Disusun oleh:
Dosen Pengampu:
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt, yang atas rahmat-Nya, maka kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Manajemen Perpajakan yang berjudul,
“Manajemen Pajak Terkait Pemeriksaan Pajak, Keberatan, Banding, dan Peninjauan Ulang.”
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas untuk mata kuliah Manajemen
Perpajakan. Dalam penulisan makalah ini, kami merasa masih banyak kekurangan, baik dalam
materi maupun cara penulisan. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan
demi menyempurnakan isi makalah ini.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung atas sumber-sumber materi sebagai bahan
referensi yang membantu dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka
yang telah memberikan bantuan. Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Hormat kami,
Kelompok
Penyusun
DAFTAR ISI
Dalam rangka untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak terhadap pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan pajak maka otoritas pajak berwenang melakukan pemeriksaan.
Sehingga menyebabkan setiap Wajib Pajak dapat diperiksa oleh otoritas pajak. Hasil dari
pemeriksaan tersebut dituangkan dalam suatu surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh
otoritas pajak di mana isi dari surat ketetapan tersebut bisa berbeda dengan perhitungan Wajib
Pajak. Perbedaan tersebut tentunya berpotensi memberatkan Wajib Pajak sehingga menjadi awal
munculnya sengketa antara otoritas pajak dan Wajib Pajak. Sengketa pajak atas ketetapan
otoritas pajak dari hasil pemeriksaan dapat diselesaikan melalui keberatan. Namun, apabila hasil
dari keberatan tersebut masih belum dapat diterima, Wajib Pajak dapat mengajukan upaya
penyelesaian sengketa pajak ke pengadilan pajak, yaitu melalui pengajuan banding atau gugatan.
Perlu dipahami bahwa pengajuan keberatan, banding, dan gugatan merupakan hak Wajib Pajak
untuk menyikapi ketetapan pajak hasil pemeriksaan yang dianggap memberatkan Wajib Pajak.
Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi atau manajemen bagaimana untuk mengatasi sengketa
pajak yang timbul tersebut agar tidak terlalu memberatkan bagi Wajib Pajak.
5
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih mendalam
mengenai hal tersebut dan dituangkan dalam makalah yang berjudul “Manajemen Pajak dalam
Menghadapi Proses Keberatan, Banding, dan Peninjauan Kembali”.
1. Bagaimanakah manajemen pajak saat melakukan upaya keberatan atas sengketa pajak?
2. Bagaimanakah manajemen pajak saat melakukan upaya banding atas sengketa pajak
3. Bagaimanakah manajemen pajak saat melakukan upaya peinjauan kembali atas sengketa
pajak?
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
7
memberikan kepercayaan penghitungan dan penetapan pajak terutang kepada Wajib Pajak
dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Ketetapan Pajak
(SKP) sebagai sarana formal penagihan. Penerbitan SKP dari kantor pajak hanya jika administrasi
pajak mendapatkan bukti bahwa jumlah pajak menurut SPT tidak benar. Konsekuensi dari sistem
Self Assessment menurut UU KUP termasuk:
1. Wajib Pajak diminta mendaftarkan sendiri (self-registration) untuk mendapatkan NPWP dan
melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta
menjadi pemungut/pemotong pajak.
2. Mengisi SPT dengan benar, lengkap dan jelas dan menyampaikannya ke kantor pajak tempat
mereka terdaftar.
3. Dapat membetulkan SPT jika belum dilakukan pemeriksaan, sebelum terbitnya SKP hingga
sebelum dilakukan penyidikan tentang ketidakbenaran SPT WP.
4. WP dapat meminta pembetulan SKP yang salah dan bahkan meminta pengurangan atau
pembatalan SKP yang tidak benar atau berasal dari pemeriksaan salah prosedur.
5. Menyanggah dan membuktikan ketidakbenaran SKP yang diterbitkan kantor pajak melalui
proses keberatan, banding, dan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung
6. Menggugat SKP yang dalam penerbitannya terdapat salah prosedur
9
3. Tax Adjudications, yaitu proses penyelesaian yang dilakukan di Pengadilan Pajak (Tax
Court) yaitu lembaga independent yang berbeda dan terpisah dari otoritas perpajakan.
10
melainkan keputusan pejabat pajak yang terkait dengan penagihan pajak. Gugatan hanya
diperuntukkan bagi wajib pajak atau penanggung pajak untuk melawan surat tagihan pajak
maupun keputusan yang terkait dengan pelaksanaan penagihan pajak secara paksa yang
dianggap tidak sesuai dengan ketentuan hukum pajak.
11
BAB III
PEMBAHASAN
12
3.1.2 Syarat Pengajuan Keberatan Pajak
Dalam Pasal 4 PMK 9/PMK.03/2013 dijelaskan bahwa adapun syarat yang harus
dipenuhi dalam hal Pengajuan Keberatan adalah sebagai berikut:
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
2. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau
dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasanalasan yang menjadi dasar penghitungan;
3. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu)
pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
4. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang
telah disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil
verifikasi, sebelum Surat Keberatan disampaikan. Persyaratan angka 4 hanya berlaku
untuk pengajuan keberatan atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang berkaitan dengan Surat Pemberitahuan
untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan seterusnya;
5. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:
a. Surat ketetapan pajak dikirim; atau
b. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat
menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaan Wajib Pajak
6. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan
ditandatangani oleh bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan
surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) UndangUndang KUP;
dan
7. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU
KUP.
Kemudian dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan
pajak yang masih harus dibayar yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi sebagaimana tercantum dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dan
belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan sejak
tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan.
13
Wajib Pajak yang mengajukan keberatan tidak dapat mengajukan permohonan:
a. pengurangan, penghapusan, atau pembatalan sanksi administrasi berupa bunga, denda,
dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan;
b. pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar; atau
c. pembatalan surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan atau Verifikasi yang
dilaksanakan tanpa:
1) penyampaian surat pemberitahuan hasil Pemeriksaan atau surat pemberitahuan hasil
Verifikasi; atau
2) Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi
dengan Wajib Pajak.
14
3.1.4 Pencabutan Pengajuan Keberatan Pajak
Wajib Pajak dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak sebelum tanggal Surat Pemberitahuan Untuk Hadir diterima oleh
Wajib Pajak. Adapun pencabutan pengajuan keberatan dilakukan melalui penyampaian
permohonan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. permohonan harus diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan dapat
mencantumkan alasan pencabutan.
b. surat permohonan ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan
tersebut ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus
dilampiri dengan surat kuasa khusus
c. surat permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Pajak dan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak yang merupakan atasan Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Dan atas permohonan pencabutan pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud di atas,
Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan jawaban berupa surat persetujuan atau surat
penolakan.
Selanjutnya apabila Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan, Wajib Pajak tidak
dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang
tidak benar. Kemudian, bila Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan yang terkait dengan
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya, pajak yang masih
harus dibayar dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir hasil verifikasi, menjadi utang pajak sejak tanggal penerbitan surat
ketetapan pajak.
15
Adapun pemberitahuan Daftar Hasil Penelitian Keberatan yang dilampirkan bersamaan
dengan SPUH tidak bersifat final dan bukan merupakan keputusan atas keberatan yang
diajukan oleh Wajib Pajak.
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan tambahan
atau penjelasan tertulis. Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan dapat berupa
mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak
yang masih harus dibayar. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud tersebut telah
terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan,
keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib
menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 12 (dua belas) bulan tersebut berakhir.
Apabila pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak
yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, dan
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran
pajak, kelebihan pembayaran dimaksud dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, atau
b. untuk Surat Ketetapan Pajak Nihil dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar dihitung sejak
tanggal penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
Kemudian apabila pengajuan keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan
sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh
persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang
telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%
(lima puluh persen) tidak dikenakan dalam hal:
16
a. Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan,
b. Pengajuan keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak memenuhi
persyaratan pengajuan keberatan, atau
c. Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan.
17
3.1.6.2 Manajemen Pajak Saat Proses Keberatan Pajak (Pelaksanaan)
Pengajuan surat permohoanan keberatan oleh Wajib Pajak yang disampaikan ke KPP
dimana WP tersebut terdaftar akan ditindak lanjuti oleh Kantor Wilayah atau Kantor
Pusat. Surat permohonan keberatan akan diperiksa terlebihi dahulu apakah sudah
memenuhi persyaratan formal atau belum, persyaratan formal yang dimaksud sesuai
yang tercantum dalam Pasal 25 UU KUP.
• Apabila syarat formal tidak terpenuhi
Apabila syarat formal sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 UU KUP tidak
terpenuhi, maka Wajib Pajak dapat melakukan perbaikan atas Surat Keberatan dan
menyampaikan kembali sebelum jangka waktu 3 bulan terlampaui. Namun jika
jangka waktu tersebut terlampaui maka permohonan tersebut akan ditolak atau
dinyatakan tidak dapat dipertimbangan dan tidak diterbitkannya Surat Keputusan
Keberatan (Pasal 25 ayat (4) UU KUP) dan Wajib Pajak dianggap telah menerima
perhitungan pajak yang telah tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak yang
ditentukan DJP. Apabila waktu 3 bulam dirasa tidak cukup untuk mengajukan
permohonan keberatan, maka Wajib Pajak dapat mengajukan melalui Pasal 36
UU KUP yaitu permohonan permbatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar,
sehingga dapat mengajukan gugatan.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa tidak sedikit Wajib Pajak yang
mengalami tidak diterimanya permohonan keberatan atas SKP karena tidak
memenuhi syarat formal. Dalam menyikapi hal tersebut, maka Wajib Pajak harus
teliti dan peka pada saat melakukan permohonan keberatan. Wajib Pajak harus
teliti bahwa tidak akan ada kesalahan dalam memenuhi syarat formal untuk
melakukan permohonan keberatan, serta peka apabila baru mengingat bahwa ada
yang lupa atau ada yang salah pada saat melakukan permohonan keberatan.
• Apabila syarat formal diterima
Apabila syarat formal yang tercantum dalam Pasal 25 UU KUP dapat terpenuhi,
maka langkah selanjutnya adalah bagi DJP adalah membuat suatu tim untuk
menelaah keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak. Tim tersebut akan meminta
dokumen-dokumen yang diperlukan untuk memeriksa keberatan yang diajukan
dan tugas. Wajib Pajak yang mengajukan kebaratan tersebut harus menyerahkan
dokumen-dokumen pendukung alasan mengapa Wajib Pajak keberatan kepada
18
Direkorat Jenderal Pajak. Tim penelaah tidak hanya akan meminta dokumen
kepada Wajib Pajak, tetapi juga meminta dokumen atau bukti-bukti ke DJP atas
diterbitkannya SKP ke Wajib Pajak. Selanjutnya, dokumen tersebut akan ditelti
dan ditelaah oleh DJP. Jika disimpulkan, tim penelaah keberatan akan melakukan
penelaah keberatan dengan cara:
1) Peminjaman Data dan Pemberian Keterangan
a. meminjam buku, catatan, data, dan informasi dalam bentuk hardcopy
dan/atau softcopy kepada Wajib dan Wajib Pajak wajib memenuhi paling
lama 15 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat peminjaman dan/atau
permintaan;
b. meminta Wajib Pajak untuk memberikan keterangan dan Wajib Pajak
wajib memenuhi paling lama 15 hari kerja sejak tanggal dikirimnya surat
peminjaman dan/atau permintaan;
c. meminta pihak lain diluar Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan
data dan atau keterangan ; dan/atau
d. meninjau ke tempat Wajib Pajak jika diperlukan
Bagi Wajib Pajak yang mengajukan keberatan atas suatu pemotongan atau
pemungutan pajak, maka Wajib Pajak wajib menyerahkan asli bukti
pemotongan atau pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan
bahwa pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan
dikreditkan.
19
peminjaman dan/atau permintaan. Dalam hal masih diperlukan, Wajib Pajak
wajib meminjamkan bukti tambahan dan/atau memberikan penjelasan, dalam
jangka waktu sebagaimana disebut dalam surat peminjaman dan/atau
permintaan tambahan.
3) Wajib Pajak Tidak Memenuhi Permintaan Data
Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi sebagian atau seluruhnya peminjaman
dan/atau permintaan serta tidak menyerahkan asli bukti pemotongan atau
pemungutan pajak dan surat pernyataan yang menyatakan bahwa
pemotongan atau pemungutan pajak belum atau tidak akan dikreditkan maka
keberatan tetap diproses sesuai dengan data yang ada atau diterima dan
Kepala Unit Pelaksana Penelitian keberatan atas nama Direktur Jenderal
Pajak membuat Berita Acara.
4) Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain dalam rangka Keberatan
Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan untuk tujuan lain
dalam rangka keberatan untuk mendapatkan data dan/atau informasi yang
objektif yang dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan keputusan
keberatan.
20
3.1.6.3 Manajemen Pajak Setelah Keputusan Keberatan Pajak
Setelah pembahasan melalui SPUH selesai, DJP akan menerbitkan Surat
Keputusan Keberatan selambat-lambatnya 12 bulan sejak diterima surat
permohonan keberatan. Keputusan atas keberatan dapat berupa mengabulkan
seluruhnya, mengabulkan seluruhnya, menolak, atau menambah besarnya jumlah
pajak yang masih harus dibayar. Apabila lebih dari 12 bulan DJP tidak
menerbitkan Surat Keputusan Kebaratan, maka keberatan tersebut dianggap
dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak harus menerbitkan Keputusan keberatan
paling lama 1 (satu) bulan sejak jangka waktu tersebut berakhir.
Wajib Pajak dapat menerima hasil dari keputusan keberatan tersebut. Apabila
keputusannya ditolak, mengabulkan sebagian atau menambahkan jumlah pajak
yang terutang, Wajib Pajak harus melunasi pajak terutang yang masih belum
dibayar dalam waktu satu bulan sejak diterbitkannya surat keputusan keberatan
ditambah sanksi denda sebesar 50% atas pajak yang belum dibayar tersebut.
Namun, sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) tidak
dikenakan dalam hal:
a. Wajib Pajak mencabut pengajuan keberatan,
b. pengajuan keberatan Wajib Pajak tidak dipertimbangkan karena tidak
memenuhi persyaratan pengajuan keberatan, atau
c. Wajib Pajak mengajukan permohonan banding atas Surat Keputusan Keberatan
Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan hasil keputusan keberatan dan merasa
belum memperoleh keadilan, Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke
Pengadilan Pajak. Dengan melakukan pengajuan banding, akan menunda
penagihan untuk melunasi pajak terutang yang belum dibayar dalam Surat
Keputusan Keberatan.
Sebelum mengajukan banding, Wajib Pajak dapat meminta keterangan secara
tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP mengenai alasan yang
menjadi dasar untuk mengabulkan sebagian atau menolak, atau menambah
besarnya pajak yang terutang dalam surat keberatan Wajib Pajak. Atas permintaan
tersebut, Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keterangan secara tertulis
kepada Wajib Pajak paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak surat permintaan
21
Wajib Pajak diterima. Jangka waktu pemberian keterangan tersebut tidak
menunda jangka waktu pengajuan banding.
Hal tersebut dilakukan agar Wajib Pajak dapat mengevaluasi keputusan keberatan
dan mempertimbangkan apakah argumentasi dan dokumen pendukung yang
diperlukan untuk memperkuat argumentasi tersedia. Cukup kuat untuk diajukan
Banding, mengingat sanksi yang akan diterima dapat menjadi semakin besar
apabila pengajuan Banding ditolak.
22
3. Banding diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya. Apabila bukan Wajib Pajak yang menandatangani, maka harus menggunakan
Surat Kuasa Khusus sebelum banding diajukan;
4. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat
Keputusan Keberatan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundangundangan perpajakan;
5. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
6. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, perhitungan menurut Wajib
Pajak, dasar hukum dan mencantumkan tanggal diterimanya Surat Keputusan yang
dibanding;
23
Gambar 3.1
Skema Banding Pajak
24
3.2.3 Objek Banding Pajak
Menurut perundang-undangan perpajakan keputusan yang dapat diajukan banding
(objek banding) adalah :
JENIS PAJAK DASAR PENGAJUAN KEPUTUSAN YANG DAPAT DIAJUKAN
BANDING BANDING
administrasi
Menurut Pasal 1 angka 8 UU No. 14 tahun 2002 objek sengketa pajak yang
merupakan kewenangan PP atau kompetensi PP adalah keputusan pejabat di bidang
perpajakan yang menurut perundang-undangan perpajakan dapat diajukan banding atau
gugatan. Keputusan Badan/Pejabat TUN Perpajakan yang dapat diajukan banding yaitu : a.
Keputusan keberatan (Pasal 26 (1) UU KUP),
b. Keputusan keberatan PBB (Pasal l7 (1) UU PBB),
c. Keputusan keberatan BPHTB (Pasal 17 (1) UU BPHTB),
d. Penetapan Bea Masuk (Pasal 17 (2) UU Kepabeanan),
e. Keputusan keberatan mengenai tarif/nilai pabean dalam menghitung Bea Masuk (Pasal
25
93 (2) UU Kepabeanan),
f. Keputusan keberatan mengenai sanksi administrasi Bea Masuk (Pasal 94 (2) UU
Kepabeanan),
g. Keputusan atas pencabutan izin usaha sehubungan dengan pelaksanaan UU Cukai,
(Pasa1 14 (4) UU Cukai)
h. Keputusan keberatan atas penutupan buku rekening barang kena cukai, dalam rangka
pelaksanaan UU Cukai, (Pasa1 41 (3) UU Cukai),
i. Keputusan keberatan atas sanksi administrasi dalam rangka pelaksanaan UU Cukai,
(pasa1 41 (3) UU Cukai),
j. Keputusan Keberatan Pajak Daerah.
26
3.2.5 Penyampaian Pengajuan Banding Pajak
Penyampaian pengajuan banding pajak dilakukan oleh pemohon banding. Pemohon banding
adalah WP, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa hukumnya (Pasal 37 ayat (1) UU
PP). Menurut peraturan perundang-undangan perpajakan, yang dapat mengajukan banding
sebagai Pemohon Banding adalah:
a. “WP” yaitu orang pribadi atau badan (Pasal 27 ayat (1) jo. Pasal l ayat (1) UU KUP,
Pasal 18 ayat (1) UU PBB, Pasal 18 ayat (1) UU BPHTB),
b. “Orang” yaitu orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan impor barang
(Pasal 95 ayat (1) jo. Pasal l angka 12 UU Kepabeanan),
c. “Orang” yaitu badan hukum atau orang pribadi (Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 1 angka 8
UU Cukai) ,
d. “WP Daerah” yaitu orang atau badan hukum yang berkewajiban untuk membayar pajak
daerah (Pasal 105 UU PDRD).
Dalam hal WP (termasuk wajib bea dan cukai) adalah orang pribadi atau orang perseorangan,
banding diajukan oleh :
a. orang itu sendiri sebagai WP, atau;
b. ahli warisnya jika WP tersebut telah meninggal, atau;
c. pengampunya (kurator), jika WP tersebut pailit, atau;
d. kuasa hukumnya dengan memberikan surat kuasa khusus.
Dalam hal WP (termasuk wajib bea, wajib cukai) adalah “badan” atau “badan hukum”,
banding diajukan oleh :
a. wakilnya yaitu “seorang pengurus” sebagaimana tercantum dalam akte, atau;
b. pihak yang menerima pertanggung jawaban, jika WP melakukan penggabungan,
peleburan, pemecahan/pemekaran usaha atau likuidasi,
c. pengampunya (kurator), jika WP tersebut pailit, atau;
d. kuasa hukumnya dengan memberikan surat kuasa khusus. Selanjutnya hal yang
dilakukan oleh pemohon banding adalah:
- mengajukan permohonan banding tersebut sesuai dengan persyaratan sebagaimana
diatur dalam Pasal 35 sampai Pasal 38 UU PP.
- Contoh Format Surat Banding dapat dilihat di Surat Edaran Nomor: SE-08/PP/2017
tentang Perubahan atas Surat Ketua Pengadilan Pajak Nomor SE-002/PP/2015 tentang
Kelengkapan Administrasi Banding atau Gugatan (SE-08/2017).
27
- Kelengkapan administrasi Surat Banding dapat dilihat di Bagian Ruang Lingkup
SE08/2017
Cara menyampaikan surat banding dapat dilakukan dengan:
- Diantar langsung dan disampaikan melalui Loket Penerimaan Surat Pengadilan Pajak -
Dikirim melalui ekspedisi tercatat atau Pos tercatat
29
3.2.8.1 Manajemen Pajak Sebelum Pengajuan Banding Pajak (Persiapan)
Sebelum mengajukan proses banding ke Pengadilan Pajak perlu diperhatikan
beberapa hal yaitu:
30
Kemudian lebih lanjut berdasarkan Pasal 39 UU Pengadilan Pajak, persyaratan formal
dalam proses banding, yaitu:
6. Banding diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia;
7. Banding diajukan kepada Pengadilan Pajak secara tertulis;
8. Banding diajukan oleh Wajib Pajak, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya. Apabila bukan Wajib Pajak yang menandatangani, maka harus
menggunakan Surat Kuasa Khusus sebelum banding diajukan;
9. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat
Keputusan Keberatan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan;
10. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding;
11. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, perhitungan menurut
Wajib Pajak, dasar hukum dan mencantumkan tanggal diterimanya Surat Keputusan
yang dibanding
31
4. Untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa pajak, Pemohon Banding/ Gugatan
agar menyertakan juga surat Banding/ Gugatan dalam bentuk softcopy dalam format
Microsoft Office dan dikemas dalam media Compact Disc/ Flash Disk
4. Penunjukan Kuasa Hukum atau Person In Charge
Sebelum mengajukan Banding Pajak hal yang perlu diperhatikan Wajib pajak yaitu
harus memilih orang yang memiliki kriteria memahami ketentuan perpajakan secara
mendalam dan update, mampu berargumentasi dengan baik dan terstruktur, harus memahami
materi yang diajukan Banding, dan emosi yang stabil. Hal ini berpengaruh selama proses
persidangan berlangsung. Kuasa Hukum Wajib Pajak dapat mendampingi Wajib Pajak dalam
beracara atau persidangan di Pengadilan Pajak. Apabila para pihak didampingi, maka dalam
beracara di Pengadilan Pajak ini para pihak yang bersengketa wajib hadir dan turut secara
aktif untuk mengikuti jalanya pemeriksaan di persidangan. Sementara apabila para pihak
yang bersengketa itu diwakili, maka para pihak yang bersengketa tidak harus hadir di
persidangan, kecuali apabila diperlukan. Person in charge (PIC) sangat menentukan
bagaimana hasil keputusan banding yang dilaksanakan. Oleh karena itu Wajib Pajak harus
menunjuk orang atau pihak yang benar-benar memahami sengketa yang diajukan banding.
Selain itu dalam penyelesaian kasus Banding Pajak tidak cukup pengetahuan hanya seputar
pajak saja namun lebih luas terhadap kasus yang dihadapi. Seperti contoh apabila kasus yang
dihadapai berkaitan dengan penyerahan barang tertenu yang sebenarnya dibebaskan PPN,
namun menurut termohon banding spesifikasi atau kriteria barang tersebut merupakan
kriteria barang yang dikenakan PPN. Oleh sebab itu Person in charge harus memahami benar
dan dapat menjelaskan bahwa barang tersebut merupakan jenis barang dengan spesifikasinya
merupakan jenis barang yang dimaksud dibebaskan pengenaan PPN-nya berdasarkan
ketentuan yang berlaku.
32
masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya keputusan
sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (2) UU PP.
b) Permintaan Surat Uraian Banding/Surat Tanggapan
Berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU PP, PP meminta Surat Uraian Banding kepada
Terbanding atau Surat Tanggapan kepada Tergugat dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari sejak diterimanya Surat Banding/Gugatan. Berdasarkan Pasal
45 ayat (1) UU PP, Terbanding dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sudah harus
menyampaikan Surat Uraian Banding ke PP, atau Tergugat dalam jangka waktu
1 (satu) bulan sudah harus menyampaikan Surat Tanggapannya.
c) Permintaan Surat Bantahan
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UU PP, dalam tempo 14 hari sejak tanggal terima
Surat Uraian Banding/Surat Tanggapan, PP menyampaikan Surat Uraian
Banding atau Surat Tanggapan tersebut kepada Pemohon Banding/Penggugat.
Pemohon Banding/Penggugat berdasarkan Pasal 45 ayat (3) UU PP dapat
menyerahkan Surat Bantahan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari.
d) Penyerahan Surat Bantahan
Berdasarkan Pasal 44 ayat (4), dalam jangka waku 14 (empat belas) hari sejak
diterimanya Surat Bantahan, PP mengirimkan Surat Bantahan kepada
Terbanding/Penggugat. Proses persiapan persidangan diperlukan agar
masingmasing pihak telah mengetahui duduk perkaranya / maksud pokok
sengketa, baik sengketa Formal maupun Material, sehingga jalannya persidangan
dapat lebih lancar, cepat dan akan memudahkan Majelis Hakim dalam
memutuskan.
e) Apabila Terbanding tidak memenuhi ketentuan untuk mengirimkan Surat Uraian
Banding atau serta Pemohon Banding tidak memenuhi ketentuan untuk
mengirimkan Surat Bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan
Banding.
33
apabila dipandang perlu, pemohon Banding atau penggugat atau Kuasa
Hukumnya.
Pemeriksaan dengan Acara Biasa dilakukan pada:
Surat Permohonan Banding yang memenuhi ketentuan formal, yaitu:
a. Surat Banding diajukan masih dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak
keputusan yang dibanding diterima.
b. Pajak yang terutang telah dibayar sampai dengan 50 % (lima puluh
persen) dari jumlah hutang pajak, dengan melampirkan bukti
pembayaran.
2) Pemeriksaan dengan Acara Cepat, dilakukan oleh Hakim Tunggal, dan dihadiri
oleh terbanding dan apabila dipandang perlu pemohon Banding atau penggugat
atau Kuasa Hukumnya. Pemeriksaan dengan Acara Cepat dilakukan terhadap:
a. Sengketa Pajak tertentu.
b. Apabila pemohonan banding memberitahukan akan hadir dalam persidangan
maka, Hakim Ketua akan memberitahukan tanggal dan hari sidang kepada
pemohon banding atau penggugat, dan memanggil pemohon banding untuk
menghadiri persidangan.
c. Pada awal persidangan Hakim Ketua menjelaskan masalah yang
disengketakan kepada para pihak yang bersengketa.
d. Hakim Ketua menanyakan kepada terbanding mengenai hal-hal yang
dikemukakan pemohon Banding dalam surat banding dan dalam surat
bantahan.
e. Apabila dipandang perlu Hakim Ketua dapat memanggil pemohon Banding
untuk hadir dalam persidangan, guna memberikan keterangan yang
diperlukan dalam rangka penyelesaian sengketa pajak.
Proses pemeriksaan:
1. Dalam hal keperluan pemeriksaan, Hakim Ketua membuka persidangan
dengan mengetukkan palu sebagai tanda dimulainya persidangan dan
menyatakan persidangan terbuka untuk umum.
2. Hakim Ketua dan / atau Hakim Tunggal melakukan penelitian identitas
pemohon banding dan Kuasa Hukumnya antara lain dengan mencocokkan
34
tanda tangan apakah pihak yang hadir sesuai dengan pihak-pihak yang
menandatangani Surat Banding tersebut.
3. Hakim Ketua dan Anggota majelis melakukan pemeriksaan berkas perkara.
4. Dalam setiap pemeriksaan sengketa pajak, Panitera harus membuat Berita
Acara Sidang yang memuat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.
5. Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal
dan Panitera.
6. Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan, Berita
Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Pajak dengan
menyatakan bahwa Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera
berhalangan.
Upaya manajemen pajak yang dapat dilakukan pada saat proses sidang adalah dengan
cara memberikan penjelasan yang jelas secara lisan maupun tertulis kepada majelis
hakim yang akan memutus perkara atau sengketa. Selanjutnya Wajib Pajak juga
harus dapat meyakinkan majelis hakim dengan cara yang persuasif dan logis bahwa
pendapat yang dikemukakan Wajib Pajak merupakan pendapat yang sesuai atau
tercantum dalam Undang-Undang atau aturan pajak yang terkait. Hal ini harus dapat
dilakukan Wajib Pajak karena pemberian penjelasan kepada hakim sangat diperlukan
untuk hakim mengambil keputusan. Karena pada dasarnya hakim memiliki latar
belakang yang berbeda dan pengetahuan yang berbeda pula. Dengan memberikan
penjelasan maka persepsi hakim terhadap kasus akan sesuai dengan pandangan kita
dan keputusan yang dihasilkan dapat sesuai dengan harapan.
35
Putusan pengadilan pajak dapat berupa:
Menolak
Mengabulkan sebagian atau seluruhnya
Menambah pajak yang harus dibayar
Membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung
Membatalkan
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan pertimbangan :
1) hasil penilaian pembuktian,
2) berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan, 3)
berdasarkan keyakinan Hakim.
Putusan diambil berdasarkan musyawarah dalam sidang tertutup yang dipimpin oleh
Hakim Ketua, dan apabila tidak dicapai kesepakatan maka putusan diambil
berdasarkan suara terbanyak, dan pendapat Hakim yang tidak sepakat dengan
putusan tersebut dinyatakan dalam putusan (dissenting opinion).
Pelaksanaan Putusan
Alat bukti yang dapat digunakan dalam persidangan untuk meyakinkan Majelis
Hakim dalam mengambil Putusan dapat berupa:
o Surat atau tulisan;
o Keterangan ahli;
o Keterangan para saksi;
o Pengakuan para pihak; dan/atau
o Pengetahuan Hakim
36
Dalam hal Wajib Pajak yang mengajukan banding pajak maka, jangka waktu
pelunasan pajak yang diajukan banding tertangguh sampai dengan 1 bulan sejak
tanggal penerbitan putusan banding. Penangguhan jangka waktu pelunasan pajak
menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga penagihan sebesar 2% per bulan
sebagaimana diatur dalam pasal 19 Undang-undang KUP, tidak diberlakukan atas
jumlah pajak yang belum dibayarkan pada saat pengajuan keberatan.
37
3. Permohonan peninjauan kembali (PK) dapat diterima apabila telah membayar LUNAS
panjar biaya perkara yang ditentukan dalam Surat Kuasa untuk Membayar (SKUM).
Besarnya biaya perkara PK putusan Pengadilan Pajak ditetapkan Ketua Mahkamah
Agung.
Rincian biaya perkara PK Putusan Pengadilan Pajak ditetapkan dengan Keputusan Ketua
PP No. Kep-005 Tahun 2002. Dari keputusan tersebut maka ditetapkan bahwa biaya
perkara PK sebesar Rp.2.652.000 dengan rincian sebagai berikut : a. Pengiriman biaya
PK di Mahkamah Agung Rp 2.500.000
b. Pemberitahuan dan penyerahan Memori PK kepada termohon Rp. 30.000
c. Penyerahan jawaban/Kontra Memori PK kepada Pemohon Rp. 30.000
d. Biaya pengiriman Berkas permohonan PK ke Mahkamah Agung Rp. 30.000
e. Pemberitahuan Putusan dan Penyerahan Putusan PK Rp. 60.000,00
f. Pencatatan Pernyataan PK Rp. 2.000
4. Permohonan peninjauan kembali (PK) diajukan paling lambat dalam jangka waktu 3
bulan sejak:
• Diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim pengadilan
pidana memperoleh kekuatan hukum tetap. (sesuai alasan huruf a)
• Ditemukan surat-surat bukti yang hari dan tanggal ditemukannya harus dinyatakan
dibawah sumpah dan disahkan oleh pejabat yang berwenang.(sesuai alasan huruf b)
Putusan Pengadilan Pajak yang dikirim kepada para pihak yang bersengketa.
(sesuai alasan huruf c, d,e)
5. Berkas permohonan peninjauan kembali disampaikan kepada Direktur Tata Usaha Negara
Mahkamah Agung dalam keadaan telah dijahit/dijilid/disusun dengan baik dalam bentuk
dan urutan seperti yang ditentukan dalam bundel A dan Bundel B. Kelengkapan berkas
pada Bundel A merupakan dokumen-dokumen dari pihak yang bersengketa sebagai alat
bukti dan data pendukung yang sesuai ketentuan kategori dokumen yang dapat diarsipkan
di Sekretariat Pengadilan Pajak serta dokumendokumen pendukung pelaksanaan sidang
yang dihasilkan selama persiapan proses proses persidangan.
Sedangkan kelengkapan berkas pada bundle B merupakan dokumen-dokumen dari pihak
yang bersengketa sebagai alat bukti dan data pendukung yang sesuai ketentuan
38
merupakan kategori dokumen yang akan dikirimkan ke Mahkamah Agung. Berikut
rinciannya:
Bundel A Bundel B
Surat Banding dan/atau Surat Gugatan Surat Pengantar
Surat Uraian Banding dan/atau Surat Salinan Resmi Putusan Pengadilan
Tanggapan Pajak dan softcopy dalam bentuk Rich
Text Format (rtf)
Surat Bantahan Bukti Pengiriman Resmi Putusan
Pengadilan Pajak
Risalah Sengketa Banding Bukti Pengiriman Biaya Perkara
Peninjauan Kembali
Penetapan Sidang dan/atau Revisi Akta Permohonan Peninjauan Kembali
Penetapan dan softcopy dalam bentuk Rich Text
Format (rtf)
Berita Acara Sidang Surat-surat terkait Novum
dan lampirannya
39
Surat Tugas Terbanding/Tergugat
Surat Kuasa Khusus dan Dokumen
Pendukungnya
Berita Acara Sidang Pemeriksaan
Berita Acara Sidang Pengucapan Putusan
Salinan Resmi Putusan
6. Permohonan peninjauan kembali (PK) dapat dicabut sebelum diputus, dan dalam hal
sudah dicabut permohonan peninjauan kembali tersebut tidak dapat diajukan lagi.
40
3.3.4 Proses Peninjauan Kembali
41
7. Dalam jangka waktu 30 hari Mahkamah Agung mengirimkan Salinan putusan
Peninjauan Kembali beserta berkas perkaranya ke Pengadilan Pajak
8. Panitera Pengadilan Pajak menyampaikan Salinan putusan Peninjauan Kembali kepada
pemohon dan pihak lawan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari dan wajib
mengirimkan bukti pengiriman pemberitahuan putusan tersebut kepada Mahkamah
Agung dalam jangka waktu 30 hari
PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak. Jadi,
misalnya dalam putusan Pengadilan Pajak menyebabkan timbulnya pajak yang masih harus
dibayar, maka jumlah tersebut harus dilunasi oleh Wajib Pajak dalam jangka waktu 1 bulan
sejak diterbitkannya putusan Pengadilan Pajak, meskipun Wajib Pajak mengajukan PK.
Dengan kata lain PK tidak menunda utang pajak. Apabila utang pajak tersebut tidak dilunasi,
Dirjen Pajak berwenang untuk melakukan penagihan pasif dan aktif mulai dari penerbitan
surat teguran, surat paksa, penyitaan sampai dengan lelang, meskipun WP mengajukan PK.
Sebaliknya apabila putusan Pengadilan Pajak menyebabkan terjadinya kelebihan
pembayaran pajak, maka Dirjen Pajak berdasarkan permohonan WP harus mengembalikan
kelebihan pembayaran pajak tersebut, meskipun Dirjen Pajak mengajukan PK atas putusan
Banding Pengadilan Pajak. Bagi pihak yang mengajukan upaya hukum PK, permohonan PK
dapat dicabut sebeum diputus, dan apabila permohonan sudah dicabut, permohonan PK
tersebut tidak dapat diajukan lagi (Pudyatmoko, 2009:197).
Keputusan Peninjauan Kembali
Berdasarkan pasal 93 UU Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dinyatakan bahwa
MA akan memeriksa dan memutus permohonan PK dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima oleh MA telah
mengambil putusan dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan
acara biasa
2. Dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak permohonan PK diterima oleh MA telah
mengambil putusan dalam hal Pengadilan Pajak mengambil putusan melalui pemeriksaan
acara cepat
3. Putusan atas permohonan PK harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum
42
3.3.5 Manajemen Peninjauan Kembali
Manajemen Pajak yang harus diperhatikan oleh Wajib Pajak sebagai pemohon
Peninjauan Kembali adalah:
43
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan pada bab sebelumnya, berikut hal singkat terkait manajemen pajak terhadap
proses keberatan, banding dan peninjauan kembali:
1. Pihak yang berperkara harus memenuhi syarat formal dan material dalam proses
penyelesaian sengketa, baik itu pada tahap keberatan, banding ataupun gugatan dan
upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali.
2. Pihak yang berperkara harus memerhatikan strategi dari tahapan persiapan, pelaksanaan
hingga pasca putusan dalam rangka menciptakan efisiensi dan efektivitas dari
penyelesaian sengketa pajak
3. Memerhatikan detail dalam proses hukum terutama dalam hal penunjukan kuasa hukum
serta penggunaan bukti yang kuat, disertai argumentasi dengan dasar hukum yang jelas,
komprehensif, dan menggunakan bahasa yang tegas di dalam kegiatan surat-menyurat
sehingga dapat meyakinkan Hakim dalam mengambil keputusan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Asriyani. (2017). Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Palu: Universitas Tadulako
Barata, A A. (2004). Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo
Gunadi. (2016). Panduan Komprehensif Ketentuan Umum Perpajakan Edisi Revisi 2016. Jakarta:
Penerbit Bee Media Indonesia
Mangkuprawira, Eddy TB. & B, Ayza. (2012). Modul Peradilan Administrasi Pajak. Depok: FISIP
UI.
Pudyatmoko, Y. Sri. (2009). Pengadilan dan Penyelesaian Sengketa di Bidang Pajak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Purwito M, A., & Komariah, R. (2010). Pengadilan Pajak. Depok: Lembaga Kajian Hukum Fiskal,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Santoso, Iman, & Rahayu, Ning. (2013). CORPORATE TAX MANAGEMENT Mengulas Upaya
Pengelolaan Pajak Perusahaan Secara Konseptual-Praktikal. Jakarta:Observation & Research
Taxation (Ortax).
Thuronyi, Victor. (1996). Tax Law Design and Drafting. International Monetary Fund (IMF)
Peraturan Terkait
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang
Pengadilan Pajak
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 tentang Tata Cara
Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Pajak.
Republik Indonesia. Keputusan Ketua Pengadilan Pajak No. : KEP-005 Tahun 2002 Tentang
Rincian Biaya Perkara Peninjauan Kembali Pengadilan Pajak