Seorang akuntan pajak seharusnya tidak merekomendasikan suatu keadaan dimana dapat
bertindak secara tidak adil terhadap audit pemilihan proses oleh IRS Melayani keadaan
dimana orang hanya beragumen saja tanpa adanya praktek.
Jadi, hukum pajak dan permintaan dari klien adalah kesempatan potensi yang besar untuk
perilaku yang beretika dalam akuntansi pajak. Crenshaw dalam artikelnya menyebutkan
empat alasan mengapa dibutuhkan tempat perlindungan pajak:
manajemen perusahaan mencari cara baru untuk memaksimalkan laba dan aliran arus kas
meningkatkan kompleksitas baik dari kode pajak dan keuangan, membuat hal itu lebih mudah
dalam realita ekonomi persepsi tentang investasi bank dan mewujudkan keinginan produk
pajak risiko yang kecil
Pernyataan Umum No. 1 Kemungkinan yang realistis umum: Secara umum, suatu anggota
perlu mempunyai suatu niat baik dalam kepercayaan bahwa posisi keuntungan pajak
direkomendasikan untuk mempunyai suatu kemungkinan yang realistis secara administratif
atau secara hukum didukung atas baik buruknya suatu tantangan.
Pernyataan Umum No. 2 Statemen ini adalah tidak diragukan dalam menentukan yang
berikut: Suatu anggota perlu membuat suatu usaha yang layak untuk memperoleh informasi
yang diperlukan dari seseorang wajib pajak untuk menyediakan jawaban yang sesuai untuk
semua pertanyaan pada suatu keuntungan pajak sebelum mempersiapkan penandatanganan.
Pernyataan Umum No. 3 Kewajiban untuk menguji atau memverifikasi data pendukung:
Suatu persiapan dalam mempercayai niat baik dari klien untuk menyediakan informasi yang
akurat dalam menyiapkan suatu keuntungan pajak, tetapi mestinya tidak mengabaikan
implikasi dari informasi yang diperlengkapi dan perlu membuat pemeriksaan yang layak jika
informasi tampak seperti salah, atau tidak sempurna ( SSTS, p. 21).
Pernyataan Umum No. 4 Penggunaan estimasi: Ini adalah standar yang tidak diragukan.
Suatu persiapan dapat menggunakan perkiraan wajib pajak jika tidak praktis untuk
memperoleh data yang tepat dan jika persiapan dalam menentukan perkiraan adalah layak,
didasarkan pada pengetahuan sebelum persiapan.
Pernyataan Umum No. 5 Sesuai dengan pernyataan sebelumnya : ini adalah suatu standar
yang teknis. Seperti dipaparkan dalam bentuk SSTS No. 1, mengenai posisi keuntungan
pajak, dimana anggota boleh merekomendasikan suatu posisi keuntungan pajak atau
menyiapkan suatu tanda keuntungan pajak yang meninggalkan perbaikan dari suatu item
seperti disimpulkan dalam suatu kelanjutan yang administratif atau keputusan pengadilan
berkenaan dengan suatu hasil yang utama dari wajib pajak ( SSTS, p. 26).
Pernyataan Umum No. 6 Kesalahan Pengetahuan: Apa yang terpaksa dilaksanakan ketika
suatu persiapan sadar akan suatu kesalahan sebelumnya ? Anggota perlu menginformasikan
wajib pajak dengan segera dan merekomendasikan yang mengoreksi tindakan yang
diambil ( SSTS, p. 28).
Pernyataan Umum No. 7 Kesalahan Pengetahuan: kelanjutan yang administratif: Jika selama
suatu kelanjutan yang administratif suatu persiapan mendeteksi suatu kesalahan, maka perlu
meminta persetujuan wajib pajak untuk menyingkapkan kesalahan untuk dikenakan pajak
otoritas. Kekurangan persetujuan seperti anggota perlu mempertimbangkan dalam hal apakah
perlu menarik dari perwakilan wajib pajak di kelanjutan yang administratif ( SSTS, pp. 312).
Pernyataan Umum No. 8 Format dan isi dari nasihat ke wajib pajak: Statemen ini tidak
menentukan isi manapun atau format yang umum dari nasihat dikarenakan cakupan dari
nasihat menjadi sangat luas dan dikhususkan untuk masing-masing individu yang menjadi
wajib pajak secara terpaksa. Yang menjadi rekomendasi mereka adalah bahwa nasihat
mencerminkan kemampuan/ wewenang profesional dan melayani wajib pajak terpaksa.
Berikut ini disajikan kasus yang mencerminkan kompleksitas aturan perpajakan vs tuntutan
klien:
Jeratan Pajak Ganda pada Dividen
Secara teori Indonesia menganut klasikal sistem. Artinya, ada pembedaan subyek pajak. Yaitu
subyek pajak badan dan subjek pajak perseorangan. Yang bermasalah dalam pajak deviden
adalah terjadi economic double taxation. Pengertiannya, sebelum dividen dibagi kepada
pengusaha, dia merupakan laba perusahaan yang dikenakan pajak, atau disebut pajak
korporat. Namun, ketika dibagi lagi kepada pemegang saham di korporat, pemegang saham
itu harus dikenakan pajak lagi. Inilah yang disebut sebagai pajak ganda. Sebagai
perbandingan, Malaysia dan Singapura tidak lagi menggunakan pajak atas dividen. Mereka
menggunakan kredit sistem. Yakni, pajak yang bisa dikreditkan kepada para pemegang saham
di korporat. Sehingga, korporat hanya dimaknai sebagai sarana. Subyek pajak tetap melekat
pada pribadi. Tak ada lagi pajak ganda yang membebani.
Sengketa Pajak
Kalau terjadi dispute, yakni hitungan wajib pajak (WP) dengan petugas pajak berbeda. Pada
UU KUP 2000 kewenangan aparat Fiscus terlalu luas. Jika terjadi sengketa SPT, maka
apapun yang akan dipakai adalah hitungan aparat pajak, dan hitungan itu harus dibayar lebih
dahulu oleh WP sebesar 50 persen dari hitungan petugas pajak sebelum bisa dibawa kepada
pengadilan pajak. Kalau hitungan WP yang dinyatakan pengadilan benar maka WP berhak
menerima restitusi. Malangnya, uang restitusi itu kenyataannya tidak segera dibayarkan oleh
Fiscus. Jika uang restitusi jumlahnya milyaran jelas saja mengganggu cash flow para
pengusaha. Inilah persoalan yang menjadi momok dalam dispute antara WP dengan aparat
pajak. Untungnya, dalam UU KUP 28/2007 perhitungan SPT ditentukan secara bersamasama. Jika ada perbedaan klaim angka, maka yang lebih dahulu dipakai adalah klaim WP.
Sebelum masuk ke pengadilan pajak, WP hanya cukup membayar sebesar 50 persen dari
klaim hitungan WP sendiri.
Tarif Pajak yang tinggi
Ketua Tax Centre UI, Tafsir Nurchamid dan pengusaha Anton J Supit mengatakan bahwa tarif
yang tinggi kalau diturunkan punya dampak pada seretnya penerimaan negara. Padahal disaat
yang sama pendapatan negara itu sebagian besar ditujukan untuk membayar hutang dan
obligasi rekap. Meskipun semestinya menurut Anton J Supit penerimaan dari pajak itu
digunakan untuk membangun infrastruktur. Banyak kalangan perpajakan seperti Permana
Agung, Gunadi, dan Haula Rusdiana mengatakan sebaiknya ada kebijakan untuk membuat
tarif menjadi lebih rendah. Selain lebih kompetitif bagi dunia usaha, pajak yang rendah
dianggap justru akan meningkatkan penerimaan negara karena semakin banyaknya potensi
pajak yang terjaring. Satu triliun dari seratus orang jauh lebih baik ketimbang satu triliun
hanya dari sepuluh pembayar pajak. Tarif yang tinggi membuat yang bayar menjadi sedikit.
Sehingga membuat banyak orang yang lain lebih sering menghindar dan kucing-kucingan
dengan petugas pajak. Dalam pikiran mereka, sekali Anda punya NPWP sampai mati Anda
akan dikejar oleh aparat pajak. Prinsip ini membuat mereka kalau bisa selalu baku atur atau
main belakang dengan fiscus.
KASUS
September tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung
malu. Kantor akuntan publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar
US$ 75 ribu. Sebagai siasat, diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG
yang harus dibayar kliennya PT Easman Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc.
yang tercatat di bursa New York. Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang
susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti
Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak perusahaannya. Maka, ketimbang
menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela kasus ini dan memecat
eksekutifnya. Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission,
menjeratnya dengan Foreign Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat
perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya, hampir saja Baker dan KPMG terseret ke
pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun, kasus ini akhirnya
diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatkan.
Analisis :
Seharusnya melakukan pertanggung jawaban sebagai profesional yang senantiatasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya.
Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan
publik, yaitu dengan cara menghormati kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak
melanggar juga prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus menjaga
obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.