Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN UMUM STRATEGI PERPAJAKAN DAN

PERENCANAAN PAJAK

Disusun Oleh :

IRHAMNA RAHMADANTI
0102268226010
BKU AKUNTANSI

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS EKONOMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Tinjauan Umum Strategi Pajak dan
Perencanaan Pajak" dengan tepat waktu. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Perpajakan Lanjutan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang pentingnya
perlindungan hukum bagi anak korban kekerasan seksual di Indonesia bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sa’adah Siddik, M. Si., Ak. C,A selaku
dosen mata kuliah Perpajakan Lanjutan. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 09 November 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 5
2.1 Ethix Tax Application.............................................................................................. 5
2.2 Tax Losses............................................................................................................... 8
2.3 Tax Avoidance & Tax Evasion................................................................................ 8
2.4 Sifat dan Cara Pendekatan Tax Planning................................................................. 8
2.5 Ekonomi Perencanaan Pajak.................................................................................... 8
2.6 Tahapan Membuat Perencanaan Pajak.................................................................... 8
BAB III PENUTUP ............................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 13
3.2 Saran ....................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pajak adalah salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan
oleh negara untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran
pembangunan. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan
mengurangi laba bersih. Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan
berbagai cara, mulai dari yang masih ada di dalam bingkai peraturan perpajakan
sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Upaya minimalisasi pajak
ini sering disebut dengan perencanaan pajak (taxplanning). Melaksanakan
kewajiban pembayaran pajak dengan jumlah yang sebenarnya sesuai peraturan
merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap subyek pajak suatu negara,
dimana tindakan penyelewengan merupakan tindakan melawan hukum, tetapi
melakukan penghematan pajak merupakan suatu hal yang sah-sah saja asalkan
tidak melanggar ketentuan perpajakan yang ada.
Suatu sistem manajemen pajak yang efektif merupakan hal yang vital bagi
suatu usaha yang berorientasi kepada keuntungan, dan malahan predikat seorang
manajer yang sukses kadang-kadang ditentukan pula oleh tidaknya penyusunan
suatu perencanaan pajaknya ( Tax Planning), perencanaan pajak adalah perbuatan
yang sifatnya mengurangi beban pajak secara legal dan bukan mengurangi
kesanggupan memenuhi kewajiban perpajakannya melunasi utang-utang pajak.
Perencanaan pajak itu sendiri sesungguhnya merupakan Tindakan penstrukturan yang
terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap
transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut
dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah melalui apa yang disebut
sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang
merupakan tindak pidana fiscal yang tidak akan ditoleransi. Walaupun kedua cara tersebut
kedengarannya mempunyai konotasi yang sama sebagai tindak criminal, namun suatu hal yang
jelas berbeda di sini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang
lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sementara itu, penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan perbuatan illegal yang melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pembebanan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib
pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dan pengabdian kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Namun satu hal yang harus
diingat bahwa pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi dapat
dipaksakan, sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat merugikan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan kemungkinan-kemungkinan surat paksa, sita dan lelang serta
sanksi-sanki pidana yang dapat diancam dengan kurungan atau penjara.
Pada dasarnya, tidak seorangpun yang senang membayar pajak dan potensi untuk
bertahan terhadap pembayaran pajak agaknya sudah melekat pada diri wajib pajak sesuai asumsi
Leon Yudkin yang mengatakan :

a) Bahwa wajib pajak selalu berusaha untuk membayar pajak yang terutang sekecil
mungkin, sepanjang hal itu dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
b) Bahwa para wajib pajak cenderung untuk menyelundupkan pajak (tax evasion) yaitu
usaha penghindaran pajak yang terutang secara illegal, sepanjang wajib pajak tersebut
mempunyai alas an yang meyakinkan bahwa akibat dari perbuatannya tersebut,
kemungkinan besar mereka tidak akan dihukum serta yakin pula bahwa rekan-rekannya
melakukan hal yang sama.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah pada
makalah ini, sebagai berikut :
1. Bagaimana Etika Praktik Perpajakan?
2. Bagaimana Kerugian Pajak (Tax Losses) dalam Ketentuan Peraturan Perundang-undangan
perpajakan?
3. Bagaimana perbedaan antara Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan Penyelundupan
Pajak (Tax Evasion)?
4. Bagaimana Sifat dan Cara Pendekatan Perencanaan Pajak (Tax Planning)?
5. Bagaimana Ekonomi dan Tahapan Perencanaan Pajak dalam Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka dapat diketahui tujuan penulisan makalah ini,
sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Etika Praktik Perpajakan
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Kerugian Pajak (Tax Losses) dalam Ketentuan Peraturan
Perundang-undangan perpajakan
3. Untuk Mengetahui Bagaimana perbedaan antara Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) dan
Penyelundupan Pajak (Tax Evasion)
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Sifat dan Cara Pendekatan Perencanaan Pajak (Tax
Planning)
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Ekonomi dan Tahapan Perencanaan Pajak dalam Ketentuan
Peraturan Perundang-undangan?
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 ETIKA PRAKTIK PERPAJAKAN

Pada umumnya ukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan biasanya diukur dan
dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax avoidance)
dan penyelundupan pajak (tax evasion) yang kesemuanya itu bertujuan untuk meminimalkan beban pajak,
melalui beberapa cara antara lain melalui pengecualian-pengecualian, pengurangan-pengurangan, insentif
pajak, penghasilan yang bukan onjek pajak, penangguhan pengenaan pajak, pajak ditanggung negara
sampai kepada kerjasama dengan aparat ajakan perpajakan, suap-menyuap dan pemalsuan-pemalsuan.
Secara garis besar perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib
pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan
maupun pajak pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan
baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial
Hingga saat ini tidak ada suatu penggarisan tegas yang memberikan indikasi dan rincian tentang
perbedaan antara menghindarkan pajak dan penyelundupan pajak sehingga seorang Perencana pajak
hendaknya berhati hati dalam menyusun perencanaan pajak nya untuk tidak terperangkap ke dalam
perbuatan yang diklasifikasikan sebagai penyelundupan pajak.
Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai manipulasi secara ilegal atas penghasilannya
untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang sedangkan penghindaran pajak diartikan sebagai
manipulasi penghasilannya secara legal yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan perpajakan untuk mengefisiensikan pembayaran jumlah pajak yang terutang.
Hendaknya setiap wajib pajak ataupun konsultan pajak mempertimbangkan kemungkinan
dikenakannya sanksi-sanksi pidana terhadap perbuatannya, disamping kode etik profesinya bagi seorang
konsultan pajak dan etika praktik perpajakan bagi seorang wajib pajak.

2.2 KERUGIAN PAJAK (TAX LOESSES)

Selisih antara potensi pajak dan realisasi penerimaan pajak disebut sebagai kerugian
pajak yang dapat terdiri dari kerugian karena ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, kerugian karena aparat pajak, kerugian wajib pajak. Kerugian karena ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang disebut sebagai pengeluaran pajak (Tax
Expenditure).

Kerugian karena aparat pajak dapat disebabkan oleh:


1. Ekstensifikasi
2. Intensifikasi
3. Penyelundupan bilateral (Bilateral Evasion)
Dari ketiga kerugian pajak tersebut, dari sudut pandang ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kerugian karena ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Pemberian insentif, subsidi, konsensi atau yang semacam dengan itu disebut sebagai
pengeluaran pajak yang pada dasarnya tersusun dari dua unsur yaitu di satu pihak terjadi kehilangan
penerimaan dalam jumlah yang seharusnya diterima sebagai pembayaran pajak apabila tidak ada
ketentuan khusus dan di lain pihak pada saat yang bersamaan jumlah tersebut merupakan pula
pengeluaran pemerintah yang berbentuk bantuan yang menguntungkan bagi orang atau badan yang
mendapat perlakuan khusus tersebut. Pemberian insentif tersebut memang dimungkinkan karena
pada umumnya struktur sistem perpajakan terdiri atas dua unsur yaitu

a. Struktur pertama adalah struktur yang diperlukan untuk mengenakan pajak, yang terdiri dari
ketentuan struktural yang diperlukan dalam rangka pemungutan pajak tersebut, yang secara
keseluruhan berisikan pengertian tentang apa yang dibutuhkan untuk memungut pajak, Hal in
lebih dikenal dengan istilah normative tax model, dengan segala ketentuan tambahan yang
diperlukan.
b. Struktur kedua adalah struktur yang merefleksikan anggaran pengeluaran pajak (tax expenditure
budget) dan terdiri dari ketentuan yang mengatur bantuan keuangan yang diajukan dalam
anggaran tersebut atau dengan perkataan lain terdiri dari sistem penyaluran bantuan keuangan
pemerintah melalui jalur ketentuan khusus dan bukan jalur pengeluaran langsung melalui
APBN.

Struktur kedua in merupakan okulasi pada struktur yang asli (struktur pertama) yang tidak
mempunyai hubungan yang mendasar pada struktur tersebut dan sesungguhnya tidak begitu
diperlukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undang perpajakan yang
dimaksud. Tetapi sebaliknya, struktur kedua ini merupakan alat pemberian subsidi yang luas yang
digunakan oleh pemerintah yang memakai mekanisme pajak sebagai metode pemberian subsidi.
Kehilangan uang pajak dari sisi ini, sesungguhnya sama sekali tidak terkait dengan esensi
pemungutan pajak tersebut dan juga tidak terkait dengan pembentukan kerangka struktural yang
diperlukan untuk pemungutan pajak tersebut.
Yang termasuk dalam pengertian kerugian karena materi ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan adalah selain subsidi pajak tersebut, juga perbuatan atau usaha pembayar pajak
untuk membayar pajak seefisien mungkin melalui celah-celah yang terdapat dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dilakukan dengan cara penghindaran pajak (tax
avoidance) dan penghematan pajak (tax saving) yang sama sekali tidak dapat dianggap sebagai
pelanggaran hukum.

2. Kerugian karena pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Eksistensinya instansi pajak (administrator pajak) diperlukan untuk mengelola dan


melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang disahkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat menjadi efektif dalam bentuk penerimaan negara atau dengan perkataan lain
instansi pajak merupakan penanggung jawab dan memegang peranan penting dalam hal pelaksanaan
sistem perpajakan.
Namun karena naluri pembayar pajak yang selalu berusaha untuk membayar pajak sekecil
mungkin atau pun tidak membayar pajak sama sekali, menebabkan pekerjaan instansi pajak dalam
rangka pengelolaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, menjadi lebih sulit.
Akibatnya, usaha-usaha untuk menjangkau seluruh subjek pajak (ekstenfikasi) dan meliputi semua
objek pajak (intensifikasi) sering kali tidak memenuhi harapan dan bahkan terperangkap dalam
kegiatan penyelundupan pajak bilateral (bilateral tax evasion).
Kerugian pajak akibat tidak terjangkaunya seluruh subjek pajak dan meliputi seluruh objek
pajak serta penyelundupan bilateral, tidak saja dalam bentuk uang pajak, akan tetapi secara moral
mencerminkan pula tidak tercapainya keadilan dalam perpajakan yang merupakan landasan utama
bai terwujudnya kepatuhan dan kesadaran memenuhi kewajiban perpajakan.

3. Kerugian karena pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Yang termasuk dalam kerugian karena pelanggaran ketentuan peraturan perundang-


undangan perpajakan, tidak saja terbatas pada kecurangan dan penggelapan dalam segala bentuknya
(penyelundupan pajak unilateral = unilateral tax evasion), tetapi menurut Oliver Oldman juga
meliputi kelalaian memenuhi kewajiban perpajakan yang disebabkan oleh ketidaktahuan
(ignorance), kesalahan (error), kesalahpahaman (misunderstanding) dan kealpaan (negligence).

2.3 PENGHINDARAN PAJAK (TAX AVOIDANCE) VERSUS PENYELUNDUPAN PAJAK


(TAX EVASION)

Suatu perencanaan pajak atau disebut juga sebagai perbuatan penghindaran pajak yang sukses,
haruslah dengan jelas dibedakan dengan perbuatan penyelundupan pajak. Semua ahli sependapat bahwa
sesungguhnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak terdapat perbedaan yang fundamental,
akan tetapi kemudian ternyata bahwa perbedaan tersebut menjadi kabur, baik secara teori maupun
aplikasinya. Secara konseptual, justru dalam menentukan perbedaan antara penghindaran pajak dan
penyelundupan pajak, kesulitannya terletak pada penentuan perbedaannya, akan tetapi berdasarkan
konsep perundang-undangan, garis pemisahnya adalah antara melanggar undang-undang (unlawful) dan
tidak melanggar undang-undang (lawful).
Penghindaran pajak yang juga disebut sebagai tax planning, adalah proses pengendalian tindakan
agar terhindar dari konsekuensi pengenaan pajak yang tidak dikehendaki. Penghindaran pajak adalah
suatu tindakan yang benar-benar legal. Seperti halnya suatu pengadilan yang tidak dapat menghukum
seseorang karena perbuatannya tidak melanggar hukum atau tidak termasuk dalam kategori pelanggaran
atau kejahatan, begitu pula mengenai pajak yang tidak dapat dipajaki, apabila tidak ada tindakan/transaksi
yang dapat dipajaki. Dalam hal ini sama sekali tidak ada suatu pelanggaran hukum yang dilakukan dan
malahan sebaliknya akan diperoleh penghematan pajak dengan cara mengatur tindakan yang
menghindarkan aplikasi pengenaan pajak melalui pengendalian fakta-(akta sedemikian rupa, sehingga
terhindar dari pengenaan pajak yang lebih besar atau sama sekali tidak kena pajak.
Walaupun pada dasarnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak mempunyai sasaran
yang sama, yaitu mengurangi beban pajak, akan tetapi cara penyelundupan pajak jelas-jelas merupakan
perbuatan ilegal dalam usaha mengurangi beban pajak tersebut., Beberapa definisi tentang penghindaran
pajak dan penyelundupan pajak menurut beberapa ahli yaitu :

Harry Graham Balter

“Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai usaha yang dilakukan oleh wajib pajak -apakah berhasil
atau tidak- untuk mengurangi atau sama sekali menghapus utang pajak yang berdasarkan ketentuan yang
berlaku sebagai pelanggaran terhadap perundang-undangan perpajakan. Penghindaran pajak merupakan
usaha yang sama, yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

N. A. Barr, S. R. James, A. R. Prest

“Penyelundupan pajak mengandung arti sebagai manipulasi secara ilegal atas penghasilannya untuk
memperkecil jumlah pajak yang terutang. Penghindaran pajak diartikan sebagai manipulasi
penghasilannya secara legal, yang masih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang”.

Sedangkan, cara lain untuk mengefisienkan beban pajak adalah melalui penghematan pajak (tax
saving), yaitu suatu cara yang dilakukan oleh wajib pajak dalam mengelakkan utang pajaknya dengan
jalan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya, pajak
penjualannya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya
sehingga penghasilannya menjadi kecil dan terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar.
Dalam hal ini, aparat perpajakan tidak dapat berbuat apa-apa, karena hal tersebut berada di luar rang
lingkup pemajakan. Secara sepintas terlihat bahwa ada kesamaan antra penghematan pajak dan
penghindaran pajak, tetapi sesungguhnya secara teoritis kedua hal tersebut dapat dibedakan sebagai
berikut:
Penghematan pajak adalah usaha memperkecil jumlah utang pajak yang tidak termasuk dalam ruang
lingkup pemajakan, sedang penghindaran pajak juga merupakan usaha yang sama dengan cara
mengeksploitir celah-celah yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, di
mana apart perpajakan tidak dapat melakukan tindakan apa-apa.
Secara umum dapat dikatakan bahwa cara meminimkan beban pajak melalui penyelundupan pajak
yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak akan ditolerir. Dengan
demikian, satu-satunya jalan yang ditempuh untuk meminimkan beban pajak adalah dengan cara
penghindaran pajak. Berkenaan dengan hal ini, lebih cenderung untuk mengklasifkasikan penyelundupan
pajak tersebut sesuai Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Dan telah diubah,
terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000,

2.4 SIFAT DAN CARA PENDEKATAN PERENCANAAN PAJAK


Dengan Cara pendekatan pajak dari sudut perspektivisme yang konseptual, akan ditemukan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku saat ini mencerminkan keadaan
yang tidak konsisten dan cacat, yang dapat dieksploitasi sebagai celah-celah yang menguntungkan.
Seperti diketahui, perencanaan pajak adalah suatu proses yang mendele&si cacat leorine daliam
ketentran peraturan perundang-undangan perpajakan tersebut, untuk kemudian diolat sedemikian rupa
sehingga ditemukannya suatu cara penghindaran pajak yang dapat menghemat pajak akibat cacat teoritis
tersebut. Adanya kekurangan yang konseptual dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan tidaklah berarti bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan harus direvisi
karena perubahan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan memerlukan banyak
pertimbangan dan kriteria-kriteria yang tidak konsisten dan bertentangan satu sama lainnya.
Konsekuensinya, bahwa revisi tersebut mengharuskan melakukan pilihan-pilihan yang berbeda-beda
kepentingannya dan tidak dapat dihindari munculnya cacat teoritig, sekurang-kurangnya dari sudut
pandangan konseptual.
Dari sudut pandangan teoritis yang sangat sederhana, sesungguhnya suatu penghasilan telah
diperoleh pada saat timbuinya perbedaan harga (kenaikan harga) suatu aset. Namun apabila ditinjau, baik
dari segi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun dari segi praktik akuntansi, bahwa
penghasilan tersebut baru direkognisi sebagai penghasilan pada saat aset tensebut dijual atau
dipindahtangankan.
Menunda rekognisi penghasilan sampai dengan pengalihan aset tersebut, secara praktis dapat
digunakan sebagai alasan untuk membenarkan perbuatan penghematan pajak. Walaupun kenaikan harga
aset tersebut dapat dihitung secara objektif, namun karena kenaikan tersebut tidak mengakibatkan
diperolehnya uang tuna yang akan digunakan sebagian untuk membayar pajak, maka atas kenaikan
tersebut tidak ada pajak yang dapat dikenakan. Persyaratan pengenaan pajak apabila telah dijual atau
dipindahtangankan, dari sudut pandangan teori ekonomi merupakan kekurangan konseptual yang dapat
merupakan peluang bagi perencanaan pajak. Wajib pajak hanya akan membayar biaya-biaya saja selama
penundaan penjualan tersebut sampai dengan rekognisi penghasilan dimaksud. Dalam hal in memang
akan terdapat ketidakcocokkan antara biaya dan penghasilan, yaitu biaya-biayanya direkognisi pada saat
pengeluaran sekarang, sedang penghasilannya baru akan direkognisi beberapa tahun kemudian.
Keunggulan skenario tersebut memungkinkan wajib pajak untuk menghitung laba ruginya berdasarkan
biaya yang dikeluarkan sekarang dibandingkan dengan penghasilan yang direkognisi saat ini yang berasal
dari sumber lainnya serta menunda rekognisi penghasilan yang sesungguhnya.
Perencanaan pajak tidak pula terlepas dari sistem pungutan yang dianut di Indonesia setelah
reformasi pajak, yaitu sistem self-asessment. Menurut Zain (2008) Ciri dan cara tersendiri dari sistem
pemungutan pajak tersebut adalah:
a) bahwa pemungutan pajak rerupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan
untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional;
b) tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan kewajiban di bidang
perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak sendiri. Pemerintah, dalam hal ini aparat
perpajakan sesuai dengan fungsinya, berkewajiban melakukan pembinaan, penelitian, dan
pengawawsan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak berdasarkan ketentuan yang
digariskan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
c) anggota masyarakat wajib pajak diberikan kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotong-
royongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan, dan membayar sendiri pajak yang
terutang (self assessment). Maka melalui sistem ini pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan
dapat dilaksanakan dengan lebih rapi, terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota
masyarakat wajib pajak.

Berdasarkan ketiga prinsip pemungutan pajak tersebut, wajib pajak diwajibkan menghitung,
memperhitungkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang berada pada
wajib pajak sendiri. Selain itu, wajib pajak wajib melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang
dan yang telah dibayar sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

2.5 EKONOMI PERENCANAAN PAJAK

Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh dua ketentuan dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu:

1. Ketentuan pertama menyangkut masalah Pajak Penghasilan itu sendiri yang bukan merupakan biaya
yang fiskal dapat dikurangkan dalam menentukan Penghasilan Kena Pajak (Pasal 9 ayat (1) hurut h
UU PPh). Sebagai konsekuensinya, apabila terdapat pengurangan pembayaran PPh, maka tidak akan
terjadi penurunan dalam jumlah biaya fskal yang dapat dikurangkan dan oleh karena itu juga tidak
akan menimbulkan kenaikan Penghasilan Kena Pajak, Pengurangan pembayaran PPh tersebut, yang
juga merupakan jumlah pajak, yang dapat dihemat, hanya akan meningkatkan laba setelah pajak.
Berbeda dengan aktivitas mencari laba/menambah penghasilan, suatu perencanaan pajak hanya akan
memberikan Keuntungan yang sama sekali tidak termasuk dalam ruang lingkup pengenaan PPh.
2. Ketentuan kedua menyangkut kemungkinan dapat dikurangkannya biaya yang ada kaitannya dengan
penentuan besarnya pajak yang terutang, yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dischut sebagai biaya sentuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (Pasal
6 ayat (1) huruf a UU PPh) oleh karena perencanaan pajak terkait dengan penentuan besarnya pajak
yang terutang, maka biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan pajak tersebut, merupakan biaya
yang fiskal dapat dikurangkan. Biaya neto rancangan perencanaan pajak adalah biaya bruto
dikurangi dengan jumlah-jumlah pajak yang dapat dihemat atau dengan kata lain biaya setelah pajak
(after tax cost). Suatu perencanaan pajak dapat dinyatakan sebagai berikut :

ATC = BTC x (1-MTR)


Keterangan :
ATC = After Tax Cost
BTC = Before Tax Cost
MTR = Marginal Tax Rate

1.4 atau dengan kata lain biaya


setelah
1.5 pajak (after tax cost).
Suatu perencanaan pajak
dapat dinyatakan sebagai
1.6 berikut:
1.7 ATC = BTC x (1-MTR)
1.8 Keterangan :
1.9 ATC = After Tax Cost
1.10 BTC = Before Tax Cost
1.11 MTR = Marginal Tax
Rate
Apabila kedua ketentuan tersebat, dikaitkan dengan rancangan perencanaan pajak, terbukti
kemudian bahwa rancangan tersebut akan menghasilkan keunggulan ekonomis, bila dibandingkan dengan
kegiatan mencari laba (profit-seeking activities). Evaluasi atas seluruh proyek investasi, didasarkan
kepada perbandingan antara keuntungan setelah pajak (after tax benefits) terhadap biaya setelah pajak
(after tax cost). Khusus bagi proyek perencanaan pajak, hasilnya akan bebas dari pengenaan pajak,
sehingga dengan demikian untuk kegiatan perencanaan pajak tersebut yang dibandingkan adalah antara
keuntungan sebelum pajak (pre-tax benefits) dan biaya setelah pajak (after tax cost).
Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu
seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap sebagai berikut (Zain, 2007):

1. Menganalisis Informasi (Basis Data) yang ada


Seorang manajer perpajakan harus memperhatikan factor-faktor baik internal maupun eksternal
yaitu:
a. Fakta yang relevan
b. Faktor pajak
c. Faktor nonpajak lainnya.
2. Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak
Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk mempertimbangkan
hal-hal berikut :
a. Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan kepada
satu atau lebih perusahaan, trust, atau kombinasi dari semua itu
b. Hubungan antara berbagai individu dan entitas
c. Oleh karena belum ditentukan lebih dahulu di mana entitas tersebut harus ditempatkan.
3. Evaluasi atas Perencanaan Pajak
Perencanaan pajak sebagai sutu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh
perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh
mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan
pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. Variabel-variabel tersebut akan
dihitung seakurat mungkin dengan hipotesis sebagai berikut :
a. Bagaimana jika rencana tersebut tidak dilaksanakan.
b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil dengan baik.
c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal.
4. Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak (Debugging the tax plan).
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak tentunya harus dievaluasi melalui
berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan
pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi perbandingan berbagai rencana harus
dibuat sebanyak mungkin sesuai bentu perencanaan pajak yang dinginan. Kadang suatu rencana
harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan perundang-undangan. Walaupun diperlukan
penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar
penghematan pajak yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus tetap dijalankan. Karena
begaimanapun juga kerugian yan ditanggung merupakan kerugian minimal.
5. Memutakhirkan rencana pajak (Updating the tax plan)
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek juga telah berjalan, namun juga
mash perlu mempertimbangkan setiap perubahan yang terjadi baik undang-undang maupun
pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang mungkin mempunyai dampak
terhadap komponen dari suatu perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi di luar
negeri atas berbagai macam pajak maupun aktifitas informasi bisnis yang tersedia sangat terbatas.
Pemutakhiran dari suatu rencana adalah konsekuensi yang perl dilakukan sebagaimana dilakukan
oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan
datang maupun situasi yang terjadi sat in, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang
merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan
untuk memperoleh manfaat yang potensial.

Agar perencanaan pajak dapat


berhasil sesuai dengan yang
diharapkan, maka
rencana itu seharusnya
dilakukan melalui berbagai
urutan tahap-tahap sebagai
berikut :

BAB 3

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pembebanan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib
pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dan pengabdian kewajiban dan peran serta wajib
pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang
diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Namun satu hal yang harus
diingat bahwa pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi dapat
dipaksakan, sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat merugikan wajib
pajak yang bersangkutan, dengan kemungkinan-kemungkinan surat paksa, sita dan lelang serta
sanksi-sanki pidana yang dapat diancam dengan kurungan atau penjara.
Pada umumnya ukuran kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan biasanya diukur dan
dibandingkan dengan besar kecilnya penghematan pajak (tax saving), penghindaran pajak (tax avoidance)
dan penyelundupan pajak (tax evasion) yang kesemuanya itu bertujuan untuk meminimalkan beban pajak,
Suatu perencanaan pajak atau disebut juga sebagai perbuatan penghindaran pajak yang sukses,
haruslah dengan jelas dibedakan dengan perbuatan penyelundupan pajak. Semua ahli sependapat bahwa
sesungguhnya antara penghindaran pajak dan penyelundupan pajak terdapat perbedaan antara melanggar
undang-undang (unlawful) dan tidak melanggar undang-undang (lawful).
Secara umum dapat dikatakan bahwa cara meminimkan beban pajak melalui penyelundupan
pajak yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak akan ditolerir. Dengan
demikian, satu-satunya jalan yang ditempuh untuk meminimkan beban pajak adalah dengan cara
penghindaran pajak.

3.2. SARAN

Hendaknya setiap wajib pajak ataupun konsultan pajak mempertimbangkan kemungkinan


dikenakannya sanksi-sanksi pidana terhadap perbuatannya, disamping kode etik profesinya bagi seorang
konsultan pajak dan etika praktik perpajakan bagi seorang wajib pajak dengan mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA

http://
riskymahira.blogspot.com/
2013/01/tahapan-dalam-
membuat-perencanaan-
pajak.html?m=1
http://riskymahira.blogspot.com/2013/01/tahapan-dalam-membuat-perencanaan-pajak.html?m=1

Zain, M. (2007). Manajemen Perpajakan (2nd ed.). Salemba Empat.

Zain, M. (2008). Manajemen Perpajakan (ed. 3). Penerbit Salemba.

Anda mungkin juga menyukai