Anda di halaman 1dari 7

TUGAS 2

Pendidikan Agama Kristen

Nama : Gabriella Zefha Kainama


NIM : 044500695
Jurusan : Ilmu Komunikasi, UPBJJ Jakarta Timur

Tugas 2

1. Menjelaskan 3 pandangan Rasul Paulus tentang hukum taurat!


2. Asas taat dan hormat pada hukum dapat terwujud apabila pelaksanaan penegakan
hukum dilakukan tidak diskriminatif. Sebutkan 5 dari 6 faktor penyebab
penegakan hukum di Indonesia belum berjalan dengan baik.
3. Fungsi etika perlu dibuat lebih praktis agar manusia dapat lebih memahami dan
melakukannya. Jelaskan secara singkat fungsi etika bagi orang Kristen?
4. Sebutkan pengertian karakter, kepedulian, dan ketangguhan bagi kehidupan orang
Kristen?
5. Jelaskan apa yang anda pahami tentang sikap dan pandangan orang Kristen
terhadap budaya!
6. Jelaskan Model-model hubungan Iman Kristen dengan budaya oleh Richard
Niebuhr

Jawaban:
1. Berikut 3 pandangan Rasul Paulus tentang hukum Taurat:
a) Tuhan menurunkan hukum Taurat untuk menunjukkan bahwa manusia tidak
terlepas dari dosa karena tidak satu orang pun yang bisa melaksanakan
hukum tersebut dengan sempurna.
b) Diturunkannya hukum Taurat adalah membuka kesempatan bagi Tuhan untuk
menyatakan kasih-Nya dengan pengorbanan Yesus Kristus. Kalau
sebelumnya tidak ada hukum Taurat maka pengorbanan Yesus di tiang salib
tentu tidak perlu terjadi.
c) Hukum Taurat dan pengorbanan Yesus dikatakan sebagai bentuk keadilan
Tuhan bagi manusia, karena membiarkan dosa-dosa sebelumnya dan
menghapusnya pada saat penyaliban Yesus. Dikatakan apa yang dilakukan
Tuhan adalah benar dan orang yang beriman kepada Yesus juga akan
dibenarkan.
2. Berikut 5 faktor penyebab penegakan hukum di Indonesia belum berjalan dengan
baik:
a) Adanya transaksi dalam penegakan hukum,
b) Moral penegak hukum yang buruk,
c) Intervensi dari penguasa,
d) Masyarakat belum sadar hukum,
e) Masyarakat suka melanggar hukum.
3. Fungsi etika bagi orang Kristen antara lain:
a) Menolong kita untuk berpegang teguh kepada firman Tuhan dalam
menentukan norma-norma etis yang harus berlaku mutlak dalam situasi dan
kondisi apapun. Karena ia berbicara tentang apa yang benar dan salah.
Misalnya, perintah: "jangan membunuh!" Itu berarti dalam situasi dan
kondisi apapun membunuh itu salah. Itulah yang disebut etika kewajiban atau
deontologis.
b) Menolong kita menjunjung tinggi norma-norma kesusilaan di dalam
masyarakat, termasuk di dalamnya tata krama, sopan santun. Sebagai contoh,
kebiasaan berjabatan tangan, permisi, cara duduk, makan, dan sebagainya.
Hal ini diperlukan dalam relasi antarmanusia, demi terpeliharanya kerukunan
dan harmoni. Kita melakukannya agar tidak menjadi batu sandungan, kecuali
jika bertentangan dengan firman Tuhan.
c) Menolong kita memiliki kesadaran moral. Kita hidup di tengah-tengah
masyarakat yang memerlukan keikutsertaan kita dalam pelbagai hal.
Tindakan konkret dan kepekaan terhadap situasi di sekitar kita mendorong
kita untuk berbuat sesuai dengan hati nurani kita. Firman Tuhan
mengingatkan: "Jadi jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik,
tetapi jika tidak melakukannya, ia berdosa" (Yak. 4:17). Tuhan Yesus
memberikan teladan bagi kita dengan berjalan berkeliling di seluruh Galilea,
mengajar, memberitakan Injil, melenyapkan segala penyakit dan kelemahan
bangsa itu (Mat. 4:23). Inilah yang dinamakan kepekaan sosial dalam situasi
konkret.
d) Etika menolong kita mengetahui apa yang baik, buruk, benar, dan salah.
Barangkali fungsi deskriptif dan normatif di atas digunakan di sini. Kita tahu
bagaimana bersikap benar di kampus, gereja, dan lingkungan pekerjaan. Kita
juga tahu bahwa korupsi itu dosa karena sama dengan mencuri atau
merugikan orang lain.
e) Fungsi terakhir dan terutama adalah agar hidup kita memuliakan Tuhan
"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya
mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di
sorga" (Mat. 5:16).
4. Berikut pengertian karakter, kepedulian, dan ketangguhan bagi kehidupan orang
Kristen:
a) Karakter didefinisikan sebagai pola perilaku atau kepribadian yang berada
dalam diri seseorang atau kelompok, sebagai dasar moral atau kekuatan
moral, disiplin diri atau reputasi.
b) Alkitab menasihatkan agar kepedulian sosial dinyatakan melalui empati kita
kepada orang yang menghadapi masalah. Kepedulian sosial juga dinyatakan
melalui keterlibatan dalam masalah sosial seperti, kemiskinan (pengentasan
kemiskinan), bencana alam, pembangunan, politik dan keadilan sosial. Kita
menjunjung tinggi upaya pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dalam berbagai bidang. Bagi kita orang Kristen, pembangunan
mental spiritual komunitas orang percaya merupakan bagian dari kepedulian
kita.
c) Ketangguhan ditekankan dalam Alkitab dengan menggunakan kata tekun dan
sabar berulangkali. Karena itu Rasul Petrus menegaskan: "Justru karena itu
kamu harus sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu
kebajikan, dan kepada kebaikan pengetahuan, dan kepada pengetahuan
penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan
kesalehan" (2 Pet. 1:5-6).
5. Berikut sikap dan pandangan orang Kristen terhadap budaya dan kebudayaan,
antara lain:
a) Sikap menerima dan menghargai budaya; menerima budaya sebagai karya
cipta manusia yang digunakan untuk kehidupannya sebagai makhluk sosial,
dan juga bagi kemuliaan Tuhan.
b) Sikap menolak: terutama terhadap budaya sebagai karya cipta yang
bertentangan dengan kehendak Tuhan, seperti pembuatan benda-benda untuk
penyembahan berhala. Bahkan menolak budaya global atau budaya asing
sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab.
c) Sikap sintesis atau integratif: menerima unsur-unsur positif dalam budaya
secara selektif. Sehubungan dengan itu Paul G. Hebert dalam Cultural
Anthropology mengatakan bahwa para antropolog umumnya menggunakan
kata "culture" sebagai definisi dalam istilah pola perilaku orang-orang kaya
dan elite; suatu pengertian dari bahasa Jerman 'kultur' yang menyiratkan
sesuatu yang pantas, cocok dan dengan cara berbuat yang disaring. Oleh
karena perhatiannya terhadap seluruh umat manusia maka para antropolog
membatasi definisinya dan membebaskannya dari penilaian baik atau buruk.
Dengan mempertimbangkan perdebatan tentang definisi yang tepat tentang
konsepnya, tetapi lebih kepada tujuannya, sehingga para antropolog
mendefinisikan budaya sebagai sistem terintegrasi dari pola yang dapat
dipelajari dari perilaku, ide-ide dan produk yang mencirikan suatu
masyarakat (culture as the integrated system of learned patterns of behavior,
ideas and products characteristic of a society). Para antropolog mula-mula
mengamati pola perilaku yang dapat dipelajari. Dalam melukiskan sebuah
budaya para antropolog memulai dengan mengamati dan mendengarkan
orang-orang dalam suatu masyarakat dengan melihat pola-pola perilakunya
(1992:25).
6. Berikut model-model hubungan Iman Kristen dengan budaya oleh Richard
Niebuhr:
a) Kristus menentang kebudayaan (Christ against culture). Secara logis
bertolak dari prinsip umum yang dianut oleh orang Kristen tentang
ketuhanan Kristus. Secara kronologis berpegang kepada sikap hidup
kekristenan mula-mula. Injil pertama, yaitu Injil Matius mengontraskan
hukum yang lama dengan hukum yang baru yang berisi kewajiban bagi orang
Kristen untuk menaati bukan saja hukum-hukum Musa tetapi juga peraturan-
peraturan para pemimpin dalam masyarakat Yahudi. Sedangkan Kitab
Wahyu secara radikal menolak "dunia" tetapi persoalannya menjadi lebih
rumit karena situasi penganiayaan terhadap orang Kristen. Kita diperintahkan
untuk percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling
mengasihi (1 Yoh. 3:23). Ayat ini kemudian diartikan sebagai kesetiaan
terhadap Kristus dan saudara-saudara seiman dan karena itu menolak budaya.
Ajaran ini ditekankan oleh orang Kristen mula-mula dan oleh beberapa Bapa
Gereja seperti Tertulianus dan Clement. Tertulianus menganggap dosa asli
diturunkan kepada seorang anak melalui masyarakat dan kebiasaan yang ada
di dalamnya. Ajarannya ini juga dianut oleh para teolog dari Afrika Utara.
Penolakan terhadap budaya juga datang dari Leo Tolstoy, Penulis buku War
and Peace dan Anna Karenina. Ia menekankan bahwa Yesus adalah
kebenaran sejati yang dijumpai dalam realitas. Ia menekankan ketaatan
kepada perintah-perintah Kristus dan menolak budaya. Model ini menjunjung
tinggi Kristus dan Injil serta menolak budaya sebagai sumber dosa bagi
manusia. Kristen anti budaya memainkan peranan untuk memperbarui
budaya, terutama budaya Romawi. Upaya ini dilakukan oleh Origenes,
Clement dari Aleksandria, Ambrosius dan Agustinus. Harus kita akui bahwa
paham demikian masih dianut oleh orang-orang Kristen yang radikal dan
eksklusif. Paham demikian seharusnya tidak dijadikan contoh bagi kita.
Sebab bagaimana pun kita hidup di tengah-tengah budaya yang dapat kita
gunakan untuk aktivitas yang berkaitan dengan iman kita kepada Tuhan.
b) Kristus milik kebudayaan (The Christ of culture). Paham ini beranggapan
bahwa Injil masuk ke dalam setiap budaya yang secara positif menyanjung
Yesus sebagai Mesias dalam masyarakatnya, la yang menggenapi harapan
dan aspirasi mereka. penyempurna iman yang benar dan sumber roh yang
kudus. Mereka menjadi masyarakat yang menentang kaum radikal yang
menolak institusi sosial demi Kristus tetapi tercabut jauh dari budayanya.
Golongan ini mengombinasikan tema Kristus dan budaya secara positif
mempertimbangkan budaya dan juga secara fundamental menunjukkan
kesetiaannya kepada Tuhan Yesus. Para pakar menyebut sikap ini sebagai
sikap akomodatif, karena ada kesesuaian atau keselarasan antara Kristus
dengan budaya. Menurut hemat saya, sikap demikian merupakan sikap yang
positif dan akomodatif di mana budaya tidak ditolak tetap Injil Kristus tetap
dijunjung tinggi.
c) Kristus di atas kebudayaan (Christ above culture), Pemahaman demikian
adalah membedakan antara segala sesuatu yang bersifat fisik atau jasmani
dengan yang bersifat rohani atau spiritual. Kristus berdaulat atas seluruh
aspek kehidupan manusia, termasuk budaya. Mayoritas gerakan yang
berpusat pada gereja menolak untuk mengambil posisi sebagai antibudaya
secara radikal maupun bersikap akomodatif. Terdapat pandangan yang
bersifat sintetis antara Kristus dan budaya. Tercatat beberapa Bapa Gereja
menganut paham ini. Clemens menandaskan bahwa seorang Kristen harus
menjadi orang baik sesuai dengan standar budaya yang baik. la mencoba
mengombinasikan apresiasi terhadap budaya dan kesetiaan terhadap Kristus.
Demikian pula Thomas Aquinas sebagai seorang yang menganut paham
sintesis menerima dan mengambil tanggung jawab sosial dalam lembaga-
lembaga Kristen. Tentu penilaian terhadap sikap ini harus berhati-hati agar
tidak terjadi pencampuradukan atau sinkretisme.
d) Kristus dan budaya paradoks (Christ and culture in paradox). Sesuai dengan
judulnya maka penganut paham ini beranggapan bahwa Kristus dan
kebudayaan saling bertentangan (paradox: berlawanan). Kelompok ini
berpandangan dualistis yang mempertentangkan antara dunia dan surga;
terang dengan gelap, kerajaan Allah dan setan. Dalam menjawab persoalan
mengenai Kristus dan kebudayaan mereka kembali mempertentangkan antara
hukum dan anugerah; murka ilahi dan kasih. Kaum dualistis ini bergabung
bersama kaum Kristen radikal untuk mempertahankan otoritas hukum-hukum
Kristus atas manusia serta melihatnya secara harfiah (literal). Pemahaman
yang terkandung dalam hal ini adalah Kristus dan budaya selain
bertentangan, juga berbeda satu sama lainnya. Dengan begitu maka mereka
yang menganut paham ini membuat garis pemisah yang tegas antara budaya
dan iman. Garis pembatas ini dilakukan bilamana hal-hal yang terkandung
dalam budaya bersifat mistis, okultis, dan penyembahan berhala yang
ditentang oleh Tuhan.
e) Kristus Pengubah budaya (Christ the transformer of culture). Paham ini
tidak bersifat eksklusif dan terisolasi dari masyarakat, tetapi terlibat dan
mengambil bagian dalam masyarakat melalui tugas dan tanggung jawabnya
sebagai wujud ketaatan pada Tuhan dengan memodifikasi penghakiman
Kristus atas dunia dalam pelbagai cara. Apa yang membedakan kelompok
yang dinamakan konversionis ini dengan kelompok dualistis adalah
pandangan mereka yang lebih post dan sikap yang sangat memberi harapan
terhadap budaya. Jadi pada dasarnya pandangan ini banyak didasarkan pada
Perjanjian Baru, terutama keempat lajil. Kehidupan Kristen telah mengalami
transformasi melalui seluruh karya Kristus. Transformasi budaya diperlukan
demi pelayanan dan kepentingan umat manusia.

Sumber: Buku Materi Pokok MKWU4103

Anda mungkin juga menyukai