Disusun oleh:
Kelompok 2
Kelas: A-2
Segala puji bagi Allah swt yang telah senantiasa memberikan rahmat dan
nikmat yang tiada terkira bagi kami. Sehingga dengan nikmat dan rahmat-Nya
kami mampu untuk menyelesaikan makalah sebagai tugas kelompok dalam mata
kuliah “Manajemen Perpajakan”.
Terimakasih juga kami sampaikan kepada Ibu, yang telah memberikan tugas
tersebut sehingga kami menjadi semakin mengerti tentang mata kuliah
“Manajemen Perpajakan”, khususnya pada materi “Manajemen Pajak Atas Pajak
Pertambahan Nilai.” Selanjutnya, terimakasih kepada teman-teman dari kelompok
lain yang telah berkenan mempelajari hasil dari tugas kami.
Sekian dari kami semoga bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi semua
orang umumnya.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Perseroan Terbatas (PT)................................................................................4
2.1.1 Pengertian Perseroan Terbatas...............................................................4
2.1.2 Organ Perseroan Terbatas......................................................................5
2.1.3 Ciri-ciri Perseroan Terbatas (PT)...........................................................8
2.1.4 Kelebihan Dan Kekurangan Perseroan Terbatas (PT)...........................8
2.1.5 Ketentuan Pajak Perseroan Terbatas (PT).............................................9
2.2 Persekutuan.................................................................................................13
2.2.1 Pengertian Persekutuan........................................................................13
2.2.2 Ciri-ciri Persekutuan............................................................................13
2.2.3 Macam-macam Bentuk Persekutuan...................................................14
2.2.4 Isi Perjanjian Persekutuan....................................................................15
2.2.5 Ketentuan Pajak Persekutuan..............................................................15
2.3 Perusahaan Perseorangan............................................................................17
2.3.1 Pengertian Perusahaan Perseorangan..................................................17
2.3.2 Ciri-Ciri Usaha Perorangan.................................................................17
2.3.3 Sifat Usaha Perorangan........................................................................17
2.3.4 Keuntungan dari Perseorangan mempunyai keuntungan:...................19
2.3.5 Kelemahan Usaha Perseorangan..........................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perusahaan Perseroan Terbatas dapat melakukan manajemen
pajak yang tepat untuk meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung?
2. Bagaimana perusahaan Persekutuan dapat melakukan manajemen pajak
yang tepat untuk meminimalkan beban pajak yang harus ditanggung?
3. Bagaimana perusahaan Perusahaan Perseorangan dapat melakukan
manajemen pajak yang tepat untuk meminimalkan beban pajak yang harus
ditanggung?
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan
modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 sebagaimana telah
diubah dengan serta peraturan pelaksanaannya (Dirjosisworo, 1997).
Menurut H.M.N. Purwosutjipto, Perseroan terbatas adalah persekutuan
berbentuk badan hukum. Badan hukum ini tidak disebut “persekutuan”, tetapi
“perseroan”, sebab modal badan hukum itu terdiri dari sero-sero atau saham yang
dimilikinya (Purwosutjipto, 1979).
Dari paparan yang sudah disebutkan bahwa pengertian perseroan terbatas
(PT) bisa dikatakan sebuah Lembaga profit yang berlandaskan hukum, yang
permodalanya berbentuk saham yang terbuka untuk umum, yang kepengurusanya
diserahkan kepada pihak tertentu.
6
Menurut (PHAPROS, 2022) dewan komisaris memiliki kewajiban berupa:
a. Memberikan saran dan pendapat kepada RUPS mengenai RJPP dan RKAP
yang diusulkan Direksi serta menandatangani rencana tersebut.
b. Melakukan pengawasan terhadap pengurusan perusahaan, termasuk
pengawasan atas pelaksanaan RKAP, usulan perubahan dan perbaikan
Anggaran Dasar Perusahaan, serta melakukan penilaian kinerja Direksi.
c. Mengikuti perkembangan kegiatan perusahaan dan segera melaporkan
kepada RUPS disertai dengan saran langkah perbaikan dalam hal
perusahaan menunjukan gejala kemunduran.
d. Meneliti dan menelaah laporan berkala dan laporan tahunan yang disiapkan
oleh Direksi serta menandatangani laporan tahunan.
e. Dalam hal terjadi kekosongan jabatan Direksi, maka Dewan Komisaris
wajib menunjuk salah seorang Direksi lainnya sebagai pemangku jabatan
yang lowong hingga ditunjuknya pengganti oleh RUPS.
3. Dewan direksi
Berdasarkan Pasal 1 angka (5) Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007
mengenai Perseroan Terbatas (“UUPT”) dewan direksi adalah organ Perseroan
yang berwenang serta bertanggung jawab penuh terhadap pengurusan
Perseroan juga merupakan kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud serta
tujuan mewakili Perseroan, baik di dalam atau di luar pengadilan sesuai dengan
anggaran dasar. Selain itu, dewan direksi juga merupakan orang-orang yang
dipilih untuk mewakili pemegang saham serta para badan pengatur. Dewan
direksi juga ditentukan atas dasar besaran anggaran rumah tangga pada
Perusahaan.
Menurut (OCBC, 2023) dewan direksi memiliki tugas berupa:
a. Memimpin dan mengurus perusahaan sesuai dengan kepentingan dan tujuan
Perusahaan
b. Menguasai, memelihara dan mengurus kekayaan Perusahaan
c. mengatur pola pembagian tugas masing-masing.
Menurut (OCBC, 2023) dewan direksi memiliki kewajiban berupa:
a. Mengusahakan dan menjamin terlaksananya usaha dan kegiatan perusahaan
sesuai maksud dan tujuannya.
b. Menyusun rencana pengembangan perusahaan, rencana kerja dan anggaran
tahunan, termasuk rencana-rencana lainya yang berhubungan dengan
pelaksanaan usaha dan kegiatan perusahaan dan menyampaikannya kepada
Dewan Komisaris guna mendapat pengesahan.
c. Menyusun RJPP dan RKAP yang merupakan rencana strategis yang
memuat sasaran dan tujuan perusahaan yang hendak dicapai dan
dimintakan persetujuan Dewan Komisaris.
d. Mengadakan dan memelihara pembukuan dan administrasi perusahaan
sesuai dengan kelaziman yang berlaku bagi suatu perusahaan.
e. Menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan
berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian internal, terutama fungsi
pengurusan, pencatatan, penyimpanan dan pengawasan.
8
kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
1. Kelebihan dianataranya:
a. Kewajiban dan tanggungjawab terbatas
b. Masa hidup abadi
c. Efisiensi manajemen karena adanya pemisahan antara pemilik dan pengurus
d. Modal dapat diperoleh dengan menjual saham.
2. Kekurangan diantaranya:
a. Kerumitan perizinan dan organisasi
b. Besarnya biaya pengorganisasian Perusahaan
c. Bidang usaha PT realtif susah diubah karena harus mengubah akta pendirian
dan sulit mengubah investasi yang telah ditanakman
d. Hubungan antara perorangan lebih kaku.
10
pribadi subyek pajak dalam negeri.
2) Pajak Penghasilan Pasal 23.
Pajak penghasilan pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan
berupa modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 23. Secara sederhanya, pajak ini dikenakan pada
transaksi yang terjadi antara pihak yang menerima penghasilan (penjual atau
pemberi jasa) dengan pihak yang memberikan penghasilan (pembeli atau
penerima jasa). Pihak pemberi penghasilan akan memotong PPh 23 dari
penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan, kemudian
melaporkannya ke pusat/negara.
Besaran tarif PPh 23 ini beragam, tergantung pada objek pajaknya.
Tarif 15%, PPh 23 dengan tarif 15% ini dikenakan pada penghasilan
berupa dividen (kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi
dikenakan final, bunga dan royalti), serta hadiah dan penghargaan selain
yang telah dipotong PPh 21.
Tarif 2%, PPh 23 dengan tarif 2% dikenakan pada penghasilan atas sewa
dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta (kecuali
sewa tanah dan/atau bangunan), imbalan jasa teknik, imbalan jasa
manajemen, imbalan jasa konsultan, imbalan jasa lainnya sesuai dengan
PMK yang mengatur.
3) Pajak Penghasilan Pasal 26.
Berbeda dengan PPh 21, pajak penghasilan pasal 26 atau PPh 26 adalah
pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diterima oleh wajib pajak luar
negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap di Indonesia. Besaran tarif
PPh 26 adalah 20%. Namun, tarif ini dapat berubah jika ada tax
treaty/Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku.
4) Pajak Penghasilan Pasal 25.
PPh Pasal 25 adalah pajak perusahaan berupa angsuran atas pajak terutang,
ini mengacu pada pajak penghasilan yang terutang pada SPT Tahunan PPh
Badan tahun sebelumnya. Tujuannya adalah untuk meringankan beban wajib
pajak, perusahaan maupun orang pribadi, yang harus melunasi pajak terutang
selama setahun.
5) Pajak Penghasilan Pasal 29.
PPh Pasal 29 adalah pajak penghasilan kurang bayar yang tercantum dalam
SPT Tahunan PPh, yaitu sisa PPh terutang dalam tahun pajak yang
bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24)
dan PPh 25. Jika terdapat PPh 29 pada SPT Tahunan PPh Badan, perusahaan
wajib melunasi kekurangan pembayaran pajak terutang tersebut sebelum
menyampaikan/melaporkan SPT Tahunan PPh.
6) Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) atau biasa disebut juga PPh Final adalah pajak yang
dikenakan pada wajib pajak atas beberapa jenis penghasilan yang diterima
dan pemotongannya bersifat final. PPh Final ini juga tidak dapat dikreditkan
dengan pajak penghasilan terutang. Istilah final dalam pajak penghasilan ini
adalah pemotongan pajak hanya dilakukan sekali dalam sebuah masa pajak.
Penghasilan yang dikenakan PPh Final ini meliputi sewa bangunan atau
tanah, transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan,
usaha jasa konstruksi, hadiah undian, dan sebagainya.
Pembayaran pajak ini dapat dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu
mekanisme pemotongan dan mekanisme pembayaran sendiri. Jika
perusahaan ingin membayar dengan mekanisme pemotongan, artinya
perusahaan harus memotong pajak sebesar 10% dari penghasilan yang akan
ia bayarkan, misalnya uang sewa gedung. Namun, mekanisme ini dapat
dilakukan jika pemilik gedung atau pemberi sewa adalah pihak-pihak
pemotong pajak, yaitu badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Sedangkan pada mekanisme pembayaran sendiri,
pihak penyewa gedung atau tanah yang membayarkan pajak 10% atas
penghasilan sewa yang diterima. Jadi, pihak pemilik sewa yang menyetorkan
sendiri pajak finalnya.
7) Pajak Pertambahan Nilai.
12
Berbeda dengan pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai atau biasa
disebut PPN adalah pajak yang dibebankan atas transaksi jual beli barang
kena pajak atau jasa kena pajak yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi
maupun wajib pajak badan. Pada pajak ini, pihak yang memungut, menyetor
dan melaporkan PPN adalah pihak penjual. Namun, pihak yang membayar
PPN tersebut adalah konsumen akhir atau pembeli.
2.2 Persekutuan
2.2.1 Pengertian Persekutuan
Menurut (Yunus, 2009) , persekutuan adalah suatu penggabungan diantara
dua orang (badan) atau lebih untuk memiliki bersama-sama dan menjalankan
suatu perusahaan guna mendapatkan keuntungan atau laba.
Menurut (Suparwoto, 2002), persekutuan adalah suatu gabungan atau asosiasi
dari dua atau lebih untuk memiliki dan menyelenggarakan suatu usaha secara
bersama dengan tujuan untuk memperoleh laba.
Menurut (Drebin, 2003), persekutuan adalah asosiasi antara dua atau lebih
individu sebagai pemilik untuk menjalankan perusahaan dengan tujuan
mendapatkan laba.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa persekutuan
adalah gabungan dari dua orang atau lebih untuk menjalankan usaha untuk
mendapatkan laba.
2.2.2 Ciri-ciri Persekutuan.
Menurut (Yunus, 2009), karakteristik persekutuan adalah sebagai berikut:
1. Berusaha bersama-sama (Mutual Agency)
Setiap anggota (partner) merupakan agen daripada persekutuan untuk mencapai
tujuan usahanya.
2. Jangka waktu terbatas (Limited life)
Persekutuan tetap ada selama orang-orang (badan-badan) yang mengadakan
persekutuan itu ada dan masing-masing masih tetap menghendakinya. Setiap
perubahan yang berhubungan dengan maksud mengkahiri penjanjian dari para
anggota berarti membubarkan persekutuan. Penarikan modal atau kaitan
seorang anggota otomatis membubarkan persekutuan.
3. Tanggung jawab tidak terbatas (Unlimited Liability)
Tangung jawab seorang anggota terbatas pada jumlah yang ditanam di dalam
usaha persekutuan. Apabila di dalam keadaan tertentu persekutuan tidak dapat
membayar hutang-hutangnya karena jumlah kekayaan tidak cukup, maka
kreditur berhak menagih pada salah satu seorang dari anggota persekutuan
tersebut.
4. Memiliki suatu bagian/hak di dalam persekutuan (Ownership of an Interest in
a Partnership)
Kekayaan yang ditanam di dalam perusahaan tidak lebih dari hak milik yang
terpisah dari anggota yang menjadi kekayaan persekutuan. Anggota yang
menanamkan kekayaan ke dalam persekutuan berarti menyerahkan haknya
untuk mengusahakan dan menggunakan kekayaannya itu, dan sepenuhnya rela
untuk dipakai guna mencapai tujuan-tujuan persekutuan. Hak yang diberikan
kepada persekutuan ini memberikan hak yang sama dengan anggota lainnya
untuk memimpin dan menjalankan usaha persekutuan.
5. Pengembalian bagian keuntungan Persekutuan.
Setiap anggota mendapat bagian dari keuntungan persekutuan. Suatu
persetujuan yang dibuat untuk membagi keuntungan itu sendiri, tidak
merupakan suatu bentuk persekutuan.
14
diminta pertanggung jawaban atas kewajiban-kewajiban persekutuan.
Masingmasing anggota disebut sekutu umum.
3. Persekutuan Terbatas Suatu persekutuan dimana aktivitas angota tertentu
dibatasi dan sebaliknya tanggung jawab masing-masing anggota akan dibatasi
samapi jumlah tertentu, yang mungkin sejumlah investasi yag telah
diberikannya. Angota tersebut disebut sekutu terbatas.
4. Join Stock Companies Adalah bentuk persekutuan dimana struktur modalnya
berupa saham-saham yang dapat dipindah tangankan. Perpindahan hak atas
saham-saham tersebut tidak boleh mengganggu kontinuitas usaha persekutuan.
Tanggung jawab para anggota tidak terbatas seperti halnya pada persekutuan
umum.
16
Pengenaan pajak PPh Pasal 28/29 untuk CV apabila memiliki penghasilan
atau pendapatan yang diperoleh dari luar negeri dan sudah dipotong sesuai
pajak perusahaan di negara terkait. PPh Pasal 28/29 dapat dijadikan kredit
pajak sesuai mekanisme pengkreditan dalam pasal 24 UU PPh.
4) PPN.
CV sebagai pengusaha kena pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk
menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN sebesar 10% dari harga jual
barang atau jasa atau berupa nilai pengganti jika CV melakukan penyerahan
PPN terutang. Apabila CV melakukan transaksi dengan bendaharawan
pemerintah, maka CV dikenakan pajak PPh Pasal 22/23.
18
berdasarkan pembukuan yang diselenggarakan oleh perorangan. Dalam usaha
perorangan tidak dikenal adanya pemisahan harta usaha dengan harta pribadi
perorangan, keseluruhannya adalah harta miliknya perorangan. Namun demikian
untuk keperluan penghitungan keuntungan usaha tetap harus dibedakan antara
harta untuk usaha dengan harta bukan untuk usaha, sehingga dapat dipisahkan
biaya penyusutan harta yang berhubungan dengan usaha. Karena tidak adanya
pemisahan antara harta usaha dengan harta pribadi maka dari sudut perpajakan
kewajiban mendaftar NPWP hanya melekat pada diri perorangannya. Begitu pula
dengan kewajiban melaporkan pajaknya.
Pengeluaran-pengeluaran untuk kepentingan pribadi tidak diperkenankan,
seperti biaya gaji pemilik, pengeluaran berupa prive dan sebagainya. Bagi
perorangan yang omzet setahunnya belum melebihi Rp4.800.000.000,00 tidak
wajib menyelenggarakan pembukuan, sehingga keuntungan dihitung dengan
menggunakan norma penghitungan penghasilan neto. Konsekuensi menggunakan
norma penghitungan penghasilan neto adalah tidak pernah diakui adanya kerugian
usaha.
20
2 Lebih 50 juta s.d 250 juta 15 %
3 Lebih 250 Juta s.d 500 Juta 25 %
4 Lebih 500 Juta 30 %
2. Pengurang Penghasilan Kena Pajak
Pertimbangan memilih bentuk usaha perseorangan adalah adanya pegurang
penghasilan kena pajak yang hanya diberikan kepada wajib pajakperseorangan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
No Status PTKT Setahun
1 Tidak kawin anak 0 Rp 54.000.000,-
2 Kawin Anak 0 Rp 58.500.000,-
3 Kawin Anak 1 Rp 63.000.000,-
4 Kawin Anak 2 Rp 67.500.000,-
5 Kawin Anak 3 Rp 72.000.000,-
3. Pertimbangan Kewajiban Pembukuan
Pembukuan adalah salah satu cara yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk
dapat mnghitung penghasilan neto yang berkaitan dengan perhitungan besarnya
PPh terutang atas kegiatan usahanya. Selain menggunakan pembukuan, untuk
menghitung penghasilan neto juga dapat menggunakan norma perhitungan
penghasilan neto.
Bagi wajib pajak badan, pembukuan adalah kewajiban. Untuk wajib pajak
peribadi dengan peredaran usaha sampai dengan 4.800.000.000 diberi pilihan
untuk menghitung besarnya penghasilan neto dapat menggunakan pembukuan
atau menggunakan norma perhitungan penghasilan.
Kewajiban pembukuan merupakan beban tersendiri bagi wajib pajak, apalagi
jika wajib pajak tidak mempunyai karyawan yang khusus menangani
pembukuan tersebut secara khusus. Biasanya untuk menghindari kewajiban
melaksanakan pembukuan maka wajib pajak biasanya menggunakan bentuk
orang pribadi, yang cukup dilakukan dengan mencaatat peredaran bruto setialp
bulan tanpa harus membuat laporan keuangan.
Wajib pajak pribadi yang memiliki omset diatas 4.800.000.000 wajib
melakukan pembukuan, jika wajib pajak tersebut tidak menyelenggarakan
pembukuan dengan benar maka penghasilan netonya akan dihitung dengan
norma khusus dan dikenakan sanki kenaikan sebesar 50% dari PPh yang
kurang atau tidak dibayar.
4. Pertimbangan kewajiban pemungutan pajak
Wajib pajak badan yang bergerak dibidang industri semen, rokok, kertas, baja,
dan otomotif ditunjuk sebagai pemungut PPh pasal 22 atas penjualan
produknya. Namun pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak dikenakan kepada
wajib pajak perorangan yang mempunyai industri diatas.
5. Pertimbangan Pertanggung-jawaban Utang Pajak
Aktiva yang dimiliki oleh wajib pajak perseorangan tidak terpisahkan dengan
aktiva dari kegitan usahanya, sehingga keuntungan yang didapat dari semua
kegiatan usaha dalam bentuk perseorangan itu akan diakuinya sendiri.
Sebaliknya untuk kerugian, semua kesulitan dalam kegiatan usaha dari bentuk
perseorangan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pribadi wajib pajak.
Berbeda halnya dengan badan usaha yang harus memisahkan aktiva yang
dimiliki oleh pemilik dan aktiva yang dimiliki perusahaan berbentuk badan
usaha dimana keuntungan maupun kerugian akan diakui sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati baik yang dimasukkan kedalam anggaran dasar
atau tidak.
Namun dalam ketentuan perpajakan ada beberapa tanggung jawab bagi badan
usaha yang tidak dapat dipisahkan dengan tanggung jawab pemiliknya yaitu
utang pajak. Harta pemilik modal badan usaha merupakan barang yang dapat
disita apabila terdapat utang pajak dari wajib pajak badan yang tidak dibayar
walaupun telah dilakukan tindakan surat paksa oleh juru sita pajak Negara.
Jika seseorang ingim memutuskan untuk menanamkan modal pada badan
usaha atau berusaha sendiri melalui bentuk perseorangan, selain
mempertimbangkan kemungkinan besarnya laba yang akan diterima juga harus
mempertimbangkan seandainya terjadi kerugian atau mempunyai utang pajak.
Penanggung utang pajak tetap harus dilakukan walaupun pemilik modal badan
usaha tersebut bersifat pasif. Kalau terjadi perrmasalahan dengan utang pajak,
22
hartanya dapat dimint untuk membayar utng pjak dari badan usah dimmana dia
menanamkan modalnya.
DAFTAR PUSTAKA
iii
Suparwoto. (2002). Akuntansi Keuangan Lanjutan (BPFE-Yogyakarta, Ed.).
Tax Planning atas Pendirian PT atau CV dari sisi Pajak dan Hukum | Tax First
Indonesia, Konsultan Pajak, Tax Consultant. (n.d.). Retrieved September
22, 2023, from https://taxfirst.id/tax-planning-atas-pendirian-pt-atau-cv-
dari-sisi-pajak-dan-hukum/
Yunus, H. (2009). kuntansi Keuangan Lanjutan. BPFE-Yogyakarta.
iv