Anda di halaman 1dari 28

MANAJEMEN PAJAK ATAS

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI


TUGAS MANAJEMEN PERPAJAKAN

Dosen: Dr. Dyah Purnamasari, SE., M.Si., Ak., CA

Disusun oleh:
Kelompok 2

- Neti Lisnawati (51622220015)


- Muhamad Arief Ichwani (51622220034)

Kelas: A-2

Program Magister Akuntansi Universitas Widyatama


2023
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan
nikmat yang tiada terkira bagi kami. Sehingga dengan nikmat dan rahmat-Nya
kami mampu untuk menyelesaikan makalah sebagai tugas kelompok dalam mata
kuliah “Manajemen Perpajakan”.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Ibu, yang telah memberikan tugas
tersebut sehingga kami menjadi semakin mengerti tentang mata kuliah
“Manajemen Perpajakan”, khususnya pada materi “Manajemen Pajak Atas Pajak
Pertambahan Nilai.” Selanjutnya, terimakasih kepada teman-teman dari kelompok
lain yang telah berkenan mempelajari hasil dari tugas kami.
Sekian dari kami semoga bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua
orang umumnya.

Bandung, 05 Desember 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Perseroan Terbatas (PT)................................................................................4
2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas...............................................................4
2.1.2 Organ Perseroan Terbatas......................................................................5
2.1.3 Ciri-ciri Perseroan Terbatas (PT)...........................................................8
2.1.4 Kelebihan Dan Kekurangan Perseroan Terbatas (PT)...........................8
2.1.5 Ketentuan Pajak Perseroan Terbatas (PT).............................................9
2.2 Persekutuan.................................................................................................13
2.2.1 Pengertian Persekutuan........................................................................13
2.2.2 Ciri-ciri Persekutuan............................................................................13
2.2.3 Macam-macam Bentuk Persekutuan...................................................14
2.2.4 Isi Perjanjian Persekutuan....................................................................15
2.2.5 Ketentuan Pajak Persekutuan..............................................................15
2.3 Perusahaan Perseorangan............................................................................17
2.3.1 Pengertian Perusahaan Perseorangan..................................................17
2.3.2 Ciri-Ciri Usaha Perorangan.................................................................17
2.3.3 Sifat Usaha Perorangan........................................................................17
2.3.4 Keuntungan dari Perseorangan mempunyai keuntungan:...................19
2.3.5 Kelemahan Usaha Perseorangan..........................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemilihan bentuk usaha adalah salah satu keputusan krusial yang harus
diambil oleh calon pengusaha ketika mereka memulai bisnis atau ingin mengubah
status perusahaan mereka. Pilihan bentuk usaha yang tepat dapat memiliki
dampak yang signifikan terhadap kesehatan keuangan, struktur kepemilikan,
kewajiban hukum, dan manajemen pajak bisnis tersebut.
Di berbagai negara, termasuk Indonesia, terdapat berbagai bentuk usaha
yang tersedia, seperti Perseroan Terbatas (PT), Pesekutuan (partnership),
Perusahaan Perseorangan, dan lain-lain. Setiap bentuk usaha memiliki
karakteristik yang berbeda dan menawarkan manfaat serta tantangan yang unik
bagi pemiliknya.
Pilihan yang salah dalam memilih bentuk usaha bisa mengakibatkan
dampak negatif yang signifikan. Misalnya, pemilihan bentuk usaha yang tidak
sesuai dengan sifat bisnis dapat mengakibatkan beban pajak yang tinggi,
keterbatasan akses ke modal, atau bahkan masalah hukum yang kompleks. Di sisi
lain, pemilihan yang bijak dapat membantu pemilik bisnis mengoptimalkan pajak,
melindungi aset pribadi, dan memudahkan pertumbuhan bisnis.
Pentingnya pemilihan bentuk usaha yang tepat semakin diperkuat oleh
perubahan-perubahan dalam lingkungan bisnis dan hukum yang terus berlanjut.
Peraturan perpajakan dan regulasi bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu,
memengaruhi manfaat dan kewajiban yang terkait dengan bentuk usaha tertentu.
Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang pilihan bentuk usaha dan
konsekuensi pajaknya adalah kunci keberhasilan bagi calon pengusaha dan
pemilik bisnis yang sudah beroperasi.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perusahaan Perseroan Terbatas dapat melakukan manajemen
pajak yang tepat untuk meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung?
2. Bagaimana perusahaan Persekutuan dapat melakukan manajemen pajak
yang tepat untuk meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung?
3. Bagaimana perusahaan Perusahaan Perseorangan dapat melakukan
manajemen pajak yang tepat untuk meminimalkan beban pajak yang harus
ditanggung?

1.3 Tujuan penulisan


1. Memberikan pemahaman mengenai pentingnya manajemen pajak yang tepat
dalam memilih bentuk usaha yang tepat untuk meminimalkan beban pajak
yang harus ditanggung
2. Memberikan informasi mengenai ketepatan manajemen pajak atas Perseroan
Terbatas, Persekutuan, dan Perusahaan Perseorangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

Memilih bentuk usaha/business vehicle yang tepat merupakan hal pertama


yang harus diperhatikan oleh investor/pengusaha, selain untuk menentukan bentuk
usaha apa yang dapat memberikan kontribusi profit paling besar dengan tingkat
risiko yang paling rendah. Terkait ketentuan perpajakan yang berlaku,
investor/pengusaha juga harus menentukan bentuk usaha yang mana yang
memberikan kontribusi profit yang paling besar namun dengan beban pajak yang
paling kecil dan yang paling penting dari pemilihan bentuk usaha adalah tentu saja
untuk mempertimbangkan keberlangsungan usaha dalam jangka panjang.
Pohan (Zain, 2003:97) memberikan faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha, diantaranya:
1. Bagaimana hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif
pajak penghasilan wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang
mengatur hal itu
2. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha,
maupun penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para
pemegang sahamnya
3. Kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan
lebih kecil/besar apabila dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada
tarif pajak penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan
4. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil usaha neto (kompensasi kerugian)
dan kredit investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu
5. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba,
pajak atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya
6. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.
Secara umum terdapat empat bentuk usaha yang legal, yaitu:
1. Perseroan Terbatas (PT)
2. partnership yang berupa persekutuan perdata (maatschap), persekutuan
komanditer (commanditaire vennootschap = CV), dan firma;
3. usaha orang pribadi/individual basis
4. koperasi, asosiasi, yayasan, dan badan usaha lain
Fokus penjelasan tulisan ini hanya akan menekankan pada pemilihan badan usaha
berbentuk Perseroan Terbatas, Persekutuan Komanditer dan Perusahaan
Perseoarngan. Dan disini kita hanya mendiskusikan masalah pemilihan bentuk
usaha dilihat dari aspek perpajakannya. Banyak pilihan bentuk usaha yang dapat
dipertimbangkan investor, itu semua akan bermuara pada besarnya pajak yang
akan ditanggung.

2.1 Perseroan Terbatas (PT)


2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas
Istilah Perseroan Terbatas (PT) yang digunakan dewasa ini, dulunya dikenal
dengan istilah (Naamloze Vennootschap, disingkat NV) (Khairandy, 2014). Istilah
tersebut telah menjadi baku di dalam masyarakat dan di dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, misalnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan UU PT).
Perseroan terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ayat (1)
menyebutkan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-
Undang ini serta peraturan pelaksanaannya
(UU NO.07 Tentang Perseroan Terbatas, 2007)
.
Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yaitu Perseroan dan Terbatas.
Perseroan merujuk pada modal PT yang terdiri dari serosero atau saham-saham.
Sedangkan kata Terbatas merujuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang
luasnya hanya terbatas pada nilai nominal saham yang dimilikinya
(Khairandy, 2009)
.
Menurut Soedjono Dirjosisworo Perseroan Terbatas atau PT adalah badan

4
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 sebagaimana telah
diubah dengan serta peraturan pelaksanaannya (Dirjosisworo, 1997).
Menurut H.M.N. Purwosutjipto, Perseroan terbatas adalah persekutuan
berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut “persekutuan”, tetapi
“perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri dari sero-sero atau saham yang
dimilikinya (Purwosutjipto, 1979).
Dari paparan yang sudah disebutkan bahwa pengertian perseroan terbatas
(PT) bisa dikatakan sebuah Lembaga profit yang berlandaskan hukum, yang
permodalanya berbentuk saham yang terbuka untuk umum, yang kepengurusanya
diserahkan kepada pihak tertentu.

2.1.2 Organ Perseroan Terbatas.


Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas ayat (2) menyebutkan Organ Perseroan adalah Rapat Umum Pemegang
Saham, Direksi, dan Dewan Komisaris. Berikut penjelasanya :
1. Rapat umum pemegang saham/pemegang saham.
Menurut (OCBC, 2023) Pemegang saham adalah seorang yang memiliki hak
kepemilikan saham Perusahaan, Pemegang saham adalah seorang yang
membeli saham suatu perusahaan, sehingga mendapatkan sebagian hak
kepemilikannya, Mereka biasanya juga disebut dengan stockholder atau
shareholder, Hak perseorangan (personal rights) di dalam UUPT pasal 61 ayat
1, menjelaskan bahwa setiap pemegang saham adalah seseorang yang berhak
mengajukan gugatan, Gugatan yang boleh diajukan terhadap perseroan ke
Pengadilan Negeri apabila pemegang saham dirugikan atas keputusan direksi,
atau dewan komisaris dalam rapat umum pemegang saham. Dan lain
sebagainya.
Menurut (OCBC, 2023) pemegang saham memiliki tanggungjawab yaitu,
pertama Melakukan Brainstorming artinya pemegang saham memiliki
tanggung jawab dalam memberikan keputusan serta dukungan terhadap
kelancaran bisnis perusahaan, Memberikan Persetujuan Laporan Keuangan
artinya shareholder juga punya tanggung jawab memberikan persetujuan
laporan keuangan, Memberikan Dukungan Keuangan Perusahaan artinya
memiliki kewajiban utama memberikan dukungan dalam hal keuangan
perusahaan. Dengan kata lain, tanggung jawab pemegang saham adalah
memberikan setoran modal demi kemajuan operasional perusahaan.
2. Dewan komisaris.
Menurut (PHAPROS, 2022) Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus sesuai dengan
anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dewan Komisaris
memiliki tugas fiduciary untuk bertindak demi kepentingan terbaik perusahaan
dan menghindari semua bentuk benturan kepentingan pribadi. Pengangkatan
dan pemberhentian, tugas dan wewenang, serta hak dan kewajiban Dewan
Komisaris serta hal-hal lain yang bertalian dengan Dewan Komisaris diatur
dalam Anggaran Dasar perusahaan serta ketentuan-ketentuan lain
berdasarkan best practices tata kelola bisnis.
Menurut (PHAPROS, 2022) dewan komisaris memiliki tugas berupa:
a. Mengawasi Direksi dalam menjalankan kegiatan perusahaan serta
memberikan nasihat kepada Direksi.
b. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Rencana Jangka Panjang
Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).
c. Mengawasi dan mengevaluasi kinerja Direksi.
d. Mengkaji sistem manajemen.
e. Memantau efektivitas penerapan Good Corporate Governance dan
melaporkannya kepada RUPS.
f. Menginformasikan kepemilikan sahamnya pada perusahaan untuk
dicantumkan dalam laporan tahunan perusahaan.
g. Mengusulkan auditor eksternal untuk disahkan dalam RUPS dan memantau
pelaksanaan penugasan auditor eksternal.
h. Menyusun pembagian tugas masing-masing anggota Dewan Komisaris
sesuai dengan keahlian dan pengalaman.

6
Menurut (PHAPROS, 2022) dewan komisaris memiliki kewajiban berupa:
a. Memberikan saran dan pendapat kepada RUPS mengenai RJPP dan RKAP
yang diusulkan Direksi serta menandatangani rencana tersebut.
b. Melakukan pengawasan terhadap pengurusan perusahaan, termasuk
pengawasan atas pelaksanaan RKAP, usulan perubahan dan perbaikan
Anggaran Dasar Perusahaan, serta melakukan penilaian kinerja Direksi.
c. Mengikuti perkembangan kegiatan perusahaan dan segera melaporkan
kepada RUPS disertai dengan saran langkah perbaikan dalam hal
perusahaan menunjukan gejala kemunduran.
d. Meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang disiapkan
oleh Direksi serta menandatangani laporan tahunan.
e. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Direksi, maka Dewan Komisaris
wajib menunjuk salah seorang Direksi lainnya sebagai pemangku jabatan
yang lowong hingga ditunjuknya pengganti oleh RUPS.
3. Dewan direksi
Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007
mengenai Perseroan Terbatas (“UUPT”) dewan direksi adalah organ Perseroan
yang berwenang serta bertanggung jawab penuh terhadap pengurusan
Perseroan juga merupakan kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud serta
tujuan mewakili Perseroan, baik di dalam atau di luar pengadilan sesuai dengan
anggaran dasar. Selain itu, dewan direksi juga merupakan orang-orang yang
dipilih untuk mewakili pemegang saham serta para badan pengatur. Dewan
direksi juga ditentukan atas dasar besaran anggaran rumah tangga pada
Perusahaan.
Menurut (OCBC, 2023) dewan direksi memiliki tugas berupa:
a. Memimpin dan mengurus perusahaan sesuai dengan kepentingan dan tujuan
Perusahaan
b. Menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perusahaan
c. mengatur pola pembagian tugas masing-masing.
Menurut (OCBC, 2023) dewan direksi memiliki kewajiban berupa:
a. Mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan perusahaan
sesuai maksud dan tujuannya.
b. Menyusun rencana pengembangan perusahaan, rencana kerja dan anggaran
tahunan, termasuk rencana-rencana lainya yang berhubungan dengan
pelaksanaan usaha dan kegiatan perusahaan dan menyampaikannya kepada
Dewan Komisaris guna mendapat pengesahan.
c. Menyusun RJPP dan RKAP yang merupakan rencana strategis yang
memuat sasaran dan tujuan perusahaan yang hendak dicapai dan
dimintakan persetujuan Dewan Komisaris.
d. Mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi perusahaan
sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan.
e. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan
berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian internal, terutama fungsi
pengurusan, pencatatan, penyimpanan dan pengawasan.

2.1.3 Ciri-ciri Perseroan Terbatas (PT).


Menurut (AGUSTINE DWIANIKA, 2018) perseroan terbatas memiliki ciri-
ciri sebagai berikut :
1. Kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi.
2. Modal dan ukuran perusahaan besar.
3. Kelangsungan hidup perusahaan pt ada di tangan pemilik saham.
4. Dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham.
5. Kepemilikan mudah berpindah tangan.
6. Mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai.
7. Keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk
dividen.
8. Kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham.
9. Sulit untuk membubarkan Perseroan Terbatas.
10. Pajak berganda pada pajak penghasilan / pph dan pajak deviden.

2.1.4 Kelebihan Dan Kekurangan Perseroan Terbatas (PT).


Menurut (AGUSTINE DWIANIKA, 2018) persoran terbatas memiliki

8
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
1. Kelebihan dianataranya:
a. Kewajiban dan tanggungjawab terbatas
b. Masa hidup abadi
c. Efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan pengurus
d. Modal dapat diperoleh dengan menjual saham.
2. Kekurangan diantaranya:
a. Kerumitan perizinan dan organisasi
b. Besarnya biaya pengorganisasian Perusahaan
c. Bidang usaha PT realtif susah diubah karena harus mengubah akta pendirian
dan sulit mengubah investasi yang telah ditanakman
d. Hubungan antara perorangan lebih kaku.

2.1.5 Ketentuan Pajak Perseroan Terbatas (PT).


Perpajakan memandang bahwa antara pemegang saham dengan PT adalah
dua Wajib Pajak yang berbeda dan terpisah. Sehingga jika ada pengalihan
kekayaan atau harta baik berupa sumber daya atau resources dari perusahaan
kepada pemilik dianggap telah terjadi arus mengalirnya penghasilan. Dengan
demikian dividen yang diterima oleh pemegang saham dianggap sebagai
penghasilan yang akan dikenai pajak.
Sebaliknya karena dividen itu dihitung dari laba setelah pajak, maka di sisi
perusahaan dividen tersebut tidak berpengaruh terhadap besarnya keuntungan
usaha atau laba usaha yang dikenai pajak. Bisa dikatakan bahwa atas
keuntungan atau laba usaha akan dikenai pajak di PT dan ketika keuntungan atau
laba tersebut dibagi kepada para pemegang saham akan dikenai pajak lagi di
pemegang saham (perorangan).
Berikut beberapa ketentuan perpajakan terkati PT diantaranya:
1. Sama seperti CV, PT juga merupakan subjek pajak dalam negeri berbentuk
badan.
2. PT wajib menyelenggarakan pembukuan.
3. PT harus mendaftarkan NPWP dan/atau pengukuhan PKP atas nama PT.
4. Pengenaan pajak pada PT terjadi dua kali, yaitu pada saat diakui sebagai laba
usaha oleh PT dan pada saat laba usaha tersebut dibagikan kepada para
pemegang saham dalam bentuk dividen, dikenai PPh Final sesuai Pasal 4 ayat
(3) UU PPh dan Pasal 17 ayat (2c) sebesar 10%.
5. Gaji yang dibayarkan kepada para pemegang saham dan komisaris dapat
dibiayakan oleh PT.
6. Penghitungan PPh terutang mengikuti tarif Pasal 17 UU PPh atau Pasal 31E
UU PPh.
Di Indonesia pajak memiliki bebrapa jenis bagi berbagai bentuk Perusahaan
dilihat dari lemabaga pemungutanya terbagi menjadi dua yaitu pajak pusat dan
pajak daerah, berikut penjelasan pajak pusat sebagai berikut:
1. Pajak pusat adalah pajak yang dipungut dan dikelola oleh pemerintah pusat.
Jadi, pembayaran atas pajak ini disetorkan ke negara. Pajak-pajak yang
termasuk ke dalam kategori ini di antaranya:
a. Pajak Penghasilan (PPh)
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
d. Bea Meterai
e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkebunan, Perhutanan, dan
Pertambangan.
2. Pajak daerah Pajak daerah merupakan jenis pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Pajak-pajak
yang termasuk ke dalam kategori ini di antaranya pajak kendaraan bermotor,
bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak rokok,
pajak hotel, pajak restoran, pajak reklame, dan sebagainya. Umumnya,
perusahaan dikenakan pajak-pajak berikut ini :
1) Pajak Penghasilan Pasal 21.
Pajak penghasilan pasal 21 atau yang biasa disebut sebagai PPh 21 adalah
pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang

10
pribadi subyek pajak dalam negeri.
2) Pajak Penghasilan Pasal 23.
Pajak penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan
berupa modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 23. Secara sederhanya, pajak ini dikenakan pada
transaksi yang terjadi antara pihak yang menerima penghasilan (penjual atau
pemberi jasa) dengan pihak yang memberikan penghasilan (pembeli atau
penerima jasa). Pihak pemberi penghasilan akan memotong PPh 23 dari
penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan, kemudian
melaporkannya ke pusat/negara.
Besaran tarif PPh 23 ini beragam, tergantung pada objek pajaknya.
 Tarif 15%, PPh 23 dengan tarif 15% ini dikenakan pada penghasilan
berupa dividen (kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga dan royalti), serta hadiah dan penghargaan selain
yang telah dipotong PPh 21.
 Tarif 2%, PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan pada penghasilan atas sewa
dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (kecuali
sewa tanah dan/atau bangunan), imbalan jasa teknik, imbalan jasa
manajemen, imbalan jasa konsultan, imbalan jasa lainnya sesuai dengan
PMK yang mengatur.
3) Pajak Penghasilan Pasal 26.
Berbeda dengan PPh 21, pajak penghasilan pasal 26 atau PPh 26 adalah
pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar
negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Besaran tarif
PPh 26 adalah 20%. Namun, tarif ini dapat berubah jika ada tax
treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku.
4) Pajak Penghasilan Pasal 25.
PPh Pasal 25 adalah pajak perusahaan berupa angsuran atas pajak terutang,
ini mengacu pada pajak penghasilan yang terutang pada SPT Tahunan PPh
Badan tahun sebelumnya. Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib
pajak, perusahaan maupun orang pribadi, yang harus melunasi pajak terutang
selama setahun.
5) Pajak Penghasilan Pasal 29.
PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan kurang bayar yang tercantum dalam
SPT Tahunan PPh, yaitu sisa PPh terutang dalam tahun pajak yang
bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24)
dan PPh 25. Jika terdapat PPh 29 pada SPT Tahunan PPh Badan, perusahaan
wajib melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang tersebut sebelum
menyampaikan/melaporkan SPT Tahunan PPh.
6) Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) atau biasa disebut juga PPh Final adalah pajak yang
dikenakan pada wajib pajak atas beberapa jenis penghasilan yang diterima
dan pemotongannya bersifat final. PPh Final ini juga tidak dapat dikreditkan
dengan pajak penghasilan terutang. Istilah final dalam pajak penghasilan ini
adalah pemotongan pajak hanya dilakukan sekali dalam sebuah masa pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final ini meliputi sewa bangunan atau
tanah, transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, hadiah undian, dan sebagainya.
Pembayaran pajak ini dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu
mekanisme pemotongan dan mekanisme pembayaran sendiri. Jika
perusahaan ingin membayar dengan mekanisme pemotongan, artinya
perusahaan harus memotong pajak sebesar 10% dari penghasilan yang akan
ia bayarkan, misalnya uang sewa gedung. Namun, mekanisme ini dapat
dilakukan jika pemilik gedung atau pemberi sewa adalah pihak-pihak
pemotong pajak, yaitu badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan pada mekanisme pembayaran sendiri,
pihak penyewa gedung atau tanah yang membayarkan pajak 10% atas
penghasilan sewa yang diterima. Jadi, pihak pemilik sewa yang menyetorkan
sendiri pajak finalnya.
7) Pajak Pertambahan Nilai.

12
Berbeda dengan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai atau biasa
disebut PPN adalah pajak yang dibebankan atas transaksi jual beli barang
kena pajak atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi
maupun wajib pajak badan. Pada pajak ini, pihak yang memungut, menyetor
dan melaporkan PPN adalah pihak penjual. Namun, pihak yang membayar
PPN tersebut adalah konsumen akhir atau pembeli.

2.2 Persekutuan
2.2.1 Pengertian Persekutuan
Menurut (Yunus, 2009) , persekutuan adalah suatu penggabungan diantara
dua orang (badan) atau lebih untuk memiliki bersama-sama dan menjalankan
suatu perusahaan guna mendapatkan keuntungan atau laba.
Menurut (Suparwoto, 2002), persekutuan adalah suatu gabungan atau asosiasi
dari dua atau lebih untuk memiliki dan menyelenggarakan suatu usaha secara
bersama dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Menurut (Drebin, 2003), persekutuan adalah asosiasi antara dua atau lebih
individu sebagai pemilik untuk menjalankan perusahaan dengan tujuan
mendapatkan laba.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa persekutuan
adalah gabungan dari dua orang atau lebih untuk menjalankan usaha untuk
mendapatkan laba.
2.2.2 Ciri-ciri Persekutuan.
Menurut (Yunus, 2009), karakteristik persekutuan adalah sebagai berikut:
1. Berusaha bersama-sama (Mutual Agency)
Setiap anggota (partner) merupakan agen daripada persekutuan untuk mencapai
tujuan usahanya.
2. Jangka waktu terbatas (Limited life)
Persekutuan tetap ada selama orang-orang (badan-badan) yang mengadakan
persekutuan itu ada dan masing-masing masih tetap menghendakinya. Setiap
perubahan yang berhubungan dengan maksud mengkahiri penjanjian dari para
anggota berarti membubarkan persekutuan. Penarikan modal atau kaitan
seorang anggota otomatis membubarkan persekutuan.
3. Tanggung jawab tidak terbatas (Unlimited Liability)
Tangung jawab seorang anggota terbatas pada jumlah yang ditanam di dalam
usaha persekutuan. Apabila di dalam keadaan tertentu persekutuan tidak dapat
membayar hutang-hutangnya karena jumlah kekayaan tidak cukup, maka
kreditur berhak menagih pada salah satu seorang dari anggota persekutuan
tersebut.
4. Memiliki suatu bagian/hak di dalam persekutuan (Ownership of an Interest in
a Partnership)
Kekayaan yang ditanam di dalam perusahaan tidak lebih dari hak milik yang
terpisah dari anggota yang menjadi kekayaan persekutuan. Anggota yang
menanamkan kekayaan ke dalam persekutuan berarti menyerahkan haknya
untuk mengusahakan dan menggunakan kekayaannya itu, dan sepenuhnya rela
untuk dipakai guna mencapai tujuan-tujuan persekutuan. Hak yang diberikan
kepada persekutuan ini memberikan hak yang sama dengan anggota lainnya
untuk memimpin dan menjalankan usaha persekutuan.
5. Pengembalian bagian keuntungan Persekutuan.
Setiap anggota mendapat bagian dari keuntungan persekutuan. Suatu
persetujuan yang dibuat untuk membagi keuntungan itu sendiri, tidak
merupakan suatu bentuk persekutuan.

2.2.3 Macam-macam Bentuk Persekutuan.


Menurut (Yunus, 2009), macam-macam persekutuan adalah sebagai berikut:
1. Persekutuan dapat diklasifikasikan ke dalam:
a. Persekutuan Perdagangan Adalah persekutuan yang usaha pokoknya adalah
pembuatan, pembelian, dan penjualan barang-barang dagangan.
b. Persekutuan Jasa-jasa Adalah persekutuan yang bertujuan untuk
memberikan jasa-jasa karena keahliannya, misalnya persekutuan diantara
akuntan, pengacara, notaris.
2. Persekutuan Umum Adalah suatu bentuk persekutuan dimana semua
anggotanya dapat bertindak atas nama perusahaan dan kepadanya dapat

14
diminta pertanggung jawaban atas kewajiban-kewajiban persekutuan.
Masingmasing anggota disebut sekutu umum.
3. Persekutuan Terbatas Suatu persekutuan dimana aktivitas angota tertentu
dibatasi dan sebaliknya tanggung jawab masing-masing anggota akan dibatasi
samapi jumlah tertentu, yang mungkin sejumlah investasi yag telah
diberikannya. Angota tersebut disebut sekutu terbatas.
4. Join Stock Companies Adalah bentuk persekutuan dimana struktur modalnya
berupa saham-saham yang dapat dipindah tangankan. Perpindahan hak atas
saham-saham tersebut tidak boleh mengganggu kontinuitas usaha persekutuan.
Tanggung jawab para anggota tidak terbatas seperti halnya pada persekutuan
umum.

2.2.4 Isi Perjanjian Persekutuan.


Menurut (Yunus, 2009), disamping menyebutkan tentang nama persekutuan,
anggota, tanggal berdiri, sifat serta bidang usaha, maka perlu disebut tentang:
1. Besarnya investasi dari masing-masing anggota.
2. Hak dan kewajiban anggota.
3. Buku-buku catatan dan laporan keuangan.
4. Pembagian keuntungan.
5. Hal-hal khusus yang menyangkut masalah pembebanan dan penerimaan
imbalan jasa tertentu diantara para anggota.
6. Penarikan kembali modal yang disetor.
7. Asuransi jiwa kematian salah satu anggota.
8. Penyelesaian apabila ada perselisihan ddiantara para anggota dan lain-lain.

2.2.5 Ketentuan Pajak Persekutuan.


Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU PPh terkait subjek pajak, CV merupakan
subjek pajak penting dan menjadi pelaku sesuai ketentuan pajak. Untuk itu,
pemilik CV memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi, diantaranya :
1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
2. Jika omzet lebih dari 4,8 miliar rupiah dalam satu tahun, maka CV wajib
menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
3. CV dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP meski omset belum
mencapai angka 4,8 miliar rupiah, misalnya dengan alasan rekaan pemerintah.
4. Menyelenggarakan pembukuan bagi CV yang sudah PKP.
5. Menghitung besar pajak terutang PPh secara mandiri sesuai sistem self-
assessment.
6. Menghitung besar pajak yang sudah dipotong oleh pihak lain sesuai ketentuan
UU PPh.
7. Pemungutan atau pemotongan PPh dari transaksi yang menjadi kewajiban
sesuai UU Perpajakan.
8. Menyetor atau membayar pajak terutang ke kas negara sesuai prosedur
pembayaran pajak.
9. Melaporkan SPT pajak dengan benar sesuai ketentuan UU KUP.
CV memiliki beberapa jenis pajak CV sesuai bidang usaha yang
dijalankan. Berdasarkan transaksi yang dilakukan, berikut jenis pajak badan
usaha CV :
1) PPh Pasal 21.
CV memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak langsung atas
penghasilan pegawai atau karyawan berupa gaji, upah, honor, tunjangan, dan
pembayaran lain terkait pekerjaan. Pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan karyawan wajib disetor ke kas negara melalui Ditjen Pajak setiap
bulan.
2) PPh Pasal 25.
Selanjutnya, jenis pajak PPh Pasal 25. Besaran pajak ini sesuai Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh yang dikurangi dengan PPh dipotong dan
PPh yang dibayar. Selain itu, PPh Pasal 25 ini merupakan pembayaran
angsuran pajak penghasilan terutang. Adanya PPh Pasal 25 memiliki tujuan
untuk meringankan pajak perusahaan agar dapat diangsur selama periode satu
tahun dan pembayarannya tidak bisa diwakilkan oleh pihak manapun.
Pembayaran SPT bersifat wajib dan terdapat denda telat lapor SPT jika
melewati batas periode yang ditentukan.
3) PPh Pasal 28/29.

16
Pengenaan pajak PPh Pasal 28/29 untuk CV apabila memiliki penghasilan
atau pendapatan yang diperoleh dari luar negeri dan sudah dipotong sesuai
pajak perusahaan di negara terkait. PPh Pasal 28/29 dapat dijadikan kredit
pajak sesuai mekanisme pengkreditan dalam pasal 24 UU PPh.
4) PPN.
CV sebagai pengusaha kena pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk
menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN sebesar 10% dari harga jual
barang atau jasa atau berupa nilai pengganti jika CV melakukan penyerahan
PPN terutang. Apabila CV melakukan transaksi dengan bendaharawan
pemerintah, maka CV dikenakan pajak PPh Pasal 22/23.

2.3 Perusahaan Perseorangan


2.3.1 Pengertian Perushaan Perseorangan
Usaha perorangan adalah bentuk usaha yang kepemilikannya dimiliki oleh
satu orang. Individu dapat membuat usaha perorangan tanpa izin dan tata
cara tertentu. Sema orang bebas membuat bisnis pribadi (personal) tanpa
adanya batasan untuk mendirikannya. Pada umumnya usaha perorangan
bermodal kecil, terbatasnya dalam jenis maupun jumlah produksinya,
memiliki tenaga kerja yang sedikit serta penggunaan alat produksi dengan
teknologi sederhana. Contoh usaha perorangan adalah toko kelontong,
restoran, bengkel dan lain sebagainya

2.3.2 Ciri-Ciri Usaha Perorangan


1. Relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan
2. Tanggung Jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi
3. Seluruh keuntungan dinikmati sendiri
4. Sulit dalam mengatur jalannya perusahaan karena umumnya diatur sendiri oleh
pemiliknya
5. Jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup
6. Sewaktu-waktu dapat dipindahtangankan
2.3.3 Sifat Usaha Perorangan
Bagi usaha yang bersifat usaha perorangan, secara akuntansi keuntungan
usaha berupa selish penerimaan dan biaya merupakan keuntungan bagi pemilik
perusahaan (orang pribadi). Dalam hal ini tidak ada pemisahan antara harta usaha
dengan harta pribadi pemilik, demikian pula dengan pengeluaran-pengeluaran
untuk kepentingan usaha dengan pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemilik
(prive). Sebaliknya menurut ketentuan perpajakan harus dibedakan antara harta
usaha dengan harta yang bukan untuk usaha. Demikian pula pengeluaran-
pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan diperhitungkan
sebagai biaya misanya prive, gaji pemilik dan lain sebagainya. Untuk kepentingan
penghitungan pajak diharapkan wajib pajak melakukan pembukuan. Khusus bagi
pengusaha yang omzet setahunnya belum melebihi Rp. 600.000.000 tidak
diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan tetapi dapat memilih melakukan
pencatatan, sehingga dalam penghitungan PPh diperkenankan untuk memilih
menggunakan norma penghitungan penghasilan. Konsekuensi bagi pengusaha
yang memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan adalah kerugian
usaha tidak diakui atau tidak dapat dikompensasikan dengan laba usaha.

Warga Negara Indonesia diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk


berusaha selama tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk melakukan usaha secara pribadi, seseorang tidak memerlukan izin khusus
dalam pendiriannya, karena bukan berupa badan usaha atau badan hukum. Usaha
perseorangan ini bisa dijalankan dengan membuat usaha dagang (UD) atau usaha
lainnya, tanpa harus memiliki nama usaha. Contoh usaha yang dijalankan pun bisa
beragam, dari berdagang, manufaktur skala kecil, jasa, dsb.
Keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha yang dijalankan secara
perorangan seluruhnya akan dinikmati dan masuk ke kantong pribadi perorangan.
Keuntungan tersebut akan dikenai pajak sesuai dengan lapisan tarif pajak
perorangan. Jika keuntungan yang diperoleh di atas Rp500.000.000,00
kelebihannya akan dikenai tarif tertinggi perpajakan sebesar 30%.
Keuntungan usaha berupa selisih penerimaan dengan biaya dihitung

18
berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha
perorangan tidak dikenal adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi
perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya perorangan. Namun demikian
untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus dibedakan antara
harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan
biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya
pemisahan antara harta usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan
kewajiban mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula
dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan,
seperti biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi
perorangan yang omzet setahunnya belum melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak
wajib menyelenggarakan pembukuan, sehingga keuntungan dihitung dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya kerugian
usaha.

2.3.4 Keuntungan dari Perseorangan mempunyai keuntungan:


1. Mudah dan murah dalam proses pembentukannya
2. Pemilik perusahaan mengendalian secara langsung perusahaannya, yang
dengan demikian memungkinkan pengusaha untuk bertindak lanjut cepat
3. Tidak terlalu dipengaruhi oleh peraturan pemerintahan
4. Pemilik menerima semua keuntungan dan menanggung semua kerugian usaha
5. Bebas dari pajak penghasilan apabila pengasilannya masih dibawah PTKP

2.3.5 Kelemahan Usaha Perseorangan


Kelemahan Perseorangan yaitu keterbatasan mendapatkan modal dalam
melaksanakan hak dan menjalankan kewajiban perpajakannya, usaha
perseorangan:
1. menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi, yaitu pemilik
yang sebenarnya dari usaha tersebut untuk keperluan perpajakan.
2. pengusaha wajib menjalankan pembukuan dalam menjalankan kegiatan
usahanya, namun dalam hal peredaran usaha pengusaha dalam satu tahun pajak
tidak melebihi Rp4,8 miliar, pengusaha boleh tidak melakukan pembukuan,
namun wajib membuat pencatatan. Dalam menghitung penghasilan neto untuk
keperluan perpajakan, pengusaha menggunakan norma. Ketentuan mengenai
pembukuan diatur dalam Pasal 28 UU KUP, ketentuan mengenai norma
penghitungan penghasilan neto diatur dalam Pasal 14 UU PPh dan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak nomor PER-17/PJ/2015.
3. selain boleh dikurangkan dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai
ketentuan UU PPh, pengusaha juga boleh mengurangkan penghasilan netonya
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang dihitung berdasarkan
keadaan/status perkawinan Wajib Pajak dan jumlah tanggungannya. Ketentuan
mengenai biaya yang dapat dikurangkan diatur dalam Pasal 6 UU PPh,
ketentuan mengenai PTKP diatur dalam Pasal 7 UU PPh.
4. dalam penghitungan pajak terutang, berlaku tarif pajak progresif, yaitu tarif
pajak yang semakin meningkat seiring besarnya penghasilan kena pajak.
Ketentuan mengenai tarif pajak diatur dalam Pasal 17 UU PPh.
5. apabila usaha yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah nomor 46/2013, bagi pengusaha yang dalam satu tahun
pajak peredaran usahanya tidak lebih dari Rp4,8 miliar, pengusaha wajib
menghitung pajaknya secara final dengan tariff 1% dari peredaran usaha setiap
bulannya.

Dalam menghitung besarnya pajak penghasilan, usaha perorangan wajib


melakukan pembukuan atau hanya melakukan pencatatan dengan Norma
Penghitungan jika peredaran brutonya kurang dari Rp. 1.800.000.000 (satu miliar
delapan ratus juta rupiah).
Terkait dengan ketentuan perpajakan, ada beberapa hal yang menjadi
pertimbangan dalam memilih bentuk usaha Perseorangan adalah:
1. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Perseorangan
No Batasan Penghasilan kena Pajak % Tarif PPh Progresif
1 s.d 50 Juta 5%

20
2 Lebih 50 juta s.d 250 juta 15 %
3 Lebih 250 Juta s.d 500 Juta 25 %
4 Lebih 500 Juta 30 %
2. Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Pertimbangan memilih bentuk usaha perseorangan adalah adanya pegurang
penghasilan kena pajak yang hanya diberikan kepada wajib pajakperseorangan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Status PTKT Setahun
1 Tidak kawin anak 0 Rp 54.000.000,-
2 Kawin Anak 0 Rp 58.500.000,-
3 Kawin Anak 1 Rp 63.000.000,-
4 Kawin Anak 2 Rp 67.500.000,-
5 Kawin Anak 3 Rp 72.000.000,-
3. Pertimbangan Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah salah satu cara yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk
dapat mnghitung penghasilan neto yang berkaitan dengan perhitungan besarnya
PPh terutang atas kegiatan usahanya. Selain menggunakan pembukuan, untuk
menghitung penghasilan neto juga dapat menggunakan norma perhitungan
penghasilan neto.
Bagi wajib pajak badan, pembukuan adalah kewajiban. Untuk wajib pajak
peribadi dengan peredaran usaha sampai dengan 4.800.000.000 diberi pilihan
untuk menghitung besarnya penghasilan neto dapat menggunakan pembukuan
atau menggunakan norma perhitungan penghasilan.
Kewajiban pembukuan merupakan beban tersendiri bagi wajib pajak, apalagi
jika wajib pajak tidak mempunyai karyawan yang khusus menangani
pembukuan tersebut secara khusus. Biasanya untuk menghindari kewajiban
melaksanakan pembukuan maka wajib pajak biasanya menggunakan bentuk
orang pribadi, yang cukup dilakukan dengan mencaatat peredaran bruto setialp
bulan tanpa harus membuat laporan keuangan.
Wajib pajak pribadi yang memiliki omset diatas 4.800.000.000 wajib
melakukan pembukuan, jika wajib pajak tersebut tidak menyelenggarakan
pembukuan dengan benar maka penghasilan netonya akan dihitung dengan
norma khusus dan dikenakan sanki kenaikan sebesar 50% dari PPh yang
kurang atau tidak dibayar.
4. Pertimbangan kewajiban pemungutan pajak
Wajib pajak badan yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja,
dan otomotif ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan
produknya. Namun pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak dikenakan kepada
wajib pajak perorangan yang mempunyai industri diatas.
5. Pertimbangan Pertanggung-jawaban Utang Pajak
Aktiva yang dimiliki oleh wajib pajak perseorangan tidak terpisahkan dengan
aktiva dari kegitan usahanya, sehingga keuntungan yang didapat dari semua
kegiatan usaha dalam bentuk perseorangan itu akan diakuinya sendiri.
Sebaliknya untuk kerugian, semua kesulitan dalam kegiatan usaha dari bentuk
perseorangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi wajib pajak.
Berbeda halnya dengan badan usaha yang harus memisahkan aktiva yang
dimiliki oleh pemilik dan aktiva yang dimiliki perusahaan berbentuk badan
usaha dimana keuntungan maupun kerugian akan diakui sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati baik yang dimasukkan kedalam anggaran dasar
atau tidak.
Namun dalam ketentuan perpajakan ada beberapa tanggung jawab bagi badan
usaha yang tidak dapat dipisahkan dengan tanggung jawab pemiliknya yaitu
utang pajak. Harta pemilik modal badan usaha merupakan barang yang dapat
disita apabila terdapat utang pajak dari wajib pajak badan yang tidak dibayar
walaupun telah dilakukan tindakan surat paksa oleh juru sita pajak Negara.
Jika seseorang ingim memutuskan untuk menanamkan modal pada badan
usaha atau berusaha sendiri melalui bentuk perseorangan, selain
mempertimbangkan kemungkinan besarnya laba yang akan diterima juga harus
mempertimbangkan seandainya terjadi kerugian atau mempunyai utang pajak.
Penanggung utang pajak tetap harus dilakukan walaupun pemilik modal badan
usaha tersebut bersifat pasif. Kalau terjadi perrmasalahan dengan utang pajak,

22
hartanya dapat dimint untuk membayar utng pjak dari badan usah dimmana dia
menanamkan modalnya.
DAFTAR PUSTAKA

2022 Tiara Respati Wulandari 022117142. (n.d.).


AGUSTINE DWIANIKA. (2018). Modul MANAJEMEN PERPAJAKAN
ACC-411. Program Studi Akuntansi Universitas Pembangunan Jaya.
Dirjosisworo, S. (1997). HukumPerusahaan Mengenai Bentuk-bentuk
Perusahaan (badan usaha) di Indonesia. Mandar Maju.
UU NO.07 Tentang Perseroan Terbatas, (2007).
Drebin, A. (2003). Advanced Accounting (Akuntansi Keuangan Lanjuatan).
erlangga.
Khairandy, R. (2009). Perseroan Terbatas Doktrin, Peraturan Peraturan
PerundangUndangan, dan Yurisprudensi (2nd ed.). Total Media.
Khairandy, R. (2014). PokokPokok Hukum Dagang Indonesia (2nd ed.). FH
UII Press.
Lebih Hemat Pajak Dengan Memilih Badan Usaha Yang Tepat -. (n.d.).
Retrieved September 22, 2023, from
https://www.dconsulting.id/blog/lebih-hemat-pajak-dengan-memilih-
badan-usaha-yang-tepat/
Lingga, I. S. (2006). Analisis Pemilihan Bentuk Usaha Yang Tepat (Suatu
Upaya Dalam Meminimalkan Beban Pajak Penghasilan). Jurnal Akuntansi
Maranatha, 5(2), 37–46. https://www.neliti.com/id/publications/74976/
Memilih Bentuk Usaha Yang Tepat Bagi Perencanaan Pajak - Ortax. (n.d.).
Retrieved September 22, 2023, from https://ortax.org/memilih-bentuk-
usaha-yang-tepat-bagi-perencanaan-pajak
OCBC. (2023). Pemegang Saham: Pengertian, Jenis, Hak, dan Tanggung
Jawab. https://www.ocbcnisp.com/id/article/2023/03/30/pemegang-saham-
adalah#:~:text=Pemegang saham adalah seorang yang,disebut dengan
stockholder atau shareholder.
PHAPROS. (2022). Tugas & Tanggung Jawab Direksi.
Purwosutjipto. (1979). Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia.
Djambatan.

iii
Suparwoto. (2002). Akuntansi Keuangan Lanjutan (BPFE-Yogyakarta, Ed.).
Tax Planning atas Pendirian PT atau CV dari sisi Pajak dan Hukum | Tax First
Indonesia, Konsultan Pajak, Tax Consultant. (n.d.). Retrieved September
22, 2023, from https://taxfirst.id/tax-planning-atas-pendirian-pt-atau-cv-
dari-sisi-pajak-dan-hukum/
Yunus, H. (2009). kuntansi Keuangan Lanjutan. BPFE-Yogyakarta.

iv

Anda mungkin juga menyukai