Anda di halaman 1dari 12

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat, setiap orang dituntut

untuk memiliki etika yang baik dalam setiap hal, tak terkecuali dalam bertutur kata.

Etika adalah sesuatu yang memang terdengar sepele namun banyak pihak yang

mengabaikannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penyampaian pesan komunikasi,

seorang komunikator dan komunikan haruslah memerhatikan etika dalam

menyampaikan pesan. Hal inilah yang kurang diperhatikan oleh sebagian orang. Oleh

karena itu penting bagi setiap orang untuk mengetahui secara mendalam mengenai

makna serta penerapan etika. Pada kesempatan kali ini, kami mencoba untuk menggali

lebih dalam megenai etika secara umum dan etika Teologis secara khusus dan

implementasinya dalam komunikasi.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan etika dan teologis?

b. Bagaimana implementasi etika teologis dalam komunikasi?

1.3 Tujuan

a. Menjelaskan tentang etika dan teologis.

b. Memaparkan mengenai implementasi etika teologis dalam komunikasi.

1
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika dan Teologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “etika adalah ilmu tentang apa yang baik

dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Jika diteliti dengan baik, etika tidak

hanya sekadar sebuah ilmu tentang yang baik dan buruk ataupun bukan hanya sekadar

sebuah nilai, tetapi lebih dari itu bahwa etika adalah sebuah kebiasaan yang baik dan

sebuah kesepakatan yang diambil berdasarkan suatu yang baik dan benar.

Dari segi etimologi kata, “Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti

adat istiadat atau kebiasaan yang baik. Perkembangan etika studi tentang kebiasaan

manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang

menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya.”

Sedangkan etika Teologis adalah Etika yang mengajarkan hal-hal yang baik dan

buruk berdasarkan ajaran-ajaran agama. Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya

yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya.

Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di

dalam merumuskan etika teologis. etika teologis bukan hanya milik agama tertentu,

melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing.

2.2 Sejarah

2.2.1 Sejarah Etika

Secara historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di

lingkungan kebudayaan Yunani 2.500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama

tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali

norma-norma dasar bagi kelakuan manusia. Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul

2
dikalangan murid Pytagoras (570 SM – 496 SM). Dimana disekitarnya terbentuk

lingkaran murid yang menganut ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan

kubur jiwa. Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan

pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat

dan bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan rohani.

Selanjutnya pada abad pertengahan, gereja memerangi Filsafat Yunani dan Romawi

karna mereka berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Dan

apa yang terkandung dan diajarkan oleh wahyu adalah benar. jadi manusia tidak perlu

susah payah menyelidiki tentang kebenaran hakikat, kana semuanya telah diatur oleh

Tuhan.

Namun pada akhir abad ke-15, Eropa mulai bangkit. Ahli pengetahuan muai

menyuburkan filsafat kuno. Begitu juga dengan Italia, lalu berkembanglah ke seluruh

Eropa. Pada masa ini segala sesuatu dikacam dan diselidiki, sehingga tegklah

kemerdekaan berfikir dan mulai melihat segala sesuatu dengan pandangan baru, dan

mempertimbangkannya dengan ukuran baru.

2.2.2 Sejarah Teologi

Tidak ada yang menyebutkan kapan pastinya Teologi itu lahir. Karna Teologi

berhubungan dengan Tuhan, maka munculnya teologi dalam setiap agama sudah pasti

berbeda-beda. Dalam agama Buddha, mereka tidak memberikan teoligia, melainkan

suatu ontologi (ilmu tentang yang ada). Ajaran Buddha , mengungkapkan bahwa

manusia sebagai manusia yang hidup, bukan manusia yang diciptakan dalam hadirat

Tuhan. Dalam Islam teologi lahir diantara masa pemerintahan Usman dan Ali yang pada

awalnya muncul dari permasalah politik hingga ke perbedaan pandangan mengenai

3
Tuhan. Sedangkan dalam agama Kristen Teologi dimulai dari pengalaman perjumpaan

dengan Allah dan berakhir dalam ranah pengalaman yang sama atau paling tidak

terarah kepadanya. Perkembangan teologi dari abad yang lalu dipengaruhi oleh

semangat ilmiah abad ke-18 yang disebut abad pencerahan.

2.3 Fungsi Etika

Etika adalah seperangkat nilai yang dijadikan pedoman, referensi, acuan, dan pedoman

untuk melakukan sesuatu. Etika juga berungsi sebagai stabdar untuk menilai baik

buruknya sifat, perilaku, atau tindakan.

Etika berkomunikasi adalah penilaian baik-buruk atau bagaimana seharusnya

bertindak dalam usaha menyampaikan pesan kepada lawan bicara. Manfaat dari etika

sendiri ialah agar memudahkan hubungan dengan orang lain sehinggal terjalin kerja

sama atau hubungan yang baik, memelihara suasana yang menyenangkan baik di

lingkungan keluarga maupun tempat kerja, serta meningkatkan citra diri dimata

masyarakat.

Kita perlu memerhatikan etika dalam berkomunikasi karena, orang akan lebih

nyaman denggan lawan bicara yang sopan, selain sebagai bentuk penghargaan kepada

lawan bicara, orang akan merasa mudah untuk terbuka dalam perbincangan. Kemudian,

penyampaian pesan akan lebih terstruktur dan tepat sasaran dalam penyampaiannya.

2.4 Manfaat Etika

Etika adalah pikiran sistematis tentang moralitas. Ada sekurang-kurang empat alasan

mengapa etika pada zaman sekarang semakin perlu.

Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik, juga dalam

moralitas. Setiap hari kita bertemu orang-orang dari suku, daerah dan agama yang

4
berbeda-beda. Kita berhadapan dengan sekian banyak pandangan moral yang sering

saling bertentangan. Untuk mencapai suatu pendirian dalam pergolakan pandangan-

pandangan moral ini, refleksi kritis etika diperlukan.

Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding.

Perubahan itu terjadi di bawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi

kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi. Dalam transformasi ekonomis, sosial,

intelektual dan nilai-nilai budaya tradisional ditantang semua. Dalam situasi ini etika

membantu kita agar kita jangan kehilangan orientasi, dapat membedakan antara yang

hakiki dan apa saja yang boleh berubah. Dengan demikian tetap sanggup untuk

mengambil sikap-sikap yang dapat kita pertanggungjawabkan.

Ketiga, proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini disalah

pergunakan oleh berbagai pihak. Mereka menawarkan ideologi-ideologi mereka sebagai

obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi-

ideologi itu dengan kritis dan objektif dan untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita

tidak terlalu mudah terpancing.

Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang disatu pihak menemukan

dasar kemantapan mereka dalam iman dan kepercayaan mereka, dilain pihak sekaligus

mau berpartisipasi tanpa takut-takut dan dengan tidak menutup diri dalam semua

dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah itu.

2.5 Jenis Etika Teologi

2.6.1 Teologi Ketuhanan

Dalam jenis teologi ini, Tuhan adalah suatu zat yang Maha Kuasa dan menekankan

kepada dua kehidupan manusia yakni kehidupan jasmani dan rohani. Model teologi ini

5
menganggap bahwa Tuhan adalah penguasa seluruh alam semesta dan sebagai pemilik

kebajikan dunia yakni setiap kejadian di alam semesta terjadi karena keinginan dan

kekuasaan Tuhan. Penganut ilmu teologi ini percaya bahwa Tuhan turut campur dengan

duniawi dan kekuasaannya. Teologi ini masih menjadi yang paling banyak dianut di

dunia karena pahamnya yang banyak terbukti, mudah dipelajari dan juga bisa dijadikan

sebagai pedoman hidup bagi manusia, agar senantiasa mendapat ketenangan dalam

hidup. Teologi ini bepegang teguh bahwa Tuhan Masa Esa dan Maha kuasa.

2.6.2 Teologi Deisme

Deisme adalah sebuah ilmu teologi yang mempercayai bahwa Tuhan tidak turut campur

terhadap kejadian duniawi, karena dunia telah terikat dengan hukum alam yang telah

diciptakan Tuhan itu sendiri. Menurut penganut ideology ini, manusia hanya dapat

mengetahui Tuhan berdasarkan akal dan penelitian terhadap alam semesta, tidak dengan

wahyu maupun kejadian supranatural yang terjadi (Gonzalez: 1984). Deisme kerap

dianggap sebagai atheis oleh beberapa theis terdahulu, walau para penganut deisme

enolah dirinya sebagai seorang atheis (McLelland: 1988)

2.6.3 Teologi Neothomist

Penganut teologi ini percaya bahwa peran Tuhan pada umumnya adalah sebagai

pemelihara dan sebagai zat yang memiliki satu tujuan dengan kejadian alam, walau

setiap kejadian alam tidak secara langsung berkegantungan dengan rencana Tuhan.

Tuhan memegang penuh atas keseimbangan alam yaitu hukum kausalitas atau hukum

sebab-akibat. Suatu akibat yang terjadi pada dunia ini pasti memiliki suatu sebab dan

6
pasti akan menghasilkan akibat, itulah peran Tuhan sebagai pemelihara alam nagi

penganut teologi ini (Ian Barbour: 1989)

2.6.4 Teologi Kenotic

Teologi ini memercayai Tuhan sebagai batasan diri sendiri. Misal, Tuhan sebagai cinta

dan cinta tidak akan selamanya bertahan. Berbeda dengan teologi klasik yang

mempercayai bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa, tak tergantikan dan sebagainya. Tuhan

sebagai batasan diri berarti bahwa dalam setiap hal yang manusia lakukan terdapat

Tuhan sebagai batasan dari dirinya, terlepas dari perbuatan baik maupun perbuatan

buruk yang sedang dilakukan. (W.H. Vanstone: 1977)

2.6.5 Teologi Existentialist

Existentialist sangat bersikeras bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan

individu adalah karakteristik dari kehidupan yang agamis. Existentialist menganggap

Tuhan berada pada kehidupan individunya sendiri dan tidak mencampuri urusan sosial

di dalamnya. Dengan kata lain, Ia memisahkan ruang lingkup individu dengan ruang

lingkup sosial dalam urusan ketuhanan ini (Alan White: 1968)

2.7 Sumber dan Implementasi Etika Teologis dalam Komunikasi

Seperti yang kita tahu, etika theologis dapat disebut sebagai etika agama. Sehingga

sumber etika Theologis berdasarkan agama, yang mana berupa aturan-aturan yang

dibuat oleh Tuhan. Namun, agama yang ada di dunia ini sangat beragam. Jadi, agar

menjadi adil, maka acuan etika theologis dikembalikan kepada agama yang dianut

masing-masing orang. Sebab, agama sama seperti budaya, sudut pandangnya tergantung

7
apa yang menjadi kepercayaan dan pedoman. Tingkat kebenarannya relatif, walaupun

pada dasarnya agama mengajarkan penganutnya untuk berbuat baik.

Etika theologis memiliki peran dalam bidang komunikasi. Hampir semua agama

mengajarkan bahwa manusia harus mengatakan hal-hal yang baik. Karena dikembalikan

ke agama masing-masing, maka acuan sumber etika komunikasi theologis sangatlah

beragam, walaupun secara garis besar sama.

Dalam Islam, acuan hukum komunikasinya diambil dari Al-Quran dan Hadist.

Kita ambil dalil mengenai berkata jujur, “Dan orang yang membawa kebenaran

(Muhammad) dan orang yang membenarkannya, mereka itulah orang yang bertakwa.”

(Az-Zumar/39:33).

Yang dimaksud orang yang membawa kebenaran adalah orang yang selalu jujur di

setiap perkataan, perbuatan, dan keadaannya. Ternyata ada pula perintah serupa dalam

Alkitab,”Jangan mencuri. Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu”

(Keluaran 20:15-16).

Walaupun acuan sumbernya berbeda (Islam Al-Quran dan Hadist sedangkan

Kristen Alkitab) perintahnya tidak jauh berbeda dalam konteks berkata jujur. Namun

ada juga perbedaan yang harus dimaklumi karena adanya perbedaan sumber tadi, misal

dalam Islam ada kewajiban menjawab salam apabila diucapkan “Assalamualaikum”,

namun apabila salam yang sama dilontarkan kepada orang Kristen mereka tidak

memiliki kewajiban menjawab dan tidak bisa disalahkan karena mereka tidak

menjawab.Sumber yang berbeda akan menjadikan kewajiban tiap penganut agama

berbeda. Namun yang paling utama dalam etika theologis adalah menghormati

perbedaan itu dan tdiak menghakimi karena terdapat keyakinan yag berbeda.

8
2.8 Contoh Kasus

Contoh kasus yang dewasa ini marak terjadi akibat dari tidak dihiraukannya etika

komunikasi menurut Teologis adalah munculnya beberapa ujaran kebencian (hate

speech) dan berita palsu (hoax) yang sengaja diumbar ke publik melalui media sosial

atas kepentingan seseorang/sekelompok yang tidak lain bertujuan untuk mengadu

domba. Hal ini sangat merisaukan masyarakat, dan aktivitas ini menjadi meningkat

ketika dikaitkan dengan urusan politik. Penyebaran hate speech dan hoax yang ramai

saat ini adalah kelompok Saracen dan MCA (Muslim Cyber Army). Saracen bekerja

untuk menyebarkan isu provokatif yang berbau SARA untuk berusaha menjatuhkan

lawan dengan dibayar. Kemudian, mereka yang menamai dirinya MCA ini sering

melempar isu yang provokatif di media sosial seperti isu kebangkitan PKI, penculikan

ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh

tertentu termasuk menyebarkan virus yang sengaja dikirimkan kepada orang atau

kelompok lawan yang berakibat dapat merusak perangkat elektronik bagi penerima.

Kegiatan semacam ini merupakan tindakan melenceng sesuai etika komunikasi terutama

dalam media sosial. Sangatlah bertolak belakang dengan ajaran dalam agama, terutama

kasus MCA yang menamai dirinya atas nama Muslim di mana jelas-jelas kegiatan

tersebut dilarang oleh kitab suci Al-Quran dan An-Sunnah karena sesungguhnya hal itu

merupakan hal yang haram karena sama saja menyebarkan fitnah dan mengadu domba

dengan kebohongan. Sebagaimana yang dijelaskan pada Al-Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu

berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah

9
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal

atas perbuatanmu itu.” (Q. S. Al-Hujurat : 6).

”Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina yang

banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.” (QS. Al Qalam : 10-11).

“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan

megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada

surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia

akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat

dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan

akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk

berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Muslim no. 2607)

Maraknya oknum yang kerap menebarkan isu-isu yang belum terbukti kebenarannya

sekilas memang tidak berdampak besar. Bagi sebagian orang bahkan cendenrung

menyukai isu-isu yang oknum tersebut sebarkan. Namun jika terus dibiarkan akan

berdampak pada runtuhnya etika dan moral masyarakat. Terutama para generasi penerus

bangsa dalam hal ini para remaja.

Remaja jaman sekarang justru cenderung mengikuti dan menyukai isu-isu atau opini

tidak nertanggungjawab tersebut. Karena teknologi sudah semakin canggih, hal inilah

yang makin mmebuat msyarakat luas dapat berekspresi dengan bebas, termasuk

membubuhkan hal sederhana seperti komentar di akun media social orang lain.

Seperti kasus yang pernah menimpa artis ternama Indonesia, Ayu Ting Ting. Kala itu

dihujat habis oleh netizen karena dituding mencari sensasi dengan memamerkan gaus

10
pengantin di Instagram. Saat itu netizen sedang berspekulasi bahwa ibu beranak satu

tersebut akan menikah. Namun ternyata setalh diklarifikasi perihal gaus pengantin

tersebut, pihak internal Ayu mengatakan bahwa gaun tersebut hanyalah keperluan

syuting.

Mendapati kasus tersebut, tentu netizen ramai-ramai membanjiri kolom komentar

Instagram Ayu Ting Ting. Ada yang mendukung namun tidak sedikit pula yang

menghujat dengan kata-kata yang tidak pantas dilontarkan kepada sesama manusia.

Komentar-komentar itulah yang kerap membuat Ayu Ting Ting depresi.

Berbekal kebebasan yang dimiliki oleh setiap pengguna media social tak lantas

membuat seseorang bebas melontarkan kata-kata yang tidak pantas. Indonesia yang

snagat memegang adat ketimuran juga percaya bahwa bangsa yang besar juga harus

memiliki etika yang besar pula. Terdiri dari beragam jenis hingga kepentingan memaksa

kita untuk tidak berlaku seenaknya kepada orang lain. Jika sekiranya orang tersebut

benar melakukan kesalahan, maka silakan nasehati orang tersebut dikala sepi. Bukan

dengan menghujat habis kejelekan seseorang dengan kalimat tidak pantas hingga

membuat orang tersebut depresi.

Imam Asy-Syafi’I rahimahullah berkata, “Nasehati aku dikala sendiri, jangan nasehati

dikala ramai. Karena nasehat dikala ramai, bagai hinaan yang melukai hati.”

Tentu dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat adab-adab jika ingin

mengomentari atau menasehati orang lain. Tidak serta merta berujar apa saja meski itu

benar. Budaya Indonesia sangatlah menjunjung tinggi etika, termasuk etika

berkomunikasi. Untuk itulah pentingnya dalam memfilter setiap perkataan, agar hal

11
tersebut tidak melukai hati orang lain. Hal ini juga menjadi faktor utama dalam beretika

antar sesama manusia.

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Telah kita ketahui bahwa etika mengajarkan cara bagimana kita berbicara dengan tutur

kata yang sopan, mengajarkan tentang hal buruk dan baik, mengajarkan hidup yang

lebih bermanfaat lagi, dan lebih berguna untuk kehidupan diri sendiri serta orang-orang

yang disekitar mu. Etika telah memberikan arti makna dalam hidup kita agar bisa

memperlakukan seseorang itu tidak seenak nya saja karena setiap orang pumya hal

buruk dan baik. Teologis adalah bermacam-macam ajaran agama dan keyakinan. Semua

agama mengajarkan manusia harus berkata hal-hal yang baik dan kita kembalikan lagi

ke agamanya masing-masing.

12

Anda mungkin juga menyukai