Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERPAJAKAN
“TATA CARA MENGHITUNG PAJAK”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Perekonomian Indonesia

Dosen Pengampu
Chaeranti Muldayani Dewi

Oleh : KELOMPOK 5
Arnia Priatna Mutia (22120049)
Yuliana (22120013)
Gabriel Baran Hayon (22120029)
I Nyoman Suryana (22120002)

SEKOLAHTINGGI ILMU EKONOMI (STIE)


PANCA BHAKTI PALU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahhi Wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpah rahmat, inayah taufik dan
hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam benyuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi
pendidikan dalam profesi keguruan.
kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................

KATA PENGANTAR ........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................ii

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah ........................................................................................2

II. PEMBAHASAN
2.1 Cara menghitung PPH................................................................................4
2.2 Cara menghitung PTKP..............................................................................6
2.3 Cara menghitung PKP................................................................................8

III. PENUTUP .....................................................................................................


3.1 Kesimpulan ................................................................................................11
3.2 Saran ..........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16
Tahun 2009 Pasal 1 Ayat 1, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembayaran pajak merupakan kewajiban
kenegaraan dan Wajib Pajak berperan untuk secara langsung dan bersama-sama
melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan
nasional.
Pertanggungjawaban atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai cerminan
kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada Wajib Pajak itu sendiri untuk
memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang
dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pada hakekatnya setiap Wajib Pajak baik Orang
Pribadi maupun Badan Hukum memiliki hasrat untuk membayar pajak lebih kecil. Dalam
dunia perpajakan sering dikenal dengan Tax Planning. Setiap Wajib Pajak baik Orang
Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di
Indonesia, wajib mengadakan pembukuan yang akan dipergunakan sebagai dasar
perhitungan pajak terutang pada satu tahun pajak. Hal ini telah diatur secara tegas dalam
pasal 28 ayat 1 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Nomor 16
tahun 2009 tentang Pembukuan dan Pemeriksaan.
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas dengan jumlah peredaran bruto tertentu, tidak diwajibkan untuk menyelenggarakan
pembukuan. Informasi yang benar dan lengkap tentang penghasilan Wajib Pajak sangat
penting untuk dapat mengenakan pajak yang adil dan wajar senilai dengan kemampuan
ekonomis Wajib Pajak. Untuk dapat menyajikan informasi yang dimaksud, Wajib Pajak
harus menyelenggarakan pembukuan.
Undang-undang Perpajakan bermaksud mendorong semua Wajib Pajak untuk
menyelenggarakan pembukuan, karena dengan pembukuan tersebut self assessment

1
system yang dianut perundang-undangan perpajakan nasional dapat terlaksana dengan
lebih murni. Namun dapat kita sadari bahwa tidak semua Wajib Pajak mampu dan tidak
bersedia menyelenggarakan pembukuan, mengingat bahwa sebagian besar Wajib Pajak
yang menjalankan pekerjaan bebas di Indonesia belum semuanya mengerti cara melakukan
pembukuan. Selain itu terdapat sebagian Wajib Pajak yang tidak mengadakan pembukuan
karena menganggap biaya untuk mengadakan pembukuan itu terlampau besar karena
tidak mudah untuk membuatnya dan membutuhkan waktu lebih banyak, termasuk Auditor
di KAP Arthawan Edward lebih memilih melakukan metode Norma Penghitungan dibanding
Pembukuan, meskipun para Auditor tersebut sebenarnya mampu untuk melakukan
Pembukuan .
Untuk memberikan kemudahan dalam menghitung besarnya penghasilan neto bagi
Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto
tertentu, diaturlah suatu cara atau pedoman yang lebih terbuka, 3 adil dan sederhana yang
disebut norma penghitungan. Menurut Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) adalah pedoman untuk menentukan
besarnya penghasilan neto yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan
disempurnakan secara terus-menerus. Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
hanya boleh digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya kurang
dari jumlah Rp. 4.800.000.000,00 (empat milliar delapan ratus juta rupiah). Untuk dapat
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) tersebut Wajib Pajak Orang
Pribadi harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. Pada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam
memenuhi kewajiban perpajakannya yaitu dalam penghitungan, penyetoran, dan
pelaporan SPT tahunannya menyelenggarakan pembukuan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Tata cara menghitung pajak penghasilan
2. Tata cara menghitung penghasilan tidak kena pajak
3. Tata cara menghitung penghasilan kena pajak
1.2 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa dan tata cara menghitung pajak penghasilan
2. Mengetahui tata cara menghitung penghasilan tidak kena pajak
3. Menegtahui tata cara menghitung penghasilan kena pajak

3
Bab II
PEMBAHASAN

2.1 Cara Perhitungan Pajak Penghasilan (PPH)

Salah satu jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh setiap warga negara adalah Pajak
Penghasilan (PPh). Oleh karena itu perhitungan pajak penghasilan menjadi sangat penting
diketahui bagi Anda yang sudah berpenghasilan.

Pajak penghasilan dibebankan kepada seseorang yang sudah memiliki penghasilan


yang diatur dalam undang-undang tentang pajak. Disebutkan bahwa yang terkena pajak PPh
adalah semua bentuk penghasilan, termasuk upah, gaji, tunjangan, honorarium, atau
pembayaran lain yang berhubungan dengan jasa, kegiatan, jabatan atau pekerjaan.

Pengetahuan tentang cara perhitungan pajak penghasilan ini berguna bagi wajib pajak
dalam proses pelaporan pajak. Perhitungan pajak penghasilan sendiri dihitung berdasarkan
besaran upah yang diterima, semakin besar upah maka semakin tinggi pajak yang
dikenakan.Berikut langkah-langkah dalam perhitungan pajak penghasilan yang perlu Anda
ketahui untuk memudahkan Anda dalam membayar kewajiban sebagai warga negara.

 Cara Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Badan 

Pada umumnya, perhitungan tarif pajak penghasilan badan adalah 25% dari Penghasilan
Kena Pajak. Jumlah ini telah diatur dalam peraturan pajak sehingga setiap badan usaha wajib
mematuhi dan dengan cermat menghitung pajak yang harus dibayarkan agar menjadi badan
usaha yang patuh terhadap peraturan wajib pajak badan usaha.

Untuk menghitung PPh Badan ini memiliki beberapa cara, karena itu kamu perlu
mengetahui cara menghitung pajak penghasilan agar dapat mengelola pajak secara benar:

PT Sentosa Raya Buana mendapatkan penghasilan kotor senilai Rp2 miliar, maka besaran
pajak penghasilan dari PT Sentosa Raya Buana yaitu:

50% x 25% x Rp5 Miliar = Rp625 juta

Namun selama periode tahun 2019, PT Sentosa Raya Buana telah menyetorkan pajak
penghasilan karyawan ke kas negara senilai Rp100 juta dan pajak PPh pasal 23 senilai
Rp200 juta. Maka, pajak penghasilan terutan PT. Sentosa Raya Buana yaitu:

4
Rp625 juta – Rp100 juta – Rp200 juta = Rp325 juta

Rp325 juta merupakan angka bisa dicicil oleh PT. Sentosa Raya Buana ke kas negara atas
penghasilan badan usaha di tahun 2019.

Karenanya, jumlah di atas adalah sisa pajak yang harus dibayarkan PT. Sentosa Raya Buana
di tahun 2019.

Pajak tersebut dapat dicicil dengan meminta persetujuan dari kantor pajak setempat.

No Keterangan Jumlah
1 Penghasilan Kotor 2.000.000.000
2 Kredit Pajak PPh 21 100.000.000
3 Kredit Pajak PPh 23 200.000.000
4 Pajak Penghasilan Badan (50% x 25% Rp2 Miliar) 625.000.000
5 Pajak Penghasilan Terutang ((4)-(2)-(3)) 325.000.000
 

Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tetap

Dikutip dari situs DJP, karyawan tetap adalah karyawan yang menerima penghasilan dalam
jumlah tertentu secara teratur atau pegawai yang berstatus kontrak dalam jangka waktu yang
telah ditentukan, yang menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

1. Berikut ini adalah contoh-contoh penghitungan PPh 21 untuk karyawan atau


pegawai tetap dengan memperhitungkan PTKP.

Alya adalah karyawati pada perusahaan PT. ABC dengan status menikah dan mempunyai
tiga anak. Suami Alya merupakan pegawai di perusahaan PT BCD. Alya menerima gaji Rp
7.000.000 per bulan. PT. ABC mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan
membayarkan iuran pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan sebesar 1% dari perhitungan gaji,
yakni senilai Rp 70.000 per bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan
Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Alya
membayar iuran (JHT) setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi Jaminan Kecelakaan
Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-
masing sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Pada bulan Mei 2020, di samping menerima
pembayaran gaji, Alya juga menerima uang lembur (overtime) senilai Rp 2.000.000.

Maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut:

Gaji Pokok 7.000.000

5
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada) 2.000.000

(ii) JKK 0,24% 16.800

JK 0,3% 21.000

Penghasilan Bruto 9.037.800

Pengurangan:                       

1. (iii) Biaya jabatan 5% x 9.037.800 451.890           


2. Iuran Jaminan Hari Tua (JHT), 2% dari gaji pokok 140.000
3. (iv) Jaminan Pensiun (JP), 1% dari gaji pokok   70.000 (661.890)

Penghasilan neto (bersih) sebulan 8.375.910

(v) Penghasilan neto setahun 12 x 8.375.910 

100.510.920

(vi) PTKP (54.000.000)  

 Penghasilan Kena Pajak Setahun 46.510.920

(vii) Pembulatan ke bawah 46.510.000

PPh Terutang 5% x 46.510.920 2.325.500       

PPh Pasal 21 Bulan Mei = 2.325.500/12 193.792

Ilustrasi di atas berlaku bagi wajib pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sementara, bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP, akan dikalikan 120%, sehingga
PPh Pasal 21 Bulan Mei menjadi Rp 193.792 x 120% = Rp 232.550

2. Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan dengan Tunjangan Pajak

Cara menghitung PPh 21 karyawan atau pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak
(gross up) dari perusahaan tempatnya bekerja adalah dengan memperlakukan tunjangan
pajak sebagai penghasilan pegawai dan ditambahkan pada penghasilan yang diterimanya.

Contoh Perhitungan PPh 21 secara manual untuk karyawan yang menerima tunjangan pajak
adalah sebagai berikut:

6
Farhan bekerja pada PT ABCD. Status-nya belum menikah dan tidak mempunyai
tanggungan dengan gaji bersih senilai Rp 7.500.000 sebulan. Perusahaan tempatnya bekerja
memberikan tunjangan pajak penuh kepada Farhan sejumlah Rp 35.167. Sementara, iuran
pensiun yang dibayar Farhan adalah Rp 75.000 sebulan.

Jadi, Contoh Hasil Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Agustus 2020 bagi Farhan
yang tidak menerima penghasilan lain dari PT. ABCD selain gaji adalah:

Gaji Pokok 7.500.000

(i) Tunjangan Pajak 35.167

Penghasilan bruto (kotor) sebulan 7.464.833

Pengurangan                        

1. (iii) Biaya Jabatan: 5% x 7.464.833,00 = 373.242 373.242


2. Iuran/Jaminan Hari Tua, 2% dari gaji pokok 150.000
3. (iv) JP (Jaminan Pensiun), 1% dari gaji pokok, jika ada 75.000

                                                                                                                   (598.242)

(v) Penghasilan neto (bersih) sebulan                                                       .866.591

Penghasilan neto setahun 12 x 6.866.591=  82.399.092

PenghasilanTidakKenaPajak
(PTKP)                                                                                             54.000.000                           
                                                                                     

 (vii) Penghasilan Kena Pajak Setahun  28.399.092

(viii) Pembulatan ke bawah     28.399.000

PPh Terutang 5% x 28.399.000 = 1.419.950

PPh Pasal 21 Bulan September = 1.419.950/ 12= 118.329

Jika wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka PPh 21 perlu dikalikan 120%, sehingga PPh
21 terutangnya menjadi Rp 118.329 x 120% = Rp 141.995.

7
3. Cara Perhitungan PPh 21 Karyawan Tidak Tetap Tidak Berkesinambungan

Mengutip situs resmi DJP, pegawai tidak tetap tidak berkesinambungan adalah orang pribadi
selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh 21 dan/atau PPh 26
sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi
penghasilan.

Berikut ini adalah cara menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 pegawai tidak tetap yang
menerima penghasilan tidak berkesinambungan:

Arzi adalah pegawai tenaga lepas untuk desain grafis di PT. CDE dengan penghasilan Rp
8.000.000.

Besarnya PPh 21 yang terutang adalah:

5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 200.000.

Bila Arzi tidak memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah:

120% x 5% x 50% x Rp 8.000.000,00 = Rp 240.000.

Penjelasan:

Karena Arzi bukan pegawai tetap di PT. CDE, maka PKP yang dikenakan sebesar 50% dari
jumlah penghasilan bruto.

Hal ini sesuai dengan peraturan PER-32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c. Sedangkan tarif PPh Pasal
21 untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000 adalah 5%.

 Perhitungan Pajak Penghasilan Bersih Selama Setahun

Untuk besaran penghasilan sendiri tidak hanya berupa gaji atau upah saja, melainkan juga
termasuk tunjangan-tunjangan yang diterima oleh Anda. Semua penghasilan yang diterima
oleh seorang pegawai dalam setahun ini disebut dengan penghasilan kotor.

Sementara itu, perhitungan pajak penghasilan dikenakan pada penghasilan bersih yang
diterima seseorang dalam satu tahun. Sebelum perhitungan pajak penghasilan, Anda perlu
mengetahui lebih dulu jumlah penghasilan bersih yang diterima dari tempat Anda bekerja
selama satu tahun.

8
Penghasilan bersih dihitung dari penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Di dalamnya termasuk biaya pensiun, hutang, dan
kredit bank.

 Simulasi Perhitungan Pajak Penghasilan

Untuk lebih memudahkan Anda dalam perhitungan pajak penghasilan, silahkan simak
simulasi perhitungan pajak penghasilan atau PPh berikut ini:

Aditia merupakan seorang kepala keluarga dengan satu anak. Aditia bekerja di salah satu
perusahaan swasta. Penghasilan bruto (kotor) yang terdiri dari gaji, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah senilai Rp100.000.000. Aditia membayar iuran pensiun dan
tunjangan hari tua senilai Rp2.000.000 setiap bulan. Maka, berikut perhitungan pajak
penghasilan yang harus dibayar oleh Aditia.

1. Hitung penghasilan bersih (Penghasilan Bruto - beban tanggungan) Rp100.000.000 -


Rp2.000.000 = Rp98.000.000
2. Hitung PTKP (PTKP = Pribadi + Istri + Anak) Rp54.000.000 + Rp4.500.000 +
Rp4.500.000 = Rp63.000.000
3. Hitung PKP (PKP = Penghasilan bersih - PTKP) Rp98.000.000 - Rp63.000.000 =
Rp35.000.000
4. Hitung PPh (PKP x Persentase PPh) Karena PKP Aditia kurang dari Rp50.000.000,
maka pajak yang harus ia bayarkan adalah 5% dari PKP-nya Rp35.000.000 x 5% =
Rp1.750.000
5. Maka, PPh yang harus dibayarkan Aditia selama setahun adalah sebesar
Rp1.750.000.

Contoh lain perhitungan pajak penghasilan belum menikah


Ridwan adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta yang belum menikah.
Dengan begitu, berikut simulasi perhitungan pajak Ridwan.

1. Gaji per bulan = Rp6.000.000


2. Penghasilan neto per tahun = Rp6.000.000 x 12 = Rp72.000.000
3. PTKP = Rp54.000.000
4. PKP Ridwan = Rp72.000.000 – Rp54.000.000 = Rp18.000.000
5. Pembayaran PPh (tarif 5%) = 5% x Rp18.000.000 = Rp900.000
6. PPh tersebut sudah dipotong oleh pemberi kerja (perusahaan), sehingga saat
melaporkan pajak di SPT Tahunan nihil atau tidak kurang bayar pajak.

9
 Kesalahan Cara Perhitungan Pajak Penghasilan

Perhitungan pajak penghasilan sebetulnya mudah. Hanya saja kesalahan mendasar dalam
menerapkan cara perhitungan pajak penghasilan membuat hal ini jadi terlihat rumit.

Dengan demikian, penting bagi Anda untuk menghindari kesalahan saat perhitungan pajak
penghasilan. Berikut beberapa kesalahan yang biasanya dilakukan saat perhitungan pajak
penghasilan.

2.2 Mengenal Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

Sesuai namanya, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) digunakan sebagai dasar
untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) seorang Wajib Pajak. Menurut Pasal 7 UU Pajak
Penghasilan No. 36 Tahun 2008 yang sudah tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan
(PMK), PTKP mencakup jumlah pemasukan Wajib Pajak yang tidak dikenakan PPh Pasal
21. 
Apabila penghasilan Wajib Pajak tidak lebih dari PTKP, maka ia tidak akan
dikenakan pajak penghasilan Pasal 21. Namun, jika penghasilan Wajib Pajak melebihi
PTKP, maka ia wajib membayar pajak penghasilan Pasal 21 dengan hitungan penghasilan
neto setahun yang sudah dikurangi PTKP.

 Besaran PTKP Bagi Wajib Pajak

Besaran Penghasilan Kena Pajak (PTKP) masing-masing Wajib Pajak jelas berbeda,
menyesuaikan jumlah pendapatan masing-masing dan mengikuti aturan yang tercantum.
Aturan terbaru menetapkan bahwa PTKP untuk Wajib Pajak pribadi adalah sebesar Rp
54.000.000 setahun atau Rp 4.500.000 per bulan. Jadi, bisa disimpulkan bahwa pendapatan
di bawah atau sama dengan Rp 4.500.000 per bulan akan dibebaskan dari pungutan PPh 21.
Sebab, jumlah pendapatan tersebut dalam satu tahun tidak melebihi ambang batas PTKP.
Namun jika jumlah pendapatan dalam satu tahun melebihi ambang batas PTKP, Wajib Pajak
akan dikenai pungutan PPh 21.
Berikut in merupakan rincian besaran tarif PTKP terbaru untuk menghitung Penghasilan
Tidak Kena Pajak sesuai Peraturan Menteri Keuangan RI No. 101/PMK.010/2016 dapat
dilihat dalam tabel berikut:
 
Besaran
Keterangan Status
PTKP

Tidak Kawin Tanpa Tanggungan TK 0 Rp54.000.000

10
Tidak Kawin 1 Tanggungan TK 1 Rp58.500.000

Tidak Kawin 2 Tanggungan TK 2 Rp63.000.000

Tidak Kawin 3 Tanggungan TK 3 Rp67.500.000

Kawin Tanpa Tanggungan K0 Rp58.500.000

Kawin 1 Tanggungan K1 Rp63.000.000

Kawin 2 Tanggungan K2 Rp67.500.000

Kawin 3 Tanggungan K3 Rp72.000.000

Kawin Penghasilan Istri Digabung dengan Suami Tanpa


K/I/0 Rp112.500.000
Tanggungan

Kawin Penghasilan Istri Digabung dengan Suami 1 Tanggungan K/I/1 Rp117.000.000

Kawin Penghasilan Istri Digabung dengan Suami 2 Tanggungan K/I/2 Rp121.500.000

Kawin Penghasilan Istri Digabung dengan Suami 3 Tanggungan K/I/3 Rp126.000.000

 
 Cara Menghitung PTKP

Sekarang, mari masuk dalam pokok pembahasan tentang cara menghitung Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP. Sebenarnya, Anda cukup menyesuaikan dengan besaran PTKP
yang telah ditentukan. Untuk lebih memahaminya, Anda bisa menyimak contoh kasus
berikut ini:
Tuan A yang merupakan karyawan PT. Maju sudah menikah dan memiliki seorang anak.
Pasangan Tuan A tidak berpenghasilan sendiri. Gaji pokok Tuan A per bulan adalah
Rp10.000.000. Berapa besaran PPh yang harus dibayar Tuan A?
Bila kita hitung, berarti rinciannya adalah sebagai berikut:
Gaji pokok per bulan = Rp10.000.000
Pengurang: 

 Biaya jabatan = 5% x Rp10.000.000 = Rp500.000


 Biaya pensiun = 1% x Rp10.000.000 = Rp100.000
 Total = Rp600.000

Penghasilan neto = Rp9.400.000/bulan; Rp112.800.000/tahun


PTKP (K 1) = Rp63.000.000

11
Penghasilan Kena Pajak = Rp49.800.000
PPh Terutang = 5% x Rp49.800.000 = Rp2.490.000
PPh Pasal 21 per bulan = Rp2.490.000/12 = Rp207.500
Jadi, Tuan A harus membayar PPh 21 sebesar Rp207.500 per bulan atau Rp2.490.000
setahun. 

2.3 Penghasilan Kena Pajak (PKP)

 Penghasilan Kena Pajak Menurut Undang-Undang


Di Indonesia, PKP diatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.

Tepatnya pada Pasal 17, dijelaskan bahwa PKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi ditetapkan
dalam persentase yang diklasifikasi jumlah penghasilan dalam satu tahun.

Untuk lebih jelasnya tarif pajak yang ditetapkan pemerintah ini jadi dasar perhitungan untuk
menentukan besarnya pajak penghasilan yang terutang adalah PKP.

Adapun besaran persentase tariff PKP adalah sebagai berikut:

Tarif Pajak Tarif Pajak (Tidak


Lapisan Penghasilan Kena Pajak
(Memiliki NPWP) Memiliki NPWP)

Hingga Rp50.000.000 dalam


5% 6%
setahun

Di atas Rp50.000.000 hingga


15% 18%
Rp250.000.000 dalam setahu

Di atas Rp250.000.000 sampai


25% 30%
Rp500.000.000

Di atas Rp500.000.000 30% 36%

Sedangkan bagi Wajib Pajak Badan, tarifnya sebesar 25% berlaku sejak tahun pajak 2010
yang semula 28%.

Selain Pasal 17, Undang-Undang juga mengatur perhitungan PKP bagi

Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap pada Pasal 6.

Di mana PKP merupakan perhitungan dari penghasilan bruto yang dikurangi dengan biaya-
biaya tertentu yang meliputi:

12
 Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan operasional usaha seperti
biaya pembelian, bunga, premi asuransi
 Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi
 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
 Kerugian karena penjualan
 Kerugian selisih kurs mata uang
 Biaya penelitian atau pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
 Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
 Piutang yang tidak dapat ditagih dengan persyaratan yang diatur dalam Undang-Undang
 Sumbangan dana dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur
dalam Peraturan Pemerintah
 Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah
 Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah
 Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah

Dalam Pasal 6 UU No 36 Tahun 2008 tentang PPh juga menjelaskan Wajib Pajak
(WP) berhak mendapat kompensasi ketika mengalami kerugian setelah pemotongan dari
penghasilan bruto.

Kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut hingga 5 tahun.

Sedangkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, perhitungan PKP bisa dikurangi dengan nilai
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

13
Bab III
Kesimpulan

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan pajak merupakan kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatannegara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari
perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah untuk
mengadakan berbagai macam fungsi.

3.2 Saran
Sistem perpajakan di Indonesia yang menggunakan Self Assement System ini
memang memberikan kebebasan bagi wajib pajak orang pribadi untuk menghitung,
menetapkan dan melaporkan sendiri pajak penghasilannya, akan tetapi dengan sistem
perpajakan seperti ini wajib pajak harus lebih ditingkatkan kesadaran dan pemahaman
mengenai pentingnya pemenuhan pajak serta mengenai penghasilan seperti apa yang
merupakan objek pajak penghasilan.

14
Daftar Pustaka
http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-VI-
kapita-selekta.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/1018/4/3HK09904.pdf
http://ymayowan.lecture.ub.ac.id/files/2014/09/Pajak-penghasilan-kel-3.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai