Kelas :F
Hari/Tgl : Sabtu,30 Mey 2020.
TUGAS TAHAP 2
Kata 'etika' berasal dari kata Yunani ethos, 'susila'; istilah itu terdapat
dalam 1 Kor 15:33, diterjemahkan 'kebiasaan yg baik', tapi dalam PB kata yg
lebih banyak dipakai untuk mengartikan cara hidup ialah anastrofe dan kata
kerja yg berpadanan (lih 2 Ptr 3:11).
Etika atau susila alkitabiah berbicara tentang cara hidup, yg diatur dan disetujui
Alkitab. Menurut Alkitab, susila dalam arti 'kebiasaan yg baik' tidak dapat
dilepaskan dari pembawaan batiniah (motif-motif) yg terungkap dalam tingkah
laku yg dapat diamati. Susila yg dituntut oleh Alkitab terkait dengan hati
manusia, sebab 'dari situlah terpancar kehidupan' dan 'Allah mengetahui hatimu'
(bnd Ams 4:23; 23:7; Mrk 7:18-21; Luk 16:15; Ibr 4:12). Perintah-perintah Allah
sering dalam rangka tuntutan akan tindakan nyata atau terlarang, tapi janganlah
menganggap bahwa perintah-perintah itu hanya memperhatikan tindakan
lahiriah saja (bnd Mat 5:28; Rm 13:9-10).
prinsip-prinsip etika kristen yang tertulis dan diatur dalam Alkitab
sesuai dengan hukum kasih dalam Alkitab di antaranya :
a. Bersifat terbuka (1 Yoh 1:7) Allah memiliki sifat yang terang dan di dalam
terang tersebut tidak ada yang disembunyikan. Hal itu berlaku juga di dalam
persekutuan, keterbukaan merupakan suatu hal yang harus diutamakan untuk
terjalin persekutan yang baik sesuai dengan sejarah agama kristen.
b. Berani menegur (Ams 27:6) Sahabat sejati seharusnya harus berani untuk
saling menegur, bahkan harus berani untuk “memukul” sahabatnya asalkan hal
itu dimaksudkan untuk hal yang baik mengajarkan tentang manfaat berdoa bagi
orang kristen.
Dapat berbesar hati untuk menerima teguran dari oranglain. Harus mengerti
bahwa teguran yang diberikan adalah suatu wujud tanda kasih. Saat kita di tegur
berarti kita dikasihi karena kita diinginkan untuk menjadi pribadi yang lebih baik
lagi dan terhindari dari perilaku yang menyimpang dan tidak sesuai dengan
ajarannya, jangan berfikiran bahwa suatu teguran itu merupakan suatu hinaan
dan membuat anda sakit hati lalu membenci.
Alkitab juga berperan di dalam kehidupan orang Kristen sebagai media yang
Allah pakai supaya mereka memiliki pengenalan akan Allah dan bertumbuh
menurut hikmat Allah.
Serta mengajarkan manusia bagaimana cara beretika yang benar antara sesama
makluk sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Yang paling dikenal adalah kesepuluh Firman Allah, yang terdapat dalam
Keluaran 20 dan Ulangan 5:|6-21. Dari kesepuluh perintah ini terdapat enam di
antaranya yang merupakan perintah langsung dalam kaitannya dengan sesama
yaitu: Hormatilah ayahmu dan ibumu, jangan membunuh, jangan berzinah,
jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu, dan jangan
mengingini milik sesamamu. Sedangkan keempat lainnya adalah menyangkut
hubungan dengan Allah. Tetapi semuanya itu haruslah dilihat sebagai kesatuan
dan harus dilaksanakan demi menjaga keterikatan mereka dengan perjanjian
bersama Allah.
Namun demikian, Yudaisme sebagai agama tradisi tidak hanya memiliki tradisi
tertulis yaitu Kitab Suci sebagai sumber ajaran. Sumber lain yakni tulisan-tulisan
dari para Rabi yaitu Mishna, Midrasy, Talmud dan Targum. Baik dalam Kitab Suci
ataupun literatur Rabini sama-sama menekankan pada moral. Hanya saja
Literatur Rabinik melanjutkan penekanannya pada tindakan etis. Untuk itulah
para Rabi membuat formulasi terhadap sistem tradisi yang tertuang dalam
Mishna dan diperluas menjadi Talmud.
Kita sebagai orang Kristen seharusnya bersyukur ketika kita boleh lahir
dalam keluarga Kristen. Kenapa, karena umat Kristen percaya bahwa Yesus
adalah Anak Allah dan Juru Selamat umat manusia yang datang sebagai Mesias
(Kristus) sebagaimana yang dinubuatkan dalam Alkitab.
Akan tetapi yang kita temui saat ini adalah banyak orang Kristen yang tidak lagi
menggunakan etika dalam menjalani kehidupan sehari-hari dan bahkan masih
lengket dengan dosa: pesta miras, irih hati, penyembahan berhala, sex bebas,
kepentingan diri sendiri, roh pemecah dan lain sebagainya. Ketika Etika Kristen
sudah tidak diterapkan maka dunia juga akan semakin hari semakin jahat.
Untuk itu kita sebagai orang Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai
Tuhan dan Juru Selamat yang hidup, marilah kita beretika yang baik. Lewat
tuntunan Roh Kudus kita akan diarahkan kepada sesuatu yang dikehendaki oleh
Allah dan itulah yang terbaik.
Hukum kita ibaratkan perahu. Etika kita ibaratkan sebagai laut. Jika
etikanya kering, maka hukum tidak akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu,
hakim harus memiliki etika yang berlandaskan Pancasila. Etika menjadi benteng
pada diri hakim agar tidak melakukan hal-hal yang dapat melukai marwah
keluhuran seorang hakim,” ujar Ketua Bidang SDM, Advokasi, Hukum, Penelitian
dan Pengembangan Komisi Yudisial (KY) Sumartoyo saat memberikan keynote
speech dalam workshop Perbuatan Merendahkan Kehormatan dan Keluhuran
Martabat Hakim dalam Perspektif Etika dan Hukum, Rabu (30/8) di Hotel Le
Polonia Medan, Sumatera Utara.
Apabila seorang hakim telah paham dan sadar pentingnya menjaga etika, maka
cita-cita untuk mewujudkan peradilan bersih akan terwujud. Sebagai profesi
mulia, lanjut Sumartoyo, seorang hakim hendaknya tidak mudah tergoda.
“Dengan begitu, semua perilaku, moral, dan putusannya akan sejalan dengan
nilai-nilai kejujuran,” tambah mantan advokat ini.
Hal senada disampaikan Wakil Gubernur Sumatera Utara Nurhajizah.
Menurutnya, sebaik apapun konsep hukum, tetapi tanpa diikuti dengan etika dan
disiplin menjadi sia-sia. Bagi seorang hakim, etika harus berlandaskan Pancasila
agar dalam menghasilkan putusan berdasarkan keadilan.
“Etika berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila itu harus didorong
dan ditingkatkan. Sesungguhnya etika yang berlandaskan Pancasila akan
otomatis memiliki nilai-nilai agama didalamnya dan akan membuat hakim
menghasilkan putusan yang jujurdan tidak berat sebelah,” ungkap Nurhajizah.
Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam
Sumatera Utara (UISU) Marzuki menekankan pentingnya pendidikan etika sejak
dini. Ia juga menyampaikan bahwa penting memiliki role model yang memiliki
etika kebangsaan.