PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia adalah pembentuk budaya. Budaya dibentuk supaya ada
peraturan agar manusia bisa hidup bersama dan berhubungan satu sama lain
dengan harmonis. Tapi manusia sering menjadi terikat dengan budaya ini dan sulit
untuk melepaskan diri dari budayanya. Kita sering lupa pada hakikat dibentuknya
budaya itu. Budaya pada hakekatnya adalah menurut Prof Koentjaraningrat
mengungkapkan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan,
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
manusia dengan belajar.
Awalnya pada setiap budaya mempunyai esensi dan nilai yang sangat
kental maknanya bagi kehidupan masyarakat. Namun, semakin berkembangnya
peradaban manusia, esensi dari kebudayaan tersebut sudah memudar. Memang
masih tetap dilakukan, tapi tidak seketat dulu.
Selama budaya itu masih relevan untuk membangun hidup kita ke arah
yang lebih baik, maka kita boleh tetap mempertahankannya. Namun jika budaya
itu sudah mengganggu pertumbuhan rohani kita, atau bahkan merusaknya, maka
seharusnya kita meninggalkannya dan membentuk budaya yang baru atau masuk
ke dalam budaya yang lain. Tuhan sudah memberikan kuasa kepada kita untuk
mengelola dunia ini, kita tinggal memilih bagaimana menyikapi setiap budaya
tersebut.
Bagaimana kita menerapkannya dalam konteks Indonesia? Indonesia
adalah negara dengan banyak suku sehingga beragam pula budayanya. Dari
beberapa budaya yang terbentuk itu, terdapat beberapa budaya yang terkadang
tidak sesuai dengan pengajaran agama Kristen. Hal ini bukan berarti bahwa
Kristen menolak dengan radikal setiap budaya yang tidak tercantum dalam
Alkitab. Namun, Kristen berusaha menghargai dan tidak menghakimi bahwa
kebudayaan itu salah dan tidak boleh dilakukan. Hal inilah yang membuat
perdebatan bagaimana orang Kristen menghadapi dan merespon budaya yang ada
di lingkungannya.
Dalam pembahasan makalah ini, kami membahas tentang tinjauan etika
kristen tentang pengaruh budaya terhadap gereja. Kami akan membahas sikapsikap apa saja yang terjadi di kalangan umat kristiani terhadap budaya dan sikap
apa yang seharusnya diterapkan sebagai umat kristen yang sesuai juga dengan
pandangan etika Kristen.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Agar mahasiswa mampu memahami pengertian budaya, bedanya dengan
agama dan pentingnya integritas agama.
2. Agar mahasiswa mampu memahami anek ragam pandangan mengenai
hubungan antara agama dan budaya.
3. Agar mahasiswa mampu memahami pengaruh ynag positif dari agama
terhadap budaya dan budaya terhadap agama.
4. Agar mahasiswa mampu menghayati budaya kerja keras dalam seluruh
hidupnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Etika
Secara Etimologi Etika berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti
sikap, cara berfikir, watak kesesuaian atau adat. Ethos identik dengan Moral, yang
dalam Bahasa Indonesia berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna
tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku
batin dalam hidup.
Etika merupakan cabang dari filsafat etika mencari ukuran baik buruknya
bagi tingkah laku manusia. Etika adalah ajaran atau ilmu tentang adat kebiasaan
yang berkenaan dengan kebiasaan baik atau buruk yang diterima umum mengenai
sikap, perbuatan, kewajiban dan sebagainya.
Etika adalah merupakan suatu cabang ilmu filsafat, tujuannya adalah
mempelajari perilaku, baik moral maupun immoral dengan tujuan membuat
pertimbangan yang cukup beralasan dan akhirnya sampai pada rekomendasi yang
memadai yang dapat diterima oleh suatu golongan tertentu atau individu.
1.2. Etika Kristen
Dasar etika Kristen adalah iman Kristiani. Iman Kristiani inilah yang akan
dipakai untuk menjadi asumsi dasar dalam melakukan penilaian etis. Etika Kristen
meruapakan tanggapan akan kasih Allah yang menyelamatkan kita. Kehidupan
etis merupakan cara hidup dalam persekutuan dengan Tuhan.
Secara kontekstual, makna etika Kristen diperhadapkan pada situasi
terntentu, yakni kini dan di sini. Oleh sebab itu, etika Kristen mempelajari situasi
yang seharusnya dengan mengingat situasi yang sebenarnya. Etika Kristen bersifat
universal dan juga kontekstual. Etika Kristen merupakan sesuatu yang terbuka dan
dinamis yang bergerak dalam ruang dan waktu. Maksudnya ialah adanya analisis
etis yang harus merupakan suatu interaksi antar disiplin ilmu, dengan konteks
budaya sekitar, berorientasi pada masalah-masalah konkret, dan juga peka
terhadap perkembangan serta kecenderungan yang mutakhir.
Salah satunya adalah Alkitab mengatakan bahwa tubuh kita adalah bait
Roh Kudus dan kita harus memuliakan Allah dengannya (1 Korintus 6:19-20).
Mengenali apa yang diakibatkan oleh obat-obat terlarang pada tubuh kita
kerusakan yang diakibatkan pada berbagai organ tubuh kita tahu bahwa
menggunakan obat-obat terlarang adalah merusak bait Roh Kudus. Dan jelas hal
itu tidak memuliakan Allah. Alkitab juga memberi tahu kita bahwa kita harus
mengikuti pemerintah yang Allah telah tempatkan (Roma 13:1). Mengingat natur
obat-obat terlarang yang ilegal, penggunaannya berarti
Etika Kristen adalah etika berbasis karakter yang menghadirkan kasih,
keadilan, pembebasan dari ketertindasan, kemurahan, dan belas kasihan dalam
berhubungan dengan orang lain.
1.3. Pengertian Budaya
Menurut Edward B. Taylor, Kebudayaan merupakan keseluruhan yang
kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh
seseorang sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan berasal dari kata Sansekerta budaya yaitu bentuk jamak dari
budi yang artinya roh atau akal. Jadi kata kebudayaan berarti segala sesuatu yang
diciptakan oleh roh dan akal manusia. Kebudayaan adalah mengerjakan
kemungkinan-kemungkinan dalam alam oleh manusia. .
Dimanapun
manusia
mengubah
dan
mengusahakan/mengerjakan
masyarakat
yang
dijadikan
milik
manusia
dengan
belajar.
5. Sistem kesenian
6. Sistem mata pencarian hidup dan
7. Sistem teknologi dan peralatan.
Kebudayaan adalah khas hasil manusia, karena di dalamnya, manusia
menyatakan dirinya sebagai manusia, mengembangkan keadaannya sebagai
manusia, dan memperkenalkan dirinya sebagai manusia. Dalam kebudayaan,
bertindaklah manusia sebagai manusia dihadapan alam, namun ia membedakan
dirinya dari alam dan menundukkan alam bagi dirinya
Ciri-ciri khas kebudayaan adalah:
1. Bersifat historis.
Manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang
diwariskan secara turun temurun.
2. Bersifat geografis.
Kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang
pesat dan ada yang lamban, dan ada pula yang mandeg (stagnan) yang
nyaris berhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan lingkungan,
kebudayaan kemudian berkembang pada komunitas tertentu, dan lalu
meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras. Kemudian kebudayaan itu
meluas dan mencakup wilayah/regiona, dan makin meluas dengan
belahan-bumi. Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (duniawi) dalam era
informasi dimana terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaankebudayaan.
3. Bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu. Dalam perjalanan kebudayaan,
manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah
manusia terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu
bisa dikembangkan? Sampai batas mana?
1.4. Etika Kristen terhadap budaya
Sepanjang kehidupan gereja/orang percaya, ternyata ditemukan adanya
berbagai macam sikap gereja terhadap kebudayaan. Barangkali pemikiran Richard
Niebuhr penulis buku Kristus dan kebudayaan dapat membantu kita untuk
lebih memahami masalah ini.
6
Selama beberapa abad kita mengikuti tradisi kekristenan barat. Bahkan jaman
dulu ada warga jemaat yang memprotes keras pada saat pohon terang akan diganti
dengan janur. Kata pemrotes penggantian itu akan mencoreng kemurnian
kekristenan. Secara tersirat protes itu sebenarnya merupakan wujud sikap
mengagungkan budaya barat bukan mengagungkan iman Kristen. Sebab pohon
terang tidak terdapat di dalam Alkitab. Bahkan cerita tentang Natal halnya
terdapat tidak lebih dari 4-5 pasal dari keseluruhan isi Alkitab.
b. Gereja /Injil berada di atas Kebudayaan
Menurut Thomas Aquinas (1225-1274), kebudayaan menciptakan aturan
suatu kehidupan sosial yang ditemukan oleh akal budi manusia yang dapat dikenal
oleh semua yang berakal sehat sebab bersifat hukum alam. Tapi disamping hukum
alam ada hukum Ilahi yang dinyatakan Allah melalui para Nabi yang melampaui
hukum alam. Sebagian hukum Ilahi adalah harmonis dengan hukum alam dan
sebagian lagi melampauinya dan itulah menjadi hukum dari hidup supernatural
manusia (ordo supernaturalis). Hukum Ilahi terdapat dalam perintah: juallah semua
apa yang kamu miliki, berikan kepada orang miskin sedang hukum alam terdapat
dalam perintah kamu tidak boleh mencuri, yaitu hukum yang sama dapat ditemui
oleh akal manusia dan didalam wahyu. Dari contoh itu Thomas Aquinas
menyimpulkan bahwa hukum alam yang ditemui yang terdapat dalam kodrat hidup
manusia berada di bawah ordo supernaturalis. Manusia dalam hidupnya sudah
kehilangan ordo supernaturalis dan untuk dapat memulihkannya kembali hanyalah
melalui sakraman. Gereja berada dalam ordo supernatulis. Oleh karena itu
kebudayaan berada di bawah hirarkis gereja.
Dalam pandangan ini dipahami bahwa kebudayaan tidak perlu dimusuhi.
Mengapa? Karena kebudayaan merupakan salah satu realisasi jati diri manusia
yang telah diberi akal budi oleh Allah. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa
melalui kebudayaan manusia dapat mengenal tentang apa yang baik dan buruk
(nilai-nilai hidup). Hanya saja nilai-nilai hidup yang ditawarkan oleh kebudayaan
itu tidak mungkin mencapai pada pengenalan akan Allah yang sejati. Oleh karena
itu kebudayaan membutuhkan tambahan, yaitu anugerah Allah (dalam hal itu:
Yesus Kristus). Yesus Kristus memberi nilai plus pada kebudayaan.
telah rusak. Atas pemikiran teologis tersebut, Agustinus meletakkan gagasan Injil
pengubah kebudayaan atau Injil adalah Conversionis terhadap kebudayaan.
Pemikiran Augustinis ini dilanjutkan oleh Johanes Calvin pada awal abad ke 16.
Titik tolak pikirannya berawal pada pandangannya bahwa hukum-hukum kerajaan
Allah telah ditulis dalam kodrat manusia dan dapat terbaca dalam kebudayaannya.
Dengan itu hidup dan kebudayaan manusia dapat ditransformasikan sebab kodrat
dan kebudayaan manusia dapat dicerahkan, sebab mengandung kemungkinan itu
pada dirinya sebagai pemberian Ilahi. Oleh sebab itu Injil harus diaktualisasikan
dalam kebudayaan supaya kebudayaan lebih dapat mensejahterakan manusia (245246).
Dalam pemahaman ini dihayati bahwa kehadiran Injil di tengah dunia
adalah
untuk
memperbaharui
dunia-kebudayaan.
Johanes
Calvin
yang
10
11
12
amal,
intelektual,
dan
kesalehan
mereka.
13
1.5. Refleksi
Memandang dan Menyikapi Kebudayaan Batak Dalam Upaya
Memperbaharui dan Melestarikan Kebudayaan Batak Dalam Terang
Firman Allah.
Kebudayaan adalah prestasi atau hasil cipta, rasa, dan karsa manusia
dalam alam ini. Kemampuan untuk berprestasi/berkarya ini merupakan sikap
hakiki yang hanya ada pada manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa
Allah. Karena itu sejak penciptaan, manusia telah diberi amanat kebudayaan (Kej
1:26-30)
Namun kejatuhan manusia dalam dosa telah menyebabkan manusia hanya
mampu menghasilkan kebudayaan yang menyimpang dari rencana Allah dan
hanya demi kemuliaan diri manusia sendiri (dari God-centered menjadi mancentered)
14
15
Firman telah menjadi manusia sama seperti kita dan tinggal diantara kita
(Yoh 1 :14). ltu dapat diartikan bahwa Firman itu juga telah menjadi manusia
Batak dan hidup diantara kita orang yang berjiwa dan berkultur Batak juga. Sebab
itu tidak ada keragu-raguan kita untuk menyapa, memuji dan berdoa kepada Allah
dengan bahasa, idiom, terminologi, simbol, ritme, corak dan seluruh ekspressi
kultur Batak (termasuk lndonesia dan modernitas) kita Mengapa? Sebab Tuhan
Yesus Kristus lebih dulu datang menyapa kita dengan bahasa Batak yang sangat
kita pahami dan hayati.
Bagaimanakah kita menyikapi tortor, gondang dan ulos Batak sebagai
orang Kristen? Memang harus diakui bahwa pada awalnya jaman dahulu
tortor dan gondang adalah merupakan ritual atau upacara keagamaan tradisional
Batak yang belum mengenal kekristenan. Harus kita akui dengan jujur bahwa
leluhur kita yang belum Kristen menggunakan seni tari dan musik tortor dan
gondang itu untuk menyembah dewa-dewanya dan roh-roh, selain membangun
kebersamaan dan komunalitas mereka. Disinilah kita sebagai orang Kristen
( sekaligus batak- Indonesia) harus bersikap bijaksana, jujur, dan hati-hati serta
kreatif. Kita komunitas Kristen Batak sekarang mau menerima seni tari dan musik
Tortor dan Gondang Batak warisan leluhur pra kekristenan itu, namun dengan
memberinya makna atau arti yang baru. Tortor dan gondang tidak lagi sebagai
sarana pemujaan dewa-dewa dan roh-roh nenek moyang tetapi sebagai sarana
mengungkapkan syukur dan sukacita kepada Allah Bapa yang menciptakan langit
dan bumi, Tuhan Yesus Kristus yang menyelamatkan kita dari dosa, dan Roh
kudus yang membaharui hidup dan mendirikan gereja. Bentuknya mungkin masih
sama namun isinya baru. Ini mirip dengan apa yang dilakukan gereja purba
dengan tradisi pohon natal. Pada awalnya pohon terang itu adalah tradisi bangsa
bangsa Eropa yang belum mengenal Kristus namun diberi isi yang baru, yaitu
perayaan kelahiran Kristus. Begitu juga dengan tradisi telur paskah, santa claus
dll.
Dalam Alkitab kita juga pernah menemukan problematika yang sama. Di
gereja Korintus pernah ada perdebatan yang sangat tajam apakah daging-daging
sapi yang dijual pasar (sebelumnya dipersembahkan di kuil-kuil) boleh dimakan
oleh orang Kristen. Sebagian orang Kristen mengatakan boleh namun sebagian
lagi mengatakan tidak. Rasul paulus memberi nasihat yang sangat bijak.
*Makanan tidak mendekatkan atau Menjauhkan kita dari Tuhan. (l Kor 8:1-11).
Keadaan Yang mirip juga terjadi di gereja Roma: apakah orang Kristen boleh
memakan segalanya. (1 kor 14:15) Rasul Paulus memberi nasihat Kerajaan Allah
bukan soal makanan atau minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan
sukacita oleh Roh Kudus (l Kor14:17). Kita boleh menarik analogi dari ayat-ayat
ini untuk persoalan tortor dan gondang dan juga ulos. Benar bahwa tortor dan
gondang dahulu dipakai untuk penyembahan berhala, namun sekarang kita pakai
untuk memuliakan Allah Bapa, Anak dan Roh kudus. Selanjutnya kita sadar
bahwa kekristenan bukanlah soal makanan, minuman, jenis tekstil atau musik,
tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita Roh Kudus.
Nasi sangsang atau roti selai tidak ada bedanya di hadapan Tuhan, Tenunan
ulos batak, dengan batik jawa atau brokat prancis sama saja nilainya
dihadapan Kristus. Taganing (gondang, atau gondrang), orgel adalah sama-
16
sama alat yang tidak bernyawa dan netral. Keduanya dapat dipakai untuk
memuliakan Allah.
Persoalan sesungguhnya adalah: bagaimana sesungguhnya hubungan iman
Kristen dan budaya. Dalam Matius 5:13-16 Tuhan Yesus menyuruh orang Kristen
untuk menggarami dan menerangi dunia. Itu artinya Tuhan Yesus menyuruh kita
mempengaruhi, mewarnai, merasuki memperbaiki realitas social, konomi, politik
dan budaya yang ada. Itu artinya sebagai orang Kristen kita dipanggil bukan untuk
menjauhkan diri atau memusuhi budaya (tortor, gondang dan ulos dll) namun
untuk menggarami dan meneranginya dengan firman Tuhan, kasih dan
kebenaranNya. Bukan membakar ulos tetapi memberinya makna baru yang
kristiani. Namun sebaliknya kita juga diingatkan agar tidak terhisab atau tunduk
begitu saja kepada tuntutan budaya itu. Agar dapat menggarami dan menerangi
budaya (tortor. gondang dan ulos dll) kita tidak bersikap ekstrim: baik menolak
atau menerima secara absolut dan total. Kita sadar sebagai orang Kristen, kita
hanya tunduk secara absolute kepada Kristus dan bukan kepada budaya.
Sebaliknya kita juga sadar bahwa sebagai orang Kristen (di dunia) kita tidak
dapat mengasingkan diri dari budaya. Lantas bagaimana? Disinilah pentingnya
sikap kreatif dan kritis dalam menilai hubungan iman Kristen dan budaya batak
itu, termasuk tortor dan gondang serta ulos. Mana yang baik dan mana yang
buruk? Mana yang harus dipertahankan (dilestarikan) dan mana yang harus di
ubah? Mana yang relevan dengan kekristenan, dan yang tidak relevan dengan
kekristenan?
Kita mengakui dengan jujur bahwa sebelum datangnya kekristenan tortor
dan gondang adalah sarana untuk meminta kesuburan (sawah, ternak. dan
manusia). menolak bala dan atau menghormati dewa-dewa dan roh nenek
moyang. Bagi kita orang Kristen tortor dan gondang bukanlah sarana membujuk
Tuhan Allah agar menurunkan berkatNya, namun salah satu cara kita
mengekspressikan atau menyatakan syukur dan sukacita kita kepada Allah Bapa
yang kita kenal dalam Yesus Kristus dan membangun persekutuan sesama
kita.Selanjutnya sebelum datangnya kekristenan gondang dianggap sebagai
reflector atau yang memantulkan permintaan warga kepada dewa-dewa. Bagi kita
yang beriman Kristen, gondang itu hanyalah alat musik belaka dan para
pemainnya hanyalah manusia fana ciptaan Allah. Kita dapat menyampaikan
syukur atau permohonan kita kepada Allah bapa tanpa perantara atau reflektor
kecuali Tuhan Yesus Kristus. Dahulu bagi nenek moyang kita sebelum
kekristenan, tortor dan gondang sangat terikat kepada aturan-aturan pra-Kristen
yang membelenggu: misalnya wanita yang tidak dikaruniai anak tidak boleh
manortor dengan membuka tangan. Bagi kita yang beriman Kristen sekarang,
tentu saja semua orang boleh bersyukur dan bersukacita di hadapan Tuhannya
termasuk orang yang belum atau tidak menikah, memiliki anak, belum atau tidak
memiliki anak, belum atau tidak memiliki anak laki-laki. Semua manusia berharga
dihadapan Tuhan dan telah ditebusNya dengan darah Kristus yang suci dan tak
bernoda (1 pet 1:19).
17
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Dalam Kejadian 2:15, manusia diberi tugas bergenerasi, berkuasa,
mengusahkan dan memelihara. Untuk melakukan tugas-tugas itu, manusia
berbudaya. Namun untuk dapat berbudaya dengan baik, manusia di beri berkat
18
terlebih dahulu. Akal budi dan segala alat pengindraan menjadi modal dasar untuk
berbudaya. Dapat kita ketahui bahwa kebudayaan menurut iman Kristen adalah
semua alat untuk memuji Tuhan. Dasarnya adalah kasih kepada sesama yang
menimbulkan kerja sama dan komunikasi yang harmonis.
Sesungguhnya kehidupan manusia tidak bisa lepas dari budaya dan tradisi.
Justru dalam budaya dan tradisi itulah manusia mengembangkan kemanusiaan
dan komunitasnya. Budaya dan tradisi menjadi sarana bagi manusia untuk
memaknai alam, sesama dan TUHAN-nya. Iman Kristen dipengaruhi budaya dan
tradisi yang ada di sekitarnya tetapi sekaligus juga menciptakan budaya dan
tradisi baru. Kristen telah menjadi salah satu sumber kekuatan untuk melahirkan
kebudayaan.
Beberapa sikap yang dapat menjadi pertimbangan dalam menghadapi
kebudayaan yang ada. Sikap tersebut adalah Injil dipandang bertentangan
dengan kebudayaan (menentang), Gereja dari/dalam kebudayaan (sikap
akomodasi atau adaptasi), Gereja /Injil berada di atas kebudayaan (sikap
dominasi), Gereja/Injil selalu pada posisi paradok dengan kebudayaan
(Christ and culture is in paradox) (sikap mendua), Gereja-Injil
memperbaharui kebudayaan (sikap pengudusan serta adopsi)
Iman dan budaya memang berbeda namun juga begitu menyatu dan saling
tak terpisahkan, saling menghidupi. Jadi kita tidak boleh anti budaya namun
harus kritis terhadap budaya. Akan tetapi juga perlu berhati-hati, jangan
mencampuradukkan iman Kristen dengan kepercayaan-kepercayaan lain. Tentu
tradisi yang tidak mengandung unsur pemujaan kepada allah lain bahkan
mengandung nilai-nilai solidaritas dan kemanusiaan perlu kita hargai dan terima.
Bila perlu tradisi itu kita pakai dengan memberi makna baru yang lebih kristiani.
19
DAFTAR PUSTAKA
Sinulingga, Risnawaty.2014.Pendidikan Agama Kristen.Medan: Pustaka Bangsa
Press
Brotosudarmo, Drie, S. 2007. Etika Kristen Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Andi
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:PT. Renaka Cipta
20
http://www.oaseonline.org/artikel/ngelow-perspektif.htm
November 2011 jam 12.30 WIB
21
diunduh
pada