Anda di halaman 1dari 14

TAAT PAJAK DENGAN EFISIEN MELALUI PEMILIHAN BENTUK

BADAN USAHA
Mata Kuliah Manajemen Perpajakan
Dosen Pengampu : Putu Pande R. Aprilyani Dewi S.E., M.Si
Semester / TA : 6/ 2021/2022

Oleh Kelompok I :

Fina Putri Nabilah 119211284

Nurhidayah 119211299

Putu Cornelia Sekardiny 119211304

Ni Putu Amelia Putri Paraswati 119211308

PROGRAM STUDI AKUNTASI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PENDIDIKAN NASIONAL (UNDIKNAS)
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang “Taat Pajak Dengan Efisien
Melalui Pemilihan Bentuk Badan Usaha”.

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Perpajakan. Kami
berharap agar makalah ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca. Untuk itu
kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Denpasar, 13 Maret 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

2.1 Modus Penghindaran Pajak .............................................................................................. 3

2.2 Bentuk Usaha di Indonesia ............................................................................................... 4

2.3 Pemilihan Bentuk Usaha Orang Pribadi dan Badan ......................................................... 6

2.4 Pengaruh Pemilihan Bentuk Usaha Untuk Alternatif Perpajakan .................................... 7

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pajak merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi terbesar dalam
penerimaan APBN di Indonesia. Keberadaan pajak secara langsung telah mempengaruhi
jalannya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan-kegiatan usaha di indonesia. Mengingat salah satu
unsur objek pajak adalah penghasilan, maka tentu saja pemungutan pajak ini mencakup bentuk-
bentuk usaha baik yang perseorangan maupun berbentuk badan. Bentuk-bentuk usaha di
Indonesia sendiri terdiri dari 3 macam yaitu BUMN, Koperasi dan Swasta. Namun yang
tentunya menjadi objek pajak penghasilan adalah bentuk usaha Swasta, yang mana hal itu
bertujuan semata-mata untuk mencari keuntungan dan menambah kekayaan.
Bentuk usaha Swasta sendiri terbagi atas perseorangan, CV (persekutuan komanditer),
koperasi, Firma, PT(Perseroan Terbatas) dan Yayasan. Di antara semua itu tentunya memiliki
perlakuan pajak yang berbeda-beda. Perusahaan perseorangan yang pemiliknya hanya satu
orang tentu akan mendapat pemungutan pajak yang berbeda dengan perusahaan yang
pemiliknya lebih dari satu orang seperti CV, Firma, koperasi, PT dan Yayasan. Selain itu dalam
memungut pajak juga ditentukan dari omzet yang didapat. Semakin besar omzet/penghasilan
yang didapat maka semakin besar pula pajak yang dikenakan. Karena kondisi itulah
menyebabkan terjadi cara-cara yang dilakukan Wajib pajak untuk menghindari pajak atau
meringankan beban pajak pajak yang didapat dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum.
Sehingga perencanaan perpajakan (tax planning) dapat digunaan oleh badan usaha tersebut
dalam melakukan kewajiban perpajakannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Apa saja modus-modus yang sering dilakukan untuk menghindari pembayaran pajak?
2. Apa saja bentuk usaha di Indonesia?
3. Bagaimana bentuk pemilihan usaha orang pribadi dan badan?
4. Bagaimana pengaruh bentuk usaha untuk altenatif perpajakan?

1
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada masalah yang telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang hendak
dicapai yaitu:
1. Untuk memaparkan mengenai modus-modus penghindaran pajak.
2. Untuk memaparkan mengenai bentuk usaha di Indonesia.
3. Untuk memaparkan mengenai bentuk pemilihan usaha orang pribadi dan badan.
4. Untuk memaparkan mengenai pengaruh bentuk usaha untuk altematif perpajakan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Modus Penghindaran Pajak


Penghindaran pajak adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi
beban pajak yang harus ditanggung dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan peraturan
perundang-undangan (Ngadiman et al, 2014; Prasetyo 2017).
Menurut Pohan (2017) penghindaran pajak adalah upaya penghindaran pajak yang
dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan
perpajakan, dimana metode dan teknik yang digunakan cenderung memanfaatkan kelemahan-
kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang peraturan perpajakan itu sendiri
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang. Menurut Tandean (2016), komite urusan fiskal
dari Organization for Economic Coorporation and Development (OECD) menjabarkan tiga
karakter penghindaran pajak, yaitu:
1. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat didalamnya
padahal tidak dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
2. Memanfaatkan loopholes dari Undang-Undang atau menerapkan ketentuan-ketentuan
legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebenarnya dimaksudkan oleh
pembuatan Undang-Undang.
3. Para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak
dengan syarat wajib pajak menjaga serahasia mungkin (Cahyono dkk., 2016).
Dalam Mardiasmo (2018) mengatakan bahwa penghindaran pajak adalah usaha
meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. Penghindaran pajak adalah
strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak
karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Berdasarkan penjelasan yang telah
dijabarkan diatas, maka tax avoidance atau penghindaran pajak merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak untuk meminimalisasi atau mengurangi jumlah pajak yang terutang
dengan tidak melanggar peraturan perpajakan dan undang-undang yang sudah ada.
Tax Evasion (penggelapan pajak) terjadi sebelum Surat Ketetapan Pajak (SKP)
dikeluarkan. Hal ini merupakan pelanggaran terhadap undang-undang dengan maksud
melepaskan diri dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan
sebagian dari penghasilannya. Wajib pajak di setiap negara terdiri dari Wajib Pajak besar

3
(berasal dari multinational corporation yang terdiri dari perusahaan-perusahaan penting
nasional) dan Wajib Pajak kecil (berasal dari profesional bebas yang terdiri dari dokter yang
membuka praktek sendiri, pengacara yang bekerja sendiri, dll).
Penyelundupan pajak merupakan perbuatan tercela yang dilakukan oleh Wajib Pajak
atau. penasihat ahlinya yang bertujuan dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Tax Evasion merupakan
tindakan yang illegal yang memperkecil ataupun meloloskan diri untuk tidak membayar pajak
sesuai dengan besarnya pajak yang harus dibayarkan.

2.2 Bentuk Usaha di Indonesia


Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk
Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang-Undang 1945 khususnya pasal 33. Di Indonesia
kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu :
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN adalah suatu bangun usaha yang didirikan oleh Negara dan pemiliknya
dipegang oleh Pemerintah atau Negara Republik Indonesia. Dalam hal ini terdapat
berbagai macam antara lain yang berupa Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahan
Negara (PN), Perusahaan Umum (PERUM), dan Persero (PT. Persero).
b. Koperasi
Koperasi adalah bentuk badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan
hukum koperasi yang melandaskan kegiatannya pada prinsip koperasi sekaligus sebagai
gerakan ekonomi raktyat yang berdasar atas azas kekeluargaan.
c. Swasta
Bentuk badan usaha ini adalah badan usaha yang pemiliknya sepenuhnya berada
ditangan individu atau swasta. Yang bertujuan untuk mencari keuntungan sehingga
ukuran keberhasilannya juga dari banyaknyakeuntungan yang diperoleh dari hasil
usahanya. Perusahaan ini sebenarnya tidakalah selalu bermotif mencari keuntungan
semata tetapi ada juga yang tidak bermotif mencari keuntungan. Contoh: perusahan
swasta yang bermotif nirlaba yaitu Rumah Sakit, Sekolahan, Akademik, dll.
Bentuk badan usaha ini dapat dibagi kedalam beberapa macam :
➢ Perseorangan
Bentuk ini merupakan bentuk yang pertama kali muncul di bidang bisnis yang paling
sederhana, dimana dalam hal ini tidak terdapat pembedaan pemilikan antara hal milik

4
pribadi dengan milik perusahaan. Harta benda yang merupakan kekayaan pribadi
sekaligus juga merupakan kekayaan perusahaan yang setiap saat harus menanggung
utang utang dari perusahaan itu. Bentuk badan usaha semacam ini pada umumnya terjadi
pada perusahaan perusahaan kecil, misalnya bengkel kecil, toko pengecer kecil,
kerajinan, serta jasa dll.
➢ Firma
Bentuk ini merupakan perserikatan atau kongsi ataupun persatuan dari beberapa
pengusaha swasta menjadi satu kesatuan usaha bersama. Perusahaan ini dimiliki oleh
beberapa orang dan pimpin atau dikelola oleh beberapa orang pula. Tujuan perserikatan
ini adalah untuk menjadikan usahanya menjadi lebih besar dan lebih kuat dalam
permodalannya.
➢ Perserikatan Komanditer (CV)
Bentuk ini banyak dilakukan untuk mempertahankan kebaikan kebaikan dari bentuk
perseorangan yang memberikan kebebasan dan penguasaan penuh bagi pemiliknya atas
keuntungan yang diperoleh oleh perusahan. Disamping itu untuk menghilangkan atau
mengurangi kejelekan dalam hal keterbatasan modal yang dimilikinya maka diadakanlah
penyertaan modal dari para anggota yang tidak ikut aktif mengelola bisnisnya, yang hanya
menyertakaan modalnya saja dalam bisnis itu.
➢ Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis- bisnis
yang besar. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk
menyertakan modalnya kedalam bisnis tersebut sengan cara membeli saham yang
dikeluarkan oleh Perusahaan itu. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegang
saham itu berhak memperoleh pembagian laba atau dividen dari perusahaan tersebut.
Dalam bentuk ini tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, yaitu
sebatas modal yang disetorkannya. Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung
utang-utang perusahaan. Oleh karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas
(Naamlose Venootschaap/NV).
➢ Yayasan
Yayasan adalah bentuk organisasi swasta yang didirikan untuk tujuan sosial
kemasyarakatan yang tidak berorientasi pada keuntungan. Misalnya Yayasan Panti
Asuhan, Yayasan yang mengelola Sekolahan Swasta, Yayasan Penderita Anak Cacat dll.

5
2.3 Pemilihan Bentuk Usaha Orang Pribadi dan Badan
Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Kommanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi).
a. Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas (PT) menurut undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, bab 1 pasal 1 ayat 1 adalah badan hukum yang didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini
serta peraturan pelaksanaannya. Masing-masing pemegang saham (Pesero) tidak bertanggung
jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama PT dan tidak bertanggung jawab
atas kerugian PT melebihi nilai saham yang telah diambilnya. Atas keuntungan PT dikenakan
pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 undang-undang Pajak Penghasilan Pembagian
dividen kepada pemegang saham (pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya perusahaan,
dikenakan pemotongan PPh pasal 23 sebesar 15% dan sebagai kredit pajak bagi pihak yang
dipotong (tidak final). Dengan demikian terdapat double taxation.
b. Perseroan Kommanditer (CV)
Perseroan Kommmanditer (CV) adalah suatu persekutuan dua orang/lebih sebagai
persero pengusaha (aktif) dan satu orang atau lebih sebagai pesero kommanditer (tidak aktif)
untuk menjalankan suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Anggota perseroan kommanditer ada dua golongan :
➢ Persero Pengusaha atau pesero aktif/bekerja
Pesero ini selain menyerahkan modal ke dalam perseroan, jika perseroan jatuh pailit
atau bangkrut, pesero pengusaha bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-harta
pribadinya terhadap hutang-hutang perusahaan.
➢ Persero Kommanditer atau pesero diam.
Pesero ini hanya menyerahkan modal ke dalam perseroan dan tidak bertanggung
jawab tentang jalannya perseroan. Jika perseroan jatuh pailit/bangkrut, pesero ini
hanya bertanggungjawab sebesar modal penyertaannya. Atas keuntungan CV
dikenakan pajak penghasilan badan dengan tarif pasal 17 undang undang Pajak
Penghasilan (sama dengan PT). Pembagian keuntungan kepada pemegang saham
(pesero) tidak bisa dibebankan sebagai biaya CV, tidak dipotong PPh pasal 23 dan
bagi yang menerima bukan sebagai obyek pajak. Dengan kata lain, Pajak penghasilan
hanya dikenakan pada Perusahaan (Badan) saja dan tidak ada double taxation.

6
➢ Perorangan (Pribadi)
Usaha Perorangan adalah perorangan (pribadi) yang menjalankan suatu usaha dengan
tujuan untuk memperoleh laba. Peorangan tersebut bertanggung jawab penuh atas
jalannya usaha. Jika usaha tersebut pailit atau bangkurt, perorang ini
bertanggungjawab penuh atas seluruh harta-harta pribadinya terhadap hutang-hutang
usahanya. Ini adalah bentuk usaha yang paling sederhana dan tidak perlu pembuatan
akte pendirian.Dalam menghitung besarnya pajak penghasilan, usaha perorangan
wajib melakukan pembukuan atau hanya melakukan pencatatan dengan Norma
Penghitungan. Atas pendapatan (keuntungan) usaha perorang tersebut, sesudah
dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP), dikenakan pajak penghasilan orang
pribadi dengan tarif pasal 17 undang-undang Pajak Penghasilan.

2.4 Pengaruh Pemilihan Bentuk Usaha Untuk Alternatif Perpajakan


Dalam ketentuan umum perpajakan, Wajib Pajak dapat dibagi dua yaitu Wajib Pajak
perorangan dan Wajib Pajak badan. Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada setiap Wajib
Pajak, baik Wajib Pajak perorangan maupun Wajib Pajak badan atas penghasilan yang
diterimanya dalam setahun. Perbedaan utama antara Wajib Pajak perorangan dan Wajib Pajak
badan dalam penghitungan PPh adalah besarnya tarif pajak. Lapisan terendah tarif pajak bagi
perorangan adalah 5% dan lapisan tertinggi bagi perorangan adalah 30% sedangkan bagi Wajib
Pajak Badan tarifnya 28%.
a. Perbandingan Beban Pajak Penghasilan
Walaupun masing-masing bentuk usaha tersebut di atas mempunyai karakter yang
berbeda-beda beserta keunggulan dan kelemahannya, penulis akan mencoba memberikan
perbandingan atas beban pajak untuk masing-masing bentuk usaha. Supaya perbandingan
beban pajak ini dapat dilakukan secara obyektif, penulis mencoba memberikan asumsi-asumsi
pendapatan, pembebanan biaya dan pembagian keuntungan yang sama untuk masing-masing
bentuk usaha tersebut, seperti yang ada di tabel 1 dibawah ini:

Perorangan Perorangan
No Keterangan PT CV Dengan Dengan Norma
Pembukuan Perhitungan *1)
1. Penjualan 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000 1.500.000.000
Beban Usaha
2. 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000
*2)
3. Laba Usaha 300.000.000 300.000.000 300.000.000 450.000.000

7
4. PTKP *3) - - 18.000.000 18.000.000
Penghasilan
5. 300.000.000 300.000.000 282.000.000 432.000.000
Kena Pajak
6. PPh Terutang 72.500.000 72.500.000 64.950.000 117.450.000
Laba Sesudah
7. 227.500.000 227.500.000 217.050.000 314.550.000
PPh
PPh 23 Atas
8. 34.125.000 - - -
Dividen *4)
Total Beban
9. 106.625.000 72.500.000 64.950.000 117.450.000
Pajak

Tabel 1 : Perbandingan Beban Pajak Penghasilan Rp.1,5 Miliar Asumsi:


*1) Norma Penghitungan Untuk Pedagang Eceran 30% dari Peredaran Bruto
*2) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*3) PTKP K/3 = Rp18.000.000
*4) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen, dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 15%.
Dari Tabel 1 di atas, terlibat bahwa total beban pajak terkecil adalah usaha perorangan
dengan pembukuan sebesar Rp. 64.950.000, sedangkan total beban pajak terbesar adalah
pada usaha perorangan dengan Norma penghitungan sebesar Rp. 117.450.000. Hal ini terjadi
karena secara umum Norma Penghitungan menetapkan margin keuntungan usaha yang lebih
besar (30%) daripada keuntungan usaha sebenarnya (20% dengan pembukuan). Pada
prakteknya, usaha perorangan/orang pribadi mengalami dilema, jika menggunakan
Pencatatan peredaran bruto (yang mudah/sederhana) dengan Norma penghitungan,
Persentase keuntungan yang sebenarnya masih jauh lebih kecil daripada % Keuntungan yang
diterapkan dalam Norma penghitungan. Sebaliknya, jika mau melakukan pembukuan, masih
sulit dan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Secara umum (seperti ilustrasi di Tabel 1), total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV,
karena adanya tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT,
sedangkan pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Maka motivasi
sesorang untuk lebih memilih bentuk usaha PT dari pada CV adalah faktor- faktor lain selain faktor
pajak.
Untuk mengetahui apakah total beban pajak penghasilan orang pribadi selalu lebih kecil dari
pada PT atau CV seperti yang ada tabel 1 di atas? Kita coba kaji lebih dalam di Tabel 2 berkut ini:

8
Perorangan Dengan
No Keterangan PT CV
Pembukuan
1. Penjualan 3.000.000.000 3.000.000.000 3.000.000.000

2. Beban Usaha *1) 1.200.000.000 1.200.000.000 1.200.000.000

3. Laba Usaha 1.800.000.000 1.800.000.000 1.800.000.000

4. PTKP *2) - - 18.000.000


Penghasilan Kena
5. 1.800.000.000 1.800.000.000 1.782..000.000
Pajak
6. PPh Terutang 522.500.000 522.500.000 589.950.000

7. Laba Sesudah PPh 1.277.500.000 1.277.500.000 1.192.050.000


PPh 23 Atas Dividen
8. 191.625.000 - -
*4)
9. Total Beban Pajak 714.125.000 522.500.000 589.950.000

Tabel 2 : Perbandingan Beban Pajak Penghasilan Dengan Penjualan Rp3.000.000.000,-


Asumsi:
*1) Beban Usaha 80% dari Penjualan
*2) PTKP K/3 = Rp18.000.000
*3) Semua laba dibagikan dalam bentuk dividen
Dari Tabel 2 di atas terlihat bahwa total beban pajak penghasilan terkecil adalah CV
sebesar Rp. 522.500.000, diikuti Usaha Perorangan Rp. 589.950.000 dan yang terbesar
adalah PT sebesar Rp. 714.125.000. Dengan demikian perbedaan besarnya total beban pajak
yang dibayar oleh usaha perorangan dan PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena
pajak (laba). Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tariff PPh pasal 17 untuk badan
(dengan tariff maximum 30%) dan orang pribadi (dengan tariff maximum 35%).

PPh pasal 23 yang dipotong oleh PT atas dividen yang dibagikan sebesar 15% adalah
tidak final, sehingga besarnya tariff efektif akan tergantung pada besarnya penghasilan
pemegang saham (sebagai perorangan). Contoh: jika penghasilan kena pajak pemegang
saham (perorangan) diluar dividen ini sudah mencapai Rp. 200.000.000, maka tariff efektif
atas dividen ini menjadi 35% sehingga total beban pajak atas PT menjadi lebih besar lagi.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Usaha bisnis dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk. Pembagian atas tiga bentuk
Badan Usaha tersebut bersumber dari Undang-Undang 1945 khususnya pasal 33. Di Indonesia
kita mengenal 3 macam bentuk badan yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Koperasi
dan Swasta. Bentuk badan usaha swastadapat dibagi kedalam beberapa macam : Perseorangan,
Finna, Perserikatan Komanditer (CV), Perseroan Terbatas (PT), Yayasan.
Pilihan bentuk badan usaha yang tersedia secara umum adalah berbentuk Perseroan
Terbatas (PT), Perseroan Kommanditer (CV) atau Perorangan (Pribadi). Secara umum (seperti
ilustrasi di Tabel 1). total beban pajak PT akan selalu lebih besar dari CV. karena adanya
tambahan PPh pasal 23 yang harus dipotong dari dividen yang dibayarkan oleh PT. sedangkan
pembagian hasil untuk CV tidak dikenakan pajak (bukan obyek pajak). Sedangkan (seperti
ilustrasib tabel 2) perbedaan besarnya total beban pajak yang dibayar oleh usaha perorangan
dan PT/CV tergantung pada besarnya Penghasilan kena pajak (laba). Hal ini dapat terjadi
karena adanya perbedaan tariff PPh pasal 17 untuk badan (dengan tarif maximum 30%) dan
orang pribadi (dengan tarif maximum 35%).

10
DAFTAR PUSTAKA

Manajemen Perpajakan, Mohammad Zain, Edisi 3, Salemba Empat.


Suandy, Erly. Perencanaan Pajak, Erly Suandy, Edisi 3, Salemba Empat

11

Anda mungkin juga menyukai