Bangsa Indonesia merupakan bangsa majemuk, yang terdiri dari berbagai suku, tradisi,
agama, dan bahasa. Kekristenan di Indonesia hadir, menjalani kehidupan serta melaksanakan
tugas pelayanan di tengah-tengah masyarakat yang majemuk tersebut. Dengan demikian,
umat Kristen dituntut untuk bisa menempatkan diri di tengah-tengah kemajemukan dan
diperhadapkan dengan nilai-nilai etis yang berlaku dimasyarakat. Ada banyak nilai etis yang
berlaku dimasyarakat, beberapa diantaranya yang merupakan nilai etis yang mendasar yakni:
keadilan, kebebasan, kejujuran, tanggung jawab serta rasa hormat. Dan nilai-nilai tersebut
sudah tertanam dalam setiap individu sejak dini. Yang menjadi pertanyaan bagi kita,
bagaimana peranan Etika Kristen dalam masyarakat dan pelayanan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahalu kita perlu memahami pengertian
dari Etika serta perbedaan Etika umum dan Etika Kristen. Menurut KBBI, Etika adalah ilmu
tentang apa yang baik dan buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). 1 Dari pengertian
ini mengarahkan kita pada sebuah pemahaman bahwa Etika merupakan ilmu yang membentuk
pengetahuan manusia mengenai hal yang baik dan buruk, hak dan kewajiban yang berkaitan
dengan moral (akhlak). Sementara berdasarkan asal kata, Etika dalam Bahasa Yunani “ethos”
atau “ta ethika” yang lebih berarti kesusilaan, perasaan batin, atau kecenderungan hati sebagai
pendorong seseorang dalam melaksanakan perbuatan. 2 Sehingga dapat ditarik kesimpulan,
Etika merupakan sebuah pedoman bagi seseorang dalam berperilaku di masyarakat, sehingga
dapat mengarahkan pada perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada.
Orang Kristen hidup di bawah kedaulatan Allah dan hanya Allah yang dapat menyatakan
kedaulatannya atas umat-Nya. Etika Kristen berpusat kepada Allah, berlawanan dengan etika
sekular yang lebih condong untuk berpusat pada manusia.3 Sangat jelas bagi kita, yang
membedakan antara etika Kristen dengan etika sekular (umum) adalah siapa yang menjadi
sentralnya. Keduanya memang sama-sama mengacu kepada pedoman yang menjadi dasar bagi
1
Arti kata etika - Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online
2
Dr. J. Verkuyl, Etika Kristen Bagian Umum, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2020), 1
3
R.C. Sproul, Etika dan Sikap Orang Kristen, (Malang: Gandum Mas, 1996), 28
manusia dalam berperilaku namun yang menjadi dasar dari pedoman tersebutlah yang
membedakannya. Jika dalam etika sekular (umum) norma-norma yang berlaku di masyarakat
merupakan hasil pemikiran manusia, maka dalam kekristenan Allahlah yang menjadi “pemberi
aturan” kepada umat-Nya tentang bagaimana berperilaku di masyarakat. Kehadiran orang
Kristen di tengah-tengah masyarakat yang menjalani kehidupan berdasarkan norma-norma yang
ada tentunya tidak serta merta menunjukkan gaya hidup yang bertentangan dengan norma-
norma tersebut. Sebaliknya justru kehadiran orang Kristen memberikan perngaruh yang lebih
baik lagi bagi lingkungan sekitarnya seperti yang di perintahkan oleh Tuhan agar menjadi garam
dan terang dunia (Matius 5: 13-16). Jika dalam etika sekular, nilai-nilai etis merupakan hasil
pemikiran manusia yang dijadikan sebuah standar dalam berperilaku, maka pertanggujawaban
etisnya hanya sebatas kepada manusia. Sedangkan dalam etika Kristen, nilai-nilai etis yang
harus ditaati oleh umat-Nya merupakan perintah langsung dari Allah dan harus menjadi standar
hidup umat-Nya, maka pertanggungjawabannya langsung kepada Allah sebagai pemberi
perintah sekaligus pemilik hidup manusia. Etika Kristen dapat saya simpulkan sebagai sikap,
karakter, dasar berperilaku dalam relasi dengan sesama dan lingkungan berdasarkan nilai-nilai
Kritiani.
Masyarakat merupakan lingkungan sosial yang di dalamnya terdapat individu-individu
yang majemuk, menjalani kehidupan yang sesuai dengan norma-norma dan adat istiadat yang
berlaku dilingkungannya. Etika Kristen harus mampu menempatkan diri pada lingkungan
masyarakat seperti itu dengan tidak menyimpang dari nilai-nilai Kristiani yang Alkitabiah.
Kesimpulan
Kehadiaran orang Kristen di tengah-tengah masyarakat bukan hanya sekedar untuk menjalani
kehidupan yang penuh dengan rutinitas yang berkaitan dengan hal yang jasmani saja. Naftaliano
menyatakan, keberadaan gereja di dunia ini bukan semata-mata hanya sekedar perkumpulan dan
ibadah. Tetapi suatu perkumpulan dan ibadah yang memikul mandat kesaksian. Baik itu kesaksian
tentang panggilan Allah untuk menerima keselamatan di dalam dan melalui Yesus Kristus, maupun
sebagai media kesaksian yang dapat memajukan kehidupan di bumi. 4 Sejak kejatuhan manusia pertama
dalam dosa, Alkitab menyatakan bahwa semua manusia sudah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23).
Gambaran diri Allah dalam manusia telah dirusak oleh dosa. Sehingga kecenderungan hati manusia
bukan lagi untuk memuliakan Allah melainkan kejahatan semata (Kej. 6:5). Allah adalah Pencipta
manusia sekaligus Pencipta semua aturan-aturan yang menjadi pedoman kehidupan bagi umat
kepunyaan-Nya. Umat kepunyaan-Nya harus menjalani kehidupan sesuai dengan ketetapan dan
peraturan-peraturan yang Allah buat bagi umat-Nya (Yeh. 11:20; 36:27). Berkaitan dengan hal tersebut ,
Packer menyatakan:
Allah menciptakan kita untuk hidup dalam masyarakat – keluarga, gereja, tubuh politik,
komunitas dalam pekerjaan atau kebudayaan, dan Sepuluh Hukum menunjukkan kesempurnaan
sikap sosial Allah, seperti juga maksud-Nya bagi pribadi-pribadi manusia. Apakah idealnya Allah?
Komunitas yang takut akan Allah yang ditandqqai dengan ibadah bersama (hukum 1,2,3) dan
suatu daur yang diterima antara kerja dan istirahat (hukum 4), dengan suatu penghormatan yang
ketat terhadap pernikahan dan keluarga (hukum 5, 7), terhadap harta milik dan hak kepemilikan
(hukum 8,10), terhadap hidup manusia dan tuntutan setiap orang akan perlindungan hukum
(hukum 6), dan terhadap kebenaran dan kejujuran dalam segala bentuk hubungan (hukum 9). 5
Etika Kristen merupakan pedoman hidup dalam berperilaku dimasyarakat, yang dilandaskan
pada semua ketetapan dan peraturan Allah yang tertulis dalam Alkitab, harus membawa pengaruh
dalam masyarakat tempat dimana Allah menempatkan kita untuk melayani.
4
A. Naftalliano, Alkitab, Nalar dan Kebenaran: Sebuah Paradigma (Bekasi: LOGOS Publicizing, 2010), 148-149
5
J.I. Packer, Kristen Sejati Jilid 4: Sepuluh Hukum (Surabaya: Momentum, 2022), 73