SAP 3
Oleh Kelompok 6 :
Biaya (cost) adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk membeli barang atau jasa
yang diharapakan akan memberikan manfaat bagi perusahaan saat sekarang atau periode untuk
mendatang. Sedangakan Manajemen Biaya adalah sistem yang didesain untuk menyediakan
informasi bagi manajemen untuk pengidentifikasian peluang-peluang penyempurnaan,
perencanaan strategi, dan pembuatan keputusan operasional mengenai pengadaan dan
penggunaan sumber-sumber yang diperlukan oleh organisasi. Sistem manajemen biaya terdiri
atas semua alat-alat, teknik-teknik, dan metode-metode yang secara bersama-sama membentuk
suatu sistem manajemen biaya. Sistem manajemen biaya terintegrasi menunjukkan adanya saling
hubungan dengan elemen-elemen sistem lainnya yaitu : (1) sistem desain dan pengembangan, (2)
sistem pembelian dan produksi, (3) sistem pelayanan konsumen, dan (4) sistem pemasaran dan
distribusi.
2
Tujuan-tujuan Sistem Manajemen Biaya dapat digolongkan menjadi empat bidang sebagai
berikut :
Manfaat Sistem Manajemen Biaya membantu manajemen untuk : (1) Merencanakan dan
mengendalikan organisasi, (2) Meningkatkan keterlacakan biaya, (3) Mengoptimumkan kinerja
daur hidup, (4) Membuat keputusan, (5) Manajemen investasi, (6) Mengukur kinerja, (7)
Mendukung otomasi dan filosofi pemanufakturan.
3
Elemen-elemen manajemen biaya mencakup : [1] Lingkungan pemanufakturan maju, [2]
Just-in-time (JIT), [3] Total quality management (TQM), [4] Activity-based management
(ABM), [5] Akuntansi aktivitas (AA), [6] Activity-based costing (ABC), [7] Pengukuran kinerja,
dan [8] Manajemen Investasi.
Merupakan biaya yang dapat dengan mudah dan meyakinkan ditelusuri ke objek biaya
tertentu. Konsep biaya langsung tidak hanya mencakuup biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja saja. Jika sebuah perusahaan membebankan biaya ke berbagai kantor di berbagai wilayah
penjualan, maka gaji manajer di kantor penjualan pada suatu wilayah merupakan biaya langsung
bagi wilayah penjualan tersebut.
merupakan biaya yang tidak dapat dengan mudah dan meyakinkan ditelusuri ke objek biaya
tertentu. Contoh : dikaitkan dengan produk, gaji manajer pabrik merupakan biaya tidak langsung,
karena biaya ini sama sekali tidak disebabkan oleh proses pembuatan produk.
Activity Based Costing (ABC) adalah suatu pendekatan biaya terhadap biaya-biaya produk,
jasa, atau pelanggan berdasarkan banyaknya konsumsi sumber daya yang disebabkan oleh suatu
aktifitas. Inti dari pendekatan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan
hasil dari serangkaian aktifitas yang telah dilakukan sebelumnya dan rangkaian aktifitas ini
menggunakan sumber daya yang dihitung dengan biaya. Beberapa kegunaan ABC adalah :
1. ABC menghubungkan biaya overhead pabrik dengan biaya objek seperti produk atau jasa
dengan cara mengidentifikasi sumber-sumber daya dan aktifitas-aktifitas sesuai dengan
biaya-biayanya dan jumlah yang ingin diproduksi.
2. Activity based costing adalah suatu sistem yang mengumpulkan dan memproses data-data
finansial dan operasional tentang sumber-sumber daya yang digunakan di suatu
4
perusahaan berdasarkan aktifitas, biaya objek, cost drivers dan pengukuran kinerja
aktifitas.
3.1. Prosedur Pengalokasian Dua-Langkah
• Prosedur pengalokasian dua-langkah digunakan untuk menghitung biaya-biaya sumber
daya yang digunakan perusahaan, seperti biaya overhead pabrik, kelompok biaya dan
kemudian untuk membiayai objek berdasarkan besarnya cost objek yang digunakan untuk
sumber-sumber daya tersebut.
• Sistem biaya perhitungan tradisional pertama kali mengalokasikan biaya overhead pabrik
secara keseluruhan ataupun melalui pusat biaya dan kemudian ke hasil produksi. Model
prosedur pengalokasian dua-langkah ini, bagaimanapun juga dapat memperhitungkan
biaya produk ataupun jasa.
• Sistem ABC menggunakan sistem yang berbeda dari sistem pembiayaan tradisional,
dimana dapat dilihat dari kemampuannya untuk memodelkan penggunaan dari sumber-
sumber daya perusahaan terhadap aktifitas yang dilakukan oleh sumber-sumber daya ini
dan kemudian menghubungkan biaya aktifitas-aktifitas terhadap biaya objek seperti
halnya produk, pelanggan ataupun jasa.
3.2. Kapan dibutuhkan Sistem Activity Based Costing?
Dimasa lalu, sistem biaya activity based costing hanya digunakan pada saat :
• biaya untuk mengukur biaya aktifitas dan biaya-biaya lainnya menurun, yang dapat
disebabkan adanya komputerisasi sistem penjadwalan dilantai produksi.
• Activity yang tetap, menaikkan biaya dari penetapan harga.
• Deferensiasi produk yang tinggi dalam jumlah, ukuran ataupun kompleksitas.
3.3. Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Sistem Actifity based costing.
Ada 3 (tiga) tahap dalam melaksanakan sistem Activity Based Costing yaitu:
5
dokumen yang ada dan dapat juga menggunakan survey kuesioner, observasi
langsung dan wawancara dengan pelaku kunci.
• Unit-level activity, dilakukan untuk setiap unit produksi setiap kali unit produksi
tersebut melaksanakan proses prduksi.
• Batch-level acativity, dilakukan untuk setiap batch atau grup produk dari setiap unit
produk yang diproduksi.
• kriteria penting untuk memilih resources cost drivers yang baik adalah dengan
menggunakan hubungan sebab-akibat.
• Biaya dari sumber daya dapat dialokasikan terhadap aktifitas dengan cara
penelusuran langsung ataupun dengan cara estimasi. Penelusuran langsung
membutuhkan data aktual mengenai sumber daya yang digunakan dalam aktifitas.
Jka penelusuran langsung tidak bisa dilaksanakan, manager ataupun supervisor akan
diminta untuk mengestimasi persentasi dari waktu atau usaha yang dikeluarkan
karyawan untuk menggunakan suatu aktifitas.
6
3. Mengalokasikan Biaya Aktifitas ke Biaya Objek.
Setelah biaya aktifitas diketahui, biaya perunit aktifitas harus diukur, hal ini dapat
dilakukan denga cara mengukur biaya per unit output yang diproduksi oleh suatu
aktifitas.
Output adalah biaya objek untuk setiap aktifitas yang dilaksanakan dimana dapat
berupa sistem biaya untuk produk, jasa, pelanggan ataupun unit bisnis.
Activity cost drivers digunakan untuk mengalokasikan biaya aktifitas ke biaya objek
dalam hal ini dapat berupa pesanan pembelian, laporan penerimaan, laporan inspeksi,
jumlah sumber daya yang disimpan, pembayaran, jam kerja langsung, jam mesin,
waktu setup dan waktu siklus manufaktur.
3.4. Keuntungan dan Keterbatasan dari Activity Based Costing
Keuntungan
a. ABC menyediakan perkiraan tentang biaya produksi yang lebih akurat dan lebih
informatif, yang pada akhirnya akan menuju pengukuran profitabilitas produk yang
lebih akurat dan kemampuan yang lebih baik untuk mengambil keputusan strategis
dalam hal penentuan harga,lini produk, pelanggan, dan pengeluaran kapital.
Keterbatasan
7
pemasukan bagi biaya pemasaran, periklanan pencarian dan pengembangan, teknik
produk dan permasalahan yang ditimbulkannya.
8
4. Facility-sustaining cost, sumber daya yang terkait dengan aktivitas yang tidak dapat
ditelusuri langsung (untraceable) ke satuan produk atau jasa secara individual, bahkan
aktivitas yang mendukung satuan organisasi secara keseluruhan, misalnya biaya
administrasi umum (termasuk sewa dan keamanan gedung). Biasanya sulit untuk
menetapkan hubungan biaya dengan dasar alokasi biaya, maka kebanyakan perusahaan
tidak membebankannya ke harga pokok produk, namun memasukannya sebagai
pengurang langsung terhadap pendapatan operasional. Jadi dianggap sebagai biaya
periodik (periodical cost). Jika dibebankan ke harga pokok produk atau jasa, maka biaya
ini biasanya dialokasikan atas dasar jam tenaga kerja langsung.
3.6. Perbandingan antara Sistem Biaya Tradisional dengan Sistem Biaya Activity Based
Costing
Suatu perbedaan umum antara sistem ABC dan sistem tradisional adalah homogenitas dari
biaya dalam satu kelompok biaya (cost pool). ABC mengharuskan perhitungan kelompok biaya
(cost pool) suatu aktivitas, maupun identifikasi suatu pemicu aktivitas untuk setiap aktivitas yang
signifikan dan mahal. Akibatnya, harus lebih hati-hati dalam membentuk kelompok biaya (cost
pool) dalam sistem ABC dibandingkan dalam perhitungan biaya tradisional. Perbedaan lain
antara sistem ABC dan sistem tradisional yaitu bahwa semua sistem ABC adalah sistem
perhitungan biaya dua tahap, sementara sistem tradisional bisa merupakan sistem perhitungan
satu atau dua tahap. Dalam sistem ABC, tahap pertama kelompok biaya (cost pool) aktivitas
dibentuk ketika biaya sumber daya dialokasikan ke aktivitas berdasarkan pemicu sumber daya.
Di tahap kedua, biaya aktivitas dialokasikan dari kelompok biaya aktivitas ke produk atau objek
biaya final lainnya.
9
3.7. Contoh Soal : ABC
PT Baju memproduksi 2 produk yaitu produk polos dan produk bercorak. Produk PT Baju yang
bercorak diproduksi dalam jumlah yang sama dan biaya yang sama dengan produk polos. Kedua-
duanya bervolume tinggi. PT Baju melakukan :
a. 40 persiapan untuk setiap produk dan mengeluarkan biaya persiapan sebesar Rp. 900.000
dengan rata-rata sebesar Rp 22.500/persiapan
b. 20 perubahan desain untuk setiap produk dan menegluarkan biaya perubahan desain
sebesar Rp.700.000 dengan rata-rata sebesar Rp.35.000
c. Menggunakan 160.000 jam tenaga kerja langsung dan mengeluarkan biaya overhead lain-
lain sebesar Rp.3.200.000 dengan rata-rata sebesar 20 jam tenaga kerja langsung.
PT BAJU
Ikhtisar dari Produksi Tahun Terakhir
10
Total Overhead Rp.
4.800.000
Rp.
9.750.000
Berdasarkan data diatas, direktur PT BAJU meminta manajer akuntansinya untuk menghitung
berapa biaya per unit berdasarkan perhitungan sistem ABC !
PERHITUNGAN :
PT BAJU
PERHITUNGAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS
Tarif Overhead:
Biaya persiapan tingkat batch Rp. 900.000:40=Rp.
22.500/persiapan
Biaya per kali perubahan-tingkat produk Rp. 700.000:20=Rp.
35.000/perubahan
Overhead lain-lain Rp. 3.200.000:160.000=Rp.
20/jam TKL
11
4. ACTIVITY BASED COSTING WITH IDLE CAPACITY
Dalam akuntansi biaya tradisional, tarif overhead yang ditentukan dimuka dihitung dengan
membagi anggaran biaya overhead dengan ukuran aktivitas yang dianggarkan seperti anggaran
jam kerja langsung. Praktek seperti ini akan mengakibatkan pembebanan kapasitas yang
menganggur ke produk dan juga akan menyebabkan biaya produksi per unit tidak stabil. Jika
anggaran aktivitas turun, tarif overhead akan meningkat karena komponen tetap dalam overhead
hanya digunakan untuk jumlah produk yang lebih sedikit sehingga biaya produksi per unit akan
meningkat. Berlawanan dengan akuntansi biaya tradisional, dalam ABC produk hanya dibebani
biaya dari kapasitas yang digunakan dan tidak dibebani oleh biaya kapasitas yang tidak
digunakan. Pendekatan ini menyebabkan biaya per unit yang lebih stabil dan konsisten dengan
tujuan pembebanan biaya ke produk yang menyebabkan aktivitas.
Tiga tahun yang lalu, PT. Ratna Juwita berada dalam kesulitan. Tingkat produksinya di bawah
kapasitas normal. Perusahaan ini telah menyewa seorang manajer yang cukup terkenal dan
bersedia mengambil alih kendali perusahaan. Dia seorang cukup bermurah hati. Ia mau dibayar
dengan gaji yang sangat relatif rendah. Akan tetapi menuntut bonus 10 % per tahun dari laba
bersih. Berikut adalah laporan rugi laba perusahaan selama ia pimpin ( 3 tahun ).
12
Harga Pokok Produksi 25,4 38,4 33,4 97,2
Persediaan Akhir - (6,4) - -
Hpp 25,4 32,0 39,8 97,2
Laba Kotor 8,6 18,0 20,2 46,8
2) Biaya Pemasaran 9,1 16,4 19,1 44,8
Laba (Rugi) Bersih (0,5) 1,4 1,1 2,0
13
Laba bersih (Metode VC) (0,5) 0 2,5
Perbedaan 0 1, 4 1,4
1. Era Traditional Costing (Tahun 1925 sampai dengan tahun 1980an) Pada saat era penggunaan
traditional costing, lingkungan bisnis masih stabil, tidak ada kompetisi baik dari dalam negeri
maupun luar negeri, dan diferensiasi produk masih rendah. Hal ini menyebabkan sistem
pengendalian biaya tidak terlalu penting bagi perusahaan. Sistem akuntansi manajemen
tradisional cenderung berproduksi berdasarkan informasi besarnya biaya yang dialokasikan
pada produk dengan metode sederhana dan berubahubah, dan alokasinya seringkali tidak
berhubungan dengan permintaan yang dibuat oleh produk atas sumber daya perusahaan.
2. Era Traditional ABC (Tahun 1980an sampai dengan tahun 2004) Pada tahun 1980an,
dikembangkan sistem biaya yang baru menggantikan Traditional Costing, yaitu Traditional
ABC. Traditional ABC timbul sebagai akibat dari kebutuhan manajemen akan informasi
akuntansi yang mampu mencerminkan konsumsi sumber daya dalam berbagai aktivitas untuk
menghasilkan mekanisme penghitungan biaya yang akurat. Hal ini didorong oleh: (1)
Persaingan global yang tajam yang memaksa perusahaan untuk cost effective, (2) Advanced
14
manufacturing technology yang menyebabkan proporsi biaya overhead pabrik dalam product
cost menjadi lebih tinggi dari primary cost, dan (3) Adanya strategi perusahaan yang
menerapkan market driven strategi
3. Era Time-Driven ABC (Tahun 2004 sampai dengan sekarang) Seiring dengan
berjalannya waktu, Traditional ABC menjadi sulit diterapkan pada banyak perusahaan karena
menimbulkan biaya yang mahal untuk keperluan wawancara dan survey terhadap sistem
ABC. Selain masalah mahalnya biaya untuk wawancara dan survei, masih banyak kesulitan
yang timbul dari aplikasi sistem Traditional ABC, padahal kompetisi usaha semakin ketat dan
semakin kompleks. Untuk memperbaiki kekurangan yang timbul dari sistem Traditional
ABC, maka pada tahun 2004, Robert S. Kaplan dan Steven R. Anderson mengembangkan
inovasi baru terhadap sistem ABC yang disebut Time-Driven ABC.
Beberapa persoalan muncul di dalam praktek penerapan Traditional ABC, antara lain sebagai
berikut :
1. Proses wawancara dan survey kepada karyawan menelan biaya sangat mahal dan
memakan waktu yang cukup panjang.
2. Ketidakakuratan dan bias mempengaruhi keakuratan tarif cost driver yang berasal dari
estimasi individual subjective atas perilaku mereka di masa lalu maupun di masa
mendatang.
3. Karena mahalnya biaya wawancara dan survey kepada karyawan, maka sistem ABC
tidak diupdate secara rutin.
4. Sulit menambah aktifitas baru ke dalam sistem, memerlukan estimasi ulang atas jumlah
biaya yang harus ditetapkan untuk aktifitas yang baru.
5. Sulit diterapkan pada perusahaan yang beroperasional pada skala besar. Dengan kata lain,
Traditional ABC sulit untuk merespon peningkatan dari diversity dan kompleksitas
pesanan maupun pelanggan, padahal perusahaan berskala besar pasti memiliki tingkat
diversity dan kompleksitas pesanan maupun konsumen yang sangat tinggi.
15
5.3. Time Driven ABC : Pendekeatan yang Sederhana dan Kuat
Pendekatan alternatif untuk mengestimasi model ABC, yaitu Time- Driven ABC, mampu
mengatasi segala keterbatasan dari Traditional ABC. Time-Driven ABC memerlukan dua
estimasi baru yaitu: (1) Biaya per unit dari kapasitas yang tersedia, dan (2) konsumsi unit waktu
oleh setiap aktifitas.
Prosedur yang baru dimulai dengan menggunakan informasi yang sama dengan pendekatan
Traditional ABC, yaitu :
Dengan estimasi dari: (1) Biaya dari kapasitas yang tersedia, dan (2) Kapasitas pada prakteknya
dari sumber daya yang tersedia, maka dapat dihitung biaya per unit dari kapasitas yang tersedia
sebagai berikut:
Biaya per unit = Kapasitas pada Prakteknya dari Sumber Daya yang Tersedia
Sebagai contoh, Diketahui data dari PT X: Jumlah biaya dari tenaga kerja tidak langsung yang
tersedia sebesar $ 84,000 (sudah termasuk bonus). Jumlah biaya dari kapasitas computer yang
tersedia sebesar $ 30,000. Tenaga kerja tidak langsung ada 5 orang, di mana masing-masing
menyediakan 500 jam kerja untuk setiap kwartal, atau totalnya sebanyak 2500 jam kerja.
Kapasitas tenaga kerja tidak langsung pada prakteknya sebanyak 2000 jam kerja per kwartal.
Kapasitas computer pada prakteknya sebanyak 500 jam per kwartal. Berdasarkan data tersebut,
maka biaya per unit (per jam kerja) dari kapasitas tenaga kerja tidak langsung yang tersedia
adalah sebagai berikut:
Biaya Tenaga Kerja tidak Langsung per jam = $ 84,00/2000jam = $ 42 per jam
16
Sedangkan biaya per unit (per jam) dari kapasitas komputer yang tersedia adalah sebagai berikut:
Bagian kedua dari informasi baru yang diperlukan pada pendekatan Time-Driven ABC adalah
estimasi waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu transaksi. Prosedur Time-Driven ABC
menggunakan estimasi waktu yang diperlukan setiap saat transaksi terjadi. Estimasi unit waktu
ini menggantikan proses interview pekerja untuk mempelajari berapa persen waktu pekerja yang
dihabiskan untuk semua aktifitas.
Pada tabel ditunjukkan perbandingan implementasi Time-Driven ABC dengan Traditional ABC
sebagai berikut:
17
Pada tabel tersebut dapat terlihat bahwa Traditional ABC merupakan model biaya “push”.
Implementasinya dimulai dengan menetapkan total biaya overhead terlebih dahulu, menghitung
biaya per unit dari aktifitas, dan pada akhirnya menghasilkan alokasi biaya kepada produk.
Sebaliknya, Time-Driven ABC merupakan model biaya “pull”. Implementasi dari Time-Driven
ABC dimulai dengan melakukan estimasi dua parameter, dan pada akhirnya menghasilkan
alokasi biaya kepada produk. Dapat disimpulkan bahwa Traditional ABC (Push Model)
menghitung biaya aktifitas yang actual dan membebankannya ke produk. Sedangkan Time-
Driven ABC menghitung biaya aktifitas pada tarif standar dan menghilangkan biaya kapasitas
yang tidak digunakan. Pada pertengahan tahun 1980an, Traditional ABC hadir menggantikan
Traditional Costing yang sudah tidak relevan lagi untuk digunakan oleh perusahaan-perusahaan.
Kelebihan dari model Time-Driven ABC dibandingkan dengan Traditional ABC adalah sebagai
berikut:
18
f. Lebih memandang kepada efisiensi proses dan pemanfaatan kapasitas
Ditanya :
Jawab :
Rp 360.000,00
= Tarif overhead ditemtukan di muka=
100.000 Jam
19
(1) Kalkulasi Biaya per Unit: Tarif Pabrik Menyeluruh
Diasumsikan Amanah Corporation memiliki dua divisi produksi, yaitu pabrikasi dan
perakitan, yaitu pabrikasi dan perak. Divisi pabrikasi bertanggung jawab untuk membuat
komponen elektronik utama.Bagian-bagian lainnya dibeli dari pemasok. Semua komponen
kemudian dirakit di divisiperak. Mempertimbangkan bahwa divisi divisi yang bersifat intensif
mesindivisi cenderung intensif tenaga kerja, maka Amanah Corp. mendasarkan tarif Biaya
Overhead Pembebanan BiayaDepartemen A Departemen B Pembebanan Biaya Pembebanan
BiayaProdukProduk 5overhead departemental pada jam mesin untuk pabrikasi dan pada jam
tenaga kerja langsung untuk perak.
20
(2) Kalkulasi Biaya per Unit Tarif Pabrik Departemental
Overhead yang dibebankan = (Rp6.300 x jam mesin aktual) + (Rp1.350 x jam TK langsung)
= (Rp6.300 x 40.000) + (Rp1.350 x 80.000)
= Rp252.000.000 + Rp108.000.000
= Rp360.000.000
21
Dari hasil perhitungan di atas terlihat bahwa sistem tarif pabrik menyeluruh dan tarif
departemental menghasilkan biaya per unit yang berbeda untuk telepon reguler dan telepon tanpa
kabel. Namun perbedaan antara biaya per unit telepon reguler yang diproduksi secara massal dan
telepon ranpakabel yang diproduksi dalam jumlah yang jauh lebij sedikit tidak terpaut terlalu
jauh.
22
Daftar Pustaka :
1. Garrison, Ray H ; Eric W. Norren dan Peter C. Brewer. 2008. Akuntansi Manajerial.
Jakarta: Salemba Empat.
2. https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-
8#q=pengertian+biaya+langsung+dan+biaya+tidak+langsung
3. https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-
8#q=pengertian+activity+based+costing
4. https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-
8#q=pengertian+activity+based+costing+with+idle+capacity
5. https://www.google.co.id/webhp?sourceid=chrome-instant&ion=1&espv=2&ie=UTF-
8#q=pengertian+time+driven+activity
6. https://studylibid.com/
23