A. Pengantar
P embahasan etika dan moral sangat dekat dengan Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan secara umum dan pendidikan agama secara khusus akan disebut
berhasil jika peserta didik mengalami perubahan yang signifikan ke arah yang
lebih baik dalam masalah etika dan moral dalam hubungan dengan
bertambahnya pengetahuan dan tingkat kedewasaan peserta didik. Pendidikan Agama
Kristen merupakan salah satu mata kuliah yang dapat menolong mahasiswa memiliki
kompetensi untuk bertumbuh sebagai pribadi dengan intelektualitas yang mandiri,
kreatif, kritis, dan sebagai suber inspirasi dalam masyarakat melalui keteladanan baik
dalam sikap maupun perkataan. Kenyataan secara faktual banyak mahasiswa yang
memiliki masalah-masalah moral, contohnya plagiarisme, titip tanda tangan,
kekerasan di lingkungan kampus, perilaku seks bebas, peredaran obat terlarang, dan
pornografi. Dengan perubahan kurikulum dari yang berbasis materi ke berbasis
kompetensi diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi baik pengetahuan,
psikomotorik, sikap maupun nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya dan dapat
diimplementasikan dalam hidup keseharian. Substansi kajian moral dalam Pendidikan
Agama Kristen di pahami dalam pengertian etika Kristen adalah prinsip-prinsip yang
merupakan implementasi iman melalui perbuatan-perbuatan konkrit yang seharusnya
dilakukan oleh mahasiswa Kristen dalam kehidupan sehari-hari.
26
2. Bahwa kedosaan manusia dan rusaknya seluruh alam ciptaan harus
menjadi Asumsi Dasar Negatif dalam setiap pertimbangan dan penilaian
etis kita.
3. Bahwa pergumulan etis kita selalu bergerak di antara Kemungkinan dan
Keterbatasan.
Norma-norma dalam Etika Kristen mengatur kehidupan orang kristen, norma-norma
itu bersumber dari Hukum dan Firman-Nya dalam Alkitab.
27
yang mengadakan peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk.
Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan sebagai
tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada tingkat ini, anak
hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya sebagai
hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata.
Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi
juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke
prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan,
terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya
dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau kelompok-
kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan
nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas
dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Tingkat prakonvensional:
Tahap I
Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak
dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti
atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara
instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan
orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum.
Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi
semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika
anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini
bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Tingkat konvensional:
Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak
manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang
lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-
gambaran stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah
laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud
baik” untuk pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan.
Orang mencari persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan
pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas,
memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial
tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan
berperilaku menurut kewajibannya.
Tingkat pasca-konvensional :
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada
dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi
28
hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh
seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai-
nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai
untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional
dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat”
pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan
menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan pertimbangan rasional
mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka ”hukum dan
ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak
bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas
”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam
pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada
prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis,
menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis
(kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal
mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat
terhadap martabat manusia sebai person individual.
C. Masalah Etika & Moral Dalam Era Global & Teknologi Informasi
Manusia adalah mahluk yang berpijak sekaligus mencipta sejarah, dan sejarahnya
menjadi abadi selama itu tertulis, serta diwariskan ke generasi berikutnya. Manusia
adalah mahluk Tuhan yang menyejarah dan mengalami perubahan secara kualitatif &
kuantitatif. Tuhan berkarya dalam hidup manusia yang terus menerus berubah untuk
mendatangkan kebaikan bagi manusia selama masih taat kepada Allah.
29
Pada tahun 1980, Alvin Toffler menyimpulkan tiga “gelombang perubahan” yang
membawa dampak monumental pada peradaban, dalam bukunya “the third wave”.
Intisarinya, Toffler membagi sejarah peradaban dalam 3 periode waktu yang berbeda
yang dia sebut sebagai “gelombang” (wave). Masing-masing gelombang memiliki
“techno-sphere” (lingkungan pengaruh teknologi)nya sendiri yang berbeda (khas) atau
memiliki ciri dalam hal system energi, produksi dan distribusinya sendiri. “Techno-
spere’ ini digerakkan oleh pembangunan “socio-sphere” atau system social keluarga
(social system of family), tempat kerja, dan kelembagaan pendidikan. Jadi perubahan
teknologi yang luas dapat dipikirkan sebagai “menjadi terikat secara langsung”
dengan perubahan secara luas dalam pembangunan sosial masyarakat. Abad 21
merupakan gelombang ketiga dan disebut sebagai Era Informasi Perubahan yang
besar menyebabkan manusia mengalami Future Shock . Ada sebagian masyarakat
tidak siap dengan perubahan yang terjadi, mereka kebingungan dan dianggap
tertinggal. Ada lombatan dari Era Industri ke Era Informasi
• Era Industri
• Masyarakat industri
• Teknologi paksa
• Ekonomi nasional
• Jangka pendek
• Sentralisasi
• Bantuan Kelembagaan
• Demokrasi representatif
• Hierarki
• Utara
• Pilihan ini atau itu
• Era Informasi
• Masyarakat informasi
• High teach/touch
• Ekonomi dunia
• Jangka panjang
• Desentralisasi
• Menolong diri sendiri
• Demokrasi partisipasi
• Jaringan
• Selatan
• Banyak pilihan
Apakah implikasinya (point demi point)?
Apa implikasinya terhadap norma-norma moralitas(point demi point)?
Pesatnya pertumbuhan ekonomi secara global;
Tingginya minat orang terhadap dunia kesenian;
Perubahan struktur perekonomian, negara2 sosialis memasuki pasar bebas;
Ketegangan antara gaya hidup global dan kultur kebangsaan;
Privatisasi kemakmuran negara;
Bangkitnya wilayah pasifik;
Dekade perempuan dalam kepemimpinan;
Abad biologi;
Kebangkitan kembali religiusitas yg menekankan spiritualitas & penolakan
organisasi agama;
Kejayaan individual.
30
Dampak Negatif & Positif Era Informasi & Globalisasi Bagi Moralitas Manusia
Problem konsumerisme
Problem hedonisme
Problem penyalahgunaan narkoba
Problem penikmatan pornografi
Problem KKN & suap
Problem ketidakpedulian pada kesenjangan ekonomi
Problem diskriminasi
1. Etiskah konsumtifisme? Problem mengapa & untuk apa kita hidup! problem
kepuasan/keinginan vs kebutuhan!
2. Etiskah hedonisme? Problem mengapa & untuk apa kita hidup! problem
kepuasan/keinginan vs kesukacitaan!
3. Etiskah penyalahgunaan narkoba? Problem mengapa & untuk apa kita hidup!
problem menghindari masalah vs menghadapi masalah!
4. Etiskah penikmatan pornografi? Problem mengapa & untuk apa kita hidup!
problem pemuasan seks vs tujuan seks!
5. Etiskah perilaku KKN & suap? Problem mengapa & untuk apa kita hidup!
problem ukuran sukses: ukuran manusia vs ukuran allah!
6. Etiskah ketidakpedulian pada kesenjangan ekonomi? Problem mengapa &
untuk apa kita hidup! problem individualisme vs “keseimbangan” individu-
kolektif!
7. Etiskah perilaku diskriminasi? Problem mengapa & untuk apa kita hidup!
problem komunalisme vs humanisme kristen!
Diskusi
Bagaimana mengatasi persoalan moralitas di kalangan mahasiswa seperti
plagiarisme/nyontek, titip tanda tangan, pornografi, dan lain-lain
Apa saja bentuk konkrit dari penerapan moralitas dalam kehidupan sehari-hari
sebagai penghayatan pemeluk agama?
Tidak sedikit tokoh-tokoh agama yang terlibat dengan korupsi , bagaimana
seharusnya sikap dan perilaku tokoh agama? Apa yang dapat Anda lakukan?
Daftar Pustaka
1. Brotosudarmo, DrieS., Etika Kristen Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta:
Penerbit Andi, 2007
2. Diktat Pendidikan Agama Kristen, Universitas Kristen Maranatha, 2015
3. Darmaputera, Eka, Etika Sederhana Untuk Semua – Perkenalan Pertama,
Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1989
4. Stott, John, Isu-isu Global yang Menantang Kekristenan, trj.,
Jakarta:YKBK/OMF, 1984
5. Suseno, Franz Magnis, Kuasa dan Moral, Jakarta:Penerbit Gramedia, 1988
6. Verkuyl, J., Etika Kristen – Bagian Umum, Jakarta: BPK – Gunung Mulia,
1976
31