetensi
8. Lisensi
Beberapa dasar dalam otonomi dan aspek legal yang mendasari dan tekait dengan pelayanan
kebidanan antara lain sebagai berikut:
BAB 4
Issue etik dalam pelayanan kebidanan.
1. Pengertian dan Bentuk Issue Etik
1. Pengertian
a. Isu adalah topik yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang
memungkinkan setiap orang mempunyai pendapat.
b. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan
apakah penyelesaiannya baik atau buruk.
c. Isu etik adalah topik yang penting berhubungan dengan benar atau salah, baik
atau buruk dalam menyelesaikan masalah yang erat kaitannya dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan.
2) 2) Bentuk
a. Beberapa permasalahan pembahasan etik dalam kehidupan sehari-hari
adalah sebagai berikut :
Persetujuan dalam proses melahirkan
Memilih atau mengambil keputusan dalam persalinan
Kegagalan dalam proses persalinan
Pelaksanaan USG dalam kehamilan
Konsep normal pelayanan kebidanan
Bidan dan pendidikan sex
b. Ada beberapa masalah etik yang berhubungan dengan teknologi, contohnya
sebagai berikut :
Perawatan intensif pada bayi
Skreening bayi
Transplantasi organ
Teknik reproduksi dan kebidanan
c. Etik berhubungan erat dengan profesi, yaitu :
Pengambilan keputusan dan penggunaan etik
Otonomi bidan dan kode etik profesional
Etik dalam penelitian kebidanan
Penelitian tentang masalah kebidanan yang sensitif
4. Issue Etik yang Terjadi dalam Pelayanan Kebidanan Perlu juga disadari bahwa dalam
pelayanan kebidanan seringkali muncul masalah atau isu di masyarakat yang berkaitan
dengan etik dan moral, dilema serta konflik yang dihadapi bidan sebagai praktisi kebidanan.
Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum
tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Bidan dituntut berperilaku hati-hati dalam
setiap tindakannya dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang
ethis profesional.
Beberapa contoh mengenai isu etik dalam pelayanan kebidanan, adalah
berhubungan dengan :
1. Agama/kepercayaan
2. Hubungan dengan pasien
3. 3. Hubungan dokter dengan bidan
4. 4. Kebenaran
5. 5. Pengambilan keputusan
6. 6. Pengambilan data
7. 7. Kematian
8. 8. Kerahasiaan
9. 9. Aborsi
10. 10. AIDS 11. In-Vitro Fertilization
C. Issue Moral Issue moral
adalah merupakan topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam
kehidupan sehari-hari, sebagai contoh nilai-nilai yang berhubungan dengan kehidupan
orang sehari-hari menyangkut kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi
kehamilan. Isu moral juga berhubungan dengan kejadian yang luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti menyangkut konflik, mal praktik, perang, dsb.
D. Dilema dan konflik moral
1. Dilema Moral
2. Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana dihadapkan
pada dua alternatif pilihan, yang kelihatannya sama atau hampir sama dan
membutuhkan pemecahan masalah .
3. Dalam mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan
tanggungjawab profesionalnya, yaitu :
a. Tindakan selalu ditujukan untuk peningkatan kenyamanan, kesejahteraan
pasien atau klien.
b. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkan sesuatu bagian,
(omission), disertai rasa tanggungjawab, memperhatikan kondisi dan keamanan
pasien atau klien.
4. Contoh studi kasus mengenai dilema moral :
“Seorang ibu primipara masuk kamar bersalin dalam keadaan
inpartu. Sewaktu dilakukan anamneses dia mengatakan tidak mau di
episiotomy. Ternyata selama Kala II kemajuan Kala II berlangsung lambat,
perineum masih tebal dan kaku. Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh
bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya menolak diepisiotomi.
Sementara waktu berjalan terus dan denyut jantung janin menunjukkan
keadaan fetal distress dan hal ini mengharuskan bidan untuk melakukan
tindakan episiotomy, tetapi ibu tetap tidak menyetujuinya. Bidan
berharap bayinya selamat. Sementara itu, ada bidan yang
memberitahukan bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan
pasien, dilakukan karena untuk melindungi bayinya. Jika bidan melakukan
episiotomi tanpa persetujuan pasien, maka bidan kan dihadapkan pada
suatu tuntutan dari pasien. Sehingga inilah merupakan contoh gambaran
dilema moral. Bila bidan melakukan tindakan tanpa persetujuan pasien,
bagaimana ditinjau dari segi etik dan moral. Bila tidak dilakukan tindakan,
apa yang akan terjadi pada bayinya?”.
2. Konflik Moral
1) Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau dilema pada
dasarnya sama, kenyataannya konflik berada diantara prinsip moral dan tugas
yang mana sering menyebabkan dilema, ada dua tipe konflik, yang pertama
konflik yang berhubungan prinsip, dan yang kedua adalah konflik
berhubungan dengan otonomi. Dua tipe konflik ini adalah merupakan dua
bagian yang tidak terpisahkan. Bagaimana kita mengatasi dilema?, yaitu
menggunakan teori-teori etika dan teori pengambilan keputusan dan dalam
pelayanan kebidanan.
2) 2) Contoh studi kasus mengenai konflik moral : “Ada seorang bidan yang
berpraktik mandiri di rumah. Ada seorang pasien inpartu datang ke tempat
praktiknya. Status obstetrik pasien adalah G1 PO AO hasil pemeriksaan
penapisan awal menunjukkan presentasi bokong dengan taksiran berat janin
3900 gram, dengan kesejahteraan janin dan ibu baik. Maka bidan tersebut
menganjurkan dan memberikan konseling pada pasien mengenai kasusnya
dan untuk dilakukan tindakan rujukan. Namun pasien dan keluarganya
menolak dirujuk dan bersikukuh untuk tetap melahirkan di bidan tersebut
karena pertimbangan biaya dan kesulitan lainnya. Melihat kasus ini maka
bidan dihadapkan pada konflik moral yang bertentangan prinsip moral dan
otonomi maupun kewenangan dalam pelayanan kebidanan. Bahwa sesuai
Kepmenkes Republik Indonesia 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi
dan praktik bidan, bidan tidak berwenang memberikan pertolongan
persalinan pada primigravida dengan presentasi bokong, disisi lain ada prinsip
nilai moral dan kemanusiaan yang dihadapi pasien, yaitu ketidakmampuan
secara sosial ekonomi dan kesulitan yang lain, maka bagaimana seseorang
bidan mengambil keputusan yang terbaik terhadap konflik moral yang
dihadapi dalam pelayanan kebidanan”.
BAB V
Etik merupakan bagian filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai
suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah penyelesaiannya baik atau buruk (Jones,
1994). Moral merupakan pengetahuan atau keyakinan tentang adanya hal yang baik dan buruk
serta mempengaruhi sikap seseorang. Kesadaran tentang adanya baik dan buruk berkembang
pada diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama, dsb,
hal inilah yang disebut kesadaran moral atau kesadaran etik. Moral juga merupakan keyakinan
individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik atau buruk walaupun situasi berbeda. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak pada perubahan pola pikir manusia.
Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang
aktor atau beberapa aktor berkenaan dengan suatu masalah. Tindakan para aktor kebijakan dapat
berupa pengambilan keputusan yang biasanya bukan merupakan keputusan tunggal, artinya
kebijakan diambil dengan cara mengambil beberapa keputusan yang saling terkait dengan masalah
yang ada.
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai pemilihan alternatif terbaik dari beberapa pilihan
alternatif yang tersedia. Ada beberapa teori yang paling sering digunakan dalam mengambil
kebijakan yaitu :
A. Teori Rasional Komprehensif Teori pengambilan keputusan yang biasa digunakan dan
diterima oleh banyak kalangan adalah teori rasional komprehensif yang mempunyai
beberapa unsur
1. 1. Pembuatan keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat
dibedakan dari masalahmasalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-
masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain ( dapat diurutkan menurut
prioritas masalah)
2. 2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang menjadi pedoman pembuat
keputusan sangat jelas dan dapat diurutkan prioritasnya/kepentingannya
3. 3. Bermacam-macam alternatif untuk memecahkan masalah diteliti secara
saksama.
4. 4. Asas biaya manfaat atau sebab akibat digunakan untuk menentukan prioritas.
5. 5. Setiap alternatif dan implikasi yang menyertainya dipakai untuk
menbandingkan dengan alternatif lain.
6. 6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif terbaik untuk mencapai tujuan,
nilai, dan sasaran ditetapkan.
Ada beberapa ahli lain antara lain Charles lindblom, 1965 (Ahli Ekonomi dan Matematika)
yang menyatakan bahwa pengambilan keputusan itu sebenarnya tidak berhadapan dengan
masalah-masalah yang konkrit akan tetapi mereka seringkali mengambil keputusan yang kurang
tepat terhadap akar permasalahan. Teori rasional komprehensif ini menurut hal-hal yang tidak
rasional dalam diri pengambil keputusan. Asumsinya adalah seorang pengambil keputusan
memiliki cukup informasi mengenai berbagai alternatif sehingga mampu meramalkan secara tepat
akibat-akibat dari pilihan alternatif yang ada, serta memperhitungkan asas biaya manfaatnya. Dan
mempertimbangkan banyak masalah yang saling berkaitan. Pengambil keputusan sering kali
memiliki konflik kepentingan antara nilai-nilai sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini oleh
masyarakat. Karena teori ini mengasumsikan bahwa fakta-fakta dan nilai-nilai yang ada dapat
dibedakan dengan mudah, akan tetapi kenyataannya sulit membedakan antara fakta dilapangan
dengan nilai-nilai yang ada.
Beberapa hal yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki pengertian kita terhadap situasi :