ِ َظ
الى َو ِ ْ َك ف
َ اسأَل اهللَ تَ َع َ َك َو ِإ َذا َسأَل َ ا ْحفَ ِظ اهللَ تَ ِج ْدهُ تُ َج،ك
َ اه ْ َاحفَ ِظ اهللَ َي ْحف
ْ :ياَ ُغالَ ُم
(ل )رواه الترذي ِ ِِإ َذا استَع ْنت فَاستَ ِعن ب
َّ اهلل َعَّز و َج
َ ْ ْ َ َ ْ
“Wahai para generasi muda, Jagalah perintah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah
perintah Allah, nanti engkau akan mendapati-Nya di hadapan engkau. Apabila engkau meminta,
pintalah kepada Allah dan jika engkau memerlukan pertolongan, mohonlah pertolongan kepada
Allah SWT. (HR. Tirmidzi).
Adalah tugas setiap insan adalah merebut kebahagiaan akhirat melalui keberhasilan di dunia ini.
Firman Allah menyebutkan,
1
Masalah akhlak menjadi utama di dalam membangun Karakter Bangsa. “Aisyah RA menyebutkan
bentuk akhlak muslim itu berdasarkan sabda Rasulullah SAW, diantaranya akhlaq yang mulia,
2
sebagai gelombang ketiga perkembangan dunia global ini. Menyimak perkembangan merisaukan ini,
membuat kita teringat pada hadist Rasulullah saw. “Jika amanah disia-siakan, tunggu saat
kehancurannya !!!” Para Sahabat ketika itu bertanya, “Ya Rasulullah, apa yg dimaksud menyia-nyiakan
amanah itu?” Nabi saw memberikan jawaban , “Jika sesuatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya
maka tunggulah saat kehancurannya!” (HR. Imam al-Bukhari). Maka, seorang pemimpin politik
haruslah memahami segala persoalan masyarakat dan solusinya. Dalam Islam solusi yg diberikan selalu
berdasarkan pada ketentuan syariah Islam. Pesan Nabi SAW,
”Lakukan sesuatu dengan pertimbangan. Jika engkau lihat baik akibat-nya, teruslah
mengerjakannya, tetapi kalau engkau khawatir akan membahayakan, hentikanlah”. (HR.Abdul
Razak dari Anas).
Kecabulan akan membawa kepada kehancuran moral bangsa. Kebobrokan moral itu akan
menghela generasi menuju kemiskinan, kebodohan, dll. Mustahil kepemimpinan politik yang akan
memimpin satu lembaga pemerintahan dan rakyat banyak diserahkan kepada meraka tidak pernah
peduli dalam urusan rakyat banyak itu. Sebagaimana halnya juga tidaklah mungkin menyerahkan
kjepemimpinan bangsa kepada mereka yang selama ini hanyalah bicara persoalan hiburan, gaya
pakaian sensual yg mengundang nafsu, yang menjadi pelaku maksiat yg banyak melanggar adat sopan
santun serta mengabaikan aturan-aturan agama. Kepemimpinan politik semestinya dipikul oleh
peribadi yang memiliki sikap keberagamaan (regiliusitas) yang mapan (khusyuk) dengan memiliki
sentuhan yang tinggi dalam mengamalkan akhlak yang mulia atau memiliki high touch (sentuhan mulia
ihsaniyah). Bila sikap ihsan (high touch) tidak ada, maka tunggu saja kehancuran akan datang
menjelang.
Semakin lama rakyat dipimpin oleh orang-orang yang mengabaikan hukum-hukum agama
(regiliusitas) yang datangnya dari Allah SWT Yang Maha Esa Maha Pencipta (Khaliqul Alam) dalam
mengatur kehidupan masyarakat dan bangsa, maka akibatnya, nasib bangsa ini akan semakin
terpuruk. Kehancuran akan melanda bila pembangunan bangsa hanya mengandalkan kemampuan
teknologi tinggi (high tech) saja. Kemampuan akal dan pemanfaatan high tech di dalam membangun
kemajuan dan kemashalahatan di dunia adalah anugerah Allah. Sabda SAW,
“Apabila Allah hendak mendatangkan kebaikan kepada hambaNya dibukakan kunci hatinya dan
dimasukkan ke dalamnya keyakinan dan kebenaran dan dijadikan hatinya menyimpan apa yang
masuk kedalamnya dan dijadikan hatinya bersih, lidahnya berkata binar, budinya lurus, telinganya
3
sanggup mendengar dan matanya melihat dengan terang (hidayah Allah) (HR. Syekh dari Abu Zar).
Maka perpaduan high tech dan high touch (akhlak mulia) menjadi sangat penting.
Rasulullah saw telah mengingatkan di dalam sabda beliau tentang akan munculnya sikap
ruwaibidhah, yaitu tampilnya orang orang bodoh memimpin umat yang hanya memimpin dengan
mengandalkan kekuatan materi dan citra kebendaan atau high tech semata, dan mengabaikan
sentuhan moral akhlak mulai. Sabda Rasul menyebutkan, “Akan datang kepada manusia pada tahun-
tahun yg penuh dengan penipuan. Saat itu pendusta dibenarkan, sedangkan orang jujur malah
didustakan; pengkhianat dipercaya, sedangkan orang yg amanah justru dianggap pengkhianat. Pada
saat itu yang akan tampil berbicara adalah Ruwaibidhah .” Ada yg bertanya kepada Rasulullah saw,
“Apa yg dimaksud Ruwaibidhah?” Beliau menjawab, “Orang bodoh yg turut campur dalam urusan
masyarakat luas.” (HR Ibnu Majah).
Di mana-mana sinyalemen Rasulullah SAW itu sudah mulai terjadi. Banyak orang bodoh yg
memimpin umat. Mereka bodoh karena menerapkan aturan yg bodoh (jahiliyah) yang bertumpu
kepada kekuatan materi dan mengandalkan high tech saja. Mereka bodoh karena sudah mengerti
bahwa system liberal yang menerapkan kebebasan tanpa arah akan membawa kepada kehancuran.
Mereka bodoh karena tidak mau tunduk pada kebenaran ajaran agama wahyu dan berpandangan
secular dalam menerapkan ketentuan ketentuan agama samawi. Mereka bodoh karena mereka
adalah umat Islam tetapi tidak mau melaksanakan ajaran Islam. Mereka bodoh karena tidak lagi
mempunyai rasa malu. Sabda Rasulullah SAW,
“Malu itu perhiasan, takwa kemuliaan, kendaraan yang paling baik kesabaran, menanti
kelapangan dari Allah adalah ibadat”. (HR. Hakim dari Jabir).
Selain bodoh, banyak pula di antara pemimpin yang terbukti berperilaku penuh kepura-puraan
dan cenderung menipu. Mereka selalu mengajak rakyat agar selalu berbuat baik, jujur dan ikhlas.
Namun sebaliknya, mereka pula yang berperilaku khianat, ingkar janji, pendendam, hasad dan dengki
serta melakukan perbuatan tercela. Semua kepurapuraan itu, niscaya akan berakibat memiskinkan
dan menambah derita rakyat. Karena itu Rasulullah SAW mengingatkan semua orang agar,
4
finishing touch yang amat berperan di dalam membentuk masyarakat yang maju. Sayyidatina ‘Aisyah
RA menyebutkan,
في ِ في
ِ و ُنQْ Qاال ْب ِن َوالَ تَ ُك ِ و ُنQْ Q َو تَ ُك،هQِ Qِفي ْابن
ِ و ُنQْ Qل َوالَ تَ ُكQِ ج
Qُ الر
َّ في ِ ََخال
ِ و ُنQْ Q تَ ُك،ٌ َرةQق َع ْش ِ Qَم َك
ْ ار َم األQ
،الح ِد ْي ِث Qَ ق ِ :َادة
ُ ْدQص َ َعQه ال َّسQِ Qِ ُمهَا اهللُ ِل َم ْن أ ََر َاد بQي ِِّد ِه َي ْق ِسQفي َس
ِ و ُنQْ Qد َوالَ تَ ُكQِ Qالع ْب
َ في ِ َو تَ ُك ْو ُن،َبِ األ
Imam al-Ghazali menyatakan, “Dulu di antara tradisi para ulama adalah mengoreksi dan menjaga
penguasa untuk menerapkan hukum Allah SWT. Mereka mengikhlaskan niat. Pernyataannya pun
membekas di hati. Namun, sekarang terdapat penguasa zalim, namun para ulama hanya diam.
Andaikan mereka bicara, pernyataannya berbeda dengan perbuatannya sehingga tidak mencapai
keberhasilan. Kerusakan masyarakat itu akibat kerusakan penguasa dan kerusakan penguasa akibat
kerusakan ulama. Adapun kerusakan ulama akibat mereka digenggam cinta harta dan jabatan.
Siapapun yg digenggam cinta dunia niscaya tidak akan mampu menguasai kerikilnya, apalagi untuk
mengingatkan para penguasa dan para pembesar.” (Al-Ghazali, Ihya`Ulumiddin, VII/92).
Bahkan Rasulullah saw. Pernah bersabda, “Siapa saja yg berdoa untuk orang zalim agar tetap
berkuasa, berarti dia menyukai orang itu bermaksiat kepada Allah SWT di bumi-Nya.” (HR al Baihaqi).
Idealnya Pemimpin Sejati itu adalah pemimpin umat dan adalah juga pemimpin umat. Dia sanggup
menjadi imam di masjid sekaligus imam dalam urusan politik sebagaimana Khulafaur Rasyidin dulu.
Dengan itu keputusan-keputusan politik sang pemimpin selalu dilandasi syariah agama Islam dan demi
kepentingan umat. Mereka mampu menggabungkan kepentingan dunia untuk pencapaian akhirat,
menyatukan high touch kedalam high tech atau mewarnai high tech dengan sentuhan akhlak mulia
(high touch). Nabi Muhammad SAW menggambarkan sosok pemimpin yang memiliki karakter yang
baik, diantaranya,
5
َل اْل َجَّنةQِ QخQُ ثَُّم ْاد،امQ ِ الن ِ َّ ِ ِ ِأ
ُ َّ ل َوQQ Q ِّل بِالْليQ Q ص
ٌ Q Qاس نَي ِ و أَ ْف،َط ِب ال َكالَ َم
َ َو، َامQ Qل األ َْر َحQ Q َو ص،الَ َمQ Q ش ال َّس َ
َ ِب
)سالَم ٍ (رواه ابن حبان عن أبي هريرة
“Ucapkan perkataan baik, hidupkan ucapan salam, hubungkan silaturahim dan shalatlah di waktu
malam ketika orang banyak sedang tidur, sesudah itu bersiaplah memasuki sorga dengan selamat.
(HR.Ibnu Hibban dari Abu Hurairah)
Sayangnya, di masa ini Kepemimpinan Umat dan Kepemimpinan Negara itu terpisah.
Kepemimpinan umat Islam sesungguhnya meghendaki pelaksanaan ketentuan syariah Islam, dengan
penerapan iman dan akhlak yang mulia. “Sesempurna iman (akmalul mukminin imanan) seseorang
adalah yang paling sempurna moralitasnya (ahsanuhum khuluqan)” (HR. Thabarany dan Abu Nu’aim).
Namun, kepemimpinan Negara secular saat ini justru tidak menghendaki syariah islam. Mereka
cenderung pragmatis-kapitalistik. Akibatnya, umat selalu dipinggirkan. Akhirnya nestapalah nasib
rakyat!
Di sinilah pentingnya umat ini mengusung kepemimpinan yg mensyaratkan dua hal: kebaikan
sosok pemimpin yg tentu saja adalah yg bertakwa kepada Allah SWT dan kebaikan system
kepemimpinan yang mendasarkan kepada ketentuan aturan agama Allah. Kepemimpinan yg bertakwa
dan berlandaskan syariah Islam pasti akan membukakan pintu keberkahan Allah SWT dari langit dan
bumi (QS al-A’raf [7]: 96). Sebaliknya, jika mereka menyimpang dari aturan Allah SWT, mereka pasti
akan ditimpa kesempitan hidup (QS Thaha [20]: 123-126).
Pemimpin yg bertakwa tentu harus berkepribadian islami(imamul muttaqin) yg jauh dari sifat-
sifat amoral. Tindakan amoral tidak hanya terbatas tindakan pornoaksi dan tindakan maksiat saja,
tetapi juga menipu dan mengkhianati rakyat, korupsi, nepotisme, penggadai sumber daya alam milik
rakyat, perusak hutan, dll.
Dalam system Islam, yakni Khilafah Islamiyah, pemimpin yg bertakwa akan menjadi benteng
(junnah) bagi seluruh rakyat yg dipimpinnya; dia akan mengurusi urusan rakyat (ri’ayah) dengan penuh
amanah dan berlandaskan syariah. Dengan itu, terwujudnya kesejahteraan rakyat, terjaganya harta,
jiwa dan kehormatan rakyat menjadi nyata.
Wallahu a’lam bis ash-hawab.
6
2