Anda di halaman 1dari 12

Makalah

Etika Kristiani

Oleh
Nama : Yulian Mely Elle
Nim :P2012037
Prodi : S1 keperawatan

Yayasan Bangun Persada


STKES Pasapua Ambon
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, atas penyertaannya saya dapat
menyelesaikan penulisan makalah yang berjudul “Etika Kristiani” ini dengan baik
Saya ucapkan terima kasih kepada Bpk Yamres Pakniany S,Si Teol, M,Si selaku dosen mata
kuliah agama kristen yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah agama kristen. Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang etika kristiani bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Ambon,4 Desember 2020

Yulian Meli Elle


Darftar Isi

Kata Pengantar...........................................................................................................................1
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
BABI.Pendahuluan.....................................................................................................................3
a.latar Belakang..........................................................................................................................3
b. Rumusan Masalah..........................................................................................................3
c.Tujuan Penulisan.............................................................................................................3
BAB II Pembahasan.............................................................................................................4
a. Pengertian Etika.............................................................................................................5
b. Landasan Filosofis Etika................................................................................................6
c. Pandangan Kristen Mengenai Etika................................................................................6
d. Asasa-asas Etika............................................................................................................7
e. Implementasi Etika Kristen Dalam Tanggungjawab Pribadi...........................................8
BAB II. Penutup................................................................................................................10
Kesimpulan.......................................................................................................................10
Daftar Pustaka..................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
          Penulisan makalah ini agar mahasiswa Pendidikan Agama Kristen dapat memahami
dan menghayati pengertian Etika Kristen, melalui pemahaman dan penghayatan tersebut
diharapkan mahasiswa dapat berprilaku sesuai dengan norma-norma yang sesuai dengan
ajaran kristen.
            Etika kristen sebagai ilmu mempunyai fungsi dan misi yang khusus dalam hidup
manusia yakni petunjuk dan penuntun tentang bagaiman manusia pribadi dan kelompok harus
mengambil keputusan tentang apa yang seharusnya berdasarkan kehendak dan Firman Tuhan.
Etika kristen adalah ilmu yang meneliti,menilai dan mengatur tabiat dan tingkah laku
manusia dengan memakai norma kehendak dan perintah Allah sebagaimana dinyatakan
dalam Yesus Kristus.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Etikadan Landasan Filosofis itu?
2.    Bagaimana pandangan Kristen mengenai Etika?
3.    Apa saja Asas-asas Etika Kristen itu?
4.    Bagaimana Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi?

C.   Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui apa Etika dan Landasan Filosofisnya
2.    Untuk mengetahui bagaimana pandangan Kristen mengenai  Etika
3.    Untuk memahami Asas-asas Etika Kristen
4.    Untuk memahami Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Etika

     Istilah “etika” berasal dari kata ethos (Yun) yang artinya pemukiman, perilaku, kebiasaan.
Berikut beberapa pandangan dari beberapa ahli tentang istilah “etika” yaitu:
a.Dr J. Verkuyl
Ethos berarti kebiasaan, adat. Demikian juga Ethikos berarti kesusilaan, perasaan batin,
kecenderungan hati yang membuat seseorang melakukan perbuatan.
b.Robin W. Lovin
Ethos yang berarti adat (Inggris: Custom), sifat (Inggris: Character). Arti tersebut menunjuk
pada nilai sifat, keyakinan, praktik kelompok, ada hubungannya dengan kultur atau
kebudayaan.
c. C. H. Preisker
Ethos berarti kebiasaan (Inggris: habit), kegunaan (Inggris: used), adat (Inggris: custom),
peraturan, kultus dan hukum.
Dalam kaitannya dalam bahasa Latin, etika disebut mores yang berarti adat
atau custom (Ing). Istilah ini menunjuk pada kelakuan umum, sehingga perbuatan itu hanya
secara lahiriah dan dapat dilihat. Dalam bahasa Latin disebut mos (tunggal)
dan mores (jamak) yang menjelaskan kehendak, tingkah laku, adat istiadat, kebiasaan, cara
hidup, berkelakuan, baik dan buruk. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika
dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan akhlak atau moral.
Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya. Kesadaran tersebut termasuk apa yang
dilakukannya. Kesadaran inilah yang disebut dengan kesadaran etis. Kesadaran etis adalah
kesadaran tentang norma-norma yang ada di dalam diri manusia. Etika berhubungan erat
dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan perbuatannya. Kelakuan yang
dinyatakan dengan perbuatan itu menunjuk pada dua hal, yakni positif dan negatif. Pengertian
positif menunjuk pada hal yang baik. Sedangkan pengertian negatif menunjuk kepada hal
yang jahat atau tidak baik. Etika hendak mencari ukuran baik, sebab yang tidak baik atau
tidak sesuai dengan ukuran baik itu adalah buruk atau jahat.
Oleh sebab itu, tugas etika adalah menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan, mengoreksi
dan membimbing serta mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar dapat
memperbaiki tindakan atau perbuatannya. Pengertian perbuatan positif adalah “apa yang
baik” secara umum atau memakai ukuran yang merupakan pertimbangan dari tuntutan
masyarakat dan sesuai pula dengan hati nurani atau kata hati.
d.    Robert P. Borrong
Etika adalah ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan seseorang (individu) maupun masyarakat (kolektif). Moral adalah perilaku yang
baik, benar dan tepat dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bersama
(masyarakat).
Nilai-nilai yang terkandung dalam etika dan moral Kristen adalah nilai-nilai bersumber dari
Firman Tuhan. Nilai-nilai yang diyakini umat beragama sebagai kebenaran mutlak dan
karena itu mengungguli nilai-nilai yang ada dalam tradisi maupun filsafat, termasuk filsafat
politik.
B.Landasan Filosofis Etika
Robert C. Solomon menghubungkan rumusan etika dengan filsafat. Ia mengatakan bahwa
etika adalah bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi baik, berbuat baik dan
menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Demikian juga menurut Magnis suseno dalam
Etika Jawa. Ia mengatakan,”Etika dalam arti sebenarnya berarti “filsafat” mengenai “moral”.
Jadi, etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat, norma-
norma dan istilah moral.
Dalam bahasa Yunani Filsafat berasal dari gabungan dua suku kata, yakni filia (cinta)
dan sofia (kebijaksanaan). Secara harafiah, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Seorang
filsuf adalah seorang yang cinta akan hikmat kebijaksanaan. Etika juga berhubungan erat
dengan akal budi dan kesadaran dalam melakukan sesuatu sehingga etika termasuk ilmu
pengetahuan dan bagian dari filsafat hidup. Peran akal budi untuk mencari hal yang baik
itulah yang menghubungkan antara etika dan filsafat. Dalam hal ini J. Verkuyl menyimpulkan
bahwa ada bentuk-bentuk etika filsafat yang meliputi:
a.    Etika Otonom
Dalam bahasa Yunani otonom berasal dari dua suku kata, yaitu aouto atau autosyang berarti
sendiri, pribadi, perorangan, dan nomos yang berarti aturan, hukum, ketentuan. Etika Otonom
adalah etika yang aturannya bersumber dari diri sendiri atau etika yang bersumber pada diri
sendiri, pada hidup pribadi. Ego atau akulah yang membuat peraturan.
b.    Etika Heteronom
Dalam bahasa Yunani Heteronom berasal dari dua suku kata, yaitu hetero yang berarti
bermacam-macam dan nomos. Etika Heteronom adalah etika yang aturannya bersumber dari
orang banyak. Masyarakatlah yang membuat aturan.
c.    Etika Theonom
Dalam bahasa Yunani theonom berasal dari dua suku kata, yaitu Theos yang berarti Allah
dan nomos. Etika Theonom adalah etika yang aturannya bersumber pada firman Allah atau
penyataan Allah. Misal, dalam Perjanjian Lama ada norma hukum yang disebut Hukum
Sepuluh Perkara atau Dekalog atau Sepuluh Firman (Kel. 20:1-17) dan dalam Perjanjian Baru
disebut hukum kasih (Mat. 22:37-40; Mrk. 12:30-31).
Maka dari pendapat para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa Etika Kristen adalah Ilmu
yang meneliti, menilai dan mengatur tabiat dan tingkah laku manusia dengan memakai norma
kehendak dan perintah Allah sebagaimana dinyatakan dalam Yesus Kristus.

C.   Pandangan Kristen Mengenai Etika


Ada beberapa karakteristik yang membedakan mengenai etika-etika Kristen, setiap
karakteristik tersebut akan dibahas sebagai berikut:
a.    Etika Kristen Berdasarkan Kehendak Allah
Etika Kristen merupakan satu bentuk sikap yang diperintah dari atas. Kewajiban etis
merupakan sesuatu yang seharusnya kita lakukan. Kewajiban ini merupakan ketentuan dari
atas. Tentu saja, perintah etis yang diberikan Allah itu sesuai karakter moral-Nya yang tidak
dapat berubah. Maksudnya adalah, Allah menghendaki apa yang benar sesuai dengan sifat-
sifat moral-Nya sendiri. “Jadilah kudus, sebab Aku ini kudus”, Tuhan memerintahkan Israel
(Imamat 11:45). “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna’, kata Yesus kepada murid-muridnya (Matius 5:48). “Allah tidak mungkin
berdusta” (Ibrani 6:18). Dengan demikian kita tidak boleh berdusta juga. “Allah adalah
kasih” (1 Yohanes 4:16), dan dengan demikian Yesus berkata,”Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Singkatnya, etika Kristen didasarkan pada kehendak
Allah, tetapi Allah tidak pernah menghendaki apapun yang bertentangan dengan karakter
moral-Nya yang tidak berubah.
b.    Etika Kristen Bersifat Mutlak
Karena karakter moral Allah tidak berubah (Maleakhi 3:6; Yakobus 1:17), maka kewajiban-
kewajiban moral yang berasal dari natur-Nya itu bersifat mutlak. Maksudnya adalah,
kewajiban-kewajiban tersebut selalu mengikat setiap orang di mana-mana. Tentu saja, tidak
setiap kehendak Allah harus berasal dari natur-Nya yang tidak berubah. Ada beberapa hal
yang pada dasarnya sesuai dengan natur-Nya tetapi dengan bebas mengalir dari kehendak-
Nya. Misalnya, Allah memilih untuk menguji ketaatan moral Adam dan Hawa dengan
melarang mereka makan buah dari pohon tertentu (Kejadian 2:16-17). Meskipun secara moral
Adam dan Hawa bersalah karena tidak menaati perintah itu, kita tidak diikat oleh perintah
tersebut saat ini. Perintah tersebut didasarkan pada kehendak Allah dan tidak harus berasal
dari natur-Nya.
c.    Etika Kristen Berdasarkan Wahyu Allah
Etika Kristen didasarkan pada perintah-perintah Allah, wahyu yang bersifat umum (Roma
1:19-20; 2:12-15 dan khusus (Roma 2:18; 3:2). Allah telah menyatakan diri-Nya baik melalui
alam (Mazmur 19:1-6) dan dalm Kitab Suci (Mazmur 19:7-14). Wahyu umum berisikan
perintah Allah bagi semua orang. Wahyu khusus mendeklarasikan kehendak-Nya untuk
orang-orang percaya. Etapi di dalam kedua hal tersebut, dasar dari tanggung jawab etis
manusia adalah wahyu ilahi.
Gagal untuk mengenali Allah sebagai sumber kewajiban moral tidak membebaskan siapapun
juga, bahkan seorang ateis, dari kewajiban moralnya. Karena “apabila bangsa-bangsa lain
yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut
hukum Taurat, maka, walaupun merekatidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum
Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum
Taurat ada tertulis di dalam hati mereka” (Roma 2:14-15). Maksudnya adalah, bahkan jika
orang-orang yang tidak percaya tidak memiliki hukum moral di dalam pikiran mereka,
mereka masih memilikinya tertulis dalam hati mereka. Bahkan jika mereka mengetahuinya
melalui pengertian, mereka memperlihatkannya melalui kehendak hati.
d.    Etika Kristen Bersifat Menentukan
Karena kebenaran moral ditetapkan oleh Allah yang bermoral maka harus dilaksanakan.
Tidak ada hukum moral tanpa si Pemberi moral; tidak ada perundang-undangan moral tanpa
Pembuat undang-undang moral. Dengan demikan etika Kristen berdasarkan naturnya adalah
preskriptif, bukan deskriptif. Etika berkaitan dengan apa yang seharusnya dilakukan, bukan
dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Orang-orang Kristen tidak menemukan
kewajiban-kewajiban etis mereka di dalam standar orang-orang Kristen tetapi di dalam
standar bagi orang-orang Kristen di Alkitab.
e.    Etika Kristen Itu Deontologis
Sistem-sistem etis pada umumnya dapat dibagi ke dalam dua kategori, deontologis (berpusat
pada kewajiban) dan teleologis (berpusat pada tujuan). Etika kristen itu deontologis dalam
arti bersikeras bahwa beberapa tindakan yang menghasilkan ke gagalan itu tetap baik. Orang-
orang Kristen percaya, misalnya, bahwa adalah lebih baik untuk mengasihi dan kehilangan
dari pada tidak mengasihi sama sekali.
Orang-orang Kristen percaya bahwa salib bukan merupakan kegagalan hanya karena
beberapa orang akan diselamatkan. Salib itu cukup bagi semua orang, walaupun hanya
bermanfaat untuk mereka yang percaya. Etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk
bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal
ini demikian karena tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik, baik
tindakan itu membawa hasil baik ataupuntidak. Kebaikan orang Kristen tidak di tentukan
oleh undian. Di dalam hidup ini pemenang tidak selalu benar.
D.   Asas-Asas Etika Kristen
a.    Iman
Untuk membicarakan hal ini, kita perlu meninjau terlebih dahulu bahwa hakekat
kemanusiaan kita adalah citra Allah (Kej. 1:26-27). Citra Allah itu meliputi gambar Allah
(imago Dei) dan teladan Allah (similitodo Dei). Ini merupakan kelengkapan manusia yang
dianugerahkan Tuhan kepada manusia untuk melakukan tuga-tugas yang telah diberikan-Nya.
Citra Allah adalah potret atau bayangan yang mempunyai kesamaan sifat. Namun satu hal
yang harus kita ketahui adalah kecitraan manusia dengan Tuhan terkait dengan tugas
manusia. Manusia memang segambar dengan Tuhan tetapi bukan sifat atau keadaan atau
tabiat yang imanen dalam diri manusia melainkan kedudukan manusia yang diperoleh karena
berhadapan dengan Tuhan atau karena bersangkut paut dengan Tuhan. Manusia
mencerminkan atau memantulkan cahaya kemulian Tuhan Allah. Citra Allah dimiliki
manusia ketika manusia berada di Eden atau Firdaus.
Manusia yang diciptakan sesuai dengan citra Allah inilah yang ditugasi untuk menguasai atau
memerintah dunia dan segala makhluk. Menguasai dan memerintah dalam hal ini berarti
memelihara, mengusahakan dan membangun (Kej. 1:28, 2:15). Akibat citra tersebut, manusia
didudukkan sebagai wakil atau “Gubernur” Allah atau sebagai penguasa di dunia ini.
Sedangkan seorang Gubernur tidak memerintah atas namanya sendiri, tidak berdaulat sendiri
tetapi hanya seorang wakil atau duta. Manusia dan semua makhluk lainnya adalah milik
Tuhan. Kita adalah milik Tuhan dan bukan milik kita sendiri. Berkaitan dengan tugas kita
untuk memelihara, mengusahakan, dan membangun, timbul pertanyaan etis, yaitu apa yang
seharusnya dilakukan manusia?.
Perbuatan dan tindakan manusia langsung berhubungan dengan etika. Sedangkan etika
sendiri memberi kepada kita pokok-pokok pertimbangan sebagai pengambilan keputusan etis
untuk apa yang perlu dan harus kita lakukan. Ciri khas Etika Kristen adalah dimensi Kristen.
Dimensi Kristen inilah yang membedakan antara Etika Kristen dan Etika Sosial atau etika
pada umumnya atau etika yang lain. Itulah sebabnya asas atau titik pangkal Etika Kristen
adalah iman kepada Tuhan yang telah menyatakan diri dalam Tuhan Yesus. Didalam diri-
Nya kita dapat mengenal Allah Bapa, Pencipta segala sesuatu. Tuhan adalah pemberi tujuan
hidup. Kegiatan Tuhan untuk memelihara setiap makhluk adalah Allah Pendamai, Allah
Penebus, dan Allah Pembebas melalui karya Sang Anak dan Roh Kudus.
Perbuatan etis kita adalah perbuatan baik sebagai terjemahan atau ekspresi dari iman kita
karena kita telah dibenarkan oleh iman kepada Kristus oleh Tuhan (Rm. 3:22; Gal. 2:16). Hal
itu juga karena kita telah diselamatkan oleh Tuhan Yesus Kristus Sang Juruselamat itu. Iman
berkaitan erat dengan perbuatan. Oleh sebab itu, apabila iman tanpa perbuatan, iman itu
menjadi mati atau kosong (Yak. 2:17, 22).
b.    Pengakuan tentang Manusia
Asas atau titik pangkal Etika Kristen adalah iman, karya Tuhan dan Pemeliharaan-Nya
terhadap semua makhluk. Dari sini Etika Kristen memperhatikan tindakan manusia karena
pada hakikatnya “...sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi
Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm. 11:36). Tinjauan secara dogmatis, Etika
Kristen juga berasas atau bertitik pangkal pada pengakuan tentang manusia. Manusia
memang berhadapan langsung dengan masalah-masalah atau kasus-kasus yang konkret yang
ada dalam pergumulan hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, etika mempunyai misi khusus dalam
kehidupan manusia. Itu sebabnya pula, mengapa kasus-kasus yang konkret tersebut menjadi
bagian yang utama dari setiap pembicaraan etis.
c.    Manusia Dengan Tingkah Lakunya
Etika memang menyoroti kehidupan manusia dengan tingkah lakunya. Manusia menilai
manusia lain. Hal itu dapat dilihat dari tindakan dari tingkah lakunya. Dalam hal ini,
Poedjatna mengatakan bahwa penilaian itu diambil secara luas, nilai akan bermacam-macam
jenisnya. Nilai adalah a) penilaian etis-moralis yang berkaitan dengan kelakuan baik dan
buruk, b) penilaian medis yang berhubungan dengan kesehatan seseorang, dan c) penilaian
estetik yang berkaitan dengan keindahan.
Etika Kristen harus dilihat dan dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehendak Tuhan.
Hal ini penting, sebab tindakan dinilai benar adalah tindakan yang sesuai dengan kehendak
Tuhan. Sedangkan mencari kehendak Tuhan sama seperti mencari Tuhan itu sendiri.
Sebaliknya, tindakan yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya adalah tidak benar atau jahat.
Tindakan itu tidak sesuai dengan Etika Kristen. Nilai tersebut harus dilihat dari ekspresi
seseorang yang mencerminkan kehendak-Nya.
Tindakan yang disengaja dan sesuai dengan kehendak Tuhan adalah tindakan etis. Namun,
ada tindakan lain dalam situasi yang sangat khusus yang sering kita hadapi dalam situasi
faktual. Berkaitan dengan hal itu, dalam Etika Jawa dikenal dengan dora sembala (berbohong
tetapi dianggap baik). Etika dora sembala  sebenarnya dapat dikatakan sebagai; kejahatan
kecil yang menyelamatkan. Misal, pada zaman penjajahan Belanda, seorang gerilyawan
Indonesia yang beragama Kristen ditangkap dan dipaksa untuk mengatakan atau mengaku
dimana teman-temannya berada dan berapa jumlah kekuatan senjatanya. Apabila ia
menjawab jujur dan benar, akibatnya sangat fatal. Oleh sebab itu ia berbohong demi
keselamatan teman-temannya dan perjuangannya. Sekarang marilah kita nilai. Bagaimanakah
peristiwa yang faktual tersebut dilihat dari segi Etika Kristen?
Dalam situasi yang sangat sulit itu, berlakulah firman Tuhan dalam Dasa Titah nomor ke-9
yang berbunyi “jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu” (Kel. 20:16)? Untuk itu
kita akan terlebih dahulu melihat kesaksian Alkitab tentang kejahatan manusia sebagai
pengecualian etis, yaitu:
1.    Dalam dialog antara orang Farisi dengan Tuhan Yesus, Dia mengatakan bahwa Musa
mengizinkan perceraian karena “ketegaran hatimu” (Mat. 19:8). Musa tahu bahwa hal itu
jahat tetapi apa boleh buat. Tuhan Yesus mengatakan, “Barang siapa yang menceraikan
isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah” (Mat.
19:9). Memang perceraian ditolak oleh-Nya, kecuali ...Jadi, hal ini termasuk kasus khusus
dengan kesimpulan apa boleh buat.
2.    Dalam 1 Korintus 7:1 Rasul Paulus menulis, “... Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak
kawin ...”. Namun Paulus melanjutkan, “... tetapi mengingat bahaya percabulan, baiklah tiap
laki-laki mempunyai isterinya sendiri ...” (1 Kor. 7:2)...hal ini kukatakan kepadamu sebagai
kelonggaran ...” (1 Kor. 7:6). Jadi hal ini pun termasuk pengecualian atau tidak baik tetapi
apa boleh buat.
Masalah yang sama pada zaman Modern ini adalah, misal, masalah perang, penindasan
politik, politik apartheid (ras diskriminasi) di beberapa bagian dunia ini, ketidakadilan dalam
bidang sarana dan prasarana hidup manusia dan sebagainya. Kita harus memikirkan
bagaimana seorang Kristen dalam kenyataan seperti itu. Persoalannya adalah sampai sejauh
mana  kita dapat berkompromi dengan kenyataan seperti itu? Inilah persoalan etis-teologis.
Dari uraian asas-asas di atas, Etika Kristen merupakan prinsip-prinsip yang didasari dari iman
Kristen yang menjadi dasar tindakan kita. Prinsip-prinsip Alkitab memberi kita standard yang
harus kita ikuti dalam situasi-situasi di mana tidak ada petunjuk yang tersurat. Dengan
menggunakan prinsip-prinsip yang kita temukan dalam Kitab Suci orang-orang Kristen dapat
menentukan jalan yang harus ditempuh dalam situasi apapun dengan penuh tanggung jawab
tentunya.
E.   Implementasi Etika Kristen dalam Tanggung Jawab Pribadi

Ciri etika Perjanjian Lama sangat sesuai dengan apa yang ditekankan dalam etika
Perjanjian Baru. Banyak perintah etis dalam Perjanjian Baru disampaikan dalam konteks
persekutuan dalam Kristus, yaitu jemaat yang hidup, belajar, dan beribadat bersama-sama
serta melayani Kristus dalam dunia. Sebagai contoh, pasal-pasal utama tentang etika dalam
Efesus 4 – 6 dimulai dengan panggilan untuk “hidup berpadanan dengan panggilan”. Itu
berarti panggilan untuk menjadi anggota masyarakat Allah yang baru, mujizat pendamaian
sosial kerohanian yang telah diadakan-Nya melalui Kristus. Norma-norma moral Pribadi
dalam pasal-pasal itu dikemukakan atas dasar keanggotaan orang percaya sebagai umat
tebusan Allah, yang diuraikan secara terinci dalam pasal-pasal sebelumnya.
Dengan demikan salah satu cara yang mungkin untuk merakit sejumlah tuntutan moral yang
Allah embankan atas individu adalah membaca pasal-pasal yang terdahulu mengenai
masyarakat Israel dan menghasilkan suatu daftar yang mengandung implikasi-implikasi
moral yang logis bagi individu. Misalnya, kalau Allah menginginkan masyarakat yang
memberlakukan prinsip kesetaraan dan belas kasihan dalam bidang ekonomi, maka tiap-tiap
orang dituntut untuk tidak menguntungkan diri sendiri dari kelemahan sesamanya. Kalau
Allah menginginkan masyarakat hidup dengan adil dan diatur oleh hukum-hukum, maka
hakim-hakim secara perorangan harus adil, tidak memihak ataupun menyeleweng.
Dengan demikian orang dapat hidup sesuai dengan ciri-ciri sosial secara keseluruhan dan
menarik hal-hal yang perlu bagi pribadi. Yang ditekankan ialah soal perspektif, yaitu: sifat
persekutuan yang Allah Kehendaki dan menentukan sifat pribadi yang berkenan kepada-Nya.
Dalam etika Perjanjian Lama unsur-unsur sosial dan pribadi tidak dapat dipisahkan.
Kewajiban masing-masing pemain sepak bola dalam suatu kesebelasan tidak berkurang
karena latihannya bertujuan agar para pemain dalam kesebelasan itu secara bersama-sama
dapat memenuhi harapan-harapan pelatih mereka dan memenangkan pertandingan. Demikian
juga, walaupun Perjanjian Lama menekankan kewajiban bersama dari tuntutan moral Allah,
namun kewajiban pribadi untuk untuk hidup secara benar di hadapan Allah tidak pernah
dilupakan atau dihilangkan.
Ada pertanggung jawaban pribadi yang tersirat dalam pertanyaan yang Allah tujukan kepada
Adam, “Di manakah engkau” (Kej. 3:9), yang mencakup setiap orang yang diwakilinya.
Demikian juga tanggung jawab orang untuk sesamanya secara tersirat terdapat dalam
pertanyaan Allah kepada Kain, “Di manakah adikmu?” (Kej. 4:9). Pertanggungjawaban
kepada Allah untuk diri sendiri dan untuk orang lain adalah hakikat kemanusiaan kita.
Riwayat bangsa tebusan Allah dimulai dengan iman dan ketaatan seseorang,
yaitu Abraham.Cerita – cerita tentang para bapak leluhur adalah contoh-contoh tentang
kekuasaan, pemeliharaan dan kesabaran Allah itu di dalam kehidupan individu-individu,
khususnya Yakub/Israel, yang menjadi jelas dan penting dalam sejarah bangsa Allah.Di Sinai
perjanjian Allah dan Abraham demi keturunannya diperbarui dan diperluas hingga generasi
yang menjadi umat tebusan Allah kemudian diterapkan kepada tiap-tiap individu.Hubungan
perjanjian itu pada hakikatnya bersifat kebersamaan: “Aku akan menjadi Allahmu dam kamu
akan menjadi UmatKu”. “Janganlah engkau mempunyai allah-allah lain di hadapanKu”.Hal
ini juga berlaku untuk seluruh DasaTitah dan sejumlah hukum yang terinci dan penting dalam
kelima KitabTaurat.Kumpulan hukum yang paling tua “Kitab Perjanjian.(Kel.21-22), secara
hukum berlaku berdasarkan tanggungjawab dan kewajiban individu dalam hukum.
BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan
            Dari penjelasan di atas, sesuai dengan makalah “Etika yang meresponi Firman Tuhan
denganpenuhtanggungjawab”penulis menyimpulkan bahwa meresponi
FirmanTuhan berarti menanggapinya dalam Iman kemudian bergerak menghidupinya dalam 
kehidupan sehari-hari menuju norma-norma kebenaran yang terkandung di dalam Alkitab.
Mengapa Alkitab? Karena Firman Allah yang tertulis tanpa salah pada naskah
aslinya (Original Manuscript Without Error). Alkitab adalah satu-satunya kitab yang
isi norma-norma etisnya selaras dengan logika. Berarti pedoman kebenaran nilai-nilai etis
yang terkandung di dalam Alkitab sesungguhnya adalah yang selaras dengan nilai etis dan
norma-normakebenaran.
              Terkait dengan perbedaan bahasa yang multi bahasa di atas bumi ini Allah adalah
superior di atas segalanya, artinya walaupun demikian banyak nya bahasa-bahasa terjemahan
Alkitab yang berbeda, namun Allah sendiri akan membukakan maksud-maksudnya kepada
setiap individu yang mengalami pengalaman iman kepada para pembaca kitab suci Alkitab.
Mengapa demikian? karena setiap orang yang percaya kepada Kristus Yesus pastilah
memiliki pengalaman iman yang berbeda-beda pula. Tuhan adalah ahli bahasa yang mampu
menterjemahkan apa maksud doa-doa yang di sampaikan umat manusia kepada-Nya
Daftar pustaka

https://rapiantoniosirait8889.blogspot.com/2017/08/makalah-etikayang-meresponi-
firman.html

https://www.academia.edu/15842095/Makalah_Etika_Kristen

Anda mungkin juga menyukai