Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AKUNTANSI PERPAJAKAN

PENCATATAN DAN PEMBUKUAN DALAM PERPAJAKAN

Disusun Oleh Kelompok 4:


1. Vita Ika Septianingtyas (0007.04.31.2021)
2. Kartika Machmud (0024.04.31.2021)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

PASCASARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mengenai “Akuntansi Perpajakan” ini. Tidak
lupa sholawat dan salam semoga senantiasa kita curahkan kepada junjungan besar, Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Akuntansi Perpajakan dengan judul “Kecurangan dalam Pajak”. Disamping itu, penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pembuatan
makalah ini berlangsung, sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Penulis mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
diperbaiki. Karena penulis sadar, makalah yang di buat ini masih banyak terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna.

Makassar, 1 Juni 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan sumber penerimaan negara yang sangat penting, sebab pajak
sangat diperlukan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
nasional disegala bidang secara berkelanjutan. Beban penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan sehingga
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak selalu berupaya untuk meningkatkan
target penerimaan pajak setiap tahunnya meskipun upaya tersebut masih sulit untuk
direalisasikan. Hal ini dapat tercermin dari menurunnya prosentase realisasi penerimaan
pajak negara terhadap anggaran penerimaan pajak negara dalam kurun waktu.
Pajak merupakan sumber pendapatan bagi negara, sedangkan bagi perusahaan
pajak adalah beban yang akan mengurangi laba bersih. Perbedaan kepentingan dari
fiskus yang menginginkan penerimaan pajak yang besar dan kontinyu tentu bertolak
belakang dengan kepentingan dari perusahaan yang menginginkan pembayaran pajak
seminimal mungkin. Selain itu, fluktuasi kegiatan perekonomian yang dialami
perusahaan kerap tidak mendapatkan toleransi dari pihak fiskus, dikarenakan fiskus
menginginkan perolehan pajak yang progresif dan stabil. Pengaruh fluktuasi kegiatan
perekonomian tersebut, tentu akan berakibat terhadap pelaporan keuangan perusahaan
dan pelaporan pajaknya (Hardika, 2007) dalam (Kurniasih dan Sari, 2013).
Salah satu definisi Penghindaran Pajak (tax avoidance) adalah Penataan transaksi
untuk mendapatkan keuntungan pajak, manfaat atau pengurangan dengan cara yang
dimaksudkan oleh hukum pajak (Brown, 2012) dalam (Ibnu Wijaya,2014). Untuk
memperjelas, penghindaran pajak umumnya dapat dibedakan dari penggelapan pajak
(tax evasion), di mana penggelapan pajak terkait dengan penggunaan cara-cara yang
melanggar hukum untuk mengurangi atau menghilangkan beban pajak sedangkan
penghindaran pajak dilakukan secara “legal” dengan memanfaatkan celah (loopholes)
yang terdapat dalam peraturan perpajakan yang ada untuk menghindari pembayaran
pajak, atau melakukan transaksi yang tidak memiliki tujuan selain untuk menghindari
pajak. Penghindaran pajak sering dikaitkan dengan perencanaan pajak (tax planning), di
mana keduanya sama- sama menggunakan cara yang legal untuk mengurangi atau
bahkan menghilangkan kewajiban pajak. Akan tetapi, perencanaan pajak tidak
diperdebatkan mengenai keabsahannya, sedangkan penghindaran pajak merupakan
sesuatu yang secara umum dianggap sebagai tindakan yang tidak dapat diterima. Batas
antara penghindaran pajak dengan perencanaan pajak sering kali tidak jelas. Diskusi
terkait sejauh mana batas yang diperkenankan untuk membedakan praktik perencanaan
pajak yang dapat diterima dengan penghindaran pajak yang tidak dapat diterima
merupakan subjek debat yang berkepanjangan dan sering diselesaikan melalui proses
sampai ke tingkat pengadilan tertinggi.
Walaupun secara literal tidak ada hukum yang dilanggar, semua pihak sepakat
bahwa penghindaran pajak merupakan sesuatu yang secara praktik tidak dapat diterima.
Hal ini dikarenakan penghindaran pajak secara langsung berdampak pada tergerusnya
basis pajak, yang mengakibatkan berkurangnya penerimaan pajak yang dibutuhkan oleh
negara. Dari sudut pandang kebijakan pajak, pembiaran terhadap praktik penghindaran
pajak dapat mengakibatkan ketidakadilan dan berkurangnya efisiensi dari suatu sistem
perpajakan. Penghindaran pajak umumnya dilakukan melalui skema-skema transaksi
yang kompleks yang dirancang secara sistematis dan umumnya hanya dapat dilakukan
oleh korporasi besar. Hal inilah yang menimbulkan persepsi ketidakadilan, di mana
korporasi besar tampaknya membayar pajak yang lebih sedikit. Hal ini pada ujungnya
dapat menimbulkan keengganan Wajib Pajak yang lain untuk membayar pajak yang
berakibat pada inefektifitas sistem perpajakan. (Ibnu Wijaya, 2014).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang dimaksud tax avoidance ?
2. Apa yang dimaksud tax evasion ?
3. Apakah pengaruh tax avoidance terhadap nilai perusahaan ?
4. Faktor yang mempengaruhi tax evasion ?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep tax avoidance dan tax evasion.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tax Avoidance
Penghindaran pajak (tax avoidance) merupakan suatu cara mengurangi pajak
yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat
dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak (Santoso dan Rahayu, 2013:4).
Penghindaran pajak dapat dikategorikan sebagai tindakan yang legal sepanjang
dilakukan melalui suatu perencanaan dan tidak melanggar peraturan pajak yang belaku
serta dilakukan dengan tujuan untuk menunda atau mengalihkan pembebanan pajak ke
periode berikutnya sehingga beban pajak pada periode berjalan tidak memberatkan
bahkan sampai mengganggu cash flow perusahaan.
Tax avoidance merupakan perlawanan aktif yang dilakukan oleh wajib pajak
untuk mengurangi pajak yang mereka bayarkan. Perlawanan terhadap pajak dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Brotodiharjo,
2013). Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan
mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi. Contoh dari pajak pasif misalnya
kebiasaan masyarakat desa yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan emas, bukan
karena meraka menghindari PPh namun mereka belum terbiasa dengan perbankan.
Perlawanan aktif adalah semua usaha perbuatan secara langsung ditunjukan kepada
pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajaknya baik secara legal
maupun ilegal. Contoh dari perlawanan secara aktif dan legal adalah tax avoidance,
dimana tax avoidance menggunakan kelemahan peraturan perundang-undangan
(loopholes) untuk memperkecil pajak perusahaan.

B. Pengertian Tax Avoidance


Menurut Pohan (2013), Tax avoidance adalah strategi dan teknik penghindaran
pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan
dengan ketentuan perpajakan. Menurut konsep yang ada tax avoidance tidak dilarang
meskipun seringkali mendapat sorotan kurang baik karena dianggap memiliki konotasi
negatif ataupun dianggap kurang nasionalis. Tax avoidance dilakukan dengan cara-cara
atau strategi perencanaan pajak dan memanfaatkan celah atau kelemahan ketentuan
perpajakan. Contoh saat melakukan tax avoidance adalah dengan cara mempercepat
depresiasi sehingga diperoleh nilai penyusutan yang besar. Dalam laporan keuangan
penyusutan merupakan salah satu komponen yang mengurangi penghasilan atau laba
usaha yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak.

C. Pengaruh Tax Avoidance terhadap nilai perusahaan


Upaya Tax avoidance (penghindaran pajak) yang dilakukan perusahaan dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Dengan melakukan Tax avoidance maka beban pajak
yang dibayarkan oleh perusahaan akan kecil dan laba perusahaan akan meningkat
(Herdiyanto dan Ardiyanto, 2015). Manajemen perusahaan bertugas untuk membuat
keputusan perencanaan perpajakan bagi perusahaan, dengan cara mencari celah dari
peraturan perpajakannya yang dapat diterapkan dalam perusahaan. Ketika perusahaan
mampu meminimalkan pengeluaran untuk perpajakan, berarti semakin sedikit beban
untuk perpajakan yang dikeluarkan oleh perusahaan (Fadillah, 2018). Pengurangan
beban pajak dapat membuat laba setelah pajak meningkat. Peningkatan laba perusahaan
mengakibatkan harga pasar saham perusahaan menjadi meningkat pula, peningkatan
harga pasar tersebut mencerminkan naiknya nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang
tinggi dapat menggambarkan tingkat kepercayaan investor pada suatu perusahaan dan
menggambarkan kesejahteraan para pemegang saham.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa tax avoidance
berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Tax avoidance yang dilakukan perusahaan akan
membuat laba meningkat dan menaikan harga pasar saham sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.

D. Pengaruh tax avoidance terhadap nilai perusahaan yang dimoderasi oleh


kepemilikan institusional
Variabel moderasi adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah pengaruh
langsung antara variabel independen dengan variabel dependen (Ghozali, 2011). Tax
avoidance yang dilakukan perusahaan berdampak pada kinerja manajemen perusahaan.
Kinerja manajemen dapat dilihat dari seberapa besarnya laba yang diperoleh
perusahaan. Kepemilikan institusional mendorong pengawasan yang lebih optimal
terhadap kinerja manajemen, dikarenakan kepemilikan saham institusional yang besar
(Victory dan Cheisviyani, 2016). Saham institusi perusahaan pertambangan lebih
banyak dimiliki oleh perusahaan asuransi, dapat dilihat bahwa perusahaan pertambangan
memiliki aset-aset yang bernilai tinggi dan beresiko. Investor institusional akan lebih
mengawasi kinerja manajeman dalam menjalankan perusahaannya, dikarenakan
investor institusi juga menginginkan pengembalian optimal atas dana yang telah
diinvestasikan. Pengawasan yang dilakukan oleh pihak institusi dapat membuat
penerapan tax avoidance berjalan sebagaimana mestinya. Hal tersebut membuat nilai
perusahaan menjadi meningkat karena adanya peningkatan laba yang dihasilkan oleh
perusahaan, sehingga membuat harga pasar saham perusahaan naik.
Berdasarkan pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan
institusional dapat memoderasi tax avoidance yang mempengaruhi nilai perusahaan.
Pengawasan dan kontroling yang dilakukan kepemilikan institusional terhadap
manajemen perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan

E. Tax Evasion
Tax evasion sering disebut juga dengan tax fraud atau penggelapan pajak, Tax
evasion adalah bentuk pelanggaran yang dilakukan Wajib Pajak dengan sengaja
mengurangi jumlah pajak terutang bahkan meniadakan kewajiban membayar pajaknya
secara ilegal.
Melansir Investopedia, Wajib Pajak dianggap melakukan tax evasion apabila
dengan sengaja menyembunyikan aset atau memanipulasi data Wajib Pajak untuk
menghindari pembayaran pajak. Termasuk di dalamnya, tidak melaporkan SPT hingga
manipulasi informasi pendapatan dan jumlah aset. Bahkan pada kasus terberat Wajib
Pajak berusaha memalsukan atau mencatut identitas, menerbitkan faktur pajak palsu,
pendirian perusahaan fiktif, dan terparah dengan sengaja tidak membayar pajak terutang.
Tentu tindakan-tindakan yang dijelaskan di atas dapat merugikan negara yang pada
akhirnya menjadi bagian dari pelanggaran hukum. Meski begitu, tidak semua tindakan
kurang bayar atau tidak membayar pajak bisa dianggap sebagai bentuk tax evasion.
Kasus tax evasion harus melalui proses penyelidikan atau audit perpajakan oleh pejabat
berwenang. Apakah ada unsur kesengajaan atau tidak yang dapat menimbulkan sanksi
denda atau pidana.

F. Hukum tindakan pelanggaran pajak di Indonesia


Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tax evasion atau penggelapan pajak
dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Lantas, bagaimana aturannya di
Indonesia? Hukum tindak pelanggaran perpajakan di Indonesia sendiri diatur dalam
Pasal 38 dan 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Dalam
Undang-Undang tersebut apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT atau telah
menyampaikan SPT yang isinya tidak benar atau tidak lengkap maka Wajib Pajak
dikenakan sanksi denda setinggi-tingginya sebesar dua kali jumlah pajak terutang.
Apabila ternyata terdapat unsur pidana di dalamnya, maka Wajib Pajak dikenakan
kurungan selama-lamanya satu tahun penjara. Sedangkan pada Pasal 39, dijelaskan juga
apabila Wajib Pajak dengan sengaja melakukan:
 Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan Nomor Pokok Wajib Pajak
 Tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak
 Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikannya namun
isi di dalamnya tidak sesuai/tidak lengkap
 Menolak untuk dilakukan audit atau pemeriksaan
 Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan dan/atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya
 Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia
 Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan.
 Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Maka Wajib Pajak dapat dipidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun
dengan denda sekurang-kurangnya 2 kali jumlah pajak terutang dan paling banyak 4 kali
jumlah pajak terutang. Untuk menimbulkan efek jera, apabila Wajib Pajak terbukti
melakukan tindak pidana perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara, maka Wajib Pajak akan dikenakan
sanksi lebih berat menjadi dua kali sanksi pidana yang dijatuhkan.

G. Faktor yang mempengaruhi tax evasion


Ada pepatah kuno yang mengatakan, “Tak seorang pun senang membayar pajak”
Melalui kutipan sederhana itu dapat diketahui bahwa secara naluri orang-orang sejatinya
enggan membayar pajak karena dianggap sebagai beban tambahan. Hal itu juga
disepakati oleh Deborah Brautigam dalam bukunya Taxation and State-Building in
Developing Country yang diterbitkan pada tahun 2008. Menurutnya, pungutan pajak
kepada masyarakat selalu bersifat quasi-voluntary. Dengan kata lain, meski sifatnya
sukarela tapi kesukarelaan tersebut memiliki unsur paksaan yang berasal dari undang-
undang. Sehingga tidak heran, jika dalam perkembangannya dunia perpajakan mengenal
istilah tax evasion.

H. Analisis penyebab tax evasion


Ada banyak studi yang menjelaskan kenapa entitas Wajib Pajak melakukan Tax
Evasion. Salah satu studi yang paling umum adalah kaitannya dengan tax morale.
Menurut OECD, tax morale  adalah ukuran persepsi atau kesadaran Wajib Pajak
terhadap kewajiban pembayaran pajak. Minimnya tax morale diukur sebagai rendahnya
pengetahuan bahkan kesadaran Wajib Pajak terhadap kewajiban perpajakan yang sering
kali diasosiasikan dengan tax evasion.
Asas tax morale juga tidak terlepas dari sistem self-assessment system yang telah
diterapkan oleh banyak negara termasuk Indonesia. self-assessment system adalah
sistem yang memungkinkan Wajib Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan pajak
terutangnya sendiri. Sistem mandiri seperti ini yang pada akhirnya membuka celah bagi
Wajib Pajak untuk melakukan tindak kecurangan perpajakan. Meski begitu, hal ini
bukan berarti sistem self-assessment system  adalah sebuah kecacatan atau dosa besar
bagi aktivitas perpajakan di suatu negara. Pelanggaran pajak yang terjadi juga sejatinya
tanggung jawab otoritas pajak di negara setempat yang memiliki wewenang untuk
membina, meneliti, membangun sistem, dan mengawasi jalannya perpajakan. Studi
lainnya adalah yang dilakukan oleh Alfredo Lamagrande. Dimana terdapat empat model
pengukuran penyebab adanya tax evasion yaitu:
1. Model ekonomis – model paling sederhana yaitu tax evasion dilakukan
untuk mengurangi risiko kerugian atau memaksimalkan keuntungan Wajib
Pajak bersangkutan.
2. Model Empiris – model survei dan wawancara dengan mengambil sampel
tertentu terhadap subjek pajak. Contohnya yang dikemukakan oleh Spicer
Lundstedt (1980) yang menjelaskan bahwa tax evasion akan berkurang
ketika koersivitas (tingkat sanksi) lebih tinggi dan deteksi adanya
pelanggaran dini.
3. Model Simulasi dan Eksperimen – model penelitian tax evasion dengan
melakukan simulasi atau eksperimen pada subjek pajak yang berada pada
kondisi atau situasi tertentu. Contoh apa yang dilakukan oleh Kleven  dkk.
melalui penelitiannya yang berjudul Unwilling or Unable to Cheat?
Evidence From a Tax Audit Experiment in Denmark di tahun 2011 terhadap
40 ribu Wajib Pajak di Denmark. Dalam penelitiannya membuktikan bahwa
audit memiliki dampak positif terhadap kepatuhan pajak.
4. Model Psiko-Ekonomi – Model yang menggambarkan bahwa tax
evasion terjadi karena kompleksitas penyebab karena melibatkan psikologi-
ekonomi subjek Wajib Pajak. Misalnya, tax evasion terjadi karena pengaruh
dari lingkungan sosial budaya atau adanya rasa diskriminasi yang dirasakan
oleh Wajib Pajak terhadap pengenaan pajaknya.
Dari model analisis tersebut, sebenarnya dapat dilihat bahwa baik Wajib Pajak
maupun otoritas pajak memiliki peran penting dalam menertibkan aktivitas perpajakan
salah satunya mengurangi praktik tax evasion.
BAB II
KESIMPULAN
Penghindaran pajak (Tax avoidance) adalah strategi dan teknik penghindaran
pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan
dengan ketentuan perpajakan.
Tax evasion adalah satu hal yang sulit dihindari karena sifat naluriah manusia
yang sejatinya enggan untuk membayar pajak. Tax evasion pun juga menjadi tanggung
jawab baik bagi Wajib Pajak maupun otoritas pajak. Bagi Wajib Pajak, perlu disadari
bahwa pemungutan pajak sejatinya dilakukan untuk kepentingan publik yang pada
akhirnya dinikmati oleh Wajib Pajak itu sendiri. Selain itu, otoritas pajak wajib untuk
meningkatkan deteksi pelanggaran dan efisiensi sistem administrasi perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA

Septian Ananggadipa dan Endang Kiswara (2012), Studi Empiris Pada Penggunaan Aplikasi
Pajak : Integrasi Theory Of Planned Behavior Dan Technology Acceptance Model (Studi
Empiris pada Perusahaan Go Public di Indonesia), Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang
Hogg, Michael A. 1995. Social Psychology: An Introduction. Prentice Hall.
Karen G, Barbara K, and Visnawath. 2008. Health Behavior and Health Education (Theory,
Risearch, and Practice). San Fransisce: Jossey Bass.

Anda mungkin juga menyukai