Anda di halaman 1dari 14

ETIKA DAN PEMBENTUKAN KARAKTER KRISTIANI

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :

1. Ari amjes ginting (5183121038)


2. Bonatua sihombing (5181121004)
3. Edinawer sinaga (5183121020)
4. Rian pranata simarmata (5183121041)
5. S.yogi letwing manik (5183321007)

PENDIDIKAN TEKNIK MESIN

TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga makalah ini dapat
diselesaikan. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah umum Pendidikan
agama.Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita semua.
Penulis membuat makalah ini dari kumpulan buku, dan internet sebagai pedoman membuat
makalah.

             Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat diperlukan untuk menumbuhkan rasa kecintaan
terhadap Bangsa Indonesia dan mengembangkan kesadaran berbangsa dan bernegara

            Terima kasih penulis ucapkan kepada Dosen  pendidikan kewarganegaraan, teman mahasiswa
yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan motivasi membantu dalam
pengembangan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih perlu ditingkatkan lagi
mutunya. Oleh karena itu kritik dan saran dari berbagai pihak yang membangun sangat diharapkan.

                                                                                              Medan, 24 maret 2020

                                                                                   

                                                                                               Penulis,


 

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................I

DAFTAR ISI ...................................................................................................................II     

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................III

1.1   LatarBelakang.......................................................................................1

1.2   Rumusan Masalah..................................................................................2

1.3   Tujuan dan Manfaat...............................................................................2

BAB II    PEMBAHASAN

2.1Pengertian etika..................................................................3

2.2 Dasar dan Perbuatan baik…………………………………………………………………......4

BAB III    PENUTUP

3.1 Kesimpulan...........................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sebelum kita lebih dalam lagi dalam penjelesan tentang Etika Kristen, terlebih dahulu
kita akan membahas tentang Moral dan Etika. Moral yaitu ajaran tentang baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dsb; akhlak; budi pekerti;
susila. Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah,
berdisiplin, dsb; isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana terungkap dalam
perbuatan. Ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. 
Sedangkan Etika yaitu Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang
hak dan kewajiban moral (akhlak), kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Jadi, moral adalah bahan kajian yang dipelajari didalam etika. 
Etika akan menentukan beberapa prinsip atau asas apakah suatu tingkah laku baik
atau buruk, apakah tingkah laku tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak
yang berkaitan dengan kemanusiaan. Etika dapat berupa peraturan dan ketetapan
secara lisan maupun tertulis mengenai bagaimana menusia bertindak agar menjadi
manusia yang baik, sehingga tercipta perdamaian di dunia.

2. RUMUSAN MASALAH
 Etika menurut agama Kristen!
 Dasar dan sumber perbuatan baik!

3. TUJUAN
 Menjelaskan pentingnya etika dalam kehidupan sehari-hari
 Menjelaskan etika menurut ajaran kristen
BAB II

PEMBAHASAN

A.   PENGERTIAN ETIKA


            Istilah “etika” berasal dari kata ethos (Yun) yang artinya pemukiman, perilaku,
kebiasaan. Berikut beberapa pandangan dari beberapa ahli tentang istilah “etika” yaitu:
a.    Dr J. Verkuyl
Ethos berarti kebiasaan, adat. Demikian juga Ethikos berarti kesusilaan, perasaan batin,
kecenderungan hati yang membuat seseorang melakukan perbuatan.
b.    Robin W. Lovin
Ethos yang berarti adat (Inggris: Custom), sifat (Inggris: Character). Arti tersebut menunjuk
pada nilai sifat, keyakinan, praktik kelompok, ada hubungannya dengan kultur atau
kebudayaan.
c.    C. H. Preisker
Ethos berarti kebiasaan (Inggris: habit), kegunaan (Inggris: used), adat (Inggris: custom),
peraturan, kultus dan hukum.
Dalam kaitannya dalam bahasa Latin, etika disebut mores yang berarti adat atau custom (Ing).
Istilah ini menunjuk pada kelakuan umum, sehingga perbuatan itu hanya secara lahiriah dan
dapat dilihat. Dalam bahasa Latin disebut mos (tunggal) dan mores (jamak) yang menjelaskan
kehendak, tingkah laku, adat istiadat, kebiasaan, cara hidup, berkelakuan, baik dan buruk.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan akhlak
atau moral.
Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya. Kesadaran tersebut termasuk apa
yang dilakukannya. Kesadaran inilah yang disebut dengan kesadaran etis. Kesadaran etis
adalah kesadaran tentang norma-norma yang ada di dalam diri manusia. Etika berhubungan
erat dengan kelakuan manusia dan cara manusia melakukan perbuatannya. Kelakuan yang
dinyatakan dengan perbuatan itu menunjuk pada dua hal, yakni positif dan negatif. Pengertian
positif menunjuk pada hal yang baik. Sedangkan pengertian negatif menunjuk kepada hal
yang jahat atau tidak baik. Etika hendak mencari ukuran baik, sebab yang tidak baik atau
tidak sesuai dengan ukuran baik itu adalah buruk atau jahat.
Oleh sebab itu, tugas etika adalah menyelidiki, mengontrol perbuatan-perbuatan,
mengoreksi dan membimbing serta mengarahkan tindakan yang seharusnya dilakukan agar
dapat memperbaiki tindakan atau perbuatannya. Pengertian perbuatan positif adalah “apa
yang baik” secara umum atau memakai ukuran yang merupakan pertimbangan dari tuntutan
masyarakat dan sesuai pula dengan hati nurani atau kata hati.
d.    Robert P. Borrong
Etika adalah ilmu atau ajaran tentang yang baik dan yang buruk dalam pikiran,
perkataan, dan perbuatan seseorang (individu) maupun masyarakat (kolektif). Moral adalah
perilaku yang baik, benar dan tepat dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan
bersama (masyarakat).
Nilai-nilai yang terkandung dalam etika dan moral Kristen adalah nilai-nilai
bersumber dari Firman Tuhan. Nilai-nilai yang diyakini umat beragama sebagai kebenaran
mutlak dan karena itu mengungguli nilai-nilai yang ada dalam tradisi maupun filsafat,
termasuk filsafat politik.

Landasan Filosofis Etika


Robert C. Solomon menghubungkan rumusan etika dengan filsafat. Ia mengatakan
bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi baik, berbuat baik
dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup. Demikian juga menurut Magnis suseno
dalam Etika Jawa. Ia mengatakan,”Etika dalam arti sebenarnya berarti “filsafat” mengenai
“moral”. Jadi, etika merupakan ilmu atau refleksi sistematik mengenai pendapat-pendapat,
norma-norma dan istilah moral.
Dalam bahasa Yunani Filsafat berasal dari gabungan dua suku kata, yakni filia (cinta)
dan sofia (kebijaksanaan). Secara harafiah, filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan. Seorang
filsuf adalah seorang yang cinta akan hikmat kebijaksanaan. Etika juga berhubungan erat
dengan akal budi dan kesadaran dalam melakukan sesuatu sehingga etika termasuk ilmu
pengetahuan dan bagian dari filsafat hidup. Peran akal budi untuk mencari hal yang baik
itulah yang menghubungkan antara etika dan filsafat. Dalam hal ini J. Verkuyl menyimpulkan
bahwa ada bentuk-bentuk etika filsafat yang meliputi:
a.    Etika Otonom
Dalam bahasa Yunani otonom berasal dari dua suku kata, yaitu aouto atau autosyang
berarti sendiri, pribadi, perorangan, dan nomos yang berarti aturan, hukum, ketentuan. Etika
Otonom adalah etika yang aturannya bersumber dari diri sendiri atau etika yang bersumber
pada diri sendiri, pada hidup pribadi. Ego atau akulah yang membuat peraturan.
b.    Etika Heteronom
Dalam bahasa Yunani Heteronom berasal dari dua suku kata, yaitu hetero yang berarti
bermacam-macam dan nomos. Etika Heteronom adalah etika yang aturannya bersumber dari
orang banyak. Masyarakatlah yang membuat aturan.
c.    Etika Theonom
Dalam bahasa Yunani theonom berasal dari dua suku kata, yaitu Theos yang berarti
Allah dan nomos. Etika Theonom adalah etika yang aturannya bersumber pada firman Allah
atau penyataan Allah. Misal, dalam Perjanjian Lama ada norma hukum yang disebut Hukum
Sepuluh Perkara atau Dekalog atau Sepuluh Firman (Kel. 20:1-17) dan dalam Perjanjian Baru
disebut hukum kasih (Mat. 22:37-40; Mrk. 12:30-31).
Maka dari pendapat para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa Etika Kristen adalah
Ilmu yang meneliti, menilai dan mengatur tabiat dan tingkah laku manusia dengan memakai
norma kehendak dan perintah Allah sebagaimana dinyatakan dalam Yesus Kristus.
B.   PANDANGAN KRISTEN MENGENAI ETIKA
Ada beberapa karakteristik yang membedakan mengenai etika-etika Kristen, setiap
karakteristik tersebut akan dibahas sebagai berikut:
a.    Etika Kristen Berdasarkan Kehendak Allah
Etika Kristen merupakan satu bentuk sikap yang diperintah dari atas. Kewajiban etis
merupakan sesuatu yang seharusnya kita lakukan. Kewajiban ini merupakan ketentuan dari
atas. Tentu saja, perintah etis yang diberikan Allah itu sesuai karakter moral-Nya yang tidak
dapat berubah. Maksudnya adalah, Allah menghendaki apa yang benar sesuai dengan sifat-
sifat moral-Nya sendiri. “Jadilah kudus, sebab Aku ini kudus”, Tuhan memerintahkan Israel
(Imamat 11:45). “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga
adalah sempurna’, kata Yesus kepada murid-muridnya (Matius 5:48). “Allah tidak mungkin
berdusta” (Ibrani 6:18). Dengan demikian kita tidak boleh berdusta juga. “Allah adalah
kasih” (1 Yohanes 4:16), dan dengan demikian Yesus berkata,”Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri” (Matius 22:39). Singkatnya, etika Kristen didasarkan pada kehendak
Allah, tetapi Allah tidak pernah menghendaki apapun yang bertentangan dengan karakter
moral-Nya yang tidak berubah.
b.    Etika Kristen Bersifat Mutlak
Karena karakter moral Allah tidak berubah (Maleakhi 3:6; Yakobus 1:17), maka
kewajiban-kewajiban moral yang berasal dari natur-Nya itu bersifat mutlak. Maksudnya
adalah, kewajiban-kewajiban tersebut selalu mengikat setiap orang di mana-mana. Tentu saja,
tidak setiap kehendak Allah harus berasal dari natur-Nya yang tidak berubah. Ada beberapa
hal yang pada dasarnya sesuai dengan natur-Nya tetapi dengan bebas mengalir dari
kehendak-Nya. Misalnya, Allah memilih untuk menguji ketaatan moral Adam dan Hawa
dengan melarang mereka makan buah dari pohon tertentu (Kejadian 2:16-17). Meskipun
secara moral Adam dan Hawa bersalah karena tidak menaati perintah itu, kita tidak diikat
oleh perintah tersebut saat ini. Perintah tersebut didasarkan pada kehendak Allah dan tidak
harus berasal dari natur-Nya.
c.    Etika Kristen Berdasarkan Wahyu Allah
Etika Kristen didasarkan pada perintah-perintah Allah, wahyu yang bersifat umum
(Roma 1:19-20; 2:12-15 dan khusus (Roma 2:18; 3:2). Allah telah menyatakan diri-Nya baik
melalui alam (Mazmur 19:1-6) dan dalm Kitab Suci (Mazmur 19:7-14). Wahyu umum
berisikan perintah Allah bagi semua orang. Wahyu khusus mendeklarasikan kehendak-Nya
untuk orang-orang percaya. Etapi di dalam kedua hal tersebut, dasar dari tanggung jawab etis
manusia adalah wahyu ilahi.
Gagal untuk mengenali Allah sebagai sumber kewajiban moral tidak membebaskan
siapapun juga, bahkan seorang ateis, dari kewajiban moralnya. Karena “apabila bangsa-
bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa
yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun merekatidak memiliki hukum Taurat, mereka
menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. Sebab dengan itu mereka menunjukkan,
bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka” (Roma 2:14-15). Maksudnya
adalah, bahkan jika orang-orang yang tidak percaya tidak memiliki hukum moral di dalam
pikiran mereka, mereka masih memilikinya tertulis dalam hati mereka. Bahkan jika mereka
mengetahuinya melalui pengertian, mereka memperlihatkannya melalui kehendak hati.
d.    Etika Kristen Bersifat Menentukan
Karena kebenaran moral ditetapkan oleh Allah yang bermoral maka harus
dilaksanakan. Tidak ada hukum moral tanpa si Pemberi moral; tidak ada perundang-
undangan moral tanpa Pembuat undang-undang moral. Dengan demikan etika Kristen
berdasarkan naturnya adalah preskriptif, bukan deskriptif. Etika berkaitan dengan apa yang
seharusnya dilakukan, bukan dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi. Orang-orang
Kristen tidak menemukan kewajiban-kewajiban etis mereka di dalam standar orang-orang
Kristen tetapi di dalam standar bagi orang-orang Kristen di Alkitab.
e.    Etika Kristen Itu Deontologis
Sistem-sistem etis pada umumnya dapat dibagi ke dalam dua kategori, deontologis
(berpusat pada kewajiban) dan teleologis (berpusat pada tujuan). Etika kristen itu deontologis
dalam arti bersikeras bahwa beberapa tindakan yang menghasilkan ke gagalan itu tetap baik.
Orang-orang Kristen percaya, misalnya, bahwa adalah lebih baik untuk mengasihi dan
kehilangan dari pada tidak mengasihi sama sekali.
Orang-orang Kristen percaya bahwa salib bukan merupakan kegagalan hanya karena
beberapa orang akan diselamatkan. Salib itu cukup bagi semua orang, walaupun hanya
bermanfaat untuk mereka yang percaya. Etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk
bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal
ini demikian karena tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik, baik
tindakan itu membawa hasil baik ataupuntidak. Kebaikan orang Kristen tidak di tentukan
oleh undian. Di dalam hidup ini pemenang tidak selalu benar.

D.  Hubungan Iman dan Moral (Etika) Kristen

Kata iman dalam bahasa Ibrani disebut “emunah”. Kata ini hanya terdapat dalam kitab
Habakuk yang diterjemahkan dengan kata percaya (band. Hab. 2:4), dan dalam kitab
Ulangan diterjemahkan dengan kata kesetiaan (band. Ul. 32:20). Padanan kata emunash
dalam perjanjian baru dalam bahasa Yunani adalah kata “pistis” dan diterjemahkan dengan
kata iman (band. Rm:1:17; Gal. 3:11; Ibr. 10:38 dsb). Dalam Injil Yohanes kata iman lebih
banyak memuat kata kerja “pisteuo” daripada kata benda, yang menekankan arti aktif
daripada statis. Bagaimana manusia dapat hidup dengan benar sangar tergantung pada
norma/kaidah hukum yang mengaturnya.

Semangat reformasi bangsa Indonesia telah melahirkan kesadaran baru bahwa pendidikan
secara umum dan pendidikan agama khususnya kurang berhasil. Salah satu indikatornya,
ialah moralitas peserta didik dan atau mahasiswa tidak menunjukan terjadinya perubahan
yang signifikan antara pengetahuan yang tinggi, tingkat kedewasaan menurut usianya dan
khususnya pengaruh pada kualitas moralnya. Kenyataannya ada banyak mahasiswa yang
terlibat dalam masalah moral contohnya menjadi model dalam foto dan video porno yang
beredar di internet, aksi tawuran, perkelahian, tindak kriminalitas yang tinggi, pengedar dan
pengguna obat terlarang, bahkan ada juga yang membunuh pacarnya karena hamil di luar
nikah.

C. DASAR DAN SUMBER PERBUATAN BAIK (ETIKA)

 AGAMA-AGAMA SUKU
Bagi masyarakat kuno ada pengertian bahwa alam semesta ini diatur oleh : tata tertib
kosmis(yakni hokum-hukum kosmis). Hukum inilah yang menentukan dan mengatur
sifat,perangai dan kelakuan manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan segala
sesuatu yang ada di alam semesta. Latar belakang kepercayaan seperti ini didasarkan
pada pengertian kepercayaan pada hal yang naturalistic panteistis.Pemahaman ini
dapat dibedakan, pertama : pantheisme (pan srmua dan theos tuhan atau allah
maksudnya segala sesuatu adalah Tuhan atau segala sesuatu mengandung unsur
ketuhanan) dan kedua : pan-en-theisme (pan dan en yakni bahwa ada didalam segala
sesuatu ada Tuhan, atau mengandung unsur ketuhanan). Pada masing-masing suku
kuno ini ada tata tertib yang mengatur keseluruhan perjalanan hidup alam semesta.
Sebutan untuk tata tertib kosmis bagi masing-masing berbeda satu dengan yang
lainnya: pada masyarakat pengikut konfusionisme, tata tertib kosmis ini disebut
dengan : tao pada masyarakat Budha disebut: daninta di mesir kuno disebut dengan:
maat di jawa kuno, perbuatan baik ditentukan oleh:perbuatan hormat, yakni hormat
kepada raja nenek moyang,guru, orang tua dll. Bagi masyarakt batak dengan adat nias
hada.
Jadi adat adalah,pertama-tama sesuatu yang berulang-ulang terjadi,yang teratur
datang. Bagi masyarakat suku, adat merupakan tata tertib kosmis yang berasal dari
nenek moyang dan sekaligusmya juga dipercaya dari Allah atau Dewa.
 DALAM DUNIA FILSAFAT
   Franz Magnis Suseno (1987: 14), mengatakan bahwa secara historis Etika sebagai
usaha Filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di lingkungan kebudayaan Yunani
2500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama tentang baik dan buruk tidak lagi
dipercaya, para filosof mempertanyakan kembali norma-norma dasar bagi kelakuan
manusia.

     Yunani menjadi tempat pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik ke
dalam suatu sistem dan dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian
filsafat. Berkat pertemuannya dengan para pedagang dan kaum kolonis dari berbagai
Negara, orang-orang Yunani yang sering mengadakan perjalanan ke luar negeri itu
menjadi sangat tertarik akan kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan,
hukum, tata kehidupan, dan lain-lain. Bangsa Yunani mulai bertanya: Apakah
miliknya, hasil pembudayaan Negara tersebut benar- benar lebih tinggi? Karena tiada
seorang pun dari Yunani yang akan mengatakan sebaliknya, maka kemudian
diajukanlah pertanyaan, “Mengapa begitu?” kemudian diselidikinya semua perbuatan
manusiawi, dan lahirlah cabang baru dari filsafat, yakni filsafat moral (filsafat
kesusilaan) atau etika (W. Poespoproddjo,1999: 18).

     Jejak-jejak pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Ia lahir pada
tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan kemudian pindah ke daerah Yunani
di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran
murid yang tradisinya diteruskan selama dua ratus tahun. Menurut mereka prinsip-
prinsip matematika merupakan dasar segala realitas. Mereka penganut ajaran
reinkarnasi. Menurut mereka badan merupakan kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-
kubur”). Agar jiwa dapat bebas dari badan, manusia perlu menempuh jalan
pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa secara rohani, terutama dengan berfilsafat
dan bermatematika, manusia dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan. 

     Seratus tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan
bahwa segala apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian terkecil yang tak
terbagi lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang
enak. Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka
pengertian hedonistik. 

     Sokrates (469-399 SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah
direkonstruksi karena bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisn Plato.
Dalam dialog-dialog palto hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama
sehingga tidak mudah untuk memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato
sendiri. Melalui dialog Sokrates mau membawa manusia kepada paham-paham etis
yang lebih jelas dengan menghadapkannya pada implikasi-implikasi anggapan-
anggapannya sendiri. Dengan demikian, manusia diantar kepada kesadaran tentang
apa yang sebenarnya baik dan bermanfaat. Dari kebiasaan untuk berpandangan
dangkal dan sementara, manusia diantar kepada kebijaksanaan yang sebenarnya. 
     Plato (427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh
Aristoteles  (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat uraian-uraian
bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi pikiran-pikiran Plato tentang
hidup yang baik.  Intuisi daar Plato tentang hidup yang baik itu mempengaruhi filsafat
dan juga kerohanian di Barat selama 2000 tahun. Baru pada zaman modern paham
tentang keterarahan objektif kepada Yang Ilahi dalam segala yang ada mulai
ditinggalkan dan diganti oleh pelbagai pola etika; diantaranya etika otonomi
kesadaran moral Kant adalah yang paling penting. Etika Plato tidak hanya
berpengaruh di barat, melainkan lewat Neoplatoisme juga masuk ke dalam kalangan
sufi Muslim.  Disinilah nantinya jalur hubungan pemikiran filsafat Yunani dengan
pemikir muslim seperti Ibn Miskawaih yang banyak mempelajari filsafat Yunani
sehingga mempengaruhi tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. Setelah
Aristoteles, Epikuros (314-270 SM) adalah tokoh yang berepengaruh dalam filsafat
etika. Ia mendirikan sekolah filsafat di Athena dengan nama Epikureanisme , akan
menjadi salah satu aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles. Berbeda dengan
Plato dan Aristoteles, berbeda juga dengan Stoa, Epikuros dan murid-muridnya tidak
berminat memikirkan, apalagi masuk ke bidang politik. Ciri khas filsafat Epikuros
adalah penarikan diri dari hidup ramai. Semboyannya adalah  “hidup dalam
kesembunyian“. Etika Epikurean bersifat privatistik. Yang dicari adalah kebahagiaan
pribadi. Epikuros menasihatkan orang untuk menarik diri dari kehidupan umum,
dalam arti ini adalah individualisme. Namun ajaran Epikuros tidak bersifat egois. Ia
mengajar bahwa sering berbuat baik lebih menyenangkan daripada menerima
kebaikan.  Bagi kaum Epikurean, kenikmatan lebih bersifat rohani dan luhur  daripada
jasmani. Tidak sembarang keinginan perlu dipenuhi. Ia membedakan antara keinginan
alami yang perlu (makan), keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang
enak), dan keinginan sia-sia (seperti kekayaan).

 MENURUT AGAMA KRISTEN


Perbuatan baik adalah salah satu ajaran Kristen yang paling menonjol, namun harus
diingat bahwa motif perbuatan baik menurut iman Kristen sangat jauh berbeda dengan
motif perbuatan baik menurut masyarakat suku, aliran filsafat atau agama lain sebagai
mana diuraikan di atas. Perbuatan baik yang dilakukan oleh orang Kristen lahir
sebagai sebuah iman, kepercayaan dan pembenaran oleh kristus Yesus. Orang Kristen
yang sudah menerima keslamatan dari Yesus Kristus akan otomatis berbuat baik
tetapi hal itu bukan menumpuk amal atu pahala agar memperoleh keslamatan.
Sebaliknya,karena ia sudah dislamatkan,maka ia harus berbuat baik!
Dasar moralitas Kristen adalah KASIH. Apakah kasih itu?
1 yohanes 4:8 Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah
adalah kasih.
Cara yang terbaik untuk mendeskripsikan Tuhan tertulis pada nats tersebut. Saat kita
memikirkan tentang Tuhan, kita tidak dapat memungkiri fakta bahwa Tuhan itu penuh
dengan kasih. Bukti bahwa dia mengaruniakan Anak-Nya untuk mati di atas kayu
salib, untuk menebus segala dosa dan pelanggaran manusia; menunjukan bahwa Dia
sangat mengasihi kita dan tidak mau kita terpisah dengan-Nya (Yohanes 3:16). Dia
adalah Bapa yang menginginkan anak-anak-Nya untuk selalu dekat dengan-Nya.
Kasih dapat diwujudkan dalam kepribadian dari Allah. Alasan kita dapat mengasihi
adalah karena Dia sudah terlebih dahulu mengasihi kita (1 Yohanes 4:19). Saat Allah
menciptakan kita sesuai dengan gambaran Allah sendiri, kita pun membawa kasih-
Nya dalam diri kita. Kasih-Nya dalam dan lebar. Rasul Paulus mengatakan bahwa
tidak ada yang bisa memisahkan kita dari kasih Allah dalam Kristus Yesus (Roma
8:35-39).
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Sebagai seorang mahasiswa kristen, perlu disadari bahwa perilaku dan segala tindak
tanduk tidak terlepas dari pengamatan orang lain. Untuk itu, mahasiswa kristen harus
dapat memberikan contoh yang baik atau panutan. Mahasiswa diharapkan dapat
menjadi “garam” atau “pelita” bagi masyarakat disekitarnya.
Menjadi garam artinya seorang mahasiswa dapat membuat kehidupan sosial
masyarakat menjadi damai dan sejahtera atau dengan kata lain dapat memberikan cita
rasa yang lebih baik. Menjadi pelita artinya sebagai seorang mahasiswa dapat
memberikan contoh atau menjadi terang sehingga dapat menjadi panutan bagi orang
lain agar tidak tersandung dalam permasalahan-permasalahan yang akan merugikan
diri sendiri atau orang lain.
Menjadi terang ataupun garam tersebut perlu didasari oleh ajaran kristen, yaitu
melakukan perbuatan untuk menjadi contoh yang baik bagi orang lain dengan
didasarkan pada kasih kepada Tuhan dan kasih kepada sesama.

Anda mungkin juga menyukai