Anda di halaman 1dari 3

ETIKA DALAM AGAMA DAN ADAT ISTIADAT

ETIKA DALAM AGAMA

Etika merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang membahas tentang tindakan
manusia, karenanya etika sering disebut sebagai filsafat moral. Sebagaimana telah
dibahas pada bagian terdahulu, etika dan moral merupakan 2 hal yang beririsan,
artinya ketika kita berbicara tentang etika, maka kita pun sedang membahas
bagaimana baik buruknya perilaku seseorang sesuai dengan norma moral. Agama
sebagai salah satu sumber norma yang mendasari perilaku seseorang, mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan moral.

Dalam praktek kehidupan sehari-hari, motivasi terpenting dan terkuat dalam


berperilaku moral adalah agama. Setiap agama mengajarkan moral yang menjadi
pegangan bagi penganutnya dalam berperilaku. Moral yang diajarkan oleh agama
dianggap begitu penting dalam menata perilaku, karena ajaran moral ini berasal dari
Tuhan dan mengungkapkan kehendak Tuhan. Dengan demikian ajaran ini diterima
karena alasan keimanan. Agama merupakan hal yang tepat untuk memberikan
orientasi moral. Pemeluk agama menemukan orientasi dasar kehidupan dalam
agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar dapat
memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi.

KARAKTERISTIK ETIKA ISLAM

Etika Islam merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di


segala aspek kehidupan sesuai ajaran Islam. Etika dalam Islam memiliki karakteristik
sebagai berikut:

1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang
baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan Al Qur’an dan Al Hadits sebagai sumber moral
dalam menentukan baik buruknya perbuatan seseorang. (QS Al-Maidah 5: 15-
16; QS Al-Hasyr 59: 7; QS Al- Ahzab 33: 21)
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensi, dapat diterima dan dijadikan
pedoman oleh seluruh umat manusia, kapan pun dan dimana pun.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang
luhur dan mulia serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya
memanusiakan manusia.

KEDUDUKAN AKAL DAN NALURI

Etika dalam Islam memandang bahwa akal dan naluri manusia merupakan anugerah
dari Allah SWT, dimana akal manusia itu sangatlah terbatas, sehingga pengetahuan
manusia pun tidak akan mampu memecahkan seluruh masalah bila tanpa
menggunakan sumber kebenaran yang mutlak yaitu Al-Qur’an dan Hadist. Hanya akal
yang dipancari oleh cahaya Al Qur’an dan petunjuk Rasul akan memperoleh
kedudukan dan kebenaran yang tepat. Demikian pula dengan naluri manusia. Naluri
pun harus mendapat pengarahan dari petunjuk Allah yang jelas yaitu Al-Qur’an. Jika
tidak, naluri itu akan salah penyalurannya. Misalnya naluri makan, sexual, berjuang,
dan lain-lain, jika diperturutkan begitu saja akan menimbulkan kerusakan. Tetapi jika
diarahkan menurut petunjuk Nya, maka akan tetap berjalan di atas fitrahnya yang
suci.

Demikianlah kedudukan naluri dan akal dalam pandangan etika islam, bahwa
keduanya perlu dimanfaatkan dan disalurkan sebaik-baiknya dengan bimbingan dan
pengarahan yang ditetapkan dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW Jika telah jelas
bahwa Al Qur’an dan Sunnah Rasul adalah pedoman hidup yang menjadi azas bagi
setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber moral dalam Islam.
Firman Allah SWT dan Sunnah Nabinya adalah ajaran yang paling mulia dari segala
ajaran manapun hasil renungan dan ciptaan manusia, sehingga telah menjadi
keyakinan (aqidah) Islam bahwa akal dan naluri manusia harus tunduk dan mengikuti
petunjuk dan pengarahannya. Dari pedoman itulah diketahui kriteria mana perbuatan
yang baik dan jahat, mana yang halal dan mana yang haram.

TUJUAN LUHUR ETIKA ISLAM

Pola hidup yang diajarkan Islam adalah bahwa seluruh aktivitas kehidupan, semata-
mata dipersembahkan kepada Allah SWT. Doa Iftitah yang kita baca ketika sholat
merupakan bukti nyata dari janji kita bahwa tujuan tertinggi kita adalah Allah semata.
Dengan demikian segala tingkah laku yang diperbuat dalam pandangan etika Islam
adalah untuk mendapatkan ridha Allah SWT (mardhatillah).

Prof. Dr. Mohsen Jawadi dalam pembahasan peran etika Islam (akhlaq) dalam
kehidupan beragama, menjelaskan bahwa menurut ajaran Islam manusia diciptakan
dengan tujuan “penghambaan” kepada Tuhan. Jika seorang muslim mencari rezeki
bukanlah sekedar untuk mengisi perut bagi diri dan keluarganya saja namun pada
hahikatnya mempunyai tujuan yang lebih tinggi atau tujuan filosofis. Tujuan manusia
mencari rezeki untuk memenuhi hajat hidupnya itu hanyalah tujuan jangka pendek
saja, sedang tujuan jangka panjang/tujuan yang lebih tinggi adalah untuk
mendapatkan makanan guna membina kesehatan rohani dan jasmani, sehingga
mampu beribadah dan beramal sholeh dengan baik, dan dengan amal ibadah itulah
manusia dapat mencapai tujuan akhir, yakni ridha Allah SWT. Jika dia belajar, bukan
hanya sekedar untuk memiliki ilmu. Ilmu itu akan menjadi “jembatan emas” dalam
membina taqwa dan taqarrub illallaah supaya menjadi insan yang senantiasa diliputi
ridha illahi. Tegasnya segala niat, gerak-gerik bathin dan tindakan lahir dalam etika
Islam haruslah selalu terarah kepada ridha Allah, dan jalan taqwa yang ditempuhnya
itulah jalan yang lurus (Shiratalmustaqim). Ridha Allah itulah yang menjadi kunci
kebahagiaan yang kekal dan abadi yang dijanjikan Allah dan yang dirindukan oleh
setiap manusia beriman. Tanpa ridha Allah maka kebahagiaan abadi dan sejati (surga)
tidak akan dapat diraih. Hal ini jelas sekali tertulis dalam QS.al-Fajr (89) : 27-30.

ETIKA DALAM ADAT ISTIADAT

Etika berasal dari istilah Yunani ethos yang mempunyai arti adat-istiadat atau
kebiasaan yang baik. Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi
kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat
yang memilikinya. Bertolak dari pengertian tersebut, etika berkembang menjadi studi
tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang
berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan manusia pada
umumnya. Berdasarkan perkembangan arti inilah kemudian dikenal adanya etika
perangai.

Etika perangai adalah adat istiadat atau kebiasaan yang menggambarkan perangai
manusia dalam kehidupan bermasyarakat di derah-daerah tertentu, pada waktu
tertentu pula. Etika perangai tersebut diakui dan berlaku karena disepakati
masyarakat berdasarkan hasil penilaian perilaku.
Contoh etika perangai: berbusana adat, memakai baju batik (batik adalah ciri khas
Indonesia), pergaulan muda mudi, perkawinan semenda, upacara adat, dll

Ciri-ciri adat sebagai sistem etika di masyarakat Indonesia adalah:

1. Berisi hal-hal yang harus dilakukan


2. Merupakan urusan komunitas atau kelompok
3. Peraturan-peraturan yang ada mencakup seluruh kehidupan
4. Sumber tidak pribadi
5. Jika sesuai dianggap wajar atau baik
6. Diturunkan dari generasi ke generasi
7. Dianggap memberi berkat.
8. Adanya sanksi-sanksi/reaksi masyarakat.

Walaupun etika yang bersumber dari adat ini tidak diberikan sanksi tertulis, tetapi
sanksinya lebih berat karena pelanggaran etika dapat membawa perasaan tidak enak,
tidak dipercaya, dikucilkan, disindir, tidak disenangi dalam lingkungan tersebut,
merasa kualat, dll, dimana perasaan seperti ini kadang terasa lebih keras dan
menyiksa dibanding hukuman lainnya. Inilah yang disebut sebagai sanksi sosial

http://irasaffaghira.blogspot.com/2013/10/etika-dalam-agama-dan-adat-istiadat.html

https://www.kompasiana.com/ivan_pdt/55280d656ea8340d188b45ed/hubungan-etika-dan-agama

https://teknologikinerja.wordpress.com/2015/11/19/landasan-etika-dan-moral/

Anda mungkin juga menyukai