Anda di halaman 1dari 11

Makalah ETIKA KRISTEN II

Di Susun Oleh
Nama : Jufri S. Orocomna
Nim : 86.3200
Prodi : Pak
Tkt/Smstr : II/ III
M.k : Etika II
Dosen : Dr. Daniel. M.Th

Sekolah tinggi ’’Theologi’’ Ikat


jakarta 4 maret 2024
Kata pengatar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah menganugerahkan
banyak nikmat sehingga kami dapat menyusun laporan bacaan tentang teori konseling ini
dengan baik. Laporan ini berisi tentang cara membangun sebuah hubungan individu yang
semakin baik. Saya sadar laporan bacaan ini kurang lebih sampurna dengan ini Saya minta
kritik dan saran yg membangun saya lebih baik kedepan bole lebih dari sebelumnya. Sekian
& Terimakasih Tuhan Yesus Kristus Memberkati.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Makna Etika Kristen sangat penting bagi kehidupan orang Kristen. Etika Kristen sebagai
ilmu mempunyai fungsi dan misi yang khusus dalam hidup manusia yaitu perannya sebagai
petunjuk dan penuntun tentang bagaimana manusia sebagai pribadi dan kelompok harus
mengambil keputusan tentang apa yang seharusnya berdasarkan kehendak dan Firman
Tuhan. Khusus bagi kehidupan umat Kristen haruslah berpedoman pada ketentuan Etika
Kristiani yang mencakup setiap aspek kehidupan dalam ruang lingkup individu, keluarga,
kelompok sosial maupun dalam bernegara.
Bicara tanggung jawab berarti bicara kewajiban menanggung segala sesuatunya (kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut).Iman dan Etika Kristen haruslah berjalan bersamaan,
tindakan etis dan tanggung jawab melibatkan kepercayaan yang dipertaruhkan. Alkitab
menjelaskan dan memberikan petunjuk sebagai standard bagi umat Kristen sebagai pola
berfikir dan perbuatan sebagai norma yang berlaku dalam kehidupan umat Kristen. Dalam
penulisan makalah ini penulis khusus membahas bagaimana memahami Etika yang
meresponi Firman Tuhan dengan penuh tanggung jawabsecaraPribadi.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Etika dan Landasan Filosofis itu?
2. Bagaimana pandangan Kristen mengenai Etika?
3. Apa saja Asas-asas Etika Kristen itu?
4. Bagaimana Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi?

Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa Etika dan Landasan Filosofisnya
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Kristen mengenai Etika
3. Untuk memahami Asas-asas Etika Kristen
4. Untuk memahami Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ETIKA
Istilah “etika” berasal dari kata ethos (Yun) yang artinya pemukiman, perilaku,
kebiasaan. Berikut beberapa pandangan dari beberapa ahli tentang istilah “etika” yaitu:
a. Dr J. Verkuyl
Ethos berarti kebiasaan, adat. Demikian juga Ethikos berarti kesusilaan, perasaan batin,
kecenderungan hati yang membuat seseorang melakukan perbuatan.
b. Robin W. Lovin
Ethos yang berarti adat (Inggris: Custom), sifat (Inggris: Character). Arti tersebut menunjuk
pada nilai sifat, keyakinan, praktik kelompok, ada hubungannya dengan kultur atau
kebudayaan.
c. C. H. Preisker
Ethos berarti kebiasaan (Inggris: habit), kegunaan (Inggris: used), adat (Inggris: custom),
peraturan, kultus dan hukum.
Dalam kaitannya dalam bahasa Latin, etika disebut mores yang berarti adat atau custom
(Ing). Istilah ini menunjuk pada kelakuan umum, sehingga perbuatan itu hanya secara
lahiriah dan dapat dilihat. Dalam bahasa Latin disebut mos (tunggal) dan mores (jamak)
yang menjelaskan kehendak, tingkah laku, adat istiadat, kebiasaan, cara hidup,
berkelakuan, baik dan buruk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan
sebagai ilmu pengetahuan akhlak atau moral.
Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya. Kesadaran tersebut termasuk apa yang
dilakukannya. Kesadaran inilah yang disebut dengan kesadaran etis. Kesadaran etis adalah
kesadaran tentang norma-norma yang ada di dalam diri manusia. Etika berhubungan erat
dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan perbuatannya. Kelakuan yang
dinyatakan dengan perbuatan itu menunjuk pada dua hal, yakni positif dan negatif.
Pengertian positif menunjuk pada hal yang baik. Sedangkan pengertian negatif menunjuk
kepada hal yang jahat atau tidak baik. Etika hendak mencari ukuran baik, sebab yang tidak
baik atau tidak sesuai dengan ukuran baik itu adalah buruk atau jahat.

Oleh sebab itu, tugas etika adalah menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan,


mengoreksi dan membimbing serta mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar
dapat memperbaiki tindakan atau perbuatannya. Pengertian perbuatan positif adalah “apa
yang baik” secara umum atau memakai ukuran yang merupakan pertimbangan dari tuntutan
masyarakat dan sesuai pula dengan hati nurani atau kata hati.

d. Robert P. Borrong
Etika adalah ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk dalam pikiran, perkataan,
dan perbuatan seseorang (individu) maupun masyarakat (kolektif). Moral adalah perilaku
yang baik, benar dan tepat dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama
(masyarakat).
Nilai-nilai yang terkandung dalam etika dan moral Kristen adalah nilai-nilai bersumber dari
Firman Tuhan. Nilai-nilai yang diyakini umat beragama sebagai kebenaran mutlak dan
karena itu mengungguli nilai-nilai yang ada dalam tradisi maupun filsafat, termasuk filsafat
politik.
Landasan Filosofis Etika
Robert C. Solomon menghubungkan rumusan etika dengan filsafat. Ia mengatakan bahwa
etika adalah bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi baik, berbuat baik dan
menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Demikian juga menurut Magnis suseno
mengatakan,”Etika dalam arti sebenarnya berarti “filsafat” mengenai “moral”. Jadi, etika
merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-norma dan
istilah moral.
Dalam bahasa Yunani Filsafat berasal dari gabungan dua suku kata, yakni filia (cinta) dan
sofia (kebijaksanaan). Secara harafiah, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Seorang
filsuf adalah seorang yang cinta akan hikmat kebijaksanaan. Etika juga berhubungan erat
dengan akal budi dan kesadaran dalam melakukan sesuatu sehingga etika termasuk ilmu
pengetahuan dan bagian dari filsafat hidup. Peran akal budi untuk mencari hal yang baik
itulah yang menghubungkan antara etika dan filsafat. Dalam hal ini J. Verkuyl menyimpulkan
bahwa ada bentuk-bentuk etika filsafat yang meliputi:
a. Etika Otonom
Dalam bahasa Yunani otonom berasal dari dua suku kata, yaitu aouto atau autosyang
berarti sendiri, pribadi, perorangan, dan nomos yang berarti aturan, hukum, ketentuan. Etika
Otonom adalah etika yang aturannya bersumber dari diri sendiri atau etika yang bersumber
pada diri sendiri, pada hidup pribadi. Ego atau akulah yang membuat peraturan.
b. Etika Heteronom
Dalam bahasa Yunani Heteronom berasal dari dua suku kata, yaitu hetero yang berarti
bermacam-macam dan nomos. Etika Heteronom adalah etika yang aturannya bersumber
dari orang banyak. Masyarakatlah yang membuat aturan.
c. Etika Theonom
Dalam bahasa Yunani theonom berasal dari dua suku kata, yaitu Theos yang berarti Allah
dan nomos. Etika Theonom adalah etika yang aturannya bersumber pada firman Allah atau
penyataan Allah. Misal, dalam Perjanjian Lama ada norma hukum yang disebut Hukum
Sepuluh Perkara atau atau Sepuluh Firman (Kel. 20:1-17) dan dalam Perjanjian Baru
disebut hukum kasih (Mat. 22:37-40; Mrk. 12:30-31).Maka dari pendapat para ahli di atas
dapat di simpulkan bahwa Etika Kristen adalah Ilmu yang meneliti, menilai dan mengatur
tabiat dan tingkah laku manusia dengan memakai norma kehendak dan perintah Allah
sebagaimana dinyatakan dalam Yesus Kristus.

berdasarkan naturnya adalah preskriptif, bukan deskriptif. Etika berkaitan dengan apa yang
seharusnya dilakukan, bukan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Orang-orang
Kristen tidak menemukan kewajiban-kewajiban etis mereka di dalam standar orang-orang
Kristen tetapi di dalam standar bagi orang-orang Kristen di Alkitab.
e. Etika Kristen Itu Deontologis
Sistem-sistem etis pada umumnya dapat dibagi ke dalam dua kategori, deontologis
(berpusat pada kewajiban) dan teleologis (berpusat pada tujuan). Etika kristen itu
deontologis dalam arti bersikeras bahwa beberapa tindakan yang menghasilkan ke gagalan
itu tetap baik. Orang-orang Kristen percaya, misalnya, bahwa adalah lebih baik untuk
mengasihi dan kehilangan dari pada tidak mengasihi sama sekali.
Orang-orang Kristen percaya bahwa salib bukan merupakan kegagalan hanya karena
beberapa orang akan diselamatkan. Salib itu cukup bagi semua orang, walaupun hanya
bermanfaat untuk mereka yang percaya. Etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk
bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal
ini demikian karena tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik, baik
tindakan itu membawa hasil baik ataupuntidak. Kebaikan orang Kristen tidak di tentukan
oleh undian. Di dalam hidup ini pemenang tidak selalu benar.

Etika memang menyoroti kehidupan manusia dengan tingkah lakunya. Manusia menilai
manusia lain. Hal itu dapat dilihat dari tindakan dari tingkah lakunya. Dalam hal ini,
Poedjatna mengatakan bahwa penilaian itu diambil secara luas, nilai akan bermacam-
macam jenisnya. Nilai adalah a) penilaian etis-moralis yang berkaitan dengan kelakuan baik
dan buruk, b) penilaian medis yang berhubungan dengan kesehatan seseorang, dan c)
penilaian estetik yang berkaitan dengan keindahan.
Etika Kristen harus dilihat dan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehendak Tuhan.
Hal ini penting, sebab tindakan dinilai benar adalah tindakan yang sesuai dengan kehendak
Tuhan. Sedangkan mencari kehendak Tuhan sama seperti mencari Tuhan itu sendiri.
Sebaliknya, tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah tidak benar atau jahat.
Tindakan itu tidak sesuai dengan Etika Kristen. Nilai tersebut harus dilihat dari ekspresi
seseorang yang mencerminkan kehendak-Nya.
Tindakan yang disengaja dan sesuai dengan kehendak Tuhan adalah tindakan etis. Namun,
ada tindakan lain dalam situasi yang sangat khusus yang sering kita hadapi dalam situasi
faktual. Berkaitan dengan hal itu, dalam Etika Jawa dikenal dengan dora sembala
(berbohong tetapi dianggap baik). Etika dora sembala sebenarnya dapat dikatakan sebagai;
kejahatan kecil yang menyelamatkan. Misal, pada zaman penjajahan Belanda, seorang
gerilyawan Indonesia yang beragama Kristen ditangkap dan dipaksa untuk mengatakan atau
mengaku dimana teman-temannya berada dan berapa jumlah kekuatan senjatanya. Apabila
ia menjawab jujur dan benar, akibatnya sangat fatal. Oleh sebab itu ia berbohong demi
keselamatan teman-temannya dan perjuangannya. Sekarang marilah kita nilai.
Bagaimanakah peristiwa yang faktual tersebut dilihat dari segi Etika Kristen
Dalam situasi yang sangat sulit itu, berlakulah firman Tuhan dalam Dasa Titah nomor ke-9
yang berbunyi “jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Kel. 20:16)? Untuk
itu kita akan terlebih dahulu melihat kesaksian Alkitab tentang kejahatan manusia sebagai
pengecualian etis, yaitu:
1. Dalam dialog antara orang Farisi dengan Tuhan Yesus, Dia mengatakan bahwa Musa
mengizinkan perceraian karena “ketegaran hatimu” (Mat. 19:8). Musa tahu bahwa hal itu
jahat tetapi apa boleh buat. Tuhan Yesus mengatakan, “Barang siapa yang menceraikan
isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (Mat.
19:9). Memang perceraian ditolak oleh-Nya, kecuali Jadi, hal ini termasuk kasus khusus
dengan kesimpulan apa boleh buat.
2. Dalam 1 Korintus 7:1 Rasul Paulus menulis, “... Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak
kawin ...”. Namun Paulus melanjutkan, “... tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah tiap
laki-laki mempunyai isterinya sendiri ...” (1 Kor. 7:2)...hal ini kukatakan kepadamu sebagai
kelonggaran ...” (1 Kor. 7:6). Jadi hal ini pun termasuk pengecualian atau tidak baik tetapi
apa boleh buat.
Masalah yang sama pada zaman Modern ini adalah, misalnya, masalah perang, penindasan
politik, apartheid (ras diskriminasi) di beberapa bagian dunia ini, ketidakadilan dalam bidang
sarana dan prasarana hidup manusia dan sebagainya. Kita harus memikirkan bagaimana
seorang Kristen dalam kenyataan seperti itu. Persoalannya adalah sampai sejauh mana
kita dapat berkompromi dengan kenyataan seperti itu Inilah persoalan etis-teologis.
Dari uraian asas-asas di atas, Etika Kristen merupakan prinsip-prinsip yang didasari dari
iman Kristen yang menjadi dasar tindakan kita. Prinsip-prinsip Alkitab memberi kita standard
yang harus kita ikuti dalam situasi-situasi di mana tidak ada petunjuk yang tersurat. Dengan
menggunakan prinsip-prinsip yang kita temukan dalam Kitab Suci orang-orang Kristen dapat
menentukan jalan yang harus ditempuh dalam situasi apapun dengan penuh tanggung
jawab tentunya.

Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi


Ciri etika Perjanjian Lama sangat sesuai dengan apa yang ditekankan dalam etika
Perjanjian Baru. Banyak perintah etis dalam Perjanjian Baru disampaikan dalam konteks
persekutuan dalam Kristus, yaitu jemaat yang hidup, belajar, dan beribadah bersama-sama
serta melayani Kristus dalam dunia. Sebagai contoh, pasal-pasal utama tentang etika dalam
Efesus 4:6 dimulai dengan panggilan untuk “hidup bersama dengan panggilan”. Itu berarti
panggilan untuk menjadi anggota masyarakat Allah yang baru, mujizat perdamaian sosial
kerohanian yang telah diadakan-Nya melalui Kristus. Norma-norma moral Pribadi dalam
pasal-pasal itu dikemukakan atas dasar keanggotaan orang percaya sebagai umat tebusan
Allah, yang diuraikan secara terinci dalam pasal-pasal sebelumnya.
Dengan demikan salah satu cara yang mungkin untuk merekat sejumlah tuntutan moral
yang Allah membankan atas individu adalah membaca pasal-pasal yang terdahulu
mengenai masyarakat Israel dan menghasilkan suatu daftar yang mengandung implikasi-
implikasi moral yang logis bagi individu. Misalnya, kalau Allah menginginkan masyarakat
yang memperlakukan prinsip kesetaraan dan belas kasihan dalam bidang ekonomi, maka
tiap-tiap orang dituntut untuk tidak menguntungkan diri sendiri dari kelemahan sesamanya.
Kalau Allah menginginkan masyarakat hidup dengan adil dan diatur oleh hukum-hukum,
maka hakim-hakim secara perorang harus adil, tidak memihak ataupun menyeleweng.
Dengan demikian orang dapat hidup sesuai dengan ciri-ciri sosial secara keseluruhan dan
menarik hal-hal yang perlu bagi pribadi. Yang ditekankan ialah soal perspektif, yaitu: sifat
persekutuan yang Allah Kehendaki dan menentukan sifat pribadi yang berkenan kepada-
Nya. Dalam etika Perjanjian Lama unsur-unsur sosial dan pribadi tidak dapat dipisahkan.
Kewajiban masing-masing pemain sepak bola dalam suatu kesebelasan tidak berkurang
karena latihannya bertujuan agar para pemain dalam kesebelasan itu secara bersama-sama
dapat memenuhi harapan-harapan pelatih mereka dan memenangkan pertandingan.
Demikian juga, walaupun Perjanjian Lama menekankan kewajiban bersama dari tuntutan
moral Allah, namun kewajiban pribadi untuk untuk hidup secara benar di hadapan Allah tidak
pernah dilupakan atau dihilangkan.
Ada pertanggung jawaban pribadi yang tersirat dalam pertanyaan yang Allah tujukan kepada
Adam, “Di manakah engkau” (Kej. 3:9), yang mencakup setiap orang yang diwakilinya.
Demikian juga tanggung jawab orang untuk sesamanya secara tersirat terdapat dalam
pertanyaan Allah kepada Kain, “Di manakah adikmu?” (Kej. 4:9). Pertanggung jawaban
kepada Allah untuk diri sendiri dan untuk orang lain adalah hakikat kemanusiaan kita.
Riwayat bangsa tebusan Allah dimulai dengan iman dan ketaatan seseorang, yaitu
Abraham.Cerita – cerita tentang para bapak leluhur adalah contoh-contoh tentang
kekuasaan, pemeliharaan dan kesabaran Allah itu di dalam kehidupan individu-individu,
khususnya Yakub/Israel, yang menjadi jelas dan penting dalam sejarah bangsa Allah.Di
Sinai perjanjian Allah dan Abraham demi keturunannya diperbarui dan diperluas hingga
generasi yang menjadi umat tebusan Allah kemudian diterapkan kepada tiap-tiap
individu.Hubungan perjanjian itu pada hakikatnya bersifat kebersamaan: “Aku akan menjadi
Allahmu dam kamu akan menjadi UmatKu”. “Janganlah engkau mempunyai allah-allah lain
di hadapanKu”.Hal ini juga berlaku untuk seluruh sejumlah hukum yang terinci dan penting
dalam kelima Kitab Taurat.Kumpulan hukum yang paling tua “Kitab .(Kel.21-22), secara
hukum berlaku berdasarkan tanggung jawab dan kewajiban individu dalam hukum.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, sesuai dengan makalah “Etika yang meresponi Firman
Tuhan dengan penuh tanggung jawab”penulis menyimpulkan bahwa meresponi
FirmanTuhan berarti menanggapinya dalam Iman kemudian bergerak menghidupinya dalam
kehidupan sehari-hari menuju norma-norma kebenaran yang terkandung di dalam Alkitab.
Karena Firman Allah yang tertulis tanpa salah pada naskah aslinya Alkitab adalah satu-
satunya kitab yang isi norma-norma etisnya selaras dengan logika. Berarti pedoman
kebenaran nilai-nilai etis yang terkandung di dalam Alkitab sesungguhnya adalah yang
selaras dengan nilai etis dan kebenaran.

B. Saran
Allah menciptakan itu semua dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmat dan
sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Efesus 1:17-18 (TB) dan meminta kepada Allah Tuhan kita Yesus Kristus, yaitu Bapa yang
mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia
dengan benar.
Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah
yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-
Nya bagi orang-orang kudus.

Anda mungkin juga menyukai