Anda di halaman 1dari 14

ETIKA DALAM PERPAJAKAN

Segala puji syukur kehadirat tuhan YME yang telah memberikan rahmat & karunianya
sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. “ETIKA DALAM PERPAJAKAN”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “ETIKA PROFESI
AKUNTANSI” di Universitas Pembangunan Panca Budi..

Penulis manyadari bahwa Makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca, sehingga Makalah ini
dapat digunakan dengan baik. Harapan penyusun semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan menambah pengetahuan terutama bagi penyusun serta bermanfaat bagi pembaca.

 
 
 
 
 
 Medan, 19 November 2019
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................

1.3 Tujuan...........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................

2.1 Tanggung Jawab Akuntan Pajak...................................................................................

2.2 Etika Akuntan Pajak.....................................................................................................

2.3 Kode Etik Konsultan Pajak...........................................................................................

2.4 Kode Etik Konsultan Pajak – Kepribadian...................................................................

2.5 Kode Etik Konsultan Pajak – Teman Profesi...............................................................

2.6 Kode Etik Konsultan Pajak – Wajib Pajak...................................................................

2.7 Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan Klien....................................................

2.8 Contoh Kasus Etika Konsultan Pajak............................................................................

BAB III PENUTUP.............................................................................................................

3.1 Kesimpulan....................................................................................................................
3.2 Saran..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Etika adalah prinsip moral yang memberikan pegangan bagi tingkah laku seseorang.
Seseorang bertindak secara etis bila memperhatikan dampak dari tindakannya terhadap
lingkungan sosialnya.Etikamerupakan sebuah nilai luhur yang wajib dimiliki olehsetiap individu.
Berbicara perihal etika, apapun bentuknya pasti berkaitan dengan nilai. Etika memang tak kasat
mata, namun memiliki pengaruh yang luar biasadalam segala segi kehidupan.

Ketika etika itu dikaitkan dengan perpajakan, maka akanbanyak sekali pihak yang terlibat
di dalamnya. Bahkan bisa dikatakan semua pihak adadi dalamnya. Secara subyektif seluruh
warga Negara adalah wajib pajak. Dengan demikian artinya etika perpajakan ini wajib dimiliki,
dimengerti dan diamalkan oleh setiap individu. Pendapatan terbesar Negara ini didapatkan dari
sektor pajak, Pajak inilah yang digunakan untuk pembangunan baik sektor infrastukrtur maupun
pembangunandibidang lainnya.Belakangan ini topik perpajakan banyak disoroti oleh berbagai
pihak dalam berbagai perspektif.Bagaimana pembangunan dinegara ini akan maju
jikapendapatan untuk pembangunan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. Apalagi
penyimpangan ini sudah dianggap menjadi sebuah tradisi. Namun sangatlah tidak bijak ketika
membicarakan etika perpajakan, hanya menunjuk satu pihak saja, misalnya pemerintah yang
bertindak sebagai fiskus.Tidak dapat dipungkiri bahwa fiskus merupakan salah satu aktor utama
dalamperpajakan. Namun ada dua aktor utama lainnya, yaitu konsultan pajak dan wajib pajak itu
sendiri.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah yaitu :
1. Apa Saja Tanggung Jawab Akuntan Pajak?

2. Bagaimana Etika Akuntan Pajak?.

3. Bagaimana Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan Klien?

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan yaitu :

1. Untuk Mengetahui Tanggung Jawab Akuntan Pajak

2. Untuk MengetahuiEtika Akuntan Pajak.

3. Menguraikan Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan Klien

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tanggung Jawab Akuntan Pajak

Akuntansi perpajakan adalah bidang akuntansi yang mengkalkulasi, menangani,


mencatat, bahkan menganalisa dan membuat strategi perpajakan sehubungan dengan kejadian-
kejadian ekonomi (transaksi) yang terjadi dalam suatu organisasi.Peranannya dalam
organisasiadalah signifikan, yaitumembuat perencanaan dan strategi perpajakan, memberikan
analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang, menerapkan
perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan, mulai dari penilaian/penghitungan,
pencatatan/pengakuan atas pajak,dan penyajiannya di dalam laporan komersial maupun laporan
fiskal perusahaan, serta dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih
baik, sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.

Tanggung jawab utama praktisi pajak adalah sistem pajak. Suatu sistem pajak yang baik
dan kuat harus terdiri dari entitas administrasi pajak, kongres, administrasi dan komunitas
praktisi. Selain itupraktisi pajak juga harus mempunyai kemampuan, loyalitas dan kerahasiaan
klien, hal ini disebut juga sebagai tanggung jawab praktisi atas sistem pajak yang baik.Praktisi
pajak membantu dalam mengatur hukum pajak secara jujur dan adil dalam pelayanan dan
pengembangan kepercayaan klien dalam integritas dan kepatuhan terhadap sistem pajak.

Praktisi pajak lebih baik melayani publik dengan mengadopsi suatu sikap. Aturan etika
yang fundamental dalam praktik perpajakan pada tingkat etika personal adalah praktisi pajak
harus mengijinkan klien untuk membuat keputusan final. Disamping itu praktisi harus
bertanggung jawab tidak menyediakan informasi yang salah untuk pemerintah.

2.2 Etika Akuntan Pajak

Dalam kaitannya dengan etika akuntan pajak, AICPA mengeluarkan Statemet on


Responsibilities in Tax Practice (SRTP). Adapun isinya adalah sebagai berikut:

1. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 1, Tax Return Positions (Posisi


Pengembalian Pajak)
Statemen ini menetapkan standar masa depan yang bisa diterapkan untuk anggota ketika
merekomendasikan tingkat pengembalian pajak dan menyiapkan atau menandatangani surat
pembayaran pajak (termasuk klaim untuk lebih bayar) yang disimpan dengan mengenakan pajak
otoritas. Karena tujuan standar ini, suatu nilai pajak terutang, (a) mencerminkan tingkat
pengembalian pajak seperti yang mana wajib pajak telah secara rinci membicarakannya dengan
anggota atau (b) suatu anggota mempunyai pengetahuan semua fakta yang bersifat material dan,
atas dasar fakta itu, telah menyimpulkan apakah posisinya sudah sesuai. Karena tujuan standar
ini, suatu wajib pajak adalah klien, pemberi kerja, atau pihak ketiga lain penerima jasa pajak.

2. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 2, Answers to Questions on Returns


(Jawaban Pertanyaan atas Pengembalian)

Statemen Ini menetapkan standar yang bisa diterapkan untuk anggota ketika
menandatangani suatu pajak kembalian jika atau mempertanyakan kelebiahan pajak kembalian.
Istilah questionsincludes meminta informasi untuk pajak kembalian di dalam perusahaan.
Instruksi, atau di dalam peraturan, ya atau tidaknya dinyatakan format suatu pertanyaan.

Pernyataan: Suatu anggota perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh
informasi dari wajib pajak yang diperlukan untuk menyediakan jawaban sesuai dengan semua
pertanyaan atas suatu pajak kembalian sebelum ditandatangani.

3. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 3, Certain Procedural Aspects of Preparing


Returns (Aspek prosedur tertentu dalam menyiapkan Pengembalian)

Dalam menyiapkan atau menandatangani suatu pajak kembalian, suatu anggota dengan
hati jujur boleh mempercayakan, tanpa verifikasi, atas informasi yang diberikan oleh wajib pajak
atau dengan pihak ketiga. Bagaimanapun, suatu anggota mestinya tidak mengabaikan tentang
implikasi yang melengkapi informasi tersebut dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika
informasi nampak seperti ada kesalahan, tidak sempurna, atau plin-plan baik di bagian depannya
atau atas dasar lain fakta tidak diketahui oleh suatu anggota. Jika hukum perpajakan atau
peraturan memaksakan suatu kondisi dengan rasa hormat, seperti pemeliharaan buku dan arsip
atau memperkuat dokumentasi wajib pajak untuk mendukung pengurangan yang dilaporkan ke
kantor pajak, suatu anggota perlu membuat pemeriksaan yang sesuai untuk menentukan kondisi
yang dijumpai untuk memberi kepuasan kepada wajib pajak.

4. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 4, Use of Estimates(Penggunaan Estimasi)

Kecuali jika yang dilarang oleh undang-undang atau menurut peraturan, suatu anggota
boleh menggunakan taxpayer’s untuk menaksir persiapan suatu pajak kembalian jika itu
bukanlah praktis untuk memperoleh data tepat dan jika anggota menentukan bahwa perkiraan
yang layak adalah didasarkan pada keadaan dan fakta saat itu yang diperlihatkan kepada anggota.
Jika perkiraan dengan taxpayer’s digunakan, mereka harus diperlihatkan dengan suatu cara yang
tidak menyiratkan ketelitian lebih besar disbanding yang ada.
5. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 5, Departure From a Position Previously
Concluded in an Administrative Proceeding or Court Decision (Keberangkatan dari suatu posisi
yang sebelumnya disampaikan di dalam suatu kelanjutan administrative atau keputusan
pengadilan)

Pajak Kembalian berkenaan dengan memposisikan suatu item ketika ditentukan di dalam
suatu kelanjutan administratif atau keputusan pengadilan/lingkungan tidak membatasi suatu
anggota merekomendasikan dari suatu pajak yang berbeda, kemudian memposisikannya
kembali, kecuali jika wajib pajak dalam pemeriksaan. Oleh karena itu, ketika disiapkan dalam
bentuk Statement on Responsibilities in Tax Services No.1, pajak kembalian diposisikan,
anggota boleh merekomendasikan sebuah pajak kembalian untuk memposisikan atau
menyiapkan suatu pajak kembalian yang memerlukan pemeriksaan dari suatu item ketika
disimpulkan untuk suatu kelanjutan administratif atau meramahi keputusan berkenaan dengan
suatu kembali wajib pajak.

6. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 6, Knowledge of Error: Return Preparation


(Pengetahuan Kesalahan: Persiapan Kembalian)

Suatu anggota perlu menginformasikan kepada wajib pajak dengan segera atas suatu
kesalahan di dalam suatu pajak kembalian yang disimpan atau ketika sadar akan kegaalan suatu
taxpayer’s untuk memfile suatu kembalian yang diperlukan. Seorang anggota perlu
merekomendasikan ukuran yang diambil untuk melakukan koreksi, seperti rekomendasi yang
diberi dengan lisan. Anggota tidaklah diwajibkan untuk menginformasikannya untuk
mengenakan pajak otoritas, dan suatu anggota tidak boleh melakukannya tanpa ijin taxpayer’s,
kecuali ketika yang diperlukan di depan hukum.

Jika suatu anggota diminta untuk kembalian untuk tahun sekarang dan wajib pajak belum
mengambil tindakan yang sesuai untuk mengoreksi suatu kesalahan utama di dalam suatu tahun
kembalian, anggota perlu mempertimbangkan apakah untuk menarik dari menyiapkan kembalian
itu dan apakah suatu professional melanjutkan hubungan atau hubungan ketenaga-kerjaan
dengan wajib pajak itu. Jika anggota menyiapkan, seperti itu kembalian tahun ini, anggota perlu
mengambil langkah-langkah layak untuk memastikan bahwa kesalahan itu tidaklah diulangi.

7. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 7, Knowledge of Error: Administrative


Proceedings (Pengetahuan Kesalahan: Cara kerja administrasi)

Jika suatu anggota sedang mewakili suatu wajib pajak di dalam administratifnya untuk
suatu kembalian yang berisi suatu kesalahan, maka anggota perlu menginformasikannya kepada
wajib pajak itu. Anggota perlu merekomendasikan ukuran yang akan diambil untuk
mengoreksinya, yang mungkin diberi dengan lisan. Suatu anggota bukan diwajibkan untuk
menginformasikan hal itu mengenakan pajak otoritas maupun mengijinkan untuk melakukannya
tanpa ijin tax payer’s, kecuali jika yang diperlukan di depan hukum. Suatu anggota perlu
meminta persetujuan tax payer’s untuk menyingkapkan kesalahan kepada pajak authority.

8. Statement on Responsibilities in Tax Services No. 8, Form and Content of Advice to


Taxpayers (Format dan isi nasihat pada klien)

Suatu anggota tidaklah diperlukan untuk mengikuti suatu bentuk standar atau petunjuk
dalam berkomunikasi lisan atau tertulisdalam memberi petunjuk kepada suatu wajib pajak. Suatu
anggota perlu berasumsi bahwa petunjuk pajak yang disajikan ke suatu wajib pajak akan
mempengaruhi cara di mana berbagai hal atau transaksi yang akan dipertimbangkan. Oleh karena
itu, untuk semua petunjuk pajak diberikan kepada suatu wajib pajak, suatu anggota perlu
mengikuti aturan yang baku dalam Statement on Responsibilities inTax Services No. 1.

Pengembangan yang berikutnya mempengaruhi petunjuk yang sebelumnya menyajikan


berbagai hal penting, kecuali sedang membantu seorang wajib pajak di dalam menerapkan
prosedur atau rencana yang berhubungan dengan petunjuk menyajikan atau ketika suatu anggota
melakukan kewajiban ini dengan persetujuan spesifik.

2.3 Kode Etik Konsultan Pajak

Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan
pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Kode Etik IKPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir, bersikap dan
bertindak bagi setiap anggota IKPI. Setiap anggota IKPI wajib menjaga citra martabat profesi
dengan senantiasa berpegang pada Kode Etik IKPI. Kode Etik IKPI juga mengatur sanksi
terhadap tidak dipenuhinya kewajiban atau dilanggarnya larangan oleh anggota IKPI.

2.4 Kode Etik Konsultan Pajak – Kepribadian

- Konsultan Pajak Indonesia wajib setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
- Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi integritas, martabat dan
kehormatan profesi Konsultan Pajak.
- Melakukan tugas profesi dengan penuh tanggung jawab, dedikasi tinggi dan independen.
- Menjaga kerahasiaan dalam menjalankan profesi.
- Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
- Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri,
kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan.
- Meminjamkan ijin praktik untuk digunakan oleh pihak lain.
- Menugaskan karyawannya atau pihak lain yang tidak menguasai pengetahuan perpajakan
untuk bertindak, memberikan nasehat dan menangani urusan perpajakan.

2.5 Kode Etik Konsultan Pajak – Teman Profesi

Konsultan Pajak Indonesia dilarang:

- Menarik pelanggan yang diketahui atau patut dapat diketahui bahwa pelanggan tersebut
merupakan pelanggan Konsultan Pajak lain.
- Membujuk karyawan dari Konsultan Pajak lain untuk pindah menjadi karyawannya.
- Menerima pelanggan pindahan dari Konsultan Pajak lain tanpa memberitahukan kepada
Konsultan Pajak lain tersebut, dan harus secara jelas dan meyakinkan secara legal bahwa
pelanggan tersebut telah mencabut kuasanya dari Konsultan Pajak lain tersebut.

2.6 Kode Etik Konsultan Pajak – Wajib Pajak

Konsultan Pajak Indonesia wajib:

- Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan dengan memelihara kepercayaan


masyarakat; bersikap jujur dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa;
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak boleh menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip; mampu melihat mana yang
benar, adil dan mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati – hatian.

- Bersikap profesional: senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa


yang dilakukan; senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati
kepercayaan masyarakat dan pemerintah; melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati-
hatian, dan mempunyai kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan.

- Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak: Harus menghormati dan menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama menjalankan jasanya, dan tidak menggunakan
atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak atau kewajiban
legal profesional yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk
mengungkapkannya. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf atau
karyawan maupun pihak lain dalam pengawasannya dan pihak lain yang diminta nasihat dan
bantuannya tetap menghormati dan menjaga prinsip kerahasiaan.

Konsultan Pajak Indonesia dilarang:

- Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak mengenai
pekerjaan yang sedang dilakukan.
- Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan
instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan.
- Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk pindah atau
memilih Konsultan Pajak lain.
- Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang diketahui atau
patut diketahui melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.

2.7 Kompleksitas Aturan Perpajakan Vs Tuntutan Klien

Pajak secara klasik memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi budgetair. Kedua, fungsi
reguleren. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 23 ayat 2, disebutkan bahwa “segala
pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.” Dari hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa pajak memiliki fungsi yang luas antara lain sebagai sumber pendapatan negara yang
utama, pengatur kegiatan ekonomi, pemerataan pendapatan masyarakat, dan sebagai sarana
stabilisasi ekonomi. Kalau kita lihat APBN, pajak selalu dituntut untuk bertambah dan
bertambah.

Pemerintah harus memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara. Dalam struktur


anggaran negara, seperti halnya negara kita bisa mencapai 75% diperoleh dari pajak. Kondisi
inilah yang memicu pemerintah untuk membuat aturan-aturan perpajakan. Aturan perpajakan
merupakan masalah yang sebaiknya menjadi prioritas bagi pemerintah supaya tidak terjadi tax
avoidance.

Berikut ini beberapa kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan klien
:

1. Pajak Ganda pada Dividen

Secara teori Indonesiamenganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak
yaitu subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak dividen
adalah terjadi economic double taxation yang artinya ialah bahwa sebelum dividen dibagi kepada
pengusaha, laba tersebut merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut Pajak
Korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham itu
harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda.

Sebagai perbandingan,Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas


dividen. Mereka menggunakan kredit sistem yakni pajak yang bisa dikreditkan kepada para
pemegang saham di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak
tetap melekat pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.

2. Sengketa Pajak

Kalau terjadi DISPUTE, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda.
Pada UU KUP 2000 kewenangan aparat fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka
apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih
dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada
pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak
menerima restitusi. Namun, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh fiscus.

Jika uang restitusi jumlahnya milyaran, jelas saja mengganggu cash flow para pengusaha.
Inilah persoalan dalam dispute antara WP dengan aparat pajak. Untungnya, dalam UU KUP
28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersama-sama. Jika ada perbedaan klaim angka,
maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP. Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP
hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari klaim hitungan WP sendiri.

3. Tarif Pajak Yang Tinggi

Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa
tarif yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal
disaat yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan
obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itudigunakan
untuk membangun infrastruktur.

Banyak kalangan perpajakan seperti Permana Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana
mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat tarif menjadi lebih rendah.

Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah dianggap justru akan
meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi pajak yang terjaring. Satu
triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu triliun hanya dari sepuluh pembayar
pajak.Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit. Sehingga membuat banyak orang
yang lain lebih sering menghindar dan kucing-kucingan dengan petugas pajak. Dalam pikiran
mereka, sekali Anda punya NPWP sampai mati Anda akan dikejar oleh aparat pajak. Prinsip ini
membuat mereka kalau bisa selalu main belakang dengan fiscus.

2.8 Contoh Kasus Etika Konsultan Pajak

Konsultan Pajak yang terlibat dalam kasus Dhana Widyatmika ditahan oleh Jaksa
Agung Muda Pidana Khusus selaku penyidik

Hendro Tirtawijaya sebagai salah satu konsultan pajak PT Ditax Management


Resolusindo tersangka dalam kasus korupsi pajak yang dilakukan oleh Herly Isdiharsono rekan
Dhana. Kepala Pusat Penerangan 7ukum (Kapuspenkum) Kejagung M Adi Toegarisman
mengatakan bahwa penyidik resmi melakukan penahanan setelah beberapa kali memeriksa
tersangka Hendro. Menurut Adi, penyidik telah menemukan bukti yang kuat yang menunjukkan
keterlibatan Hendro dalam kasus ini. Hendri merupakan rekan dari pegawai pajak Herly
Isdiharsono yang diduga sebagai penghubung dengan wajib pajak Johnny Basuki selaku pemilik
PT Mutiara Virgo. Selain membagi-bagikan uang! hendro juga diduga turut menerima uang atas
jasanya sebagai perantara.Berdasarkan hasil kajian! pada tahun 2003 dan 2005 pengajuan
restitusi PPN Mutiara Virgo tidak dilengkapi dokumen yang memadai. Karena itu tim pemeriksa
mengusulkan untuk dilakukan pemeriksaan pajak secara menyeluruh. Berdasarkan hasil
pemeriksaan maka terdapat pajak kurang bayar sebesar Rp. 82,591 miliar ditambah denda Rp.
46,080 miliar. $ata ini diberikan Herly kepada Hendro di KPP Jakarta Palmerah pada Agustus
2005. Atas hasil pemeriksaan itu Johnny meminta Hendro agar melakukan pendekatan dan
negosiasi untuk mengurangi jumlah pajak. Hendro pun melakukan pendekatan kepada Herly
selaku perwakian tim pemeriksa! dan bersepakat untuk mengesampingkan hasil pemeriksaan
asalkan ada kompensasi sejumlah uang untuk tim pemeriksa.

ANALISA:

Pada kasus diatas Hendro Tirtawijaya sebagai konsultan pajak telah menerima uang
suap dari %ajib pajak yang tidak seharusnya diterima sehingga menguntungkan wajib pajak
terhadap pembayaran pajak yang seharusnya dibayar sebesar Rp.82,591 miliar ditambah denda
Rp. 46,080 miliar. Sebenarnya peran seorang konsultan pajak tidak boleh bergerak dari pada
aturan yang ada dengan menyalahi aturan. Seorang konsultan pajak harus bekerja professional
sesuai kode etik yang ada . $engan tidak melakukan kompromi dengan main belakang dengan
petugas pajak.Pelanggaran yang terjadi pada kasus tersebut adalah melanggar kode etik
konsultan pajak dalam hal kepribadian! dimana konsultan pajak wajib

Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi integritas,
martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak, Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan,
serta menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan profesi Konsultan Pajak. Serta
dalam hal hubungan dengan wajib pajak dimana konsultan pajak wajib Menjunjung tinggi
integritas, martabat dan kehormatan dengan memelihara kepercayaan masyarakat; bersikap jujur
dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa" dapat menerima kesalahan yang
tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak boleh menerima kekurangan atau
mengorbankan prinsip; mampu melihat mana yang benar, adil dan mengikuti prinsip obyektivitas
dan kehati-hatian, Bersikap professional : senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam
pemberian jasa yang dilakukan; senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan
menghormati kepercayaan masyarakat dan pemerintah; melaksanakan kewajibannya dengan
penuh kehati-hatian, dan mempunyai kewajiban mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan. Konsultan pajak dalam hal hubungannya dengan wajib pajak dilarang; Menerima
permintaan Wajib Pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau perbuatan yang
bertentangan dengan peraturan perpajakan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode
etik yang mengatur tentang etika profesi.

Dalam menjalankan profesi apapun itu, sangat diperlukan ketaatan terhadap etika dan
prinsip– prinsip yang sudah diatur dalam setiap profesi agar tugas pokok dan fungsi dari profesi
itu sendiri dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan agar semua pihak yang
terkait dengan profesi itu sendiri baik masyarakat maupun para penyedia layanan tidak ada yang
dirugikan sebagai akibat dari ketidaktaatan para penyedia layanan pada kode etik profesi mereka
sendiri.

Adapun profesi sebagai praktisi pajak yang secara langsung melayani masyarakat di
bidang perpajakan memiliki tanggung jawab untuk menjalankan sistem pajak yang baik dan kuat
yang terdiri dari entitas administrasi pajak, kongres, administrasi dan komunitas praktisi. Selain
itu juga praktisi pajak memiliki tanggung jawab untuk melayani publik dengan penuh loyalitas
dan tetap menjaga kerahasiaan kliennya, serta tidak menyajikan informasi yang salah pada
pemerintah.

Etika akuntan pajak menurut AICPA di atur dalam Statemet on Responsibilities in Tax
Practice (SRTP).

3.2 Saran

Diharapkan kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi masalah – masalah yang
terkait dengan Kompleksitas Aturan Perpajakan agar tidak menyebabkan kerugian terhadap
pihak – pihak yang terkait.

Selain itu juga diharapkan kepada Dirjen Pajak, Badan Pengawas Keuangan, para
penegak hukum, beserta seluruh pihak yang berwenang agar mengawasi dengan sebaik–baiknya
jalannya pelaksanaan pembayaran pajak agar tidak terjadi pelanggaran–pelanggaran yang
tentunya akan sangat merugikan negara dan masyarakat, dan juga agar bersikap tegas terhadap
para penggelap–penggelap pajak yang memakan uang rakyat tersebut, dan jalankanlah hukum
sesuai dengan aturan dan Undang– undang yang berlaku tanpa pandang bulu.

Para praktisi pajak juga diharapkan untuk dapat menjalankan profesi dan tanggung
jawabnya dengan tetap mengacu pada Kode Etik Pegawai Dirjen Pajak. Sebaiknya ada kebijakan
untuk membuat tarif pajak menjadi lebih rendah, Tarif yang tinggi membuat yang membayar
menjadi sedikit. Sehingga membuat banyak orang lain lebih sering menghindar dan kucing-
kucingan dengan petugas pajak. Perbanyak Sosialisasi mengenai aturan pajak mengingat
aturannya yang sering berubah-ubah. Perlunya kontrol dirjen pajak kepada bawahannya untuk
menghindari adanya penyelewengan pajak yang dilakukan oleh pegawai pajak. Kemudahan
proses pembayaran pajak haruslah mengikuti perkembangan zaman, misalnya pembayarannya
menggunakan system online, mengingat system online yang sekarang masih banyak
kekurangannya.

Diharapkan penerimaan pajak sebagai sumber utama pembiayaan APBN dapat


dipertahankan kesinambungannya. Mengingat fungsi pajak selain sebagai sumber penerimaan
(budgetair), pajak juga memiliki fungsi lain yaitu fungsi regulerend. Lebih memperluas
penerapan modernisasi administrasi perpajakan (modern tax administration) pada seluruh kantor
pelayanan pajak di Indonesia. Yaitu dengan mendirikan Kantor Pelayanan Pajak Madya
(medium taxpayer office) pada setiap kantor wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama (small
taxpayer office).

Dengan banyaknya kasus pengelapan pajak saat ini, diharapkan pemerintah dalamhal ini
aparat penegak hukum harus bekerja lebih ekstra keras untuk mengungkap kasus-kasus lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Soekrisno, Agus dan I Cenik Ardana. 2011.Etika Bisnis Dan Profesi: Tantangan Membangun
Manusia Seutuhnya..Jakarta: Salemba Empat.

ml.scribd.com/doc/27369232/Modul-Etika-Profesi-Akuntansi , http://organisasi.org

http://id.scribd.com/doc/78626652/5/Faktor-faktor-Yang-Mempengaruhi-Pelanggaran-Etika

http://kamusbahasaindonesia.org/kode%20etik/mirip

Anda mungkin juga menyukai