Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA KRISTIANI

NAMA: KORNELIA RAHADAT


NIM: P2012008
PRODI: S1 KEPERAWATAN
L
*

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan  puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun laporan ini saya beri judul “Etik Kristen”.dalam penyusunan makalah ini banyak kendala
yang saya jumpai, namun dengan adanya bimbingan dari dosen pembimbing serta guru program
diklat etika kristen dan bantuan dari rekan saya, maka proses penyusunan dan pembuatan makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu .
Pada kesempatan ini saya  mengucapkan banyak terima kasih yang mana di tujukan kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan sehingga memperlancar penyusunan
makalah ini.

Harapan kami semoga penulisan tugas Makalah ini dapat  bermanfaat bagi rekan-rekan
Pendidikan Agama Kristen khususnya. Serta bagi semua pihak yang memerlukan tambahan ilmu di
dalam Penjelasan tentang “Etika Kristen”

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 1


BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 2

A.    Pengertian Etika Kristen.......................................................................... 2

B.     Yesus Kristus Sebagai pusat Etika Kristen.............................................. 5

1.      Pandangan Etika Kristen tentang Manusia........................................ 5

2.      Pandangan etika Kristen tentang penebusan melalui karya Kristus... 7

C.     Ajaran Yesus Kristus dan Hidup Baru.................................................... 10

BAB III PENUTUP........................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan.................................................................................................... 14

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang


          Penulisan makalah ini agar mahasiswa Pendidikan Agama Kristen dapat memahami dan
menghayati pengertian Etika Kristen, melalui pemahaman dan penghayatan tersebut diharapkan
mahasiswa dapat berprilaku sesuai dengan norma-norma yang sesuai dengan ajaran kristen.

            Etika kristen sebagai ilmu mempunyai fungsi dan misi yang khusus dalam hidup manusia yakni
petunjuk dan penuntun tentang bagaiman manusia pribadi dan kelompok harus mengambil
keputusan tentang apa yang seharusnya berdasarkan kehendak dan Firman Tuhan. Etika kristen
adalah ilmu yang meneliti,menilai dan mengatur tabiat dan tingkah laku manusia dengan memakai
norma kehendak dan perintah Allah sebagaimana dinyatakan dalam Yesus Kristus.

1.2 Rumusan masalah

            Permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini berkaitan tentang dengan Etika
Kristen bagian umum, antara lain : 1Pengertian Etika kristen (titik tolak etika kristen pernan hukum
dalam etika kristen), 2Yesus sebagai pusat Etika Kristen,3Ajaran Yesus Kristus dan hidup baru.

BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Etika Kristen


          Etika Kristen berpangkalkan kepercayaan kepada Allah, yang menyatakan diri di dalam Yesus
Kristus. Allah Bapa menyatakan diri di dalam Yesus Kristus sebagai Pencipta langit dan bumi, yang
menciptakan dunia dan segala yang ada di dalamnya, yang menciptakan manusia menurut gambar
dan rupaNya, yang melaksanakan rencanaNya mengenai dunia dan manusia, “dengan tangan yang
terkekang”. Titik pangkal inilah yang bersifat menentukan bagi Etika Kristen.

          Pandangan tentang manusia menurut agama-agama suku ini tidak ada tempat bagi kesusilaan
dalam arti yang khusus. Sebab-sebabnya sebagai berikut: Pertama: manusia, sebagai individu yang
bertanggung jawab kepada Allah, menjadi tidak tempat kedudukannya. Kedua, Hukum Allah di
dalam agama-agama primitif itu tidak dianggap sebagai hukum yang normatif, yang menggerakkan
manusia mengambilkeputusan-keputusan etis, tetapi dianggap sebagai semacam hukum kodrat,
sebagai tata tertib kosmis. Ketiga, dalam agama-agama primitif, Etika tidak dapat tampil ke depan,
karena agama-agama primitif itu tidak dapat menerima pertentangan-pertentangan yang mutlak.

          Pandangan manusia menurut komunisme adalah “makhluk biologis ekonomis”. Sebagai
makhluk biologis, ia pun “binatang menyusui yang cerdas”. Atas dasar pandangan tentang manusia
ini, materialisme dialetika menyusun suatu Etika tertentu. Teori revolusi menggantikan susila. Etiak
materialisme dialetis adalah: Sadarlah akan kedudukanmu dalam perjuangan di tengah masyarakat
dan berbuatlah sesuai dengan kedudukanmu.

          Di dalam Kitab Kejadian 1 terdapat kalimat-kalimat yang terkenal mengenai kejadian manusia,
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” (ayat 27). Dalam Perjanjian Baru Yesus Kristus
disebut gambar Allah ( 2 Kor 4:4; Kol 1:15). Dan sudah dijanjikan kepada kita, bahwa barangsiapa
percaya kepada Allah akan dijadikan kembali menurut gambar-Nya dan akan serupa dengan Dia (1
Kor 15:49; 2 Kor 3:18; Kol 3:10).

         

B.     Yesus Kristus sebagai Pusat Etika Kristen

       Di atas telah dikemukakan bahwa etika Kristen berpusat pada diri dan karya Tuhan Yesus Kristus.
Mengapa demikian? Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan, Anak Allah
yang datang ke dunia, mengorbankan diri -Nya di atas kayu salib, menggantikan manusia menerima
kutuk Allah, mati dan bangkit dari antara orang mati mengalahkan kuasa dosa dan maut. Yesus
Kristus adalah Allah yang menjadi manusia. Dialah satu-satunya manusia yang dapat memenuhi
semua tuntutan dari Allah yang telah dinyatakan melalui firman-Nya. Maka semua nilai etik harus
diukur dari pribadi dan karya Kristus itu. Untuk itu, maka perlu dipahami arti dan makna karya
Kristus itu, untuk mengerti isi etika Kristen. Untuk itu, pertama-tama kita akan meninjau pandangan
etika Kristen tentang manusia.

1.   Pandangan Etika Kristen tentang Manusia

Untuk dapat memahami arti dalam makna Karya Kristen, maka terlebih dahulu kita perlu mengerti
siapakah manusia menurut pandangan etika Kristen? Mengapa manusia? Oleh karena manusia
adalah subjek terhadap siapa Allah berhadap-hadapan dan yang menjadi pelaku yang disebut etika.
Ada baiknya sepintas lalu kita memahami manusia yang disaksikan oleh Alkitab.

a.       Manusia adalah mahkota ciptaan.

Dalam Kejadian pasal 1, khususnya ayat 27 dikatakan bahwa Allah menciptakan manusia menurut
gambar Allah. Pernyataan bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar Allah (Ibrani: tselem)  dan
seperti rupa Allah (Ibrani: demut)  maka ini mengandung arti ya). Bahwa manusia adalah makhluk
dan bukan Allah yang sangat luas.

1). Bahwa manusia adalah makhluk dan bukan Allah. Istilah gambar Allah, tidak menunjukkan adanya
kesamaan zat antara Allah dan manusia. Maka manusia harus patuh dan taat kepada Allah.

2). Walaupun ia makhluk, manusia diciptakan sebagai makhluk berjiwa-raga (somatis-psikis). Allah
membentuk manusia dari tanah (Ibrani: adamah) tetapi kepadanya dihembuskan Roh dari Allah
memberinya nafas kehidupan (nismat hajjim). Di sini tercermin adanya hubungan yang khusus
antara Allah dan manusia.

3). Hubungan antara Allah dan manusia dan manusia dengan Allah itulah yang dinyatakan dengan
ungkapan gambar Allah. Hal itu mengandung dua makna, yaitu manusia diberi tanggung jawab
sehingga ia menjadi makhluk yang bertanggung jawab.

      Gambar Allah mengandung pula arti bahwa manusia adalah pemegang mandat Allah di bumi.
Manusia adalah wakil Allah di bumi. Di sini kita melihat bahwa manusia hidup di dalam persekutuan
yang baik dengan Allah. Dalam arti itulah kita berbicara tentang etika. Yaitu bahwa manusia dalam
hubungannya dengan Allah dan dengan sesamanya manusia memperlihatkan tingkah lakunya. Juga
dalam melaksanakan tanggung jawabnya terhadap makhluk-makhluk lainnya.

4). Gambar Allah juga mengungkapkan kebebasan memilih yang diberikan kepada manusia. Manusia
bebas untuk berbakti secara sukarela kepada Allah. Di sini juga arti kata etika menjadi relevan.
Manusia bebas memilih jalan hidupnya sesuai dengan kehendak hatinya. Kepatuhan yang bebas
itulah yang diminta Allah dari manusia. Bukan kepatuhan karena paksaan.

                  b.  Manusia sebagai makhluk berdosa

        Kejadian 3 menjelaskan kepada kita bahwa tanggung jawab dan kebebasan yang diberikan Allah
kepada manusia ternyata disalah gunakan. Manusia yang dibujuk oleh Iblis memilih  untuk lebih
mendengar bujukan itu daripada mendengar firman Allah. Memang dalam hal itu manusia tidak
mengambil inisiatif untuk melanggar perintah Allah, la dibujuk. Ia pasif, ia digoda dan disilaukan
matanya. Tetapi ia menyatakan ya terhadap bujukan itu. Sebab ia ingin menjadi sama seperti Allah.
Ia ingin menyangkali hakikatnya sebagai makhluk dan menyerah kalah kepada iblis. Daripada
menjadi gambar Allah, manusia lebih suka menjadi sama seperti Allah. Ia ingin memutuskan sendiri
pada yang baik dan apa yang jahat. Ia mencurigai Allah dan tidak percaya kepada Allah. Ia juga tidak
percaya kepada tujuan Allah menciptakan ia. Dengan kata lain manusia memberontak kepada Allah
dan ingin hidup di luar tujuan yang telah ditetapkan Allah sendiri. Ia ingin menciptakan
kebenarannya sendiri.

       Dosa dalam bahasa Ibrani disebut chet  atau chatta.  Dalam bahasa Yunani
disebut Amartia.  Amartia berarti luncas (luput, tidak mengenai sasaran, menyeleweng dari tujuan).
Benar, manusia menyeleweng dari tujuan ia diciptakan Allah. Di dalam keadaannya yang berdosa itu
manusia tidak hanya dikuasai oleh dosa tapi juga oleh maut. Manusia tidak hanya mengalami
kehancuran moral (Yunani: asebeia),  ia juga mengalami ketiadaan hukum (anomia). Itulah ungkapan
situasi manusia yang berdosa. Ia tidak hanya kehilangan kebenaran Allah, ia pun memutar balikkan
kebenaran menjadi kefasikan, menindas kebenaran menjadi kelaliman (Roma 2:18 - 32; 3;9 - 19).
Dalam situasi itu manusia tidak dapat melepaskan dirinya sendiri. Semakin ia berusaha, semakin ia
terjerumus ke dalam dosa.

2.   Pandangan etika Kristen tentang penebusan melalui karya Kristus

       Dosa menyebabkan manusia kehilangan gambar Allah. Artinya manusia putus hubungan dengan
Allah. Manusia tidak dapat menolong dirinya sendiri. Sebab itu, Allah sendiri, oleh karena kasih-Nya,
datang menebus manusia dari kuasa dosa. Hal ini dilakukan Allah melalui dan di dalam diri Yesus
Kristus. Yesus Kristus disebut gambar Allah (II Korintus 4:4; Kol. 1:15) dan barang siapa percaya
kepada-Nya ia ciptakan kembali menjadi gambar Allah (I Korintus 15:49; II Korintus 3:18; Kolose
3:10). Pemulihan manusia dalam Yesus Kristus itulah yang kita sebut penciptaan baru. Dan itu terjadi
bukan dengan usaha manusia melainkan anugerah Allah, kasih Allah (Yohanes 3:16). Hanya oleh
karya penebusan Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib, manusia tidak lagi dikuasai
dosa. Apakah arti penebusan itu dalam etika Kristus?

a.       Pembenaran.  Melalui pengorbanan Yesus Kristus, manusia dibenarkan di hadapan Allah.


Pembenaran itu berhubungan dengan iman. Maka arti pembenaran tidak bisa dipisahkan dengan
iman. Manusia dianggap benar kalau ia percaya pada kasih Allah yang menyelamatkan
(Latin: Justificatio sola fide).  Melalui pengorbanan Kristus, Allah membenarkah orang durhaka (Roma
4:5) dan pembenaran itu diperhitungkan karena iman kepada anugerah Allah itu. Baca seterusnya
Roma 3 : 21-30). Proses pembenaran itu, tidak hanya nyata melalui salib, tetapi juga telah nyata
dalam pekerjaan Kristus ketika ia masih hidup la mengampuni dosa orang yang percaya kepada-Nya
(lihat misalnya Lewi, Lukas 5 : 27-32; Zakheus, Lukas 19:1-8; dan perempuan berzinah, Yohanes 8 : 1-
11). Banyak contoh lain dalam Perjanjian Baru yang mengungkapkan pekerjaan Kristus yang
membaharui hidup orang yang percaya kepada-Nya dengan pengampunan dosa. "Imanmu
menyelamatkan engkau". "Imanmu menyembuhkan engkau" dan sebagainya. Maka pembenaran itu
pertama-tama adalah anugerah Allah (sola gratia, Roma 1 : 16-17; Epesus 2:8; Filipi 2.: 12-13) melalui
iman kepada Yesus Kristus (sola fide).

b.      Pengudusan.  Pengorbanan Kristus, tidak hanya membuat orang beriman dibenarkan atau dianggap
benar, tetapi juga dikuduskan (Latin: sanctificatio).  Pengudusan tidak dipisahkan dari pembenaran.
Di dalam pembenaran Tuhan mengubah kedudukan hukum manusia. Keadilan Allah menuntut
bahwa manusia berdosa harus dihukum mati (Kejadian 3:19), namun oleh kasih-Nya yang nyata
dalam Kristus, Hukum itu telah ditimpakan kepada Kristus, supaya orang berdosa dibenarkan (Roma
5) yang sekaligus mengundang pengudusan (I Korintus 1:30). Sama seperti pembenaran yang berarti
dianggap benar karena percaya kepada Yesus Kristus, demikian pula kesucian berarti kita dianggap
suci atau kudus karena iman kita kepada pengudusan Kristus. Yesus sendiri mengatakan kepada
murid-murid-Nya bahwa kamu memang telah bersih (suci, kudus) karena Firman yang telah
kukatakan kepadamu (Yohanes 15:3), tetapi pengudusan itu sendiri terjadi melalui pengorbanan
Yesus di atas kayu salib. Darah Kristus yang dicurahkan adalah simbol dan materi dari kekudusan
orang percaya (I Petrus 1 : 18-23). Pengudusan yang dilakukan Kristus di atas salib, diteruskan
olehRohkudus yang bekerja dalam hati manusia untuk terus membaharui dan menguduskan orang
percaya. Maka sama seperti kebenaran itu dapat diusahakan sendiri oleh manusia, demikianlah
pengudusan itu merupakan anugerah Allah. Manusia pada hakikatnya ce'mar dan berdosa, tetapi
dikuduskan oleh Allah karena karya Kristus dan melalui pekerjaan Roh Kudus.

Konsep kekudusan dalam etika Kristus tidak dapat dilepaskan dari pengorbanan Yesus Kristus.
Kehidupan Yesus Kristus dibaktikan kepada Allah tanpa cacat cela dan oleh sebab itu Ia dapat
disebut sebagai personifikasi kekudusan. Di Golgota la mempersembahkan korban kudus hidup-Nya
untuk mendamaikan orang-orang yang berdosa dan najis dengan Allah, yaitu melalui pertumpahan
darah-Nya. Kekudusan sama sekali tidak merupakan hasil karya orang-orang yang beritikad baik,
melainkan hadiah yang dilimpahkan oleh Allah dalam Yesus Kristus kepada manusia. Maka
kekudusan itu tidak dipahami dalam arti kekudusan pribadi melainkan kekudusan dalam arti
persekutuan orang-orang percaya. Dalam persekutuan itu setiap orang mengambil bagian melalui
pergaulan mempraktekkan hidup yang telah diteladankan dan diajarkan oleh Yesus Kristus.

Jadi kekudusan itu tidak melekat pada diri manusia melainkan pada Allah. Kekudusan orang percaya,
dengan demikian, hanya dapat dipahami dan dan dialami dalam persekutuan dengan Allah sendiri .
Orang yang percaya kepada-Nya diperhitungkan sebagai kudus kalau ia hidup taat dan setia kepada-
Nya melalui seluruh hidupnya.
c.       Kesempurnaan.  Selain kekudusan, dalam etika Kristen diyakini pula bahwa pengorbanan Yesus
Kristus juga memberi kesempurnaan (Latin: perfectio).  Perbedaan kekudusan dan kesempurnaan
dijelaskan sebagai berikut. Kekudusan mengar.dung arti negatif yaitu terpisah dari atau lepas dari
dosa atau kenajisan. Sedangkan kesempurnaannya mengandung arti positif yang berati tidak ada lagi
dosa. Jadi sempurna berarti baik seutuhnya atau baik seluruhnya. Dalam etika Kristen diyakini bahwa
hanya Allah yang sempurna. Namun Yesus Kristus dalam pengorbanannya juga membawa dampak
penyempurnaan bagi hidup manusia. Ia mengajarkan: "haruslah kamu sempurna, sama seperti
Bapakmu yang di surga adalah sempurna" (Matius 5:48). Kesempurnaan itu tentu saja juga
pemberian Allah. Manusia dianggap sempurna apabila ia sungguh-sungguh dengan segenap hati,
jiwa dan seluruh hidupnya kepada Allah (Baca Roma 12:1). Kesempurnaan itu, sama seperti
kekudusan, hanya dapat dipahami dalam hubungan dengan Allah atau dalam persekutuan dengan
Allah (Kolose 3:14). Manusia tidak mungkin dapat mengusahakan sendiri kesempurnaannya. Ia
dianggap sempurna oleh Allah dengan menyerahkan hidup seutuhnya kepada Allah dan dinyatakan
melalui hidupnya setiap saat. Penyempurnaan itu bukanlah hasil karya manusia melainkan karunia
Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus dan yang dikerjakan dalam hidup manusia oleh Roh Kudus.

                 

  Jelaslah kiranya landasan etika Kristen dalam diri Yesus Kristus yaitu melalui pengorbanan diri-Nya
di atas kayu salib. Sekarang menjadi pertanyaan, bagaimanakah hal itu dilakukan dalam praktek
kehidupan kesusilaan? Pekerjaan Allah menuntut respon atau tanggapan manusia. Tanggapan itu
dinyatakan dalam iman. Dan iman itu diwujudkan dalam bentuk penyerahan diri kepada Allah dan
buah penyerahan itu adalah hidup sesuai dengan teladan dan ajaran Yesus Kristus. Maka baiklah kita
meninjau ajaran Yesus Kristus yang sesuai dengan karya dan teladan-Nya bagi orang percaya.

C. Ajaran Yesus Kristus dan Hidup Baru


            Ajaran Yesus Kristus tidak berdiri sendiri. Ajaran-ajarannya sejalan dengan karya dan
pengorbanan-Nya sebagaimana telah dikemukakan di atas. Juga sejalan dengan teladan yang la
berikan melalui hidup-Nya yaitu cinta kasih dan keadilan. Di atas salib, cinta dan keadilan Allah
bertemu. Di sana la menyatakan kasih-Nya yang tak terbatas kepada manusia dan sekaligus. la juga
menyatakan keadilan-Nya dengan melaksanakan hukuman terhadap manusia berdosa, dan itu
diletakkan di atas pundak Kristus. Dalam seluruh hidup-Nya, Yesus mempraktekkan apa yang la
lakukan di atas salib. Mengasihi sesama manusia dan menegakkan keadilan di antara manusia. Dan
apa yang dilakukan-Nya, diajarkan-Nya juga supaya orang yang percaya kepada-Nya hidup dari
rahmat Allah, yang secara sempurna telah terjelma dalam diri-Nya.
            Berikut ini akan dibahas tiga Inti ajaran Yesus, tapi yang merangkum juga kelembutan,
kemurahan hati, damai dan sejahtera dan ajaran-ajaran lainnya. Hal-hal yang disebutkan belakangan
itu dapat juga disebut sebagai bagian dari ketiga ajaran inti Yesus itu.

1.      Kaidah Emas (golden Rule).  Ada dua rumusan kaidah emas. Yang negatif berbunyi : "Apa yang kamu
tidak kehendaki orang berbuat kepadamu, janganlah kamu perbuat kepada orang-orang lain".
Rumusan negatif ini diajarkan oleh hampir semua agama: Khususnya Yudaisme, Hinduisme,
Bhudisme, Konfusionisme dan Iain-lain. Tetapi ajaran Yesus dirumuskan-Nya dalam kalimat positif:
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga
kepada mereka" (Matius 7:12; Lukas 6:31). Rumusan positif ini memberi makna yang lebih luas
daripada rumusan negatif. Dalam rumusan negatif hanya ada tuntutan minimum etis dalam
masyarakat. Sedangkan rumusan Yesus mengandung maksimum etis. Rumusan itu mencakup norma
hubungan antara individu maupun antarkelompok, antar suku, antar ras, antar-golongan dan
seterusnya. Maka kaidah emas itu tidak hanya diperlakukan dalam hubungan pribadi tapi dalam
seluruh hubungan manusia: ekonomi, sosial, politik dan sebagainya. Kaidah emas itu mendasarkan
aktivitas orang Kristen dalam setiap situasi yakni sebagai aktivitas kasih dan keadilan.

2.      Keadilan. Keadilan  (Yunani: Dikaisune,  Latin: iustitia)  juga merupakan asas etika yang terdapat
dalam hampir semua agama dan bahkan filsafat. Tetapi keadilan yang diajarkan Yesus (dikaisune)
mempunyai arti yang universal dan tidak pertama-tama ditujukan pada diri sendiri tapi pada orang
lain, khususnya kaum tertindas. Sebab itu keadilan yang diajarkan Yesus tidak dapat dilepaskan dari
aspek kebenaran (Baca misalnya Matius 5:6,10; 6:33). Di situ keadilan Kerajaan Allah berarti
pemberlakuan kebenaran, khususnya kepada kaum tertindas. Dalam seluruh hidupnya, kelompok
inilah yang paling diperhatikan Yesus (Lukas 4, Matius 25 dan Iain-lain). Keadilan yang diajarkan
Yesus dirumuskan sebagai keadilan yang memulihkan hukum yakni keadilan yang bersifat menolong,
menyelamatkan dan memberi pembaharuan.

3.      Kasih.  (Yunani: Agape,  Latin: caritas).  Kasih yang diajarkan Yesus adalah kasih yang tidak terbatas
(Matius 5:43-46) yang meliputi baik kawan, maupun lawan. Kasih agape itu, adalah kasih Allah yang
mengampuni dan menerima kembali. Kasih yang tidak memilih bulu dan tidak pamrih. Seperti Allah
mengasihi manusia berdosa, demikianlah kasih itu dilakukan tanpa pamrih, tanpa menuntut balas
atau tanpa terbatas pada kalangan sendiri (keluarga, teman dan golongan). Kasih yang diajarkan
Yesus adalah kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia (Matius 22:37 - 40) tanpa syarat-syarat
tertentu. Kasih merupakan pengejawantahan dari hidup yang telah ditebus Allah. Kasih, merupakan
penggenapan dari kaidah emas dan prinsip keadilan yang memulihkan hukum yang diajarkan Yesus.
(Baca I Korintus 13:13).

              Apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus telah terwujudkan melalui hidup dan pengorbanan-Nya. la
mengajarkan-Nya supaya menjadi panduan hidup orang percaya dan manusia pada umumnya,
dalam suatu pola hidup baru, hidup yang telah ditebus, dibaharui, dikuduskan dan bahkan
disempurnakan melalui pengorbanan-Nya itu. Dengan melakukan ajaran itu, maka orang percaya
dipandu hidup dalam persekutuan dengan Allah yang telah menebusnya dari pengaruh dan kuasa
dosa. Ajaran Yesus itu tidaklah berdiri sendiri. la menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari anugerah
pengampunan-Nya.

          Di dalam sejarah Etika Kristen, hidup baru itu sering dirumuskan dengan “Mengikuti Kristus”.
Perumusan ini sangat penting. Karna dua macam sebab:

1.      Karna di dalam perumusan ini hubungan yang erat antara hidup baru dan Yesus Kristus kelihatan
sangat jelas.  Di dalam berbagai perumusan tentang hidup baru dan taurat. Di dalam perumusan
“mengikuti Krristus” diterangkan hubungan antara Yesus dan hidup baru. “Dialah Pokok anggur dan
kita ranting-rantingnya (Yohanes 15:1-8).

2.      Karna pengertian “mengikuti Kristus” jelas menerangkan beberapa konsekwensi hdiup baru, yang


tidak terdapat pada istilah-istilah dan perumusan-perumusan lainnya. Perumusan ini juga
menerangkan adanya suatu macam situasi persengketaan antara hidup baru dan dunia,
persengketaan yang  membawa, kesengsaraan. Barangsiapa mengikuti Kristus, maka yang diikuti
ialah Dia yang dibuang dan disalibkan oleh dunia. Tetapi hanya sedikit perumusan tentang hidup
baru itu di sepanjang sejarah begitu sering disalahgunakan seperti perumusan ini.

Oleh sebab itu, pertama-pertama kita selidiki apa yang dimaksudkan dengan itu diterangkan
di dalm sejarah gereja.

a.       Apakah maksud “mengikuti Kristus” menurut Alkitab ?

1.      Menurut Perjanjian Lama. Istilah “mengikuti” sudah sering terdapat dalam kitab. Perjanjian Lama.
Paling jelas dalam pergumulan antara nabi Elia dan nabi-nabi Baal di bukit Karmel (1 Raja-Raja 18:20-
46). Di situ bangsa  Israel disuruh memilih: “ Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang
hati? Kalau Tuhan itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia.

2.       Menurut injil-injil. Di dalam kitab Perjanjian Baru ucapan-ucapan semacam itu dapat kita dengar
dari mulut Tuhan Yesus. Tuhan yang esa dan yang sesungguhnya menyatakan diri di dalm Yesus.
Dalam Yesus, Tuahn ada di tengah-tengah kita. Ia tinggal di antara kita. Dan tiap-kali kita lihat, bahwa
Yesus memanggil orang-orang supaya mengikuti Dia.

“Ikuti aku”, itulah panggilan yang dipakai oleh Yesus untuk mengumpulkan murid-muridnya.
Panggilan itu tidak berarti, bahwa Yesus meminta muridnya-muridnya supaya mereka meniru-
meniru Dia, tetapi supaya mereka menyerahkan diri kepadaNya dan berjalan di jalan yang di-
tempuhNya.

Keterangan yang paling jelas tentang apa yang dimaksudkan dengan “Mengikuti Kristus” terdapat
dalam Injil Markus 8:34 dan 35 “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkalkan
dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku. Karna barang siapa mau menyelamatkan nyawanya, ia
akan kehilangan nyawanya; tetapi barang siapa kehilangan nyawanya karna Aku dan karna Injil ia
akan menyelamatkan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai seorang mahasiswa kristen, perlu disadari bahwa perilaku dan segala tindak tidakan
terlepas dari pengamatan orang lain. Untuk itu, mahasiswa harus dapat memberikan contoh yang
baik atau panutan. Mahasiswa diharapkan dapat menjadi “garam” atau “pelita” bagi masyarakat
disekitarnya.

Menjadi garam artinya seorang mahasiswa dapat membuat kehidupan sosial masyarakat
menjadi damai dan sejahtera atau dengan kata lain dapat memberikan cita rasa yang lebih baik.
Menjadi pelita artinya sebagai seorang mahasiswa dapat memberikan contoh atau menjadi terang
sehingga dapat menjadi panutan bagi orang lain agar tidak tersandung dalam permasalahan-
permasalahan yang akan merugikan diri sendiri atau orang lain.

Menjadi terang ataupun garam tersebut perlu didasari oleh ajaran kristen, yaitu melakukan
perbuatan untuk menjadi contoh yang baik bagi orang lain dengan didasarkan pada kasih kepada
Tuhan dan kasih kepada sesama.
DAFTAR PUSTAKA

Kuartwarpth. Blogspot. Com

Wwww, academic. edo

Anda mungkin juga menyukai