Anda di halaman 1dari 3

Nama: Azeri

Nim: 11920411358

Prodi: Hukum Tata Negara Siyasah

Resume: Masail Fiqiyah Jinayah Siyasah

1. Hukum Seorang perempuan menjadi Pemimpin dalam Islam


Sejak 15 abad yang silam, al-Qur’an telah menghapuskan berbagai macam
diskriminasi antara laki-laki dan perempuan, al-Qur’an memberikan hak-hak kepada
kaum perempuan sebagaimana hak-hak yang diberikan kepada kaum laki-laki.
Diantaranya dalam masalah kepemimpinan, al Qur’an memberikan hak kepada kaum
perempuan untuk menjadi pemimpin, sebagaimana hak yang diberikan kepada laki-laki.
Faktor yang dijadikan pertimbangan dalam hal ini hanyalah kemampuannya dan
terpenuhinya criteria untuk menjadi pemimpin. Jadi, kepemimpinan itu bukan monopoli
kaum lakilaki, tetapi juga bisa diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan, bahkan bila
perempuan itu mampu dan memenuhi criteria yang ditentukan, maka ia boleh menjadi
hakim dan top leader (perdana menteri atau kepala Negara). Masalah ini disebutkan
dalam Surah At-Taubah ayat 71.
‫ي نْ ه َْونَ َع ِن‬ ِ ‫ض يَْأ ُمرُونَ بِا ْل َم ْع ُر‬
َ ‫وف َو‬ ٍ ‫ض ُه ْم َأ ْولِيَآ ُء َب ْع‬
ُ ‫َوا ْل ُمْؤ ِمنُونَ َوا ْل ُمْؤ ِم نتُ َب ْع‬
ُ ‫ص َل وة َوي ُْؤ تُونَ ال َّز َك وة َويُ ِطيعُونَ ال َّل و َو َر‬
‫سولَو ُأ وآلِئ َك‬ َّ ‫ا ْل ُمن َك ِر َويُقِي ُمونَ ال‬
‫س َي ْر َح ُم ُه ُم ال َّل ُو ِإنَّ ال َّل و َع ِزي ٌز َح ِكي ٌم‬
َ
Artinya : “Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka
(adalah) menjadi penolong (pemimpin) bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah Swt dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(QS At-Taubah : 71)
Dalam ayat tersebut Allah Swt mempergunakan kata “auliya” (pemimpin), itu
bukan hanya ditunjukan kepada pihak laki-laki saja, tetapi keduanya (laki-laki dan
perempuan) secara bersamaan. Berdasarkan ayat ini, perempuan juga bisa menjadi
pemimpin yang penting dia mampu dan memenuhi kriteria sebagai seorang pemimpin
karena menurut kitab tafsir Al-Marghi dan tafsir Al-Manar, kata “auliyaí mencakup
“wali” dalam arti penolong, solidaritas, dan kasih sayang.
Berdasarkan penjelasan ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa al-Qur’an tidak
melarang perempuan untuk memasuki berbagai profesi sesuai dengan keahliannya,
seperti menjadi guru, dosen, dokter, pengusaha, hakim, dan menteri, bahkan sebagai
kepala Negara sekalipun. Namun, dengan syarat, dalam tugasnya tetap memperhatikan
hukum dan aturan yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an dan sunnah. Misalnya, harus ada
izin dan persetujuan dari suaminya bila perempuan tersebut telah bersuami, supaya tidak
mendatangkan sesuatu yang negative terhadap diri dan agamanya, di samping tidak
terbengkalai urusan dan tugasnya dalam rumah tangga.
Hanya saja, dalam hal ini, ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum
tentang boleh atau tidak kaum perempuan untuk menjadi hakim dan top leader (perdana
menteri atau kepala Negara). Jumhur ulama berpendapat bahwa tidak boleh perempuan
menjadi hakim atau top leader, berdasarkan firman Allah Swt. :
ُ َ‫ض َوبِ َمآ َأنف‬
‫ق وا‬ ٍ ‫ض ُه ْم َع َل ى َب ْع‬ َ ‫ض َل ال َّل ُو َب ْع‬ َّ َ‫سآ ِء بِ َما ف‬
َ ِّ‫ق ّو ُمونَ َعلَى الن‬ َ ‫ال ِّر َجا ُل‬
َ‫ب ِب َما َحفِظَ ال َّل ُو َوا لّتِى ت ََخافُون‬
ِ ‫حف ظتٌ لِّ ْل َغ ْي‬ِ ٌ‫ص ِل حتُ ق ِن تت‬ ّ ‫ِمنْ َأ ْم ولِ ِه ْم فَال‬
‫اض ِربُوىُنَّ فَِإنْ َأطَ ْعنَ ُك ْم فَ َل‬
ْ ‫ضا ِج ِع َو‬ َ ‫نُشُو َزىُنَّ فَ ِعظُوىُنَّ َوا ْى ُج ُروىُنَّ فِى ا ْل َم‬
‫سبِي ًل ِإنَّ ال َّل و َكانَ َعلِيًّا َكبِي ًرا‬َ َّ‫تَ ْب ُغو ْا علَ ْي ِهن‬
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena itu Allah telah
melebihkan sebagian mereka (lakilaki) atas sebagian yang lain (perempuan), karena
mereka (lakilaki)telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu, maka
perempuan yang shaleha, ia yang taat kepada Allah swt. lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada. Oleh karena Allah telah memelihara (mereka), perempuan-
perempuan yang kamu khawatir nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar (QS An-Nisa’ : 34)
Dalam konteks ajaran Islam, hadits mengenai kepemimpinan perempuan sering
disebut dan didiskusikan sebagai salah satu isu yang menghambat perempuan di
masyarakat. Salah satu hadits yang sering disebut adalah:
ِ ‫ف َع ِن ْال َح َس ِن ع َْن َأبِى بَ ْك َرةَ قَا َل لَقَ ْد نَفَ َعنِى هَّللا ُ بِ َكلِ َم ٍة َس ِم ْعتُهَا ِم ْن َرس‬
‫ صلى هللا‬- ِ ‫ُول هَّللا‬ ٌ ْ‫َح َّدثَنَا ع ُْث َمانُ بْنُ ْالهَ ْيثَ ِم َح َّدثَنَا عَو‬
َ ‫ب ْال َج َم ِل فَُأقَاتِ َل َم َعهُ ْم قَا َل لَ َّما بَلَ َغ َرس‬
‫ صلى هللا عليه‬- ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ق بَِأصْ َحا‬ َ ‫ت َأ ْن َأ ْل َح‬
ُ ‫ بَ ْع َد َما ِك ْد‬، ‫ َأيَّا َم ْال َج َم ِل‬- ‫عليه وسلم‬
ً‫ال « لَ ْن يُ ْفلِ َح قَوْ ٌم َولَّوْ ا َأ ْم َرهُ ُم ا ْم َرَأة‬
َ َ‫س قَ ْد َملَّ ُكوا َعلَ ْي ِه ْم بِ ْنتَ ِك ْس َرى ق‬ ِ َ‫ َأ َّن َأ ْه َل ف‬- ‫» وسلم‬ 
َ ‫ار‬

Artinya, “Dari Utsman bin Haitsam dari Auf dari Hasan dari Abi Bakrah berkata:
‘Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang kudengar dari Rasulullah
SAW pada hari menjelang Perang Jamal, setelah aku hampir membenarkan mereka (Ashabul
Jamal) dan berperang bersama mereka. Ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa
bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, beliau bersabda ‘Tidak akan
beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita.’’” (HR Al-Bukhari).

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari salah satunya dalam Kitabul Fitan, bagian
pembahasan tentang konflik atau fitnah. Selain diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, hadits ini
juga diriwayatkan dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan At-Tirmidzi, Musnad At-Thabarani,
juga Sunan An-Nasai.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perempuan diperbolehkan menjadi
kepala Negara atau kepala pemerintah (perdana menteri) selama dalam suatu Negara, dimana
system pemerintahan berdasarkan musyawarah, seorang kepala Negara tidak lagi harus bekerja
keras sendirian, tetapi dibantu oleh tenaga-tenaga ahli, sesuai dengan bidang masingmasing
(menteri dan staf ahlinya). Oleh karena itu, tidak ada halangan bagi seorang perempuan untuk
menjadi kepala Negara atau kepala pemerintah (perdana menteri), yang penting adalah
perempuan yang diangkat untuk menduduki jabatan tersebut mampu (capable) untuk
menjalankan tugas-tugasnya.

Anda mungkin juga menyukai