Anda di halaman 1dari 16

LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK DAN

ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA


STANDAR AUDIT FORENSIK

Makalah

Dipresentasikan dalam Kelas Mata kuliah


Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif

Oleh
Widya Arimurti 001104312021
Akbar Gifari 003504312021

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Mursalim Laekkeng, SEAN CPA

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AKUNTANSI


PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Peran akuntansi forensik dalam mengungkap kecurangan di Indonesia dari waktu


ke waktu semakin terus meningkat. Akuntansi forensik banyak diterapkan ketika Komisi
Pemeberantasan Korupsi (KPK) mengumpulkan bukti-bukti hukum yang diperlukan
untuk menangani kasus-kasus korupsi yang dilaporkan kepada instansi tersebut.
Akuntansi forensik juga digunakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal
Kementerian untuk menggali informasi selama proses pelaksanaan audit investigasi.

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan


bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang
menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif. Selain itu dalam
melaksanakan pekerjaannya seorang akuntan forensic harus memnuhi atribut dan kode
etik serta standar pekerjaan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana akuntansi forensik praktik di sektor swasta
2. Bagaimana konsep asset recovery
3. Bagaimana konsep fraud dan akuntansi forensik
4. Bagaimana praktik di sektor pemerintahan
5. Bagaimana perbedaan akuntansi forensik di sektor publik dan swasta.
6. Bagaimana konsep atribut akuntansi forensic
7. Bagaimana konsep kode etik akuntansi forensik
8. Bagaimana konsep standar audit investigative
C. TUJUAN MAKALAH

Memahami tentang praktik di sektor swasta, memahami tentang asset recovery,


memahami tentang fraud dan akuntansi forensik, memahami tentang praktik di sektor
pemerintahan, memahami tentang akuntansi forensik disektor publik dan swasta,
memahami tentang atribut akuntansi forensik, memahami kode etik akuntansi forensic
serta memahami standar audit investigatif.
BAB II

PEMBAHASAN

1. LINGKUP AKUNTANSI FORENSIK

Di negara-negara Anglo-Saxon praktik akuntansi forensik lebih menonjol di


sektor swasta. Prosesnya bisa di dalam atau ddi luar pengadilan. Namun, yang sering
dibahas adalah proses di dalam pengadilan. Hal ini jelas tercermin dalam definisi
akuntansi forensik sebagaimana telah dibahas pada bab 1.

Tuanakotta (2010) dalam Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif


mengemukakan bahwa akuntansi forensik mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk
lembaga yang menerapkannya atau untuk tujuan melakukan audit investigatif.

A. PRAKTIK DI SEKTOR SWASTA


G. Jack Bologna dan Robert J. Lindquist perintis mengenai akuntansi forensik
dalam Tuanakotta (2010) menekankan beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi,
yaitu: fraud auditing, forensic accounting, investigative accounting, litigation
support, dan valuation analysis. Menurut mereka, istilah-istilah tersebut tidak
didefinisikan secara jelas.

Litigation support merupakan istilah yang paling luas dan mencakup


keempat istilah lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu yang dilakukan dalam
akuntansi forensik, bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi (litigation support).

Fraud auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang


bersifat proaktif untuk meneliti fraud, artinya audit ini ditujukan kepada
pencarian bukti terjadinya fraud. Tentunya bukti disini adalah bukti yang akan
dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan forensik baru dipanggil ketika bukti-
bukti terkumpul atau ketika kecurigaan naik ke permukaan melalui tuduhan
(allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip- off dari
whitleblower. Akuntansi forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal
adanya fraud. Audit investigatif merupakan bagian awal dari akuntasi forensik.

Adapun valuation analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur


perhitungan. Misalnya dalam menghitung kerugian negara karena tindakan korupsi.

Adapun beberapa jasa bidang forensik sebagaimana dirinci oleh salah satu
kantor akuntan peringkat teratas (the big four) yang beroperasi di asia tenggara
adalah sebagai berikut:

1. Analytic and forensic technology

Adalah jasa-jasa yang dikenal sebagai komputer forensik


seperti data imaging dan data mining.

2. Fraud Risk Management

Serupa FOSA dan COSA. Beberapa peralatan analisisnya terdiri


atas perangkat lunak yang dilindungi hak cipta, seperti Tip-Offs
Anonymous™, DTermine™, dan DTect™.

3. FCPA Reviews and Investigation

FCPA adalah undang-undang di Amerika Serikat yang


memberikan sanksi hukum kepada entitas tertentu atau pelakunya
yang menyuap pejabat atau penyelenggara negara di luar wilayah
Amerika Serikat. FCPA Reviews serupa dengan FOSA tetapi
orientasnya adalah pada potensi pelanggaran terhadap FCPA.
FCPA Investigation merupakan jasa investigasi ketika
pelanggaran FCPA sudah terjadi.

4. Anti Money Laundering Services

Money Laundering (pencucian uang) dan anti money


laundering (pencegahan pencucian uang). Jasa ini serupa dengan
FOSA, namun orientasinya adalah pada potensi pelanggaran
terhadap undang-undang pemberantasan pencucian uang.

5. Whistleblower Hotline

Banyak fraud terungkap karena whistleblower memberikan


informasi (tip-off) secara diam-diam tentang fraud yang sudah atau
sedang berlangsung.

6. Business Intelligence Service


Intelligence memberi kesan kantor akuntan menmberikan
jasa mata-mata atau detektif. Hal yang dilakukan adalah
pemeriksaan latar belakang seseorang atau suatu entitas.

B. ASSET RECOVERY

Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan cara


menemukan dan menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus
korupsi, penggelapan, dan pencucian uang (money laundering). Asset
Recovery terbesar dalam sejarah akuntansi forensik adalah likuidasi Bank of
Credit and Commerce International (BCCI). BCCI bangkrut karena sarat akan
fraud. Para ahli dan praktisi perbankan menggambarkan kasus BCCI sebagai
fraud terbesar dan paling rumit dalam industri perbankan. BCCI dituduh
melakukan pencucian uang (money laundering), praktik tidak sehat dalam
memberikan pinjaman, penggelapan pembukuan, perdagangan valuta asing yang
berantakan, dan pelanggaran ketentuan perbankan berskala besar.

C. EXPERT WINTESS

Dalam Tuanakotta (2010) disebutkan bahwa, secara teknis “akuntansi


forensik” berarti menyiapkan seorang akuntan menjadi ahli dalam litigasi,
sebagai bagian dari penuntut umum atau pembela dalam perkara yang berkenaan
dengan fraud. Namun, dalam perkembangan selanjutnya istilah “akuntansi
forensik” bermakna sama dengan prosedur akuntansi investigatif.

Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai Ahli di


persidangan, khususnya dalam tindak pidana korupsi adalah kompetensi dan
independensi. Masalah kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim
pembela terhadap akuntan forensik yang membantu penuntut umum.

Keterangan atau pendapat saksi ahli diperkenankan apabila:

1. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup.
2. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang
andal.
3. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta
dalam kasus yang dihadapi.
Kata kuncinya adalah prinsip dan metode yang andal (reliable principles and
methods). Hal ini menjadi standar umum untuk apa yang diterima sebagai keterangan
ahli.

Dalam butir-butir yang dikenal dengan Daubert test, menginterpretasikan


bahwa kondisi tersebut di bawah ini harus terpenuhi, yaitu:

1. Teknik atau teori sudah diuji secara ilmiah


2. Teknik atau teori sudah dipublikasikan dalam majalah ilmiah dimana sesama
rekan dapat menelaahnya (peer-review scientific journal)
3. Tingkat kesalahan dalam menerapkan teknik tersebut dapat ditaksir
dengan memadai atau diketahui
4. Teknik atau teori sudah diterima dalam masyarakat atau asosiasi ilmuan terkait.

D. FRAUD DAN AKUNTANSI FORENSIK


Para akuntan forensik di Amerika Serikat yang menamakan asosiasi mereka
sebagai Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), memublikasikan
penelitiannya tentang fraud, seperti konsep fraud tree dan Report to the Nation. Dari
Report to the Nation para penyedia jasa forensik memberikan respon terhadap jenis
fraud yang sering terjadi, penangkal fraud yang dapat menekan kerugian yang
diakibatkan oleh fraud, dan hal-hal apa yang membantu terungkapnya fraud, misalnya
whistleblower.

E. PRAKTIK DI SEKTOR PEMERINTAHAN

Di sektor publik, praktik akuntan forensik serupa dengan sektor swasta.


Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi di antara berbagai lembaga. Lembaga-lembaga tersebut
antara lain lembaga yang memeriksa keuangan negara, lembaga yang merupakan
bagian dari pengawasan internal pemerintahan, lembaga peradilan, lembaga
yang menunjang kegiatan kejahatan pada umumnya, dan korupsi khususnya,
serta lembaga lainnya. Juga ada lembaga swadaya masyarakat sebagai pressure
group.

Masing-masing lembaga tersebut mempunyai mandat dan wewenang


yang diatur dalam konstitusi, undang-undang atau ketentuan lainnya. Mandat dan
wewenang ini akan mewarnai lingkup akuntansi forensik yang diterapkan. Di
samping itu keadaan politik dan berbagai macam kondisi lain akan
mempengaruhi lingkup akuntansi forensik yang diterapkan, termasuk pendekatan
hukum dan nonhukum. Hal ini terlihat dalam penanganan kasus-kasus korupsi
atau dugaan korupsi mantan-mantan kleptokrat dunia.

F. AKUNTANSI FORENSIK DI SEKTOR PUBLIK DAN SWASTA

Di negara Indonesia, akuntansi forensik sektor publik jauh lebih dominan


dibandingkan sektor swasta. Dalamm perekonomian yang didominasi oleh sektor
swasta, maka yang terlihat adalah kebalikannya.
Berikut ini adalah perbandingan akuntansi forensik di sektor publik
dengan akuntansi forensik di sektor swasta.

DIMENSI SEKTOR PUBLIK SEKTOR SWASTA


Landasan Amanat undang-undang Penugasan tertulis secara spesifik
penugasan
Imbalan Lazimnya tanpa imbalan Fee dan biaya (contingency fee and
expenses)
Hukum Pidana umum dan khusus, hukum Perdata, arbitrase, administratif/
administratif negara aturan intern perusahaan
Ukuran Memenangkan perkara pidana dan Memulihkan kerugian
keberhasilan memulihkan kerugian
Pembuktian Dapat melibatkan instansi lain di luar Bukti intern, dengan bukti ekstern
lembaga yang bersangkutan yang lebih terbatas
Teknk audit Sangat bervariasi karena Relatif lebih sedikit dibandingkan di
investigatif kewenangan yang relatif besar sektor publik. Kreativitas dalam
pendekatan sangat menentukan
Akuntansi Tekanan pada kerugian negara Penilaian bisnis (business valuation)
dan kerugian keuangan negara

2. ATRIBUT DAN KODE ETIK AKUNTAN FORENSIK SERTA STANDAR AUDIT


INVESTIGATIF
A. ATRIBUT SEORANG AKUNTAN FORENSIK

Howard R. Davia memberi lima nasihat kepada seorang auditor pemula


dalam melakukan investigasi terhadap fraud, yaitu
1. Pertama, menghindari pengumpulan fakta dan data yang berlebihan secara
prematur. Identifikasi lebih dahulu, siapa pelaku atau yang mempunyai potensi
untuk menjadi pelaku. Banyak auditor berkutat pada pengumpulan fakta dan
temuan, tetapi tidak menjawab pertanyaan yang paling penting : Who did it ?
2. Kedua, fraud auditor harus mampu membuktikan “niat pelaku melakukan
kecurangan”. Banyak kasus kecurangan kandas di sidang pengadilan karena
penyidik dan saksi ahli (akuntan forensik) gagal membuktikan niat melakukan
kejahatan atau pelanggaran. Menurut Davia, tujuan proses pengadilan adalah
menilai orang, bukan mendengar celotehan yang berkepanjangan tentang
kejahatannya.
3. Ketiga, seorang auditor forensik harus kreatif, berpikir seperti pelaku fraud, jangan
dapat ditebak. Dalam proses audit investagatif, keadaan dapat berubah dengan
cepat, misalnya, bukti dan barang bukti disembunyikan atau dihancurkan atau
pelaku bersembunyi atau melarikan diri, oleh karena itu auditor forensik harus
berpikir kreatif dalam menggunakan prosedur, kombinasi prosedur atau alternatif
prosedur untuk mengumpulkan bukti. Seorang auditor forensik harus dapat
berpikir layaknya seorang pelaku fraud agar dapat mengantisipasi langkah-langkah
yang akan diambil pelaku fraud jika mereka mengetahui bahwa tindakan mereka
telah tercium atau terungkap. Seorang auditor forensik juga tidak gampang
ditebak dalam melakukan proses audit investigatif, agar tidak dengan mudah
dapat diantisipasi oleh pelaku fraud.
4. Keempat, auditor harus tahu bahwa banyak kecurangan dilakukan dengan
persekongkolan. Dalam tindakan fraud yang dibarengi dengan persekongkolan.
Ada dua macam persengkongkolan. Pertama persengkongkolan yang bersifat
sukarela, dan pesertanya memang mempunyai niat jahat (ordinary conspiracy).
Kedua pelakunya tidak menyadari bahwa keluguannya dimanfaatkan oleh rekan
kerjanya (pseudo conspiracy).

5. Kelima, auditor harus mengenali pola fraud yang dilakukan oleh pelaku.
Pendeteksian dan pengumpulan bukti terhadap fraud yang dilakukan dalam
pembukuan, seperti pencatatan ganda atas pembayaran kepada pemasok, akan
memerlukan tehnik dan prosedur audit yang berbeda dengan pola fraud yang ada
di luar pembukuan seperti kickback, penagihan piutang yang sudah dihapus dan
penjualan barang yang sudah dubesituakan. Untuk membuktikan fraud yang
dilakukan dengan pembayaran ganda misalnya, auditor forensik akan lebih
efektif dan efisien jika menggunakan prosedur vouching, yaitu menelusuri dari
transaksi ke bukti pendukung. Jika auditor forensik melakukan sebaliknya, yaitu
dengan menggunakan trashing (menelusuri dari bukti pendukung ke transaksi),
maka pencatatan ganda atas pembayaran tersebut tidak akan terdeteksi.

Selanjutnya Association of Certified Fraud Exeminers (ACFE) dalam Tuanakotta (2010 :


104) menjelaskan karakteristik pemeriksa fraud yang harus memiliki kemampuan yang unik.
Disamping keahlian teknis, pemeriksa fraud yang sukses mempunyai kemampuan
mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai saksi secara adil (fair), tidak memihak, sahih
(mengikuti perundang-undangan) dan akurat, serta mampu melaporkan fakta-fakta yang
dikumpukan dan kemudian melaporkannya dengan akurat dan lengkap. Sehingga dapat
dikatakan pemriksa fraud adalah orang yang memiliki gabungan keahlian dari pengacara,
akuntan, kriminolog dan detektif atau investigator.

Menurut Allan Pinkerton dalam Tuanakotta (2010 : 104) menyebutkan kualitas yang harus
dimiliki oleh seorang detektif, yaitu seorang detektif harus memiliki beberapa kualifikasi
tertentu, yaitu hati-hati (tidak gegabah), menjaga kerahasiaan pekerjaannya, kreatif dalam
menemukan hal-hal baru, pantang menyerah, berani, dan di atas segala-galanya adalah jujur.
Disamping itu, kemampuan dalam pendekatan dengan manusia dan ketangguhan mencari
informasi seluas-luasnya yang memungkinkannya menerapkan kemahirannya sebagai detektif
dengan segera dan secara efektif.

Kemampuan berinteraksi dengan manusia amat menentukan. Tuanakotta (2010)


menyatakan sikap pemeriksa terhadap orang lain memengaruhi sikap orang lain tersebut
keapadanya. Sikap yang bermusuhan akan menimbulkan rasa was-was dalam diri responden,
yang kemudian menyebabkan mereka bersikap menarik diri dan menjaga jarak. Selanjutnya
Art Buckwalter mengatakan, rahasia menjadi private investigator adalah menjadi sosok yang
disukai orang lain. Pemeriksa yang menyesatkan orang lain seringkali menyesatkan diri
sendiri. Seorang pemeriksa fraud harus mempunyai kemampuan teknis untuk mengerti konsep-
konsep keuangan, dan kemampuan untuk menarik kesimpulan terhadapnya, selain itu harus
bisa untuk menyederhanakan konsep-konsep keuangan sehingga para saksi dapat memahami
apa yang dia maksudkan.

Menurut Robert J. Lindquist dalam Tuanakotta (2010 :106) menyatakan kualitas yang
harus dimiliki oleh akuntan forensik sebagai berikut :

1. Kreatif. Kemampuan untuk melihat sesuatu secara berbeda dari orang lain. Suatu
hal yang normal bagi orang lain belum tentu dianggap normal oleh akuntasi
forensik.

2. Rasa ingin tahu. Adalah keinginan untuk menemukan apa yang sesungguhnya
terjadi dalam rangkaian peristiwa dan situasi.

3. Tidak menyerah. Adalah kemampuan untuk maju terus pantang mundur walaupun
fakta (seolah-olah) tidak mendukung, dan ketika dokumen atau informasi sulit
diperoleh.

4. Akal sehat. Adalah kemampuan untuk mempertahankan perspektif dunia nyata. Ada
yang menyebutnya perspektif anak jalanan yang mengerti betul kerasnya
kehidupan.

5. Business sense Adalah kemampuan untuk memahami bagaimana bisnis


sesungguhnya berjalan dan bukan hanya sekedar memahami bagaimana transaksi
dicatat.

6. Percaya diri. Adalah kemampuan untuk mempercayai diri dan temuannya sehingga
dapat bertahan di bawah cross examination (pertanyaan silang dari jaksa penuntut
umum dan pembela).

B. INDEPENDEN, OBJEKTIF, DAN SKEPTIS

Tiga sikap dan tindak pikir yang selalu harus melekat pada diri seorang
auditor, yakni independen, objektif, dan skeptic. Ketiga sikap dan tindak pikir
juga tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan akuntan forensic.

C. KODE ETIK AKUNTAN FORENSI

Kode etik merupakan bagian dari kehidupan berprofesi. Kode etik mengatur
hubungan antara anggota profesi dengan sesamanya, dengan pemakai jasanya dan
stake holder lainnya, dan dengan masyarakat luas.

Kode etik berisi nilai-nilai luhur (virtues) yang amat penting bagi eksistensi
profesi. Profesi bisa eksis karena ada integritas, rasa hormat dan kehormatan, dan
nilai-nilai luhur lainnya yang menciptakan rasa percaya dari pengguna dan stake
holder lainnya.

Seorang ahli hukum, Lord John Fletcher Moulton membedakan tiga wilayah
tingkah manusia, yaitu:
1. Wilayah hukum positif di mana orang patuh karena ada hukum dan adanya hukuman
untuk yang tidak patuh.
2. Wilayah kebebasan memilih (free choice)
3. Wilayah diantara free choice dengan hukum positif atau yang disebut kesopan
santunan (manners)
Mengenai kode etik akuntan forensik di Indonesia, penggunaan kode etik
pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai contoh kode etik
akuntan forensik akan relevan, mengingat lembaga tersebut merupakan lembaga
audit forensik yang paling efektif di Indonesia. KPK mendefinsikan kode etik
sebagai norma yang wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh Pegawai Komisi dalam
menjalankan tugas-tugas organisasi maupun menjalani kehidupan pribadi. Kode
etik pimpinan KPK adalah penjabaran dari nilai-nilai dasar perilaku prilaku
pribadi yang wajib dilaksanakan oleh seluruh pimpinan KPK.

D. STANDAR AUDIT INVESTIGATIF

Menurut Tuankotta (2010 : 115), secara sederhana, standar adalah ukuran


mutu. Oleh karena itu, dalam pekerjaan audit, para auditor ingin menegaskan
adanya standar tersebut. Dengan standar ini pihak yang diaudit (auditee), pihak
yang memakai laporan audit, dan pihak – pihak lain dapat mengukur kerja si
auditor. K.H Spencer Picket dan Jennifer Picket merumuskan beberapa standar
untuk melakukan investigasi terhadap fraud. Konteks yang mereka rajuk adalah
investigasi atas fraud yang dilakukan oleh pegawai di perusahaan. Standar
tersebut adalah :

4. Seluruh investigasi harus dilandasi praktik yang diakui (accepted best practices)
5. Kumpulkan bukti – bukti dengan prinsip kehati – hatian (due care) sehingga bukti

– bukti tadi dapat diterima di pengadilan.


6. Pastikan seluruh dokumentasi dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks dan
jejak audit tersedia

7. Pastikan bahwa para investigatormengerti hak – hak asasi pegawai dan

senantiasa menghormatinya
8. Beban pembuktian ada pada yang menduga pegawainya melakukan kecurangan,
dan pada penuntut umum yang mendakwa pegawai tersebut, baik dalam
kasus hukum dan administratif maupun hukum pidana.
9. Cakup seluruh substansi investigasi dan kuasai seluruh target yang sangat kritis
ditinjau dari segi waktu.
10. Liput seluruh tahapan kunci dalam proses investigasi, termasuk perencanaan
pengumpulan bukti dan barang bukti, wawancara, kontakdengan pihak ketiga ,
pengamanan mengenai hal – hal yang bersifat rahasia, ikut tata cara atau
protokol, dokumentasi dan penyelenggara catatan, melibatkan / dan atau
melapor ke polisi, kewajiban hukum, dan persyaratan mengenai pelaporan.

Akuntan Forensik harus Independen dalam melaksanakan tugas Garis


pertanggung jawaban :
1. Untuk kegiatan internal lembaganya, akuntansi forensik harus cukup independen
dalam melaksanakan tugasnya. Ia bertanggung langsung ke Dewan Komisaris
kalau penugasan diberikan oleh lembaganya, atau kepada penegak hokum dan/
atau regulator, jika penugasannya datang dari luar lembaganya
2. Dalam hal akuntan forensik tersebut independen ia menyampaikan laporan
kepada seorang eksekutif senior yang kedudukannya lebih tinggi dari orang yang
diduga melakukan fraud, alternatifnya ialah akuntan forensik menyampaikan
laporannya kepada dewan komisaris.
3. Dalam hal akuntan forensic tersebut independen dan penugasan diterimanya dan
lembaga penegak hukum atau pengadilan, pihak yang menerima laporannya atau
counterpart-nya harus ditegaskan dalam kontrak.
BAB III

PENUTUP

Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mengemukakan bahwa akuntansi forensik


mempunyai ruang lingkup yang spesifik untuk lembaga yang menerapkannya atau untuk
tujuan melakukan audit investigatif.

Dalam beberapa istilah dalam perbendaraan akuntansi, yaitu: fraud auditing, forensic
accounting, investigative accounting, litigation support, dan valuation analysis dimana
istilah- istilah tersebut tidak didefinisikan secara jelas. Litigation support merupakan istilah
yang paling luas dan mencakup keempat istilah lainnya. Dalam makna ini, segala sesuatu
yang dilakukan dalam akuntansi forensik, bersifat dukungan untuk kegiatan litigasi. Fraud
auditing berurusan dengan pendekatan dan metodologi yang bersifat proaktif untuk meneliti
fraud, artinya audit ini ditujukan kepada pencarian bukti terjadinya fraud. Tentunya bukti
disini adalah bukti yang akan dipakai di pengadilan. Sedangkan akuntan forensik baru
dipanggil ketika bukti-bukti terkumpul atau ketika kecurigaan naik ke permukaan melalui
tuduhan (allegation), keluhan (complaint), temuan (discovery), atau tip-off dari
whitleblower. Akuntansi forensik dimulai setelah ditemukan indikasi awal adanya fraud.
Audit investigatif merupakan bagian awal dari akuntasi forensik. Sedangkan valuation
analysis berhubungan dengan akuntansi atau unsur perhitungan. Misalnya dalam menghitung
kerugian negara karena tindakan korupsi.

Jasa forensik yang ada relevansinya dengan akuntansi forensik ada dua, yaitu Asset
recovery dan expert witness. Asset Recovery adalah upaya pemulihan kerugian dengan
cara menemukan dan menguasai kembali aset yang dijarah, misalnya dalam kasus korupsi,
penggelapan, dan pencucian uang (money laundering).

Masalah yang timbul dalam penggunaan akuntan forensik sebagai Ahli (expert
witness) di persidangan, khususnya dalam tindak pidana korupsi adalah kompetensi dan
independensi. Masalah kompetensi dan independensi sering dipertanyakan tim pembela
terhadap akuntan forensik yang membantu penuntut umum. Keterangan atau pendapat saksi
ahli diperkenankan apabila:

1. Keterangan atau pendapatnya didasarkan atas fakta atau data yang cukup.
2. Keterangan atau pendapatnya merupakan hasil dari prinsip dan metode yang

andal.
3. Saksi ahli sudah menerapkan prinsip dan metode dengan benar pada fakta dalam
kasus yang dihadapi.

4. Di sektor publik, praktik akuntan forensik serupa dengan sektor swasta.


Perbedaannya adalah bahwa tahap-tahap dalam seluruh rangkaian akuntansi
forensik terbagi-bagi di antara berbagai lembaga. Masing-masing lembaga
tersebut mempunyai mandat dan wewenang yang diatur dalam konstitusi,
undang-undang atau ketentuan lainnya.

5. Untuk melaksanakan proses akuntansi dan audit forensic dengan baik seorang
professional akuntan forensic harus memenuhi atribut, kualitas, karakteristik.
Selain itu dalam menjalankan tugasnya seorang akuntan forensic harus
berpedoman pada kode etik dan standar akuntansi forensic.
DAFTAR PUSTAKA

Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Salemba Empat.

Jakarta.

Susilo, Ahmad Edi dan Ardiyansyah, Yuli. 2016. Makalah Akuntansi Forensik Dan Audit
Investigatif Lingkup Akuntansi Forensik Dan Atribut Dan Kode Etik Akuntan
Forensik Serta Standar Audit Forensik. Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Universitas Hasanuddin.

Anda mungkin juga menyukai