Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TAX AVOIDANCE DAN TAX EVASION

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah seminar perpajakan

Dosen Pembina : Dyah Purnamasari, DR., SE., M.Si., Ak., CA

disusun oleh :

Priyanka Primesti Putri

0117101249

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS WIDYATAMA

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmatNya sehingga kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Tax Avoidance dan Tax
Evasion” dengan lancar. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Seminar Perpajakan.
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang ikut andil dalam penyusunan makalah
ini, terutama kepada dosen yaitu Ibu Dyah Purnamasari, DR., SE., M.Si., Ak., CA
Meski demikian, kami sadari terdapat ketidak sempurnaan dalam penulisan dan penyusunan
makalah ini. Kami berharap pembaca memberikan kritik dan sarannya guna memperbaiki
makalah ini.
Akhir kalimat, semoga makalah ini dapat menjadi inspirasi dan menambah wawasan
bagi pembaca khususnya bagi penulis.

Bandung, Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................4

1.3 Tujuan..............................................................................................................................5

1.4 Manfaat............................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................................................................6

2.1 Penghindaran Pajak........................................................................................................6

2.1.1 Pengertian Penghindaran Pajak.....................................................................................6

2.1.2 Indikator Penghindaran Pajak........................................................................................6

2.1.3 Ketentuan Anti Penghindaran Pajak di Indonesia..........................................................6

2.1.4 Penyebab Penghindaran Pajak.......................................................................................8

2.1.5 Pencegahan Penghindaran Pajak...................................................................................8

2.2 Penggelapan Pajak...........................................................................................................9

2.2.1 Pengertian Penggelapan Pajak.......................................................................................9

2.2.2 Indikator Penggelapan Pajak........................................................................................10

2.2.3 Penyebab Penggelapan Pajak......................................................................................11

iii
2.2.4 Pencegahan Tindakan Penggelapan Pajak...................................................................13

BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................................15

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................15

3.2 Saran...............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................16

iii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia sebagai Negara berdaulat memiliki hak untuk membuat sendiri
ketentuan mengenai masalah perpajakannya, namun Indonesia juga tidak mungkin lepas
dari pergaulan internasional yang juga bersinggungan dengan masalah pajak. Transaksi
antar kedua negara atau beberapa negara dapat menimbulkan aspek perpajakan, hal ini
perlu diatur dan disepakati oleh kedua negara atau seluruh dunia guna meningkatkan
perekonomian dan perdagangan kedua negara, agar tidak menghambat investasi
penanaman modal asing akibat pengenaan pajak yang memberatkan wajib pajak yang
berkedudukan di kedua negara yang mengadakan transaksi tersebut.
Untuk itu diperlukan adanya kebijakan perpajakan internasional untuk mengatur
hak pengenaan pajak yang berlaku di suatu negara, dimana setiap negara dipastikan
mengatur adanya pajak di wilayah kedaulatan negara tersebut. Pajak internasional
merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara mau tidak mau
harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang sering disebut Konvensi Wina.
Indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena telah menandatangani
Konvensi Wina, dan sebagai subjek hukum internasional, Indonesia tidak bisa
menghindari pelaksanaan tax treaty, manakala masyarakat Indonesia telah berhubungan
dan memperoleh penghasilan di negara lain tersebut.
Dalam rangka mengelola kekayaan perusahaan untuk memperoleh laba dan
memaksimalkan nilai perusahaan, manajemen perusahaan akan membuat keputusan
melalui pertimbangan yang matang. Salah satu komponen penting yang menjadi
pertimbangan perusahaan adalah pajak, oleh karenanya pajak harus direncanakan dengan
baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Tax Avoidance dan Tax Evasion?
2. Bagaimanakah Tax Avoidance dan Tax Evasion dapat terjadi?
3. Bagaimanakah cara Pencegahan Penghindaran Pajak tersebut?

4
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan dan memberikan
pemahaman mengenai Tax Avoidance dan Tax Evasion

1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah
wawasan para pembaca mengenai Tax Avoidance dan Tax Evasion.

5
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Penghindaran Pajak

2.1.1 Pengertian Penghindaran Pajak

Penghindaran pajak atau Tax Avoidance adalah suatu skema penghindaran


pajak untuk tujuan meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan celah
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Beberapa ahli memiliki pengertian
yang berbeda. Salah satunya yang didefinisikan oleh Justice Reddy (dalam kasus
McDowell & Co Versus CTO di Amerika Serikat). Beliau merumuskan tax
avoidance sebagai seni menghindari pajak tanpa melanggar hukum. Pada dasarnya,
tax avoidance ini bersifat sah karena tidak melanggar ketentuan perpajakan apapun.
Namun, praktik ini dapat berdampak pada penerimaan pajak negara. Karena itu, tax
avoidance berada di kawasan grey area, antara tax compliance dan tax evasion.
Menurut ahli lainnya, James Kessler, tax avoidance dibagi menjadi 2 jenis:
1. Penghindaran pajak yang diperbolehkan (acceptable tax avoidance), dengan
karateristik memiliki tujuan yang baik, bukan untuk menghindari pajak, dan tidak
melakukan transaksi palsu.
2. Penghindaran pajak yang tidak diperbolehkan (unacceptable tax avoidance),
dengan karakteristik tidak memiliki tujuan yang baik, untuk menghindari pajak,
dan menciptakan transaksi palsu.

2.1.2 Indikator Penghindaran Pajak

Suatu transaksi diindikasikan sebagai tax avoidance apablla dalam pelaksanaannya


terdapat tindakan berikut:
1. Wajib Pajak/Perusahaan berusaha membayar pajak lebih sedikit atau kurang dari
yang seharusnya terutang dengan memanfaatkan kewajaran interpretasi hukum
pajak.
2. Wajib Pajak berupaya melakukan penundaan pembayaran pajak.
3. Wajib Pajak berusaha agar pengenaan pajak bukan atas keuntungan
sebenarnyayang diperoleh.

2.1.3 Ketentuan Anti Penghindaran Pajak di Indonesia

6
Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, membuat aturan dan kebijakan
yang mengatur anti penghindaran pajak.
1. Anti Thin Capitalization
Ketentuan anti thin capitalization merupakan upaya wajib pajak
mengurangi beban pajak dengan cara memperbesar pinjaman, agar dapat
membebankan biaya bunga dan mengecilkan laba. Ketentuan ini diatur dalam
Pasal 18 ayat 1 UU PPh dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
169/PMK.03/2015 yang mengatur Penentuan Besarnya Perbandingan antara
Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak penghasilan
(Debt to Equity Ratio).
2. Controlled Foreign Corporation (CFC) Rules
Ketentuan ini tertuang dalam PasaL 18 Ayat 2 UU PPh yang memuat
aturan mengenai kewenangan Menteri Keuangan menetapkan saat diperolehnya
dividen oleh wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada Badan Usaha
di luar negeri  yang tidak menjual saham di bursa efek paling rendah 50%.
3. Transfer Pricing
Ketentuan mengenai Transfer Pricing diatur dalam Pasal 18 Ayat 3 UU
PPh. Dalam pasal ini mengatur kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk
menentukan kembali besaran penghasilan dan pengurangan serta menentukan
utang sebagai modal untuk menghitung besar Penghasilan Kena Pajak bagi wajib
pajak yang memiliki hubungan istimewa.
4.   Anti-treaty Shopping
Ketentuan mengenai anti treaty shopping diatur dalam PER-25/PJ/2010
tentang Pencegahan Penyalahgunaan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.
5. Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha
PER-32/PJ/2011 mengatur tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan
Kelaziman Usaha dalam Transaksi antara Wajib Pajak dan Pihak yang
Mempunyai Hubungan Istimewa.
Ketentuan pertama hingga keempat merupakan Specific Anti Avoidance Rule
(SAAR), yaitu ketentuan anti penghindaran pajak atas transaksi. Sedangkan ketentuan
kelima merupakan General Anti Avoidance Rule (GAAR), yaitu ketentuan pajak yang
semata-mata dilakukan wajib pajak untuk tujuan penghindaran pajak atau transaksi
yang tidak memiliki substansi bisnis.

7
Ketentuan anti tax avoidance di atas diatur secara jelas dan rinci dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, baik ketentuan formal terkait
dengan sanksi, dan ketentuan materialnya. Tujuan diberlakukannya ketentuan di atas
untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak maupun Pemerintah agar tidak
semakin merugikan penerimaan negara.

2.1.4 Penyebab Penghindaran Pajak

Wajib pajak besar memiliki kecenderungan untuk melakukan penghindaran


pajak (Tax Avoidance). Karena:
1. Perusahaan besar memiliki biro-biro hukum atau tim lawyer yang tangguh yang
mampu mencari celah dalam undang-undang pajak.
2. Pembukuan dilakukan oleh banyak orang sehingga risiko terjadinya kebocoran juga
besar.
3. Jika wajib pajak besar ingin melakukan pengelakan pajak, mereka harus memperkecil
keuntungannya di mata publik.
Perusahaan yang labanya kecil, performancenya akan turun sehingga harga
sahamnya turun. Hal ini mengakibatkan pamornya turun di depan relasi dagangnya.
Sehingga mereka akan kehilangan relasi yang mengakibatkan kerugian yang lebih
besar dibandingkan pengurangan tarif pajak.

2.1.5 Pencegahan Penghindaran Pajak

Dalam undang-undang mengenai perpajakan yang berlaku di Indonesia


sendiri, sebenarnya pencegahan telah banyak dilakukan. Penerapan sistem dikotomi
yang jelas serta uraian rinci pada setiap pasal yang berlaku, telah mempersempit gerak
oknum wajib pajak yang masih nakal dan berusaha memanfaatkan celah aturan.
Meski demikian, masih saja ditemui adanya pelanggaran yang dilakukan
dengan memanfaatkan celah yang masih terbuka. Harus diakui, perlu kecermatan dan
ketelitian luar biasa untuk mencari celah ini. Semakin banyak kasus tax avoidance
yang terungkap, maka upaya pemerintah dalam membuat aturan semakin ketat juga
akan semakin baik.
Kasus yang terungkap memungkinkan pemerintah untuk melihat celah yang
masih dapat dimanfaatkan dan segera menutupnya. Pemberian fasilitas pajak untuk
wajib pajak yang dikhususkan juga bisa dikatakan menjadi salah satu celah. Namun

8
demikian, hal ini masih tidak melanggar hukum, selama hak fasilitas pajak yang
dinikmati tidak menyalahi aturan dan batasan yang telah ditetapkan pemerintah.
Penerapan berbagai aturan dan sistem perpajakan terus dimutakhirkan demi
tercapainya perilaku taat pajak oleh setiap wajib pajak. Baik wajib pajak pribadi atau
wajib pajak badan, setiap kewajiban dan haknya telah tercantum jelas dalam peraturan
yang dibuat. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga selalu melakukan
kajian untuk membuat aturan yang aktual.
Salah satu fenomena yang sempat menyita perhatian adalah momen
pengampunan pajak beberapa tahun silam. Momen ini dibuat demi menyaring wajib
pajak yang pernah dan masih melakukan pelanggaran pajak, dan memberi kesempatan
untuk menjadi wajib pajak yang taat pajak dengan konsekuensi ringan. Terbukti
dengan banyaknya wajib pajak yang melaporkan harta kekayaan dan aset yang selama
ini belum dilaporkan kemudian membayar konsekuensi yang ditetapkan.
Tax avoidance sendiri nyatanya masih terjadi. Meski dalam skala yang tidak
terlalu besar, namun hal ini sebisa mungkin ditekan oleh pemerintah. Salah satu upaya
yang bisa Anda lakukan untuk menghindari perilaku ini adalah dengan memanfaatkan
fasilitas yang disediakan DJP dalam pembayaran dan pelaporan.

2.2 Penggelapan Pajak

2.2.1 Pengertian Penggelapan Pajak

Penggelapan pajak (tax evasion) adalah tindak pidana karena merupakan


rekayasa subjek (pelaku) dan objek (transaksi) pajak untuk memperoleh penghematan
pajak secara melawan hukum (unlawfully), dan penggelapan pajak boleh dikatakan
merupakan virus yang melekat (inherent) pada setiap sistem pajak yang berlaku di
hampir setiap yuridiksi.
Menurut Pohan (2013:29), tax evasion (penggelapan atau penyelundupan
pajak) adalah upaya Wajib Pajak menghindari pajak terutang secara illegal dengan
cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya.
Menurut Muhamad Zain (2003:50), penyelundupan mengandung arti sebagai
manipulasi secara illegal atas penghasilannya untuk memperkecil jumlah pajak yang
terutang.
Berdasarkan defisini-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa penggelapan

9
pajak merupakan suatu tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan juga merupakan cara illegal untuk
tidak membayar pajak dengan melakukan tindakan meyimpang (irregular acts) dalam
berbagai bentuk kecurangan (frauds) yang dilakukan dengan sengaja dan dalam
keadaan sadar.

2.2.2 Indikator Penggelapan Pajak

Menurut Muhamad Zain (2003:51) menegaskan bahwa penyelundupan atau


penggelapan pajak tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala
bentuknya, tetapi juga meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang
disebabkan oleh:
1. Ketidaktahuan (ignorance), yaitu Wajib Pajak tidak sadar atau tidak tahu akan
adanya ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut.
2. Kesalahan (error), yaitu Wajib Pajak paham dan mengerti mengenai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, tetapi salah hitung datanya.
3. Kesalahpahaman (misunderstanding), yaitu Wajib Pajak salah menafsirkan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
4. Kealpaan (negligence), yaitu Wajib Pajak alpa untuk menyimpan buku beserta
bukti-buktinya secara lengkap.

Penyelundupan atau penggelapan pajak dapat didefinisikan sebagai suatu


tindakan atau sejumlah tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan seperti:
a. Tidak dapat memenuhi pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) tepat pada
waktunya.
b. Tidak dapat memenuhi pembayaran pajak tepat pada waktunya.
c. Tidak dapat memenuhi pelaporan pengisian dan pengurangnnya secara
lengkap dan benar.
d. Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan.
e. Tidak dapar memenuhi kewajiban menyetorkan pajak penghasilan para
karyawan yang dipotong dan pajak-pajak lainnya yang telah dipungut.
f. Tidak dapat memenuhi kewajiban membayar taksiran utang pajak.
g. Tidak dapat memenuhi permintaan fiskus akan informasi pihak ketiga.
h. Pembayaran cek kosong bagi negara yang dapat melakukan pembayaran

10
pajaknya dengan cek.
i. Melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau tindakan
intimidasi lainnya. Muhamad Zain (2003:51)

Pengklasifikasian pengelapan pajak sesuai Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-


undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2000, Muhamad Zain (2003:52) sehingga pengertian
penyelundupan pajak tersebut selain kecurangan dan penggelapan dalam segala
bentuknya seperti melakukan penyuapan terhadap aparat perpajakan dan atau
tindakan intimidasi lainnya, juga termasuk:
a. Tidak dapat memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
b. Tidak dapat memenuhi kewajiban pengisian Surat Pemberitahuan (SPT)
dengan benar dan lengkap.
c. Tidak dapat memenuhi kewajiban memelihara pembukuan dan pencatatan, dan
dokumen lainnya.
d. Tidak dapat memenuhi kewajiban menyetorkan pajak-pajak yang telah
dipotong atau telah dipungut.
e. Tidak mendaftarkan diri, menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

2.2.3 Penyebab Penggelapan Pajak

Penyebab Wajib pajak melakukan penggelapan pajak diantaranya adalah


fitrahnya penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak yang utama ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, pada saat telah memenuhi ketentuan perpajakan
timbul kewajiban pembayaran pajak kepada negara. Timbul konflik antara
kepentingan diri sendiri dan kepentingan negara. Penyebab lainnya yaitu kurang
menghargai hukum, tingginya tariff pajak, dan kondisi lingkungan.
Yang menyebabkan terjadinya penggelapan pajak (tax evasion) yaitu:
1. Kondisi Lingkungan
Lingkungan sosial masyarakat menjadi hal tak terpisahkan dari manusia
sebagai makhluk sosial, manusia akan saling bergantung satu sama lain. Hampir
tidak ditemukan manusia di dunia ini yang hidupnya hanya bergantung pada diri
sendiri tanpa memperdulikan keadaan orang lain.

11
Begitu juga dalam dunia perpajakan, manusia akan melihat lingkungan
sekitar yang seharusnya mematuhi aturan perpajakan. Mereka saling mengamati
terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan. Jika kondisi lingkungan baik (taat
aturan), masing-masing individu akan termotivasi untuk memenuhi peraturan
perpajakan dengan membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sebaliknya jika lingkungan sekitar kerap melanggar peraturan,
masyarakat menjadi saling meniru untuk tidak mematuhi peraturan karena
dengan membayar pajak, mereka merasa rugi telah membayarnya sementara
yang lain tidak.
2. Pelayanan fiskus yang mengecewakan
Pelayanan aparat pemungut pajak terhadap masyarakat cukup
menentukan dalam pengambilan keputusan Wajib Pajak untuk membayar pajak.
Hal tersebut disebabkan oleh perasaan Wajib Pajak yang merasa dirinya telah
memberikan kontribusi kepada negara dengan membayar pajak.
Jika pelayanan yang diberikan telah memuaskan Wajib Pajak, mereka
tentunya telah diapresiasi oleh fiskus. Mereka menganggap bahwa kontribusinya
telah dihargai meskipun hanya dengan pelayanan yang ramah saja. Tapi jika
yang dilakukan tidak menunjukan penghormatan atas usaha Wajib Pajak,
masyarakat merasa malas untuk membayar pajak kembali.
3. Tingginya tarif pajak
Pemberlakuan tarif pajak mempengaruhi Wajib Pajak dalam hal
pembayaran pajak. Pembebanan pajak yang rendah membuat masyarakat tidak
terlalu keberatan untuk memenuhi kewajiban pajaknya, meskipun masih ingat
berkelit dari pajak, mereka tidak akan terlalu membangkang terhadap aturan
perpajakan karena harta yang berkurang hanyalah sebagian kecilnya.
Berdasarkan pembebanan tarif yang tinggi, masyarakat semakin serius
berusaha untuk terlepas dari jeratan pajak yang menghantuinya. Wajib Pajak
ingin mengamankan hartanya sebanyak mungkin dengan berbagai cara karena
mereka tengah berusaha untuk mencukupi berbagai kebutuhan hidupnya.
Masyarakat tidak ingin apa yang telah diperoleh dengan kerja keras hilang
begitu saja hanya karena tarif pajak yang tinggi.
5. Sistem administrasi perpajakan yang buruk
Penerapan sistem administrasi pajak memiliki peran penting dalam proses
pemungutan pajak suatu negara. Dengan sistem administrasi yang bagus,

12
pengelolaan perpajakan akan berjalan lancar dan tidak akan telalu banyak
menemui hambatan yang berarti. Sistem yang baik akan menciptakan manajemen
pajak yang profesional, prosedur berjalan sistematis dan tidak semrawut. Ini
membuat masyarakat menjadi terbantu karena pengelolaan pajak yang tidak
membingungkan dan transparan.
Seandainya sistem yang diterapkan berjalan jauh dari harapan, masyarakat
menjadi berkeinginan untuk menghindari pajak. Mereka bertanya-tanya apakah
pajak yang telah dibayarkan dikelola dengan baik atau tidak. Setelah timbul
pemikiran yang menyangsikan kinerja fiskus seperti itu kemungkinan besar
banyak Wajib Pajak yang benar-benar lari dari kewajiban membayar pajak.

2.2.4 Pencegahan Tindakan Penggelapan Pajak

Adapun cara-cara mencegah Wajib Pajak melakukan tax evasion antara lain
dapat berupa: 
1. Pemeriksaan Pajak (Tax Audit)
Pemeriksaan atau audit pajak dilakukan oleh petugas untuk menyelidiki
dan mengawasi setiap Wajib Pajak.
2. Integrasi Sistem Informasi
Pencegahan ini berupa dialog dan saling tukar pandangan antara Wajib
Pajak dan fiskus yang harus tetap diadakan melalui berbagai sarana yang telah
tersedia.
3. Administrasi Pajak
Cara pencegahan dalam artian sebagai prosedur meliputi tahap-tahap
pendaftaran, penetapan, dan penagihan Wajib Pajak.
4. Penegakan Hukum Pajak (Tax Law Enforcement)
Cara pencegahan ini pada hakikatnya terkait dengan penegakan hukum
pajak atau serta tingginya tarif pajak, rasa keadilan yang tak terpenuhi dan
pemanfaatan dana pajak.

Upaya-upaya Pemerintah di seluruh dunia untuk mengurangi tax evasion


sesungguhnya telah lama diadakan. Untuk Indonesia, pada tahun 1972 melalui
SGATAR (Study Group on Asian Tax Administration and Research) telah
disidangkan di Jakarta dengan salah satu tema utama yaitu Some Aspects of Income
Tax Avoidance or Evasion. Selain itu, upaya untuk mengurangi penghindaran

13
pajak lebih dini pada tingkat yang lebih mengglobal telah diadakan oleh IFA pada
tahun 1980 di Paris dengan tema yang lunak yakni The Dialogue between the Tax
Administration and the Taxpayer up to the Filing of the Tax Retur.

14
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan


yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya
penerimaan kas negara.
Tax evasion (penggelapan pajak) yaitu usaha-usaha untuk memperkecil
jumlah pajak yang terutang atau menggeser beban pajak yang terutang dengan
melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku.Penghindaran Pajak (tax
avoidance) merupakan tindakan legal, dapat dibenarkan karena tidak melanggar
undang-undang, dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang
dilakukan. Tujuan penghindaran pajak adalah menekan atau meminimalisasi jumlah
pajak yang harus dibayar.
Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan
yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya
penerimaan kas negara.

3.2 Saran

Isi dari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
dengan senang hati mengharapkan masukan dan kritik dari pembaca guna
penyempurnaan lebih lanjut.

15
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Diambil kembali dari Klik Pajak: https://klikpajak.id/blog/pajak-bisnis/tax-avoidance-sebagai-


pelanggaran-hukum-perpajakan/
(t.thn.). Diambil kembali dari Klik Pajak: https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/5-ketentuan-anti-tax-
avoidance/
(2015). Diambil kembali dari https://watasiwanaya.blogspot.com/
(2019). Diambil kembali dari https://www.online-pajak.com/hubungan-tax-avoidance-tax-planning-
tax-evasion-anti-avoidance-rule
Klik Pajak. (t.thn.). Diambil kembali dari https://klikpajak.id/blog/lapor-pajak/hindari-upaya-tax-
evasion/

16

Anda mungkin juga menyukai