Anda di halaman 1dari 5

1.

Konesp dan deskripsinya

a. Moral
Konsep moral berasal dari bahasa latin "mos" (mores), yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, kata moral diterjemahkan sebagai "aturan kesusilaan"
yang mengacu pada standar baik atau tidak baiknya suatu perilaku. Moral dipahami sebagai
ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan dan kelakuan atau
sikap, kewajiban, dan sebagainya. Moral juga menyangkut isi hati atau keadaan perasaan
sebagaimana terungkap dalam perbuatan.
Ajaran-ajaran kesusilaan juga mengacu pada narasi-narasi penuh makna yang dapat
ditarik oleh para pembaca atau penuturnya. Kata moral bisa diidentikan dengan kata etika
yang dalam bahasa Yunani disebut ethos, artinya adat, kebiasaan, watak, akhlak, perasaan,
sikap atau cara berpikir.
Moralitas dibedakan menjadi dua, yaitu moralitas heteronom dan moralitas otonom.
Dalam moralitas heteronom, suatu kewajiban ditaati, tapi bukan karena kewajiban itu sendiri,
melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak orang itu sendiri, misalnya karena
adanya imbalan tertentu atau karena takut pada ancaman orang lain. Sedangkan dalam
moralitas otonom, kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus ditaati sebagai sesuatu
yang ia kehendaki, karena diyakini sebagai hal yang baik. Dalam hal ini, seseorang yang
mematuhi hukum lahiriah adalah bukan karena takut pada sanksi, akan tetapi sebagai
kewajiban itu sendiri, karena mengandung nilai kebaikan. Prinsip moral semacam ini disebut
sebagai otonomi moral, yang merupakan prinsip tertinggi moralitas.
Dalam konsep moral, juga terdapat nilai benar dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat. Moralitas juga menyangkut kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, dan berdisiplin. Konsep moral juga mencakup ajaran-ajaran
kesusilaan yang mengacu pada narasi-narasi penuh makna yang dapat ditarik oleh para
pembaca atau penuturnya. Moralitas juga menyangkut isi hati atau keadaan perasaan
sebagaimana terungkap dalam perbuatan.
Dalam konsep moral, terdapat nilai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan
atau masyarakat. Nilai-nilai ini dapat berbeda-beda tergantung pada budaya, agama, atau
pandangan hidup yang dianut oleh masyarakat tersebut. Namun, nilai-nilai moral yang
dianut oleh suatu masyarakat haruslah memenuhi standar baik atau tidak baiknya suatu
perilaku. Selain itu, moralitas juga menyangkut kondisi mental yang membuat orang tetap
berani, bersemangat, bergairah, dan berdisiplin. Hal ini menunjukkan bahwa moralitas tidak
hanya berkaitan dengan tindakan lahiriah, tetapi juga dengan keadaan mental seseorang.
Seseorang yang memiliki moralitas yang baik akan memiliki keberanian untuk melakukan
tindakan yang benar, semangat untuk menjalankan kewajiban, gairah untuk mencapai tujuan,
dan disiplin untuk mengikuti aturan yang berlaku.

b. Etika
Etika adalah ilmu yang mempelajari tentang nilai-nilai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya.
Etika juga dapat diartikan sebagai ilmu tentang tingkah laku yang baik dan buruk. Etika
memiliki unsur analitis sistematis yang kemudian teraplikasi dalam tataran praktis melalui
perilaku moral. Etika juga berkaitan langsung dengan hukum-hukum tindakan manusia yang
dapat diketahui dari pengalaman.
Dalam etika, terdapat tiga macam ilmu etika, yaitu etika deskriptif, etika normatif, dan
meta etika. Etika deskriptif mempelajari tingkah laku moral dalam arti luas, seperti adat
kebiasaan, pandangan tentang baik dan buruk, perbuatan yang diwajibkan, diperbolehkan,
atau dilarang dalam suatu masyarakat, lingkungan budaya, atau periode sejarah tertentu.
Etika deskriptif hanya sebatas menggambarkan atau memperkenalkan dan sama sekali tidak
memberikan penilaian moral.
Etika normatif bertujuan merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dijadikan
pedoman dalam mengatur tingkah laku manusia. Etika normatif juga mempertimbangkan
nilai-nilai moral yang dianut oleh suatu masyarakat atau budaya. Etika normatif juga dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak
dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Meta etika adalah ilmu yang mempelajari tentang dasar-dasar atau prinsip-prinsip
yang mendasari etika. Meta etika juga mempertanyakan apakah nilai-nilai moral itu bersifat
objektif atau subjektif. Meta etika juga mempertanyakan apakah nilai-nilai moral itu dapat
diketahui secara rasional atau tidak.
Dalam etika, terdapat juga perbedaan antara moralitas heteronom dan moralitas
otonom. Moralitas heteronom mengacu pada suatu kewajiban yang dita ti bukan karena
kewajiban itu sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak orang itu
sendiri, seperti imbalan atau ancaman. Sedangkan moralitas otonom mengacu pada
kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus ditaati sebagai sesuatu yang ia kehendaki,
karena diyakini sebagai hal yang baik. Moralitas otonom merupakan prinsip tertinggi
moralitas, di mana seseorang melakukan tindakan moral demi kebaikan itu sendiri, bukan
karena takut pada sanksi atau imbalan.

Perbedaan antara moralitas heteronom dan moralitas otonom ini merupakan konsep
penting dalam etika. Moralitas heteronom mengacu pada kewajiban yang ditaati karena
adanya imbalan atau ancaman dari luar diri seseorang. Contohnya, seseorang yang
mematuhi hukum hanya karena takut pada sanksi atau hukuman yang akan diterima jika
melanggar hukum tersebut. Moralitas heteronom ini tidak mencerminkan kesadaran moral
yang tinggi, karena seseorang hanya melakukan tindakan moral karena adanya paksaan dari
luar.

Sementara itu, moralitas otonom mengacu pada kesadaran manusia akan


kewajibannya yang harus ditaati sebagai sesuatu yang ia kehendaki, karena diyakini sebagai
hal yang baik. Dalam moralitas otonom, seseorang melakukan tindakan moral demi
kebaikan itu sendiri, bukan karena takut pada sanksi atau imbalan. Moralitas otonom ini
merupakan prinsip tertinggi moralitas, karena seseorang melakukan tindakan moral karena
diyakini sebagai hal yang benar dan baik, bukan karena adanya paksaan dari luar.

Dalam etika, moralitas otonom dianggap lebih tinggi daripada moralitas heteronom,
karena seseorang yang memiliki moralitas otonom memiliki kesadaran moral yang lebih
tinggi dan mampu melakukan tindakan moral yang benar karena diyakini sebagai hal yang
baik, bukan karena adanya paksaan dari luar. Moralitas otonom juga mencerminkan
kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus ditaati sebagai sesuatu yang ia kehendaki,
karena diyakini sebagai hal yang baik. Dalam moralitas otonom, seseorang melakukan
tindakan moral demi kebaikan itu sendiri, bukan karena takut pada sanksi atau imbalan.
Moralitas otonom ini merupakan prinsip tertinggi moralitas, karena seseorang melakukan
tindakan moral karena diyakini sebagai hal yang benar dan baik, bukan karena adanya
paksaan dari luar. Moralitas otonom juga mencerminkan kesadaran moral yang tinggi, karena
seseorang yang memiliki moralitas otonom memiliki keberanian untuk melakukan tindakan
yang benar, semangat untuk menjalankan kewajiban, gairah untuk mencapai tujuan, dan
disiplin untuk mengikuti aturan yang berlaku. Moralitas otonom juga menunjukkan bahwa
seseorang memiliki kemampuan untuk memilih tindakan moral yang benar dan
bertanggung jawab atas tindakan tersebut. Dalam konsep psikomoral Kristiani, moralitas
otonom juga mengacu pada kesadaran manusia akan kewajibannya yang harus ditaati
sebagai sesuatu yang diyakini sebagai kehendak Tuhan, karena diyakini sebagai hal yang
baik dan benar.

c. Caritas dalam karya karitatif


Konsep Caritas dalam karya karitatif mengacu pada cinta yang tertinggi, yaitu kasih
Allah yang dikonkritkan dalam tindakan karitatif. Caritas mengarah pada kepedulian yang
konkret dan berhasil guna bagi kesejahteraan orang lain, baik yang bersifat lahiriah maupun
batiniah. Cinta terhadap sesama harus aktif melalui kepedulian yang konkret, bahkan jika
karya cinta yang kelihatan tidak bisa sepenuhnya diwujudkan atau diberikan karena
kemiskinan, namun bantuan praktis, konkret hendaknya sejauh mungkin tetap diupayakan.
Caritas juga mengacu pada kasih Allah yang total kepada manusia, dan melalui pembaptisan,
kita semua adalah saudara dan saudari dalam iman. Karena itu, kalau Allah yang adalah kasih
telah mengasihi kita melalui Yesus Kristus putraNya yang tunggal, maka kita pun hendaknya
saling mengasihi.

2. Hubungan Konsep dengan Realitas Sosial

Konsep Moral, Etika, dan Caritas dalam karya karitatif sangat erat kaitannya dengan realitas
sosial. Moral dan Etika mengacu pada standar perilaku yang diterima umum mengenai perbuatan
dan kelakuan atau sikap, kewajiban, dan sebagainya. Dalam konteks karya karitatif, moral dan etika
menjadi landasan untuk melakukan tindakan yang baik dan benar terhadap sesama.

Dalam karya karitatif, moralitas menjadi landasan untuk menentukan apa yang benar dan
salah, baik dan buruk dalam upaya membantu orang lain. Moralitas menggarisbawahi pentingnya
bertindak dengan jujur, adil, dan bertanggung jawab dalam melibatkan diri dalam kegiatan amal.
Misalnya, penggalangan dana yang dilakukan dengan cara yang jujur dan transparan menghormati
prinsip moralitas.

Etika melibatkan refleksi yang lebih mendalam tentang moralitas dan prinsip-prinsip moral
yang berlaku. Dalam karya karitatif, etika dapat membantu dalam mempertimbangkan dan
mengevaluasi dampak dari tindakan amal yang diambil. Etika mempertimbangkan konsekuensi
sosial dan moral dari keputusan yang diambil dan mengupayakan penyeimbangan kepentingan
semua pihak yang terlibat. Misalnya, etika akan mengarahkan organisasi amal untuk memastikan
bahwa dana yang dikumpulkan digunakan secara efektif dan bermanfaat bagi mereka yang
membutuhkan.

Sementara itu, konsep Caritas dalam karya karitatif mengacu pada cinta yang tertinggi, yaitu
kasih Allah yang dikonkritkan dalam tindakan karitatif. Caritas mengarah pada kepedulian yang
konkret dan berhasil guna bagi kesejahteraan orang lain, baik yang bersifat lahiriah maupun
batiniah. Dalam konteks realitas sosial, konsep Caritas mengajarkan bahwa kita harus saling
mengasihi dan membantu satu sama lain dalam kebaikan, terutama kepada mereka yang
membutuhkan bantuan.

Caritas merujuk pada kasih sayang dan cinta kasih yang ditunjukkan kepada sesama
manusia. Dalam konteks karya karitatif, caritas berperan penting dalam memberikan motivasi dan
menginspirasi seseorang untuk membantu orang lain. Caritas melibatkan kemampuan untuk
mengakui kebutuhan dan penderitaan orang lain serta keinginan untuk mengurangi penderitaan
tersebut. Melalui caritas, kita dapat menunjukkan empati, kepedulian, dan kasih sayang kepada
mereka yang kurang beruntung dalam masyarakat.

Dalam karya karitatif, moral, etika, dan caritas menjadi landasan untuk melakukan tindakan
yang baik dan benar terhadap sesama, terutama dalam konteks realitas sosial yang seringkali penuh
dengan kesulitan dan penderitaan. Dengan memahami konsep-konsep ini, kita dapat melakukan
tindakan karitatif yang lebih efektif dan berhasil guna bagi kesejahteraan orang lain, serta
memperbaiki realitas sosial yang ada di sekitar kita.

3. Refleksi Konsep dalam konteks Tugas Sebagai Guru Agama Katolik

Sebagai seorang Guru Agama Katolik, konsep moral, etika, dan caritas memiliki peran yang
sangat penting dalam tugas dan tanggung jawab saya. Sebagai guru agama, saya harus memahami
dan menghayati nilai-nilai moral dan etika yang dianut oleh agama Katolik, serta
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam tugas mengajar.

Konsep moral mengajarkan tentang standar perilaku yang diterima umum mengenai
perbuatan dan kelakuan atau sikap, kewajiban, dan sebagainya. Sebagai guru agama, saya harus
memperlihatkan perilaku yang baik dan benar, serta mengajarkan nilai-nilai moral yang dianut oleh
agama Katolik kepada siswa-siswa saya. Saya juga harus memperlihatkan sikap moral yang baik
dalam mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep etika mengajarkan tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan akhlak dan perilaku
manusia. Sebagai guru agama, saya harus memahami dan mengajarkan nilai-nilai etika yang dianut
oleh agama Katolik, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam tugas
mengajar. Saya harus memperlihatkan sikap etis yang baik dalam mengambil keputusan dan
bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

Konsep caritas mengajarkan tentang cinta yang tertinggi, yaitu kasih Allah yang dikonkritkan
dalam tindakan karitatif. Sebagai guru agama, saya harus memahami dan mengajarkan konsep
caritas kepada siswa-siswa saya, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
tugas mengajar. Saya harus memperlihatkan sikap kasih sayang dan kepedulian yang konkret
terhadap sesama, terutama kepada mereka yang membutuhkan bantuan.

Caritas mengajarkan kita untuk memperhatikan dan peduli terhadap sesama manusia,
terutama mereka yang membutuhkan. Saya harus mengajarkan siswa tentang arti dan pentingnya
kasih sayang, pengorbanan, dan pelayanan bagi orang lain, mendorong siswa untuk berpartisipasi
dalam kegiatan amal, menyumbangkan waktu dan upaya mereka untuk membantu sesama, dan
mengembangkan sikap empati dan peduli terhadap orang lain.

Dalam tugas sebagai Guru Agama Katolik, saya harus memaknai konsep moral, etika, dan
caritas sebagai landasan untuk melakukan tindakan yang baik dan benar terhadap sesama, terutama
dalam konteks pengajaran agama Katolik. Sebagai guru agama Katolik, saya harus memahami dan
mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang dianut oleh agama Katolik, serta mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam tugas mengajar. Saya juga harus memperlihatkan sikap
caritas yang baik dalam mengambil keputusan dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks pengajaran agama Katolik, konsep moral, etika, dan caritas menjadi landasan
untuk membentuk karakter siswa yang baik dan benar. Saya harus mengajarkan nilai-nilai moral dan
etika yang dianut oleh agama Katolik, seperti kasih sayang, kejujuran, kesetiaan, dan sebagainya,
serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Saya juga harus memperlihatkan sikap
caritas yang baik dalam membantu siswa-siswa yang membutuhkan bantuan.

Sebagai guru agama Katolik, saya juga harus memahami dan mengajarkan konsep
psikomoral Kristiani, yang mengacu pada kematangan psikomoral Yesus. Saya harus mengajarkan
siswa-siswa saya untuk mencintai Allah secara utuh dengan jiwa dan badan, serta mencintai sesama
seperti diri sendiri. Saya juga harus mengajarkan siswa-siswa saya untuk menyerahkan diri secara
total kepada Allah dan melaksanakan sabdaNya dalam kenyataan hidup sehari-hari. Dalam tugas
sebagai Guru Agama Katolik, saya harus memaknai konsep moral, etika, dan caritas sebagai
landasan untuk membentuk karakter siswa yang baik dan benar, serta membantu mereka untuk
mencapai kematangan psikomoral Kristiani.

Anda mungkin juga menyukai