Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGHINDARAN PAJAK (TAX AVOIDANCE) DAN


PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kapita Selekta
Perpajakan Dosen Pembina
R Wedi Rusmawan K Dr. SE. M.Si. Ak CA

Disusun Oleh
Kelompok 2
Dewi Andita Permatasari Radia 1620104030
Lilis Suryani 1620104025

MAGISTER AKUNTANSI KONSENTRASI AKUNTANSI PERPAJAKAN


PASCASARJANA UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2021
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Penghindaran dan Penggelapan Pajak
(Tax Avoidance & Tac Evasion)" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kapita Selekta Perpajakan.
Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang Perpajakan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak R Wedi Rusmawan K Dr. SE. M.Si.
Ak CA selaku Dosen Mata Kuliah Kapita Selekta Perpajakan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 19 September 2021

Penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................................2
Daftar Isi..................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4
1.3 Maksud Dan Tujuan..............................................................................................5
1.4 Manfaat...................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................................6
2.1 Pengertian Tax Avoidance.....................................................................................6
2.2 Karakteristik Tax Avoidance................................................................................7
2.3 Jenis-jenis Tax Avoidance.....................................................................................7
2.4 Praktik Tax Avoidance..........................................................................................8
2.5 Anti Avoidance Rule..............................................................................................9
2.6 Pengertian Tax Evation.......................................................................................10
2.7 Sanksi Pidana Perpajakan...................................................................................10
2.8 Bentuk Perlawanan Perpajakan.........................................................................12
2.9 Akibat Penggelapan Perpajakan.........................................................................14
2.10 Faktor Penyebab dan Pencegahan Tindakan Tax Evation...............................15
BAB III..................................................................................................................................17
STUDI KASUS......................................................................................................................17
BAB IV..................................................................................................................................18
PENUTUP.............................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Banyak pendapat yang memberikan definisi pajak sebagai iuran rakyat kepada
negara yang bersifat memaksa dengan tiada mendapat balas secara langsung. Soeparman
mengemukakan bahwa pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh
penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasajasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum [CITATION Soe14 \p 22 \l
1033 ]. Norma-norma tersebut berupa etika dan aturan yang menjadi acuan bagi pelaku bisnis
dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Selama dekade terakhir, banyak perusahaan yang telah membuat program khusus
etika dan mempekerjakan pejabat khusus menangani dan mengatur program etika
perusahaan. Program ini memiliki andil yang besar dalam segala bentuk kegiatan perusahaan
demi tercapainya tujuan perusahaan yang lebih baik. Namun pada kenyataan penerapan
bisnisnya, banyak sekali pihak-pihak yang melakukan kecurangan demi medapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya dengan berbagai cara, termasuk didalamnya melakukan
penghindaran pajak (Tax Avoidance) dan Penggelapan Pajak (Tax Evasion).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Tax Avoidance?


2. Bagaimana karakteristik Tax Avoidance?
3. Apa saja jenis-jenis Tax Avoidance?
4. Bagaimana Praktik Tax Avoidance?
5. Apa yang dimaksud dengan Anti Avoidance Rule?
6. Apa saja Sanksi Pidana Perpajakan?
7. Apa saja bentuk perlawanan perpajakan?
8. Bagaimanakah akibat penggelapan perpajakan?
9. Apa saja faktor penyebab dan bagaimana pencegahan tindakan tax evation?
1.3 Maksud Dan Tujuan

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Tax Avoidance


2. Untuk mengetahui Bagaimana karakteristik Tax Avoidance
3. Untuk mengetahui Apa saja jenis-jenis Tax Avoidance
4. Untuk mengetahui Bagaimana Praktik Tax Avoidance
5. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan Anti Avoidance Rule
6. Untuk mengetahui Apa saja Sanksi Pidana Perpajakan
7. Untuk mengetahui Apa saja bentuk perlawanan perpajakan
8. Untuk mengetahui Bagaimanakah akibat penggelapan perpajakan
9. Untuk mengetahui Apa saja faktor penyebab dan bagaimana pencegahan tindakan tax
evation

1.4 Manfaat

Adapun manfaat penulisan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai penambah wawasan bagi penulis mengenai ilmu perpajakan khususnya


mengenai Tax Avoidance dan Tax Evasion..
2. Sebagai bentuk sumber dan sebagai bahan masukan kepada para penulis lain untuk ikut
menggali ilmu perpajakan di Indonesia terutama mengenai Tax Avoidance dan Tax
Evasion.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tax Avoidance

Tax Avoidance (penghindaran pajak) adalah usaha wajib pajak untuk meminimalkan
beban pajak dengan cara menggunakan alternatif-alternatif dengan melakukan rekayasa pajak
yang masih tetap dalam bingkai peraturan perpajakan yang ada.[CITATION Lubta \p 15 \l
1033 ]. Tax Avoidance (penghindaran pajak) merupakan bagian dari Perencanaan pajak (Tax
Planning). Perencanaan pajak (Tax Planning) adalah usaha yang dilakukan oleh perusahaan
untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh perusahaan dengan
memanfaatkan kelemahan hukum dan peraturan undang-undang pajak itu sendiri dengan
karakter dan cara tertentu [CITATION Zai08 \p 47 \l 1033 ].
Tax avoidance adalah suatu skema transaksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk
mengurangi atau bahkan menghapus beban pajak dengan memanfaatkan celah/loophole
dalam peraturan perpajakan. Walaupun pada dasarnya ada praktik tax avoidance yang
dianggap legal alias tidak menyeleweng dari hukum, tetap saja praktik ini bisa merugikan
negara.
Secara hukum, Tax Avoidance (penghindaran pajak) tidak termasuk kedalam
pelanggaran tindak pidana karena tidak tersaji dengan jelas pelanggaran hukum yang
dilakukan. Akan tetapi, dari sudut pandang etika bisnis, Tax Avoidance (penghindaran pajak)
tidak sesuai dengan etika karena Tax Avoidance (penghindaran pajak) dilakukan melalui
skema dan cara tertentu, sehingga keuntungan yang diperoleh tercatat lebih kecil dari yang
sebenarnya agar utang pajak yang tercatat dalam jumlah minimal tetapi masih dalam bingkai
peraturan perpajakan.
Secara umum, tax avoidance atau penghindaran pajak adalah suatu skema
penghindaran pajak untuk tujuan meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celah
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara.
Beberapa ahli memiliki pengertian yang berbeda. Salah satunya yang didefinisikan
oleh Justice Reddy (dalam kasus McDowell & Co Versus CTO di Amerika Serikat). Beliau
merumuskan tax avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar hukum.
Pada dasarnya, tax avoidance ini bersifat sah karena tidak melanggar ketentuan
perpajakan apapun. Namun, praktik ini dapat berdampak pada penerimaan pajak negara.
Karena itu, tax avoidance berada di kawasan grey area, antara tax compliance dan tax
evasion.

2.2 Karakteristik Tax Avoidance

Dalam menentukan Tax Avoidance (penghindaran pajak), komite urusan fiskal


OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) menyebutkan beberapa
karakter Tax Avoidance (Penghindaran Pajak), yaitu: Pertama, adanya unsur artifisial,
dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini
dilakukan karena ketiadaan faktor pajak. Kedua, memanfaatkan kelemahan undang-undang
untuk menerapkan ketentuan-ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang
sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat undang-undang. Dan Ketiga, pada umumnya para
konsultan menunjukkan alat atau cara kepada wajib pajak untuk melakukan Tax Avoidance
(penghindaran pajak) dengan syarat wajib pajak menjaga kerahasiaan [CITATION Els14 \p 4
\l 1033 ]

2.3 Jenis-jenis Tax Avoidance

Menurut James Kessler, seorang pengacara pajak dari Inggris, tax avoidance adalah
tindakan yang dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Acceptable Tax Avoidance — Upaya menghindari pajak yang bisa diterima secara
hukum. Praktik ini dinamakan demikian karena dianggap memiliki tujuan yang baik
serta tidak dilakukan dengan transaksi palsu.
2. Unacceptable Tax Avoidance — Upaya menghindari pajak yang tidak bisa diterima
secara hukum. Penghindaran pajak ini tidak bisa dikatakan legal karena berdasarkan
tujuan yang jahat dan dilakukan dengan transaksi palsu agar bisa menghindari
kewajiban pembayaran pajak.
Perlu diketahui bahwa kedua kategori tax avoidance ini dalam praktiknya bergantung
pada hukum perpajakan setempat yang berlaku.
2.4 Praktik Tax Avoidance

Tax avoidance adalah praktik yang umumnya dilakukan oleh Wajib Pajak demi
meminimalisir pembayaran beban pajak perusahaan atau individu yang terutang pada kas
negara. Hal ini tentu saja membawa dampak buruk bagi negara karena bisa menyebabkan
berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak. Wajib Pajak mempunyai berbagai cara
untuk melakukan praktik tax avoidance ini, berikut beberapa contohnya:

1. Hibah
Pasal 4 ayat (3) Huruf a Angka 2 dalam UU No. 36 tahun 2008 menjelaskan bahwa
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah yang masih ada dalam garis keturunan
lurus dan dari satu derajat akan dikecualikan dari objek pajak. Sebagai contoh, seorang kakek
memberikan harta hibahan berupa tanah dan bangunan kepada cucunya. Menurut hukum
yang berlaku, hibahan ini tentu saja dianggap sebagai objek pajak karena penerima hibah
bukan merupakan garis keturunan lurus satu derajat.
Untuk menghindari pembebanan pajak pada hibahan ini, pemberi hibahan
memanfaatkan celah dari ketentuan pajak yang ada. Caranya adalah dengan terlebih dahulu
menghibahkan tanah dan bangunan ke anak kandung kakek tersebut guna mematuhi bagian
“garis keturunan lurus satu derajat”. Setelah itu, tanah dan bangunan dihibahkan sekali lagi
dari anak ke cucu sang kakek yang merupakan penerima hibahan yang sebenarnya.

2. Pinjaman nominal besar ke bank


Mengutip Pasal 6 ayat (1) Huruf a dalam Undang- Undang Pajak Penghasilan, bunga
merupakan biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha.
Saat Wajib Pajak menerima pinjaman dengan nominal besar, maka otomatis bunga yang
diberikan akan proporsional dengan total pinjaman yang didapat. Wajib Pajak kemudian
membebankan bunga pinjaman tadi dalam laporan keuangan fiskal, namun pinjaman tersebut
tidak tercatat menambah modal, sehingga penjualan tidak berkembang dan keuntungan tidak
bertambah. Dengan keuntungan yang kecil maka Wajib Pajak bisa menghindari pembebanan
pajak yang signifikan.
3. Pemanfaatan PP No. 23 tahun 2018
Keringanan yang didapatkan oleh para pengusaha UMKM melalui PP No. 23 tahun
2018 seringkali disalahgunakan oleh pengusaha-pengusaha nakal yang enggan membayar
pajak. Seperti yang umum diketahui, pengusaha UMKM hanya diwajibkan membayar pajak
penghasilan dengan tarif 0,5% dari peredaran bruto bisnis. Guna memanfaatkan fasilitas ini,
oknum nakan bisa memecah laporan keuangan badan dan usaha pribadi agar peredaran bruto
tidak melebihi Rp4,8 miliar.
Tiga contoh praktik tax avoidance adalah sedikit dari banyaknya contoh
penghindaran pajak yang sesungguhnya terjadi di Indonesia. Masih banyak lagi cara-cara
yang dilakukan oleh Wajib Pajak demi memungkiri kewajiban pajak masing-masing.

2.5 Anti Avoidance Rule

Pada dasarnya, praktik penghindaran pajak seperti tax avoidance dan tax planning
tidak melanggar peraturan yang berlaku. Namun, hal ini tetap merugikan negara karena
mengurangi pendapatan negara dari sektor pajak. Karena itu, masing-masing negara
menerbitkan ketentuan untuk menghadapi dan mencegah terjadinya praktik penghindaran
pajak yang disebut dengan Anti Avoidance Rule atau anti penghindaran pajak. Ada dua
ketentuan yang mengatur anti penghindaran pajak.

a. Specific Anti Avoidance Rule (SAAR)


Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) adalah ketentuan anti penghindaran pajak atas
transaksi seperti yang disebutkan dalam paragraf sebelumnya (konteks perpajakan
internasional), yaitu: transfer pricing, thin capitalization, treaty shopping, controlled foreign
corporation.

b. General Anti Avoidance Rule (GAAR)


General Anti Avoidance Rule (GAAR) yaitu ketentuan anti penghindaran pajak
untuk mencegah transaksi yang semata-mata dilakukan oleh wajib pajak untuk tujuan
penghindaran pajak atau transaksi yang tidak memiliki substansi bisnis.
2.6 Pengertian Tax Evation

Berdasarkan [CITATION Cri21 \l 1033 ] Tax evasion sendiri merupakan suatu


pelanggaran dalam perpajakan dalam melakukan skema penggelapan pajak yang dilakukan
oleh wajib pajak untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan, bahkan beberapa
wajib pajak sama sekali tidak membayar pajak terutang yang harus dibayarkan melalui
cara-cara yang ilegal. Sebagai contoh dalam kasus penggelapan pajak yang sudah lumrah
dilakukan adalah misalnya wajib pajak tidak melaporkan sebagian atau seluruh
penghasilannya ke dalam SPT , membebankan biaya-biaya yang tidak seharusnya dijadikan
pengurangan dalam penghasilan yang bertujuan untuk meminimalkan beban pajak, serta
memperbesar biaya dengan cara fiktif.
Menurut Defiandry Taslim Praktisi dan akademisi perpajakan menyebutkan bahwa
tax evasion merupakan usaha-usaha kecil untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang
atau dengan kata lain menggeser beban pajak yang terutang dengan melanggar ketentuan-
ketentuan pajak yang berlaku. dalam tax evasion DJP sebagai otoritas pajak di Indonesia
melakukan penegakan hukum bagi pelanggar hukum khususnya penggelapan pajak seperti
penegakan hukum ringan dan penegakan hukum berat. Penegakan hukum ringan dikenakan
kepada pelanggaran hukum yang bersifat administrasi yaitu berupa bunga atau denda.
Sedangkan penegakan hukum berat dikenakan kepada tindak pidana perpajakan, sanksi
yang dikenakan adalah sanksi pidana.

2.7 Sanksi Pidana Perpajakan

Berdasarkan [CITATION Yuw21 \l 1033 ] saat ini pemerintah masih


memberlakukan sanksi pidana pajak sesuai ketentuan UU KUP terhadap kasus
penyelewengan pajak atau kasus penggelapan pajak oleh perusahaan atau setiap wajib pajak
yang dinyatakan melanggar dan dinyatakan sebagai kejahatan pajak.Sanksi pidana paj ak
adalah sanksi pajak yang diberikan berupa hukuman pidana seperti:
1. Pidana denda
2. Pidana kenaikan beban pajak
3. Pidana kurungan atau penjara

Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana


perpajakan tercantum dalam beberapa pasal KUHP, diantaranya:
1. Pasal 242 KUHP: Tindak pidana memberikan keterangan palsu di atas sumpah
2. Pasal 253 KUHP: Tindak pidana pemalsuan meterai
3. Pasal 263 KUHP: Tindak pidana pemalsuan surat
4. Pasal 322 KUHP: Tindak pidana membuka rahasia
5. Pasal 372 KUHP: Tindak pidana penggelapan
6. Pasal 387 KUHP: Tindak pidana melakukan tipu muslihat/perbuatan curang

Selaras dengan sanksi tindak pidana perpajakan yang tercantum dalam KUHP
tersebut, maka pengenaan sanksi pidana ini akan dikenakan pada Wajib Pajak ketika:
1. Diketahui sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak
2. Sengaja menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau sesuai dengan yang
sebenarnya
3. Dengan sengaja menunjukkan atau memberikan dokumen palsu
4. Tidak membayar atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut

Sanksi akibat tindakan yang termasuk dalam kejahatan pajak tersebut akan
dikenakan sanksi pidana berupa:
1. Sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun, atau mulai dari 10 bulan hingga 2 tahun
tergantung dari pelanggaran yang dilakukan, dan;
2. Denda paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang

Selain sanksi pidana pajak berupa kurungan penjara dalam waktu yang ditentukan,
dalam hukum perpajakan Indonesia juga diterapkan sanksi pajak berupa sanksi administratif
dengan sejumlah tarif bunga yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja yang di dalamnya memuat klaster perpajakan. Dalam UU Cipta Kerja
ini diatur pengenaan tarif bunga sanksi administrasi pajak yang besarnya ditetapkan oleh
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) setiap bulannya. Besar tarif sanksi bunga administrasi
pajak mengacu pada tingkat suku bunga Bank Indonesia.
2.8 Bentuk Perlawanan Perpajakan

Berdasarkan [CITATION Sar21 \l 1033 ] bentuk perlawanan perpajakan dibagi


menjadi 2 (dua) macam, yaitu penghindaran pasif dan penghindaran aktif, penjelasannya
sebagai berikut:
1. Perlawanan pasif terhadap pajak

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi
karena keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal
dari struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
a. Struktur Ekonomi
Contoh: Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Padahal
pajak ini diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri. Dalam pajak ini,
wajib pajak dituntut untuk menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu
diperlukan adanya pembukuan. Namun, menghitung pendapatan netto akan
sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris. Selain karena pencatatan
pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak mampu melakukan
pembukuan. Karena itu, timbullah perlawanan pasif terhadap pajak. Untuk
menghindari hal ini, pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar
pendapatan kadastral/nilai sewa, ataupun atas dasar luasnya tanah yang
dikerjakan. Di negara berkembang, biasanya negara agraris menghubungkan
besarnya penghasilan netto dengan luas kepemilikan atas tanah dan dihubungkan
dengan tingkat kesuburan tanah. Indonesia mengambil jalan keluar untuk
masyarakat kecil yang tidak bisa melakukan pembukuan dengan menggunakan
norma perhitungan. Norma perhitungan dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Wajib pajak tinggal menghitung berapa omsetnya dikalikan dengan norma
perhitungannya.
b. Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk
Perlawanan pasif yang timbul dari lemahnya sistem kontrol yang dilakukan oleh
fiscus ataupun karena objek pajak itu sendiri sulit untuk dikontrol. Contoh: Pajak
kepemilikan permata yang diterapkan di Belgia. Permata adalah benda yang kecil
dan sulit dikontrol keberadaannya. Sehingga bisa saja pemilik permata
menyembunyikan permata ini agar terhindar dari pengenaan pajak.
c. Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara
Contoh: masyarakat yang hidup di daerah tropis yang hanya memiliki dua musim
sehingga memungkinkan mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa
mengakibatkan mereka bekerja lebih santai dan hasilnya tidak optimal.
Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga penerimaan negara pun kurang.
Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah subtropis yang memiliki
empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak bisa bekerja di
musim dingin. Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim yang lainnya
agar kebutuhan di musim dingin bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka bisa
menghasilhan pendapatan yang lebih banyak sehingga uang yang masuk ke kas
negara pun lebih banyak.
d. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri
Contoh: untuk pajak yang cara perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian
formulir yang rumit pula, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk
menghindari adanya perlawanan pasif terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, petugas
pajak melakukan penyuluhan dari kantor perpajakan mulai dari pusat sampai ke
daerah.
Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh pajak langsung daripada pajak tidak
langsung. Hal ini disebabkan oleh karena cara perhitungan pajak tidak langsung
lebih sederhana dari pajak langsung. Di negara berkembang, pajak tidak
langsung lebih besar dari pajak langsung. Sedangkan di negara maju, pemasukan
negara dari pajak langsung lebih besar daripada pemasukan negara dari pajak
tidak langsung. Pajak tidak langsung hanya merupakan pelengkap dari pajak
langsung. Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah ketidakadilan. Sebagai
contoh, cukai tembakau yang dikenakan pada orang yang merokok. Jika ada
konglomerat dan tukang becak yang merokok, mereka akan dikenakan cukai
tembakau yang sama besarnya walaupun mereka memiliki kemampuan ekonomi
yang jauh berbeda.

2. Perlawanan aktif terhadap pajak

Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu
sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap
fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang
seharusnya dibayar. Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran
Pajak (Tax Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak.

2.9 Akibat Penggelapan Perpajakan

Menurut [ CITATION Sar21 \l 1033 ] akibat-akibat pengelakan pajak dalam


beberapa bidang, dijelaskan sebagai berikut:
1. Dalam bidang keuangan
Pengelakan pajak merupakan pos kerugian bagi kas negara karena dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain
yang berhubungan dengan itu, seperti kenaikan tarif pajak, keadaan inflasi, dll.
2. Dalam bidang ekonomi
Pengelakan pajak sangat memengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha.
Maksudnya, pengusaha yang melakukan pengelakan pajak dengan cara menekan
biayanya secara tidak wajar. Sehingga, perusahaan yang mengelakkan pajak
memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengusaha yang jujur.
Walaupun dengan usaha dan produktivitas yang sama, si pengelak pajak mendapat
keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pengusaha yang jujur. Pengelakan
pajak menyebabkan stagnasi (macetnya) pertumbuhan ekonomi atau perputaran roda
ekonomi. Jika mereka terbiasa melakukan pengelakan pajak, mereka tidak akan
meningkatkan produktivitas mereka. Untuk memperoleh laba yang lebih besar,
mereka akan melakukan pengelakan pajak. Langkanya modal karena wajib pajak
berusaha menyembunyikan penghasilannya agar tidak diketahui fiscus. Sehingga
mereka tidak berani menawarkan uang hasil penggelapan pajak tersebut ke pasar
modal.
3. Dalam bidang psikologi
Jika wajib pajak terbiasa melakukan penggelapan pajak, itu sama saja membiasakan
untuk selalu melanggar undang-undang. Jika wajib pajak menggelapkan pajak, maka
wajib pajak mendapatkan keuntungan bersih yang lebih besar. Jika perbuatannya
melangggar undang-undang tidak diketahui oleh fiscus, maka dia akan senang karena
tidak terkena sangsi dan menimbulkan keinginan untuk mengulangi perbuatannya itu
lagi pada tahun-tahun berikutnya dan diperluas lagi tidak hanya pada pelanggaran
undang-undang pajak, tetapi juga undang-undang yang lainnya.

2.10 Faktor Penyebab dan Pencegahan Tindakan Tax Evation

Menurut [ CITATION Ano21 \l 1033 ] perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya
memenuhi kewajiban perpajakannya oleh Bernard P. Herber, dibedakan menjadi tiga yakni
tax evasion, tax avoidance dan tax delinquency. Berikutnya akan lebih dijelaskan mengenai
ketidakpatuhan perpajakan yang secara bersamaan dapat menimbulkan upaya
menghindarkan pajak secara melawan hukum atau tax evasion. Beberapa penyebab
munculnya tindakan tax evasion:
1. Sisi Wajib Pajak
a. Rendahnya kesadaran pajak. Faktor penyebabnya di antara lain: pajak dianggap
sebagai beban dan adanya ketidakpercayaan pada otoritas pajak.
b. Biaya ketaatan pajak yang dinilai tinggi, terbukti dengan besarnya nominal pajak
yang harus ditanggung Wajib Pajak.
2. Sisi Pemerintah
a. Penggalian potensi perpajakan yang kurang maksimal dan optimal.
b. Praktik-praktik pelanggaran pajak oleh oknum wajib pajak luput dari
pendeteksian dini.
c. Instabilitas pelaksanaan perpajakan karena kebijakan yang cepat berubah.
Adapun cara-cara mencegah Wajib Pajak melakukan tax evasion antara lain
dapat berupa:
1. Pemeriksaan Pajak (Tax Audit)
Pemeriksaan atau audit pajak dilakukan oleh petugas untuk menyelidiki dan
mengawasi setiap Wajib Pajak.
2. Integrasi Sistem Informasi
Pencegahan ini berupa dialog dan saling tukar pandangan antara Wajib Pajak dan
fiskus yang harus tetap diadakan melalui berbagai sarana yang telah tersedia.
3. Administrasi Pajak
Cara pencegahan dalam artian sebagai prosedur meliputi tahap-tahap pendaftaran,
penetapan, dan penagihan Wajib Pajak.
4. Penegakan Hukum Pajak (Tax Law Enforcement)
Cara pencegahan ini pada hakikatnya terkait dengan penegakan hukum pajak atau
serta tingginya tarif pajak, rasa keadilan yang tak terpenuhi dan pemanfaatan dana
pajak.
Upaya-upaya Pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi tax evasion
sesungguhnya telah lama diadakan. Untuk Indonesia, pada tahun 1972 melalui SGATAR
(Study Group on Asian Tax Administration and Research) telah disidangkan di Jakarta
dengan salah satu tema utama yaitu Some Aspects of Income Tax Avoidance or Evasion.
Selain itu, upaya untuk mengurangi penghindaran pajak lebih dini pada tingkat yang lebih
mengglobal telah diadakan oleh IFA pada tahun 1980 di Paris dengan tema yang lunak
yakni The Dialogue between the Tax Administration and the Taxpayer up to the Filing of
the Tax Return.
BAB III

STUDI KASUS
Kasus Pajak Fiktif Rp11 Miliar, Bos dan Karyawan
Diserahkan ke Kejati

BALIKPAPAN, DDTCNews – Kanwil Ditjen Pajak (DJP) Kalimantan Timur dan


Utara (Kaltimtara) menyerahkan tersangka dan barang bukti tindak pidana faktur pajak fiktif
kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim.
Tersangka berinisial MN yang merupakan Direktur PT EMI serta PT NRJM dan HS
selaku karyawan PT EMI serta PT NRJM diduga menggunakan faktur pajak fiktif yang
merugikan penerimaan negara hingga Rp11,63 miliar.
Praktik penggunaan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya ini
dilakukan oleh MN dan HS pada Januari 2013 hingga September 2015. Berdasarkan temuan
tersebut, MN melanggar Pasal 39A UU KUP dan telah merugikan penerimaan negara sebesar
Rp6,53 miliar.
"MN diduga telah melakukan penggelapan pajak dengan cara menggunakan faktur
pajak fiktif dalam SPT Masa PPN sehingga pajak yang disetorkan ke negara menjadi lebih
kecil dari yang seharusnya," tulis Kanwil DJP Kaltimtara dalam keterangan resmi, dikutip
Kamis (22/7/2021).
Sementara itu, HS ditengarai membantu MN dalam mendapatkan dan menggunakan
faktur pajak fiktif guna mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan kepada negara. Akibat
perbuatan HS ini, negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp2,17 miliar.
HS juga diduga melanggar Pasal 39A UU KUP. HS secara sengaja telah turut serta
dalam melakukan tindak pidana perpajakan. HS terancam hukuman penjara selama 2—6
tahun dan denda sebanyak 2—6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak.
Tak hanya menjadi karyawan pada PT EMI dan PT NRJM, HS juga menjabat
sebagai Wakil Direktur CV BIS. HS melalui CV tersebut diduga secara sengaja
menyampaikan SPT Masa PPN yang tidak benar dan menggunakan faktur pajak fiktif dari PT
PVR, PT MT, PT ABK, PT HWS, PT GPP, PT RMC, PT PEL, PT PN, dan PT MPI.
Perbuatan HS melalui CV BIS ini menimbulkan kerugian pada pendapatan negara hingga
sebesar Rp2,92 miliar.
Dengan adanya kasus tersebut, kanwil mengingatkan para wajib pajak yang telah
dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) untuk mentaati ketentuan PPN.
Faktur pajak adalah sarana administrasi yang amat penting dalam sistem PPN dan PKP telah
diberi kepercayaan oleh negara untuk melaksanakan pemungutan serta penyetoran. Untuk itu,
PKP harus taat dan patuh dalam menjalankan kewajiban tersebut.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tax avoidance, tax planning, tax evasion, dan anti avoidance rule merupakan istilah
dalam perpajakan yang saling berkaitan dalam skema penghindaran pajak. Tax avoidance dan
tax planning merupakan tindakan penghematan pajak yang dianggap sah atau tidak
melanggar hukum. Sedangkan tax evasion merupakan penggelapan pajak yang melanggar
peraturan yang berlaku. Tax evasion sendiri merupakan suatu pelanggaran dalam perpajakan
dalam melakukan skema penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus dibayarkan.
Penghematan atau penghindaran pajak, melalui skema maupun upaya manapun, tetap
merugikan negara. Karena itu, masing-masing negara memiliki Anti Avoidance Rule untuk
mencegah praktik penghindaran pajak.
Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu: Penghindaran Pajak (Tax
Avoidance), Pengelakan Pajak (Tax Evation), Melalaikan Pajak
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2021, 09 21). Ini Alasan Penting Anda Wajib Menghindari Tax Evasion. From
klikpajak.id: https://klikpajak.id/blog/hindari-upaya-tax-evasion/
Anonim. (2021, 09 21). Penghindaran pajak. From id.wikipedia.org:
https://id.wikipedia.org/wiki/Penghindaran_pajak
Catrine. (2021, 09 21). Apa Bedanya Tax Avoidance dan Tax Evasion? From
www.pajakku.com:
https://www.pajakku.com/read/5f6ad6402712877582239046/Apa-Bedanya-Tax-
Avoidance-dan-Tax-Evasion-?-
Elsa. (2014). Pengaruh Tax Avoidance Terhadap Cost Of Debt Pada Perusahaan
ManufakturYang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012.
Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Atmajaya.
Fitriya. (2018, 09 21). Penghapusan Sanksi Pidana Pengemplang Pajak. Sudah Tahu? From
klikpajak.id: https://klikpajak.id/blog/penghapusan-sanksi-pidana-pajak/
Lubis. (2010). Menggali Potensi Pajak Perusahaan Dan Bisnis Dengan Pelaksaan Hukum.
Jakarta: Elex Media komputindo.
Soeparman dalam M. Dajafar. (2014). Pembaruan Hukum Pajak. Jakarta: Raja Grafindo.
Zain, M. (2008). Manajemen Perpajakan, Edisi Ke 3. Jakarta: Salemba.

Anda mungkin juga menyukai