Anda di halaman 1dari 19

TUGAS 2

NAMA: NOVITA KRISTIANI


NIM : 044618578
AGAMA KRISTEN
SOAL :

1. Menjelaskan 3 pandangan Rasul Paulus tentang hukum taurat


2. Asas taat dan hormat pada hukum dapat terwujud apabila pelaksanaan
penegakan hukum dilakukan tidak diskrimatif. Sebutkan 5 dari 6 faktor
penyebab penegakan hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik
3. Fungsi etika perlu dibuat lebih praktis agar manusia dapat lebih memahami
dan melakukannya. Jelaskan secara singkat fungsi etika bagi orag Kristen!
4. Sebutkan pengertian karakter, kepedulian, dan ketangguhan bagi kehidupan
orang Kristen!
5. Jelaskan apa yang Anda pahami tentang sikap dan pandangan orang Kristen
terhadap budaya!
6. Jelaskan model-model hubungan iman Kristen dengan budaya oleh Richard
Niebuhr!

JAWABAN :

1) ,

 Paulus mengungkapkan bahwa kitab Taurat diturunkan 430 tahun sesudah Jani
Allah disampaikan kepada Abraham. Karena janji itu merupakan tanggapan
iman, maka Taurat tidak bisa mengubahnya
 Paulus memahami bahwa didalam kitab Taurat terdapat suatu ungkapan
anugerah Allah yang mana jika Taurat dilaksanakan dengan baik maka
keselamatan pun terjamin, tetapi paulus meyakini bahwa hanya Yesus Kristus
yang pernah melaksanakan seluruh hukum Taurat
 Taurat bersifat rohani, jika ada kesalahan maka itu kesalahan manusia karena
fungsi Taurat untuk mencapai hasil yang rohani.

PEMBAHASAN

Kitab Taurat merupakan kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Musa AS
sebagai pedoman dan petunjuk untuk kaumnya yaitu Bani Israil. Kitab Taurat
dikenal sebagai kitab suci umat Yahudi. Kitab Taurat diturunkan pada abad ke-12
Sebelum Masehi kepada Nabi Musa di Bukit Sinai atau Tursina di Mesir selama
40 hari. Taurat menggunakan bahasa Ibrani untuk berkomunikasi sehari-hari bagi
Bani Israil atau kaum Yahudi.

2) .

 Faktor hukumnya sendiri, yaitu berkaitan dengan hukum merupakan titik


awal dalam proses penegakan hukum. Masih banyak terdapat hukum yang
tumpang tindih sehingga di keadaan terntu masih sulit dalam menegakan
hukum
 Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang berperan sebagai penegak
hukum itu sendiri. Terkadang masih terdapat oknum-oknum penegak hukum
yang berusaha untuk mencari keuntungan pribadi dan mengorbankan keadilan
dari hukum itu sendiri.
 Faktor sarana atau fasilitas, yakni segala sarana atau fasilitas yang
mendukung dalam penegakan hukum itu sendiri. Terdapat berbagai fasilitas
yang masih kurang sehingga hal ini dapat menghambat proses penegakan
hukum
 Faktor masyarakat, yakni faktor yang berkaitan dengan lingkungan dimana
hukum tersebut berlaku atau diterapkan dalam masyarakat. Terdapat budaya
yang melekat disuatu masyarakat sehingga hal ini terkadang
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
 Faktor kebudayaan, yakni berkaitan dengan budaya setempat yang terkadang
masih mengikuti aturan leluhur dan lainnya sebagai hasil karya, cipta, dan rasa
yang didasarkan. Hal ini tentu berakibat akan membuat lambatnya penegakan
hukum itu sendiri
 Faktor Produk Hukum, hal ini berkaitan dengan hukum yang dikeluarkan
terkadang masih terdapat ketimpangan, sehingga keadilan mengenai hukum
menjadi berat sebelah.

Pembahasan:
Penegakan hukum merupakan proses dilakukannya upaya untuk menegakan atau
berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku secara nyata sebagai pedoman
prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Adapun parat penegak hukum secara sempit di
Indonesia terdiri dari polisi, jaksa, dan hakim. Kemudian, dalam arti luas aparat
penegak hukum adalah institusi penegak hukum.
3) Kata “Etika Kristen” berasal dari Bahasa Yunani “etos” yang memiliki arti
adat istiadat dan kebiasaan. Ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan
Etika dalam Kristen, antara lain:

 Suatu cabang ilmu yang membahas tata cara atau penyelesaian masalah dari
sudut pandang Kristen
 Sebagai suatu ilmu yang membahas tentang moral manusia secara kritis
 Menurut Hukum Taurat, Etika dalam Kristen adalah segala perbuatan yang
dikehendaki oleh Allah untuk selalu melakukan perbuatan baik
 Tanggapan akan kasih setia Allah yang akan menyelamatkan hidup manusia

Fungsi Etika Dalam Kristen

Etika dalam Kristen ini sebagai penuntun arah tujuan hidup kita, ternyata fungsi
etika juga banyak membuat contoh yang besar dalam kehidupan kita. Secara
umum, etika dalam Kristen memiliki 10 fungsi yaitu

 Untuk mengetahui atau membandingkan mana perilaku yang baik dan


perilaku yang buruk
 Menjadikan umat Kristiani hidup dalam kedamaian, kesejahteraan, dan
keharmonisan di dalam cinta kasih
 Etika memberikan gambaran atau orientasi hidup bagi umat Kristiani
 Etika membuat manusia dapat bertanggung jawab atas hidupnya. Baik
buruknya perbuatan yang dilakukan, hasilnya akan dirasakan sendiri oleh
orang yang bersangkutan
 Membuat manusia menjadi lebih baik dari yang sebelumnya
 Mengajak umat Kristiani untuk bersikap rasional saat mengambil keputusan
di tengah-tengah kehidupan Kristiani
 Etika dalam Kristen mempengaruhi umat Kristiani untuk selalu menjunjung
tinggi moralitas dalam kehidupan beragama
 Menjadikan umat Kristiani lebih independen alias tidak mudah diombang-
ambingkan oleh bisikan bahasa Roh
 Menjadikan manusia lebih dekat dengan Sang Pencipta dan taat pada aturan-
Nya
 Etika Kristen membantu manusia untuk dapat menyelesaikan masalah yang
terjadi dalam kehidupan Kristiani

Di dalam hidup, etika dalam Kristen bertugas untuk menyelidiki, mengoreksi,


mengontrol, dan mengarahkan tentang mana yang harusnya dilakukan dan mana
yang tidak boleh dilakukan. Tolak ukur untuk melakukan perbuatan baik
bersumber pada titah Yesus Kristus, dimana landasan untuk berbuat baik tertuang
dalam Hukum Taurat. Apa sajakah pandangan Kristen terhadap etika?

 Etika dalam Kristen bersumber dari Allah Tritunggal.


 Etika dalam Kristen didasarkan pada Wahyu Allah.
 Sifatnya yang mutlak alias tidak dapat duganggu gugat oleh manusia.
 Bersifat menentukan jalan hidup umat Kristiani. (baca juga: Alasan Orang
Islam Masuk Kristen)

Ciri-ciri Etika Dalam Kristen Etika dalam Kristen itu sendiri selalu berkaitan
dengan iman dan kepercayaan terhadap Tuhan sang pencipta. Perwujudan etika
mungkin terjadi jika kamu memahami betul apa yang tertuang dalam Hukum
Taurat Tuhan. Dari fungsi etika Kristen yang telah dibahas di atas, sudahkah kamu
dapat menggambarkan bagaimana ciri-ciri etika Kristen? Berikut adalah ciri etika
Kristen yang harus kamu ketahui:

1. Etika Dalam Kristen Didasarkan Pada Iman

Iman adalah hal yang terpenting. Iman sendiri bukanlah kekayaan intelektual atau
pengetahuan yang tidak dapat dibuktikan. Namun, iman adalah suatu kepercayaan
kepada Tuhan Yesus yang membuat manusia lebih dekat dengan-Nya. Jika iman
seseorang kuat, maka etika Kristennya juga akan baik dan tidak akan
menyeleweng. Dengan iman, kita dapat menjadi murid Kristus

2. Etika Dalam Kristen Didasarkan Pada Tabiat

Tabiat merupakan sifat lahiriah yang menyangkut batin manusia untuk memilah-
milah mana yang baik dan buruk. Tabiat ini sendiri tidak dapat disamakan dengan
watak. Karena watak dapat berubah, tergantung lingkungan sosial seseorang dan
bagaimana peran Gereja dalam masyarakat. Namun tabiat lebih kepada sifat asli
seseorang yang dapat mempengaruhi etika.

3. Etika Dalam Kristen Bersumber dari Tuhan

Sudah jelas jika etika dalam Kristen bersumber dari Tuhan. Hal ini terbukti dengan
adanya aturan dalam menjalankan kehidupan. Dimana etika itu sendiri harus
ditaati, jika tidak, sama saja kita telah menentang Tuhan. (baca juga: Tanda Tanda
Kiamat Menurut Kristen)
4. Etika Dalam Kristen Merupakan Pilihan yang Sukar

Hidup menurut peraturan yang sudah ditetapkan itu sangatlah sulit. Apalagi jika
harus hidup menurut karakter Kristus. Hal ini juga dirasakan oleh umat Kristiani.
Contoh kecilnya saat seseorang rela berbohong kepada orang tua demi kebaikan
dirinya sendiri.

Macam-Macam Etika Dalam Kristen

Setelah kita membahas banyak tentang fungsi dan ciri-ciri yah pasti yah juga etika
dalam Kristen mempunyai banyak macam-macam yah yang harus kita taati. Agar
dalam kehidupan nanti yah kita bisa sesuai dan sejalan dalam prinsip dalam ajaran
agama Kristen. Etika dalam Kristen dikelompokkan menjadi 7 jenis, antara lain:

a. Etika Filosofis Kata filosofis berasal dari Bahasa


Yunani “philos” yang berarti cinta. Etika filosofis adalah
pengelompokan perbuatan-perbuatan yang menyangkut moralitas
yang dipandang dari sudut filsafat. Hubungan antara etika, moral, dan
kemanusiaan akan dianalisa secara mendalam melalui sebuah rasio
perbuatan menurut hukum Kristiani. (baca juga: Bertumbuh dan
Berbuah di dalam Kristus)
b. Etika Teologis Kata teologis berasal dari “teologi” yang berarti
agama. Jadi, etika teologis merupakan suatu etika yang dibahas sesuai
dengan ajaran dalam Kristen. Etika ini akan terwujud ketika seseorang
mengetahui tujuan hidup orang Kristen. Tanpa adanya ajaran tersebut,
etika teologis tidak pernah terwujud. Etika teologis ini akan
memandang perbuatan sebagai suatu tindakan yang berhubungan
dengan:
 Perbuatan yang dilakukan manusia harus sesuai dengan perintah
Tuhan
 Perbuatan tersebut harus diwujudkan dalam tindakan nyata dalam
cinta kasih
 Suatu bentuk penyerahan diri manusia kepada Tuhan, Sang Pencipta
c. Etika Sosiologis Etika yang satu ini lebih fokus pada keselamatan dan
kesejahteraan hidup manusia. Secara luas, etika sosiologis ini akan
membahas hubungan seseorang dengan masyarakat dalam
menjalankan hidupnya. (baca juga: Sejarah Penulisan Alkitab)
d. Etika Deskriptif Berfokus pada penilaian terhadap sikap manusia
dalam mencapai apa yang diinginkannya dalam hidup. Pada etika ini,
pola perilaku manusia akan kelihatan saat orang tersebut berusaha
menggapai keinginan namun situasi di sekitar tidak mendukung.
Secara singkat, etika ini berkaitan dengan penghayatan
serta pandangan Iman Kristen terhadap gaya hidup modern.
e. Etika Normatif Merupakan usaha untuk menetapkan hasil yang ideal
antara pola dengan perilaku umat Kristiani dalam bertindak di dalam
kehidupan bermasyarakat. Etika ini berupa himbauan yang nantinya
akan mengikat tata kehidupan umat Kristiani. Etika normatif ini
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
f. Etika khusus: mengatur kehidupan umat Kristiani secara khusus,
hanya pada bidang-bidang tertentu saja
g. Etika umum: mengatur kehidupan yang bersifat universal tanpa
membedakan suku, budaya, kelas sosial, dan situasi pada kelompok
tertentu
h. Etika Deontologis Merupakan etika yang berlaku secra mutlak di
dalam kehidupan. Etika ini harus dijalankan, tanpa memperhatikan
kondisi dan situasi yang terjadi. Dampak dari etika ini tidak
memperhitungkan keuntungan, namun lebih kepada terciptanya
perbuatan baik dalam kehidupan masyarakat.
i. Etika Teleologis Etika teleologis ini menjadi tolak ukur tentang baik
buruknya suatu perbuatan. Agar perbuatan baik dapat terwujud,
seseorang perlu mempertimbangkan suatu tindakan sebelum
melakukannya. Dalam etika ini, perbuatan yang memiliki tujuan yang
baik akan selalu dinilai baik.
j. Demikianlah informasi mengenai etika dalam Kristen. Semoga dapat
menambah pengetahuanmu tentang ilmu Kristiani. Semoga dengan
kita sudah membahas artikel ini kita bisa lebih belajar lagi, apa arti
sesungguhnya etika dalam Kristen yang baik dan benar dalam
kehidupan kelak. Hidup yang sesuai dengan etika dalam Kristen akan
membuahkan hasil yang terbaik di kehidupan kita kelak.

4 ). Pada tahapan ini, peran guru menjadi sangat penting sebagai teladan
memberi contoh baik bagi para siswa. Peran guru bukan hanya sekedar menjadi
pengingat akan tetapi juga sebagai contoh bersama melaksanakan kegiatan bersifat
religious dengan para siswa.
2. Cinta kebersihan dan lingkungan
Penanaman rasa cinta kebersihan ditunjukkan pada 2 hal, yaitu menjaga kebersihan
diri sendiri dan kebersihan lingkungan.
Kebersihan terhadap diri sendiri dimaksud agar membentuk pribadi sehat dan jiwa
kuat. "Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Apabila anak dalam
kondisi sehat dan jiwa yang kuat maka anak dapat mengikuti kegiatan belajar
mengajar dengan baik.
Baca juga: Mendikbud Sebut Tindakan Joni Tunjukkan Keberhasilan Pendidikan
Karakter
Sedangkan, penanaman rasa cinta kebersihan terhadap lingkungan dapat dilakukan
dengan menjaga kebersihan sekolah mulai dari jalan, halaman, hingga kelas
terbebas dari debu dan sampah.
Pembuatan jadwal piket di tiap kelas, agenda bersih-bersih bersama seminggu
sekali, ataupun lomba kebersihan lingkungan sekolah adalah contoh lain dapat
diterapkan di lingkungan sekolah sebagai upaya menanamkan rasa cinta kebersihan
terhadap lingkungan.
5).

 Antagonis, salah satunya adalah sikap menentang, menolak, dan


menyingkirkan suatu kebudayaan karena dianggap menistakan Tuhan.
 Dominasi, salah satunya adalah sikap yang memberi jalan bahwa
kebudayaan dapat berjalan beriringan dengan syarat perombakan sesuai
aturan penyembahan pada Tuhan.
 Akomodasi, salah satunya adalah sikap "bodo amat" dan setuju dengan
setiap kebudayaan yang membaur.
 Dualisme, salah satunya adalah sikap yang menerima kebudayaan dengan
menganggap seluruhnya terpisah dari iman Kristen.
 Pengudusan, salah satunya adalah sikap yang tidak menerima dan tidak
menolak suatu kebudayaan dan juga bergantung pada sikap kebudayaan
tersebut terhadap Tuhan.

Pembahasan
Suatu kebudayaan merupakan produk yang dihasilkan dari berbagai pemikiran
manusia. Umat Kristen percaya secara sadar bahwa kehidupan berorientasi atas
rancangan dan restu Allah. Oleh sebab itu, kebudayaan perlu disikapi dengan
bijaksana. Kebijaksanaan tersebut sudah disinggung dalam ayat-ayat Alkitab
mengenai kebijaksanaan.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak seharusnya untuk menyebar suatu
kebencian, khususnya kebudayaan. Hal ini karena manusia dianggap sebagai
individu yang mampu menjadi agen perubahan sesuai dengan arahan Tuhan.
Manusia seharusnya mampu untuk menangani kebudayaan bukan individu yang
malah terbawa oleh berbagai kebudayaan yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan.
Berbagai kebudayaan yang ada di Indonesia tidak seluruhnya masuk dalam iman
Kristen.
Dalam sejarah gereja, hubungan antara gereja dan budaya telah mendapat perhatian
sejak awal sampai sekarang. Walaupun demikian, hubungan itu tidak berlangsung
cuma dalam satu model melainkan beranekaragam, tergantung pada sejauhmana kita
memahami apa itu gereja dan apa itu budaya.

Menurut H.Richard Niebuhr, jika kita mencermati sejarah gereja (khususnya di Eropa
dan Amerika sampai pasca perang dunia kedua) maka ada sejumlah model/pola
hubungan gereja dan budaya yang bertolak dari bagaimana memahami hubungan
gereja/Kristus dan keabudayaan, sebagai berikut :

a. Kristus bertentangan dengan kebudayaan (Christ against Culture).

Dalam sikap ini orang kristen menentang kebudayaan, gereja tidak mau tahu terhadap
kebudayaan, sebab kebudayaan dianggap hanya membawa pengaruh negatif bagi
kekristenan dan gereja.

b. Kristus dari kebudayaan (Christ of Culture).

Sikap ini berkeyakinan bahwa Kristuslah yang memiliki kebudayaan. Oleh karena itu
orang beriman harus berusaha menyesuaikan diri (toleran) dengan kebudayaan.

c. Kristus di atas kebudayaan (Christ above Culture).

Dalam pemahaman seperti ini, Kristus dipandang sebagai yang


menggenapi/menyempurnakan kebudayaan. Namun Ia berbeda sama sekali dengan
kebudayaan. Karena itu orang kristen, gereja harus menghargai kebudayaan.

d. Kristus dan kebudayaan dalam paradoks (Christ and Culture in paradox).

Sikap ini berkeyakinan bahwa orang kristen, gereja hidup dalam dua “dunia” yang
berbeda secara asasi tetapi tidak dapat dipisahkan. Pada satu pihak orang kristen,
gereja hidup dalam Kerajaan Allah, namun pada pihak lain ia hidup dalam
“kebudayaan” masyarakat di mana dia ada.

e. Kristus pembaharu kebudayaan (Christ transforming Culture).

Apa yang dikemukakan Niebuhr di atas dalam tempo yang lama (bahkan sampai saat
ini) masih berpengaruh ketika berbicara tentang hubungan gereja dan kebudayaan,
walaupun untuk kepentingan masakini mesti dikritisi dengan bijak sebab konteks telah
berubah dan perkembangan pemikiran-pemikiran teologis juga terus terjadi dan
berkembang.

Sikap Iman Kristen Terhadap Kebudayaan.


Ada 5 macam sikap umat Kristien terhadap kebudayaan, yakni:

1.Antagonistis atau oposisi

Sikap antagonistis atau oposisi terhadap kebudayaan ialah sikap yang melihat
pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan.Sebab
akibatnya, sikap ini menolak dan menyingkirkan kebudayaan pada semua
ungkapannya. Gereja dan umat beriman memang harus berkata tidak atau menolak
ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang ; 1. MenghinaTuhan

2. Menyembah berhala dan 3. Yang merusak kemanusiaan.

2. Akomodasi atau persetujuan

Kebalikan dari sikap antagonis adalah mengakomodasi, menyetujui atau menyesuaikan


diri dengan kebudayaan yang ada. Terjadilah sinkritisme. Salah satu sikap demikian
ditujukan untuk membawa orang pada cara berfikir, cara hidup dan berkomunikasi atau
berhubungan dengan orang lain sedemikian rupa sehingga seolah-olah semua agama
sama saja.

3. Dominasi atau sintesis

Dalam gereja yang mendasari ajarannya pada teologi Thomas Aquinas. Ia


menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia kedalam dosa telah membuatcitra
ilahinya merosot pada dasarnya manusia tidak jatuh total, manusia masihmemiliki
kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya didalam menghadapi kebudayaan kafir
sekalipun, umat bias melakukan akomodasi secara penuh dan menjadikan kebudayaan
kafir itu sebagai bagian imam, namun kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan
oleh sakramen yang menjadi anugrah Ilahi.

4. Dualisme atau pengutuban

Yang dimaksud dengan sikap dualistis atau pengutuban terhadap kebudayaan ialah
pendirian yang hendak memisahakan iman dari kebudayaan ialah ; terdapatpada
kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada karya Allah kepada TuhanYesus
Kristus, namun manusia tetap berdiri didalam kebudayaan kafir. Peran penebusan
Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa menjadi manusia yang hidup
didalam iman tidak lagi berarti menghadapi kebudayaan.

5.Pengudusan atau pertobatan

Sikap pengudusan adalah sikap yang tidak menolak, namun tidak juga menerima, tetapi
sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia kedalam dosa tidak
menghilangkan kasih Allah atas manusia. Manusia dapat menerima kebudayaan
selama hasil hasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi sesama
dan kemanusiaan. Sebaliknya, bila kebudayaan itu memenuhi salah satu atau keempat
sikap budaya yang salah satu itu, umat beriman harus menggunakan firman Tuhan
untuk menguduskan kebudayaan itu, sehingga terjadi transformasi budaya kearah
budaya yang, memuliakan Allah.

Semoga membantu:)

maaf kalau ada salah

Richard Niebuhr adalah seorang Etikus Teologia Kristen yang Amerika yang paking
terkenal dengan bukunya Christ and Culture, yang membahas tentang hubungan antara
Kekristen-an dan budaya maupun sistem-sistem kemasyarakatan. Dimana hal-hal yang
berkaitan dengan hubungan antara keKristenan dan kebudayaan akan berkembang
menjadi sesuatu yang bisa diperdebatkan ketika manusia mengetahui bahwa Kristus
atau keKristenan itu sendiri adalah suci, sempurna, dan tidak berdosa, sementara,
budaya adalah buatan manusia, dimana manusia itu sendiri penuh dosa. Lalu, timbulah
pertanyaan, Bagaimana Kristus dapat bertahan di tengah-tengah dan bercampur
dengan ketidaksempurnaan tersebut? Hal ini semakin dipermasalahkan lagi mengingat
banyaknya ayat-ayat Alkitab yang mengharuskan kita untuk tidak menjadi seperti dunia,
sementara banyak juga ayat-ayat yang mengharuskan tetap berada di dunia,
sebagaimana adanya manusia. Untuk menunjukan bagaimana keKristenan
menanggapi permasalahan ini, Richard Niebuhr memperkenalkan lima pandangannya
mengenai hubungan antara Kristus dan Budaya, yang antara lain: Christ against
Culture, Christ of Culture, Christ above Culture, Christ and Culture in paradox, Christ
transforms culture.
Sebagai pendahuluannya, Niebuhr memulai dengan definisi tentang Yesus dan
Kebudayaan masing-masing. Tentang Yesus, Niebuhr berpendapat bahwa definisi
manusia tentang Yesus tidaklah cukup (mengingat bahwa manusia tidak akan pernah
bisa menjangkau dan memahami hakikat Yesus secara total, dengan kenyataan bahwa
konsep tentang Yesus itu sendiri telah sedemikian rupa sangat dipengaruhi oleh
eksistensi kebudayaan yang telah menempel dalam perjalanan hidupa manusia sejak
lahir). Kebudayaan, oleh Niebuhr, didefinisikan sebagai total proses dari aktivitas
manusia dan segala manifestasinya, yang mengacu kepada lingkungan atau hal-hal
sekunder (seperti adat isitadat, system-sistem kemasyarakatan, norma-norma, dll) yang
manusia implementasikan ke dalam kehidupannya.
1. Christ against Culture (Kristus vs kebudayaan)
Ini adalah pandangan yang cukup keras menegaskan tentang otoritas tunggal
Kristus terhadap kebudayaan dan menolak segala hal-hal yang diyakini oleh
budaya. Menurut pandangan ini, kesetiaan kepada Kristus merupakan suatu
penolakan terhadap lingkungan atau system budaya, dan bahwa ada suatu garis
yang dengan tegas memisahkan dunia dengan anak-anak Allah.
Sisi positif: orang-orang yang mempercayai atau menganut Christ against culture
bisa dikatakan adalah faktor utama mengapa kita masih boleh bersimpati
terhadap pandangan ini. Mereka yang menolak dunia, pastinya akan dengan
teguh mempertahankankan keyakinannya kepada Kristus. Banyak diantara
mereka yang telah menderita secara mental dan fisik demi menjalankan
keinginan mereka. Bahkan mereka rela menyerahkan rumah, property, harta,
dan juga hak perlindungan negara demi pergerakan mereka menolak dunia.
Sisi negative: Menurut Niebuhr, pandangan ini tidaklah sesuai karena pemisahan
antara dunia dengan Kristus tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada,
sekalipun manusia berpikir bahwa itu mungkin bisa terjadi. Selain itu,
menurutnya, terdapat sebuah pengertian yang salah dimana orang-orang
berpikir bahwa di dalam kebudayaan, terdapat dosa. Dan ketika keKristenan
menjauhi kebudayaan, maka manusia dikatakan telah menjauhi dosa. Padahal,
dosa bukan hanya mengenai budaya. Dengan atau tanpa menjauh dari budaya,
manusia itu sendiri telah berdosa dan akan tetap bisa berbuat dosa. Yang
terpenting menurut Niebuhr, pandangan ini tidaklah mengenal Yesus dan peran
Roh dalam penciptaan dunia secara utuh.
2. Christ of Culture (Kristus dari Budaya)
Dalam pandangan ini, manusia memposisikan Yesus sebagai Mesias dalam
suatu lingkungan social mereka, sosok yang dapat memenuhi segala harapan
dan aspirasi mereka, penyempurna keyakinan mereka, sumber dari roh kudus
mereka. Orang yang menganut paham ini cenderung lebih terbuka untuk
menjalin pertemanan atau hubungan bukan hanya dengan mereka yang percaya
tapi juga dengan mereka yang tidak percaya. Mereka juga tidak bisa
menemukan perbedaan yang signifikan antara gereja dan dunia, antara hokum-
hukum social dengan dan kepercayaan pada Tuhan, antara etika keselamatan
dan etika social. Di satu sisi, mereka menginterpretasikan kebudayaan melalui
Kristus, dimana aspek yang paling mirip dengan Yesus mendapat penghormatan
dan apresiasi lebih besar. Di sisi lain, mereka menginterpretasikan Kristus
melalui budaya, menseleksi dari pengajaran-pengajaran Kristen yang paling
harmonis dengan system-sistem social dan budaya mereka, itulah yang akan
mereka aplikasikan dalam kehidupan mereka.
Sisi positif: orang cenderung merasa bahwa hanya mereka yang menolak
beradaptasi dengan kebudayaan, yang dapat melakukan penyerangan terhadap
kebudayaan. Orang-orang yang menganut dengan pemahaman ini pasti bisa
berdamai dengan budaya dan dunia. Bagaimanapun, sejarah telah menjadi saksi
bahwa manusia dapat memiliki ketertarikan akan Kristus karena adanya
keselarasan antara ajaran Kristiani dengan ajaran-ajaran tokoh-tokoh besar akan
moral dan pilosofi keagamaan. Dan orang-orang yang menganut paham ini
cenderung akan melibatkan diri mereka ke dalam suatu lingkungan social
dimana mereka merasa diri mereka potensial untuk membuat suatu perubahan
atau pengaruh terhadap individu lain dalam lingkungan tersebut.
Sisi negative: menurut Niebuhr, masalah terbesar dalam konsep pandangan ini
terletak pada distorsi Kristus, dimana Kristus digambarkan sebagai sosok yang
dibentuk atau sangat dipengaruhi oleh lingkungan social.
3. Christ above Culture (Kristus dan Kebudayaan).
Pandangan ini sama sekali tidak menghadirkan pertentangan antara Kristus
dengan budaya. Yang dihadirkan justru adalah pertentangan antara Kristus yang
suci dengan manusia yang berdosa. Penganut paham ini menekankan bahwa
Kristuslah yang berada di atas segala budaya, yang membentuk dan
mengijinkannya untuk terjadi, maka dari itu budaya tidak bisa dikatakan buruk,
tapi juga tidak bisa dikatakan baik. Ketika seorang manusia melakukan dosa, lalu
kemudian mengekspresikan pemberontakannya kepada Tuhan lewat suatu
bentuk-bentuk budaya, itu juga tidak mengartikan bahwa budaya merupaka
suatu yang buruk. Mereka mengatakan bahwa budaya ada karena Kristus yang
menciptakannya secara penuh, dan mereka melihat bahwa keselarasan antara
Kristus dan budaya adalah sebuah jawaban yang tepat untuk menjawab semua
pertanyaan. Menurut Niebuhr, penganut paham ini tidak bisa membedakan
antara pekerjaan manusia (yang adalah budaya) dari kemuliaan Tuhan, karena
semua pekerjaan manusia itu bisa terjadi juga karena kemuliaan Tuhan. Tapi
mereka juga tidak bisa memisahkan antara pengalaman akan kemuliaan Tuhan
dari aktivitas budaya mereka, karena bagaimana mungkin seseorang bisa
mencintai Allah yang tidak kelihatan, tanpa melayani saudara-saudara mereka
yang kelihatan?
Sisi positif: adanya sebuah keseimbangan antara melihat Kristus sebagai bagian
dari budaya dengan meilhat Kristus sebagai sosok diluar budaya (secara Dialah
yang membual budaya itu ada). Melalui paham ini, kita bisa sampai kepada
pengertian tentang hokum moral dalam lingkungan social dan juga tentang
keterlibatan Tuhan dalam lingkungan social. Niebuhr menjelaskan bahwa Tuhan
menciptakan manusia sebagai makhluk social, dan merupakan suatu yang tak
mungkin jika lingkungan social menfungsikan eksistensinya tanpa arahan dari
Tuhan. Maka dari itu, gerejapun akhirnya, selain memfungsikan diri sebagai
pembangun iman dan spiritual, juga menfungsikan dirinya untuk menjadi
penjaga/pengawas hukum-hukum dunia, sebagai suatu pelayanan terhadap
dunia.
Sisi negative: masalahnya terletak ketika paham ini sampai di sebuah titik batas,
akan bisa membawa dunia untuk melihat gereja sepenuhnya menjadi sebuah
institusi saja (institusionalisasi gereja). Jelas sekali terlihat, bahwa paham ini
suatu hari nanti akan membawa perhatian dan kayakinan umat menjadi semakin
jauh dari fungsi gereja sebenarnya.
4. Christ and Culture in paradox (Kristus dan Budaya dalam paradoks)
Ini adalah paham yang kurang lebuh mirip dengan Christ above culture.
Perbedaannya adalah, ketika penganut paham ini berkeinginan untuk
mempertahankan kesetiaan pada Kristus dan sisi lain juga ingin
mempertahankan tanggung jawab terhadap budaya secara bersama-sama,
mereka percaya bahwa integrasi ini bukanlah suatu hal yang seimbang dan
menyenangkan, seperti yang penganut above-culture rasakan. Mereka
menekankan bahwa ada sebuha paradokz, dimana konflik yang terjadi antara
Kristus dan budaya disebabkan karena dosa yang terdapat dalam budaya.
Sisi positif: pandangan ini menangkap dengan cukup jelas penekanan alkitab
yang di deskripsikan untuk umat Kristen di dunia. Karena manusia berada di
bawah hukum, namun juga tidak dibawah hukum selain karunia. Manusia adalah
pendosa namun bijaksana. Penerima pembalasan dan juga belas kasihan
Kristus. Ini adalah suatu porses yang dinamis, dan juga bukanlah suatu
penolakan ataupun penerimaan terhadap budaya dari model-model yang lain,
tapi lebih kepada pengalaman pribadi manusia yang menjadi saksi bahwa
perjalanan hidup dengan budaya penuh dengan damai juga kesengsaraan.
Sisi negative: keKristenan bisa kehilangan suara to mengatakan hal apapun
yang bermakna dalam/ terhadap budaya. Ini adalah paham yang membawa kita
untuk menerima budaya karena kita melihat secara bersamaan pembalasan
maupun belas kasih Kristus, dan karena manusia melihat keduanya, maka akan
sangat bahaya jika manusia.
5. Christ transforms Culture (Kristus yang bertransformasi ke dalam
kebudayaan)
Ini adalah sebuah paham yang paling disarankan oleh Niebuhr, dimana secara
teologis, pandangan ini memiliki 3 garis besar , yaitu melihat Tuhan sebagai
pencipta, menyadari bahwa kejatuhan manusia dari sesuatu yang baik, dan
memandang bahwa kita merasakan interaksi antara Tuhan dengan manusia
dalam perjalanan hidup manusia yang historis. Maka dari itu, penganut paham ini
percaya bahwa kebudayaan manusia adalah kehidupan manusia yang telah
ditransformasikan ke dalam dan di dalam kemuliaan Tuhan. Pada prakteknya,
pandangan ini memiliki arti bahwa we bekerja dalam sebuah lingkup budaya
untuk mengupayakan sesuatu yang lebih baik, karena Tuhan pada dasarnya
telah menberikan manusia kretifitas, dan itu baik (dan jelas bisa menjadi baik).
Kita juga bisa berkontribusi dalam pekerjaan transformasi ini, karena ketika di
dalam budaya ada dosa, masih ada harapan melalui Kristus, untuk
penyelamatan budaya itu sendiri. Lebih jauh lagi, kita akan mengalahkan dosa
bukan dengan cara menjauhinya ataupun dengan memeranginya secara
langsung, namun dengan bentuan mata manusia yang tertuju pada Yesus, dan
niat kita yang positif dan berorientas padaNya, akan membuat kita mampu
mengalahkan dosa.
8). Dalam sejarah gereja, hubungan antara gereja dan budaya telah
mendapat perhatian sejak awal sampai sekarang. Walaupun demikian, hubungan
itu tidak berlangsung cuma dalam satu model melainkan beranekaragam,
tergantung pada sejauhmana kita memahami apa itu gereja dan apa itu budaya.
Menurut H.Richard Niebuhr, jika kita mencermati sejarah gereja (khususnya di
Eropa dan Amerika sampai pasca perang dunia kedua) maka ada sejumlah
model/pola hubungan gereja dan budaya yang bertolak dari bagaimana memahami
hubungan gereja/Kristus dan keabudayaan, sebagai berikut :
a. Kristus bertentangan dengan kebudayaan (Christ against Culture).
Dalam sikap ini orang kristen menentang kebudayaan, gereja tidak mau tahu
terhadap kebudayaan, sebab kebudayaan dianggap hanya membawa pengaruh
negatif bagi kekristenan dan gereja.
b. Kristus dari kebudayaan (Christ of Culture).
Sikap ini berkeyakinan bahwa Kristuslah yang memiliki kebudayaan. Oleh karena
itu orang beriman harus berusaha menyesuaikan diri (toleran) dengan kebudayaan.
c. Kristus di atas kebudayaan (Christ above Culture).
Dalam pemahaman seperti ini, Kristus dipandang sebagai yang
menggenapi/menyempurnakan kebudayaan. Namun Ia berbeda sama sekali dengan
kebudayaan. Karena itu orang kristen, gereja harus menghargai kebudayaan.
d. Kristus dan kebudayaan dalam paradoks (Christ and Culture in paradox).
Sikap ini berkeyakinan bahwa orang kristen, gereja hidup dalam dua “dunia” yang
berbeda secara asasi tetapi tidak dapat dipisahkan. Pada satu pihak orang kristen,
gereja hidup dalam Kerajaan Allah, namun pada pihak lain ia hidup dalam
“kebudayaan” masyarakat di mana dia ada.
e. Kristus pembaharu kebudayaan (Christ transforming Culture).
Apa yang dikemukakan Niebuhr di atas dalam tempo yang lama (bahkan sampai
saat ini) masih berpengaruh ketika berbicara tentang hubungan gereja dan
kebudayaan, walaupun untuk kepentingan masakini mesti dikritisi dengan bijak
sebab konteks telah berubah dan perkembangan pemikiran-pemikiran teologis juga
terus terjadi dan berkembang.
Sikap Iman Kristen Terhadap Kebudayaan.
Ada 5 macam sikap umat Kristien terhadap kebudayaan, yakni:
1.Antagonistis atau oposisi
Sikap antagonistis atau oposisi terhadap kebudayaan ialah sikap yang melihat
pertentangan yang tidak terdamaikan antara agama Kristen dan kebudayaan.Sebab
akibatnya, sikap ini menolak dan menyingkirkan kebudayaan pada semua
ungkapannya. Gereja dan umat beriman memang harus berkata tidak atau menolak
ungkapan kebudayaan tertentu, yakni kebudayaan yang ; 1. MenghinaTuhan
2. Menyembah berhala dan 3. Yang merusak kemanusiaan.
2. Akomodasi atau persetujuan
Kebalikan dari sikap antagonis adalah mengakomodasi, menyetujui atau
menyesuaikan diri dengan kebudayaan yang ada. Terjadilah sinkritisme. Salah satu
sikap demikian ditujukan untuk membawa orang pada cara berfikir, cara hidup dan
berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain sedemikian rupa sehingga
seolah-olah semua agama sama saja.
3. Dominasi atau sintesis
Dalam gereja yang mendasari ajarannya pada teologi Thomas Aquinas. Ia
menganggap bahwa sekalipun kejatuhan manusia kedalam dosa telah
membuatcitra ilahinya merosot pada dasarnya manusia tidak jatuh total, manusia
masihmemiliki kehendak bebas yang mandiri. Itulah sebabnya didalam
menghadapi kebudayaan kafir sekalipun, umat bias melakukan akomodasi secara
penuh dan menjadikan kebudayaan kafir itu sebagai bagian imam, namun
kebudayaan itu disempurnakan dan disucikan oleh sakramen yang menjadi anugrah
Ilahi.
4. Dualisme atau pengutuban
Yang dimaksud dengan sikap dualistis atau pengutuban terhadap kebudayaan ialah
pendirian yang hendak memisahakan iman dari kebudayaan ialah ; terdapatpada
kehidupan kaum beriman kepercayaan kepada karya Allah kepada TuhanYesus
Kristus, namun manusia tetap berdiri didalam kebudayaan kafir. Peran penebusan
Tuhan Yesus yang mengubah hati manusia berdosa menjadi manusia yang hidup
didalam iman tidak lagi berarti menghadapi kebudayaan.
5.Pengudusan atau pertobatan
Sikap pengudusan adalah sikap yang tidak menolak, namun tidak juga menerima,
tetapi sikap keyakinan yang teguh bahwa kejatuhan manusia kedalam dosa tidak
menghilangkan kasih Allah atas manusia. Manusia dapat menerima kebudayaan
selama hasil hasil itu memuliakan Allah, tidak menyembah berhala, mengasihi
sesama dan kemanusiaan. Sebaliknya, bila kebudayaan itu memenuhi salah satu
atau keempat sikap budaya yang salah satu itu, umat beriman harus menggunakan
firman Tuhan untuk menguduskan kebudayaan itu, sehingga terjadi transformasi
budaya kearah budaya yang, memuliakan Allah.
Semoga membantu:)
maaf kalau ada salah
Richard Niebuhr adalah seorang Etikus Teologia Kristen yang Amerika yang
paking terkenal dengan bukunya Christ and Culture, yang membahas tentang
hubungan antara Kekristen-an dan budaya maupun sistem-sistem kemasyarakatan.
Dimana hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara keKristenan dan
kebudayaan akan berkembang menjadi sesuatu yang bisa diperdebatkan ketika
manusia mengetahui bahwa Kristus atau keKristenan itu sendiri adalah suci,
sempurna, dan tidak berdosa, sementara, budaya adalah buatan manusia, dimana
manusia itu sendiri penuh dosa. Lalu, timbulah pertanyaan, Bagaimana Kristus
dapat bertahan di tengah-tengah dan bercampur dengan ketidaksempurnaan
tersebut? Hal ini semakin dipermasalahkan lagi mengingat banyaknya ayat-ayat
Alkitab yang mengharuskan kita untuk tidak menjadi seperti dunia, sementara
banyak juga ayat-ayat yang mengharuskan tetap berada di dunia, sebagaimana
adanya manusia. Untuk menunjukan bagaimana keKristenan menanggapi
permasalahan ini, Richard Niebuhr memperkenalkan lima pandangannya mengenai
hubungan antara Kristus dan Budaya, yang antara lain: Christ against Culture,
Christ of Culture, Christ above Culture, Christ and Culture in paradox, Christ
transforms culture.
Sebagai pendahuluannya, Niebuhr memulai dengan definisi tentang Yesus dan
Kebudayaan masing-masing. Tentang Yesus, Niebuhr berpendapat bahwa definisi
manusia tentang Yesus tidaklah cukup (mengingat bahwa manusia tidak akan
pernah bisa menjangkau dan memahami hakikat Yesus secara total, dengan
kenyataan bahwa konsep tentang Yesus itu sendiri telah sedemikian rupa sangat
dipengaruhi oleh eksistensi kebudayaan yang telah menempel dalam perjalanan
hidupa manusia sejak lahir). Kebudayaan, oleh Niebuhr, didefinisikan sebagai total
proses dari aktivitas manusia dan segala manifestasinya, yang mengacu kepada
lingkungan atau hal-hal sekunder (seperti adat isitadat, system-sistem
kemasyarakatan, norma-norma, dll) yang manusia implementasikan ke dalam
kehidupannya.
1. Christ against Culture (Kristus vs kebudayaan)
Ini adalah pandangan yang cukup keras menegaskan tentang otoritas tunggal
Kristus terhadap kebudayaan dan menolak segala hal-hal yang diyakini oleh
budaya. Menurut pandangan ini, kesetiaan kepada Kristus merupakan suatu
penolakan terhadap lingkungan atau system budaya, dan bahwa ada suatu garis
yang dengan tegas memisahkan dunia dengan anak-anak Allah.
Sisi positif: orang-orang yang mempercayai atau menganut Christ against culture
bisa dikatakan adalah faktor utama mengapa kita masih boleh bersimpati terhadap
pandangan ini. Mereka yang menolak dunia, pastinya akan dengan teguh
mempertahankankan keyakinannya kepada Kristus. Banyak diantara mereka yang
telah menderita secara mental dan fisik demi menjalankan keinginan mereka.
Bahkan mereka rela menyerahkan rumah, property, harta, dan juga hak
perlindungan negara demi pergerakan mereka menolak dunia.
Sisi negative: Menurut Niebuhr, pandangan ini tidaklah sesuai karena pemisahan
antara dunia dengan Kristus tidak pernah ada dan tidak akan pernah ada, sekalipun
manusia berpikir bahwa itu mungkin bisa terjadi. Selain itu, menurutnya, terdapat
sebuah pengertian yang salah dimana orang-orang berpikir bahwa di dalam
kebudayaan, terdapat dosa. Dan ketika keKristenan menjauhi kebudayaan, maka
manusia dikatakan telah menjauhi dosa. Padahal, dosa bukan hanya mengenai
budaya. Dengan atau tanpa menjauh dari budaya, manusia itu sendiri telah berdosa
dan akan tetap bisa berbuat dosa. Yang terpenting menurut Niebuhr, pandangan ini
tidaklah mengenal Yesus dan peran Roh dalam penciptaan dunia secara utuh.
2. Christ of Culture (Kristus dari Budaya)
Dalam pandangan ini, manusia memposisikan Yesus sebagai Mesias dalam suatu
lingkungan social mereka, sosok yang dapat memenuhi segala harapan dan aspirasi
mereka, penyempurna keyakinan mereka, sumber dari roh kudus mereka. Orang
yang menganut paham ini cenderung lebih terbuka untuk menjalin pertemanan atau
hubungan bukan hanya dengan mereka yang percaya tapi juga dengan mereka yang
tidak percaya. Mereka juga tidak bisa menemukan perbedaan yang signifikan
antara gereja dan dunia, antara hokum-hukum social dengan dan kepercayaan pada
Tuhan, antara etika keselamatan dan etika social. Di satu sisi, mereka
menginterpretasikan kebudayaan melalui Kristus, dimana aspek yang paling mirip
dengan Yesus mendapat penghormatan dan apresiasi lebih besar. Di sisi lain,
mereka menginterpretasikan Kristus melalui budaya, menseleksi dari pengajaran-
pengajaran Kristen yang paling harmonis dengan system-sistem social dan budaya
mereka, itulah yang akan mereka aplikasikan dalam kehidupan mereka.
Sisi positif: orang cenderung merasa bahwa hanya mereka yang menolak
beradaptasi dengan kebudayaan, yang dapat melakukan penyerangan terhadap
kebudayaan. Orang-orang yang menganut dengan pemahaman ini pasti bisa
berdamai dengan budaya dan dunia. Bagaimanapun, sejarah telah menjadi saksi
bahwa manusia dapat memiliki ketertarikan akan Kristus karena adanya
keselarasan antara ajaran Kristiani dengan ajaran-ajaran tokoh-tokoh besar akan
moral dan pilosofi keagamaan. Dan orang-orang yang menganut paham ini
cenderung akan melibatkan diri mereka ke dalam suatu lingkungan social dimana
mereka merasa diri mereka potensial untuk membuat suatu perubahan atau
pengaruh terhadap individu lain dalam lingkungan tersebut.
Sisi negative: menurut Niebuhr, masalah terbesar dalam konsep pandangan ini
terletak pada distorsi Kristus, dimana Kristus digambarkan sebagai sosok yang
dibentuk atau sangat dipengaruhi oleh lingkungan social.
3. Christ above Culture (Kristus dan Kebudayaan).
Pandangan ini sama sekali tidak menghadirkan pertentangan antara Kristus dengan
budaya. Yang dihadirkan justru adalah pertentangan antara Kristus yang suci
dengan manusia yang berdosa. Penganut paham ini menekankan bahwa Kristuslah
yang berada di atas segala budaya, yang membentuk dan mengijinkannya untuk
terjadi, maka dari itu budaya tidak bisa dikatakan buruk, tapi juga tidak bisa
dikatakan baik. Ketika seorang manusia melakukan dosa, lalu kemudian
mengekspresikan pemberontakannya kepada Tuhan lewat suatu bentuk-bentuk
budaya, itu juga tidak mengartikan bahwa budaya merupaka suatu yang buruk.
Mereka mengatakan bahwa budaya ada karena Kristus yang menciptakannya
secara penuh, dan mereka melihat bahwa keselarasan antara Kristus dan budaya
adalah sebuah jawaban yang tepat untuk menjawab semua pertanyaan. Menurut
Niebuhr, penganut paham ini tidak bisa membedakan antara pekerjaan manusia
(yang adalah budaya) dari kemuliaan Tuhan, karena semua pekerjaan manusia itu
bisa terjadi juga karena kemuliaan Tuhan. Tapi mereka juga tidak bisa
memisahkan antara pengalaman akan kemuliaan Tuhan dari aktivitas budaya
mereka, karena bagaimana mungkin seseorang bisa mencintai Allah yang tidak
kelihatan, tanpa melayani saudara-saudara mereka yang kelihatan?
Sisi positif: adanya sebuah keseimbangan antara melihat Kristus sebagai bagian
dari budaya dengan meilhat Kristus sebagai sosok diluar budaya (secara Dialah
yang membual budaya itu ada). Melalui paham ini, kita bisa sampai kepada
pengertian tentang hokum moral dalam lingkungan social dan juga tentang
keterlibatan Tuhan dalam lingkungan social. Niebuhr menjelaskan bahwa Tuhan
menciptakan manusia sebagai makhluk social, dan merupakan suatu yang tak
mungkin jika lingkungan social menfungsikan eksistensinya tanpa arahan dari
Tuhan. Maka dari itu, gerejapun akhirnya, selain memfungsikan diri sebagai
pembangun iman dan spiritual, juga menfungsikan dirinya untuk menjadi
penjaga/pengawas hukum-hukum dunia, sebagai suatu pelayanan terhadap dunia.
Sisi negative: masalahnya terletak ketika paham ini sampai di sebuah titik batas,
akan bisa membawa dunia untuk melihat gereja sepenuhnya menjadi sebuah
institusi saja (institusionalisasi gereja). Jelas sekali terlihat, bahwa paham ini suatu
hari nanti akan membawa perhatian dan kayakinan umat menjadi semakin jauh dari
fungsi gereja sebenarnya.
4. Christ and Culture in paradox (Kristus dan Budaya dalam paradoks)
Ini adalah paham yang kurang lebuh mirip dengan Christ above culture.
Perbedaannya adalah, ketika penganut paham ini berkeinginan untuk
mempertahankan kesetiaan pada Kristus dan sisi lain juga ingin mempertahankan
tanggung jawab terhadap budaya secara bersama-sama, mereka percaya bahwa
integrasi ini bukanlah suatu hal yang seimbang dan menyenangkan, seperti yang
penganut above-culture rasakan. Mereka menekankan bahwa ada sebuha paradokz,
dimana konflik yang terjadi antara Kristus dan budaya disebabkan karena dosa
yang terdapat dalam budaya.
Sisi positif: pandangan ini menangkap dengan cukup jelas penekanan alkitab yang
di deskripsikan untuk umat Kristen di dunia. Karena manusia berada di bawah
hukum, namun juga tidak dibawah hukum selain karunia. Manusia adalah pendosa
namun bijaksana. Penerima pembalasan dan juga belas kasihan Kristus. Ini adalah
suatu porses yang dinamis, dan juga bukanlah suatu penolakan ataupun penerimaan
terhadap budaya dari model-model yang lain, tapi lebih kepada pengalaman pribadi
manusia yang menjadi saksi bahwa perjalanan hidup dengan budaya penuh dengan
damai juga kesengsaraan.
Sisi negative: keKristenan bisa kehilangan suara to mengatakan hal apapun yang
bermakna dalam/ terhadap budaya. Ini adalah paham yang membawa kita untuk
menerima budaya karena kita melihat secara bersamaan pembalasan maupun belas
kasih Kristus, dan karena manusia melihat keduanya, maka akan sangat bahaya
jika manusia.
5. Christ transforms Culture (Kristus yang bertransformasi ke dalam
kebudayaan)
Ini adalah sebuah paham yang paling disarankan oleh Niebuhr, dimana secara
teologis, pandangan ini memiliki 3 garis besar , yaitu melihat Tuhan sebagai
pencipta, menyadari bahwa kejatuhan manusia dari sesuatu yang baik, dan
memandang bahwa kita merasakan interaksi antara Tuhan dengan manusia dalam
perjalanan hidup manusia yang historis. Maka dari itu, penganut paham ini percaya
bahwa kebudayaan manusia adalah kehidupan manusia yang telah
ditransformasikan ke dalam dan di dalam kemuliaan Tuhan. Pada prakteknya,
pandangan ini memiliki arti bahwa we bekerja dalam sebuah lingkup budaya untuk
mengupayakan sesuatu yang lebih baik, karena Tuhan pada dasarnya telah
menberikan manusia kretifitas, dan itu baik (dan jelas bisa menjadi baik). Kita juga
bisa berkontribusi dalam pekerjaan transformasi ini, karena ketika di dalam budaya
ada dosa, masih ada harapan melalui Kristus, untuk penyelamatan budaya itu
sendiri. Lebih jauh lagi, kita akan mengalahkan dosa bukan dengan cara
menjauhinya ataupun dengan memeranginya secara langsung, namun dengan
bentuan mata manusia yang tertuju pada Yesus, dan niat kita yang positif dan
berorientas padaNya, akan membuat kita mampu mengalahkan dosa.

Anda mungkin juga menyukai