Anda di halaman 1dari 7

Khutbah Idul Fitri 1439 H

Pemimpin Jangan Terpenjara Masalah

ُ‫ َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬.

Pada hari kemenangan ini, mari kita panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Maha Pengasih
yang menganugerahi kita bulan Ramadhan. Bulan penuh berkah di mana pahala amal saleh dilipatgandakan dan
pintu-pintu ampunan dibuka lebar. Dalam hadits riwayat Imam Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah, Rasulullah Saw
bersabda:

‫ال‬
ِ 2‫ِص‬ َ ‫لَ ٍة مِنْ خ‬2‫ص‬ ْ ‫ب فِ ْي ِه ِب َخ‬ َ ‫ َج َع َل هللاُ صِ َيا َم ُه َف ِري‬.‫ فِ ْي ِه لَ ْيلَ ُة ْال َق ْد ِر َخ ْي ٌر مِنْ أَ ْلفِ َشه ٍْر‬.‫ك‬
َ َّ‫ َمنْ َت َقر‬.‫ْض ًة َوقِ َيا َم َل ْي َل ٍة َت َط ُّوعًا‬ َ ‫ َق ْد أَ َظلَّ ُك ْم َش ْه ٌر َعظِ ْي ٌم ُم َب‬، ُ‫أَ ُّي َها ال َّناس‬
ٌ ‫ار‬
َ ‫ان َك َمنْ أَدَّى َس ْب ِعي َْن َف ِري‬
ُ‫ْض ًة فِ ْي َما سِ َواه‬ َ ‫ْض ًة َك‬َ ‫ َو َمنْ أَدَّى فِ ْي ِه َف ِري‬.ُ‫ض َة فِ ْي َما سِ َواه‬ َ ‫ان َك َمنْ أَدَّى ْال َف ِر ْي‬
َ ‫ َك‬،‫ ْال َخي ِْر‬.

“Hai umat manusia. Akan datang kepada kalian bulan mulia dan penuh berkah. Di dalamnya ada lailatul qadar
yang lebih baik dari seribu bulan. Allah mewajibkan puasa di bulan itu, dan shalat tarawih di malam harinya
sebagai ibadah sunah. Orang yang mendekatkan diri dengan melakukan ibadah sunah, pahalanya sama dengan
melakukan ibadah wajib di bulan lain. Sementara itu, orang yang melakukan ibadah wajib, pahalanya senilai tujuh
puluh ibadah wajib di bulan lain.”

ُ‫َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬

Semua rangkaian ibadah di bulan Ramadhan, baik yang wajib seperti puasa dan zakat, maupun yang sunah
seperti tarawih dan tadarus, hakikatnya adalah media pelatihan rabbani agar kecerdasan spiritual, kecerdasan
emosional, dan kecerdasan intelektual kita terus meningkat dari waktu ke waktu. Ini merupakan cara Tuhan
menata kehidupan hamba yang dicinta-Nya. Supaya kita berevolusi menjadi pribadi yang semakin baik dan
semakin siap menghadapi perjumpaan dengan-Nya.

Mari jadikan perayaan Idul Fitri ini sebagai momentum untuk menguatkan tekad menjadi pribadi yang lebih baik
dari sebelumnya. Lanjutkan semua tradisi positif yang biasa kita lakukan selama bulan Ramadhan, buang seluruh
kebiasaan buruk yang kita hindari selama berpuasa. Patrikan niat untuk merawat dan mengisi hari-hari di sebelas
bulan berikutnya dengan beragam kebajikan yang bernilai pahala, agar kita termasuk hamba yang diridhai dan
berhak atas surga seperti dijanjikan Allah dalam surah Al-Fajr ayat 27-30:

ْ ‫ َياأَ َّي ُت َها ال َّن ْفسُ ْالم‬.


ْ‫ َو ْاد ُخلِيْ َج َّن ْتي‬. ْ‫ َف ْاد ُخلِيْ فِيْ عِ َبادِي‬.‫ إِرْ ِجعِيْ إِلَى َربِّكِ َراضِ ي ًَّة َمرْ ضِ ي ًَّة‬.‫ُط َم ِئ َّن ْة‬

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai. Masuklah ke dalam
golongan hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku.”

ُ‫َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬

Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW Nabi akhir zaman yang
berhasil mengubah bangsa Arab pagan menjadi beriman. Yang terpecah karena fanatisme kesukuan, menjadi
bersatu dalam persaudaraan. Yang egois karena membanggakan silsilah keturunan, menjadi humanis dan
menjunjung tinggi asas kesetaraan. Beliaulah pemimpin yang lahir secara alami di tengah-tengah masyarakat
yang membutuhkan figur amanah dan bisa dipercaya, sosok pemersatu yang diterima semua golongan, serta
pribadi cerdas yang bisa menyelesaikan semua persoalan.

Kepemimpinan beliau tidak diperoleh secara instan melalui citra yang direkayasa. Tidak pula karena
memanfaatkan kekuatan finansial meskipun istrinya, Khadijah adalah saudagar kaya, dan bukan juga karena
faktor genetik karena beliau keturunan bangsawan Quraisy. Kepemimpinan Rasulullah Saw tumbuh melalui
ketulusan untuk menyelamatkan umat dari kebiadaban tradisi Jahiliyah. Ditempa melalui beragam cacian,
makian, intimidasi, dan perlakuan keji. Serta dikuatkan oleh jasa baik yang manfaatnya dirasakan semua kabilah
Arab.

Alhamdulillah, Allah Swt. menakdirkan kita untuk menjadi umatnya. Mari kita syukuri nikmat ini dengan
keseriusan meneladani sifat, sikap, dan perilaku beliau dalam kehidupan kita.

‫هللَا ُ اَ ْك َبرْ هللَا ُ اَ ْك َبرْ هللَا ُ اَ ْك َبرْ َوهلل ِْال َح ْم ُد‬.

ُ‫ َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬.

Tanpa sedikit pun mengurangi kekhusyukan dalam mengumandangkan takbir, tahlil, dan tahmid, Khatib al-Faqir
mengajak hadirin sekalian untuk merenungkan ajaran Islam tentang kepemimpinan. Hal ini sangat penting
dipahami karena Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap masalah kepemimpinan. Dalam setiap
sektor kehidupan, baik formal maupun non-formal, dalam skala kecil maupun besar, untuk kegiatan yang
bermuatan ibadah ataupun amaliyah, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk memilih pemimpin. Dalam
hadits panjang yang sudah sering kita dengar, Rasulullah Saw menegaskan bahwa kita semua, apa pun jenis
kelamin dan status sosialnya di mata manusia, di depan Allah Swt. kita tetaplah seorang pemimpin. Dalam hadits
riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw bersabda:

ِ ‫ َو ْال َمرْ أَةُ فِيْ َب ْي‬.‫اع َوه َُو َمسْ ُئ ْو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه‬
‫ت َز ْو ِج َها َراعِ ي ٌَّة‬ َ
ٍ ‫ َوالرَّ ُج ُل فِيْ أهْ لِ ِه َر‬.‫اع َوه َُو َمسْ ُئ ْو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه‬ ِ ْ‫ َفا‬.‫اع َو ُكلُّ ُك ْم َمسْ ُئ ْو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه‬
ٍ ‫إل َما ُم َر‬ ٍ ‫ُكلُّ ُك ْم َر‬
‫اع َوه َُو َمسْ ُئ ْو ٌل َعنْ َرعِ َّي ِت ِه‬ ٍ ‫ال َس ِّي ِد ِه َر‬ ِ ‫ َو ْال َخا ِد ُم فِيْ َم‬.‫ِي َمسْ ُئ ْولَ ٌة َعنْ َرعِ َّي ِت َها‬
َ ‫ َوه‬.

“Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah
pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya. Seorang pria adalah pemimpin bagi keluarganya, dan
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan dia
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta majikannya, dan
dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”

Dengan mengangkat setiap Muslim sebagai pemimpin, hadits ini sebenarnya meneguhkan jati diri kita sebagai
khalifah. Wakil Tuhan yang bertugas memakmurkan bumi dengan beragam kebaikan. Manusia-manusia pilihan
yang dituntut berkompetisi melakukan amal saleh demi meraih ridha-Nya, dan umat terbaik yang dibebani
tanggung jawab menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas masing-masing.
Tak satu pun dari kita yang bisa mengelak dari amanah kepemimpinan. Mengelak amanah kepemimpinan, berarti
mengingkari fitrah sebagai khalifah, sekaligus mengingkari status sebagai Muslim. Ingat, ancaman Allah begitu
jelas bagi orang-orang seperti ini. Dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Rasulullah Saw bersabda:

‫ب هللاُ َع ْن ُه َي ْو َم ْالقِ َيا َم ِة‬ َ ‫ب َعنْ أَ ْولِي الضَّعْ فِ َو ْال َح‬


َ ‫ اِحْ َت َج‬،ِ‫اجة‬ ِ ‫ َمنْ َولَّى مِنْ أَ ْم ِر ال َّن‬.
َ ‫اس َش ْي ًئا َفاحْ َت َج‬

“Orang yang diserahi kekuasaan urusan manusia, lalu menghindar dan mengelak tidak melayani kaum yang
lemah dan orang-orang yang membutuhkan, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada Hari Kiamat.”

Agar tidak termasuk orang-orang yang diabaikan Allah Swt. pada Hari Kiamat, mari tunaikan amanah
kepemimpinan yang dibebankan kepada kita dengan baik. Jalankan tiga fungsi kepemimpinan seperti yang
diajarkan Islam dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw berikut para sahabat besar generasi salafus saleh.

Pertama, Pemimpin Adalah Imam, Pelopor Kebajikan

Dalam bahasa Arab, kata imam berasal dari amma-yaummu yang berarti menuju, menumpu, dan meneladani.
Artinya, seorang pemimpin harus berada di garda terdepan dalam memberi teladan positif. Menjadi pelopor
dalam setiap kebaikan. Menjadi kreator yang selalu tampil dengan ide-ide kreatif untuk memajukan masyarakat.
Cerdas membaca situasi dan cekatan dalam memberikan solusi, berani mengambil risiko atas keputusan yang
sudah ditetapkan, serta konsisten menjalankan kebijakan yang sudah digariskan meskipun terkesan tidak
populer.
Rasulullah Saw adalah contoh imam yang sangat ideal. Saat perintah shalat turun, beliau tidak hanya rajin
menyuruh umat untuk mendirikan shalat. Tapi beliau sendiri shalat sampai kakinya bengkak. Untuk meningkatkan
persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar, beliau menggagas persaudaraan massal, di mana setiap
sahabat Anshar harus mengangkat satu orang sahabat Muhajirin sebagai saudaranya. Ketika beliau membaca
gelagat kekecewaan kaum Muslimin atas isi perjanjian Hudaibiyah yang sepintas terkesan merugikan, sehingga
mereka tidak segera melaksanakan perintah mencukur rambut, Rasulullah SAW langsung mencukur rambut di
hadapan para sahabat, menyadarkan mereka bahwa isi perjanjian Hudaibiyah sebenarnya sangat
menguntungkan kaum Muslimin, dan konsisten menaatinya, hingga kafir Quraisy sendiri melanggar perjanjian
tersebut.

Kedua, Pemimpin Adalah Ra’in, Pelayan Masyarakat

Kata ra’in biasa diartikan memelihara, menjaga, atau menggembala. Maknanya, seorang pemimpin harus selalu
bersedia melayani umat. Rela mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menyelamatkan masyarakat dari
belitan derita, lalu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Tidak pernah enggan apalagi malu
bergaul dengan rakyat secara langsung. Tidak menciptakan jarak dan sekat protokolariat yang membuat
masyarakat kesulitan untuk mengadukan masalah mereka, dan bersikap empati terhadap penderitaan umatnya.

Mari kita contoh Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Hampir setiap malam dia menyempatkan diri berkeliling
Madinah untuk mengetahui kondisi riil masyarakat Islam. Ia tidak pernah merasa puas dengan laporan-laporan
yang disampaikan pejabat pemerintahannya mengenai kondisi rakyat. Ia merasa perlu untuk turun langsung ke
bawah agar tahu pasti keadaan masyarakat. Ia tidak canggung membangunkan istrinya tengah malam lalu
memanggul karung gandum sendiri, demi membantu persalinan keluarga miskin di pinggiran kota Madinah. Ia
juga tidak ragu dan menghindar ketika seorang Yahudi Mesir mengadukan gubuknya yang digusur. Dengan penuh
empati, Umar langsung mengirim ultimatum kepada Gubernur Mesir agar hak-hak Yahudi tersebut dikembalikan.

Ketiga, Pemimpin Adalah Khalifah, Penerus Risalah Nabi untuk Memimpin Rakyat

Kata khalifah merupakan bentuk turunan dari khalafa-yakhlifu yang berarti pengganti atau pelanjut. Maknanya,
seorang pemimpin harus bisa menjadi motivator yang mendorong masyarakat untuk maju. Peka mendengarkan
aspirasi rakyat, lalu mewujudkan keinginan mereka, selama keinginan tersebut mengandung kemaslahatan
umum. Telaten mendengarkan masukan serta terbuka untuk dikritisi. Tidak egois apalagi angkuh dengan
meyakini diri paling pintar dan paling benar.

Lihatlah Abu Bakat Ash-Shiddiq yang tekun memotivasi rakyat agar terus bersatu dan bersemangat menyebarkan
kebajikan setelah ditinggal oleh Rasulullah SAW. Cermati ketika dia mendengar masukan agar Al-Quran
dibukukan karena banyak sahabat yang hafal Al-Quran syahid di medan perang. Simak keterbukaannya untuk
dikritisi dan dikoreksi dalam pidato pengangkatannya sebagai khalifah:

ُ ْ‫ت َفأَعِ ْي ُن ْونِيْ َوإِنْ أَ َسأ‬


ْ‫ت َفقُ ْوم ُْونِي‬ ُ ‫ َفإِنْ أَحْ َس ْن‬.‫ت ِب َخي ِْر ُك ْم‬ ُ ‫ َفإِ ِّنيْ َق ْد َولَّي‬، ْ‫أَ ُّي َها ال َّناس‬.
ُ ْ‫ْت َعلَ ْي ُك ْم َولَس‬

“Saudara-saudara sekalian, aku diangkat menjadi pemimpin bukan karena aku yang terbaik di antara kalian. Oleh
karena itu, jika aku berbuat baik, bantulah aku, dan jika berbuat salah, luruskanlah aku.”

Ketiga fungsi kepemimpinan tersebut di atas, diterjemahkan secara etnik oleh Ki Hajar Dewantara lalu dijadikan
sebagai falsafah bangsa dalam kalimat Ing Ngarso sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (Di
depan memberi teladan, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan).

‫هللَا ُ اَ ْك َبرْ هللَا ُ اَ ْك َبرْ هللَا ُ اَ ْك َبرْ َوهلل ِْال َح ْم ُد‬.

ُ‫ َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬.

Karena setiap individu dari kita sudah dibekali potensi kepemimpinan, bahkan ditugaskan untuk memimpin
sebagaimana diamanahkan surah Ali Imran ayat 110:

ْ ‫ُك ْن ُت ْم َخي َْر أ ُ َّم ٍة أ ُ ْخ ِر َج‬


ِ ‫ت لِل َّن‬
‫اس‬
“Kalian adalah umat terbaik yang diutus untuk manusia.”

Berarti kita semua peluang untuk meniti amanah kepemimpinan dari yang paling rendah hingga yang paling
tinggi. Dalam bahasa demokrasi kita mengenal istilah, setiap warga negara memiliki peluang dan kesempatan
yang sama untuk dipilih dan memilih. Walaupun begitu, ada baiknya bagi kita, untuk menangkap pesan moral
yang dicontohkan para sahabat dalam prosesi memilih pemimpin secara demokratis.

ُ‫َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬

Sejarah demokrasi dalam Islam yang lebih dikenal dengan istilah syura, digagas oleh Umar bin Khaththab saat
menyerahkan suksesi kepemimpinan setelahnya kepada enam sahabat besar. Mereka adalah Utsman bin Affan,
Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi al-Waqqash, dan Abdurrahman bin
Auf. Keenam sahabat ini kemudian bermusyawarah dan menetapkan Utsman bin Affan sebagai khalifah.

Pertanyaannya, mengapa bukan Ali bin Abi Thalib yang dipilih? Bukankah dia merupakan anak angkat Rasulullah
SAW yang cerdas dan jenius? Dalam hadits riwayat Imam Hakim dan Thabrani, Rasulullah SAW bersabda memuji
kecerdasan Ali:

‫ة ْالع ِْل ِم َو َعلِيٌّ َبا ُب َها‬2ُ ‫أَ َنا َم ِد ْي َن‬.

“Aku adalah gudang ilmu, dan Ali adalah gerbangnya.”

Mengapa bukan Sa’ad bin Abi Al-Waqqash, panglima perang yang dipercaya Umar untuk menaklukkan Persia?
Mengapa juga bukan Zubair bin Awwam yang dikenal wara’ dan zuhud? Pesan moral yang bisa ditangkap dari
terpilihnya Utsman sebagai khalifah adalah, karena rekam jejak positifnya mengungguli kelima sahabat besar
yang lain. Dialah sahabat yang telah membeli surga dua kali. Pertama ketika membeli Sumur Rumah milik Yahudi
lalu mewakafkannya kepada kaum Muslimin, dan kedua ketika membekali Jaisyul Usrah (Pasukan yang kesulitan
dana). Dalam hadits riwayat Hakim, Rasulullah SAW bersabda:

‫ َما ضّرَّ ع ُْث َمانْ َما َع ِم َل َبعْ دَ ْال َي ْو ِم‬.

“Apa pun yang dilakukan ‘Utsman setelah hari ini tidak mendatangkan mudarat baginya.”

Kedermawanan Utsman bin Affan tentu bukan satu-satunya faktor yang membuatnya terpilih sebagai pemimpin.
Masih banyak faktor lain yang menjadikannya dianggap paling layak menggantikan Umar bin Khattab sebagai
khalifah. Di antaranya adalah, Utsman merupakan sosok pemalu, sehingga malaikat pun malu terhadapnya.

Selain itu, kedermawanan Utsman dalam menginfakkan harta, juga jauh berbeda dengan praktik money politic
yang sering dilakukan kandidat pemimpin untuk menduduki jabatan ketua ormas, ketua partai, atau kepala
pemerintahan baik di daerah maupun di pusat. Mereka membagi-bagikan uang karena ingin menduduki jabatan.
Ada pamrih dan ada transaksi di balik kedermawanan semu yang mereka perlihatkan. Sementara itu,
kedermawanan Utsman lahir dari keikhlasan berderma untuk memenuhi perintah Al-Quran surah At-Taubah ayat
41:

ِ ‫ َو َجا ِه ُد ْوا ِبأ َ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُسِ ُك ْم فِيْ َس ِبي ِْل‬.


‫ ذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم إِنْ ُك ْن ُت ْم َتعْ لَم ُْو َن‬،‫هللا‬

“Dan berjuanglah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.”

ُ‫َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬

Rekam jejak menjadi unsur yang harus diperhatikan dalam suksesi kepemimpinan, karena hal itu merupakan
satu-satunya media yang paling akurat untuk mengukur komitmen sekaligus memprediksi integritas calon
pemimpin.

Seorang figur yang masa lalunya dipenuhi beragam kesan positif, misalnya, punya visi yang jelas dalam
meningkatkan kesejahteraan, punya garis perjuangan yang tegas dalam mengawal dan menyalurkan aspirasi,
memiliki jasa besar yang manfaatnya dirasakan orang banyak, tidak punya cacat moral dan kepercayaan dari
masyarakat, tentu lebih layak untuk diangkat menjadi pemimpin, dibanding figur yang masa lalunya abu-abu,
tidak memiliki visi yang jelas dalam membangun bangsa, apalagi sudah memiliki aib moral dan menderita cacat
kepercayaan.

ُ‫َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬

Selain itu, rekam jejak juga punya pengaruh besar terhadap jalannya kepemimpinan. Pemimpin yang track
record-nya dinilai buruk, pasti tersandera oleh masa lalunya, sehingga mustahil bisa menjalankan amanah
kepemimpinan dengan tegas. Ia pasti berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan diri dari ancaman sanksi
moral akibat beban masa lalunya. Ia pasti tertuntut untuk menghapus dosa-dosa sosialnya dengan memberikan
kompensasi, fasilitas, serta kemudahan kepada pihak-pihak yang pernah dirugikan.

Inilah jawaban di balik maraknya politik pencitraan setiap kali mendekati masa-masa pemilihan pemimpin. Inilah
pangkal di balik terjadinya transaksi politik yang menguntungkan segelintir kalangan dan merugikan masyarakat.
Inilah poros di balik merebaknya negosiasi yang berujung pada korupsi, kolusi, nepotisme, dan penyimpangan
kekuasaan lainnya. Dalam hadits riwayat Imam Thabrani, Rasulullah SAW bersabda:

َ ‫إِنَّ مِنْ أَ ْخ َو ِن ْال ِخ َيا َن ِة ت َِج‬.


‫ار َة ْا َلوالِيْ فِيْ َرعِ َّي ِت ِه‬

“Khianat yang paling besar adalah bila seorang penguasa memperdagangkan rakyatnya.”

Di tangan pemimpin yang cacat moral, kekuasaan takkan berjalan efektif dan efisien. Begitu banyak kepentingan
yang harus diakomodasi agar dosa-dosa masa lalunya tidak diungkit dan dipersoalkan. Sebab, hal itu bisa
berujung pada pemakzulan dan hilangnya jabatan yang diperoleh dengan modal besar. Pada titik tertentu,
pemimpin seperti ini bisa menjadi boneka yang dikendalikan oleh orang-orang yang pernah dizhaliminya.

Sebaliknya, pemimpin yang track record-nya positif, pasti bisa memimpin dengan tegas. Tak ada beban moral
yang menghambat upayanya dalam mewujudkan kedaulatan politik yang bebas dari intervensi asing,
menegakkan supremasi hukum, membangun kemandirian ekonomi, menata kehidupan sosial, serta merumuskan
program-program kreatif untuk memberdayakan masyarakat. Pemimpin seperti inilah yang bisa menjalankan
pemerintahan dengan transparan dan penuh integritas. Pemimpin seperti inilah yang harus dipatuhi dalam suka
dan duka sebagaimana diwasiatkan Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Ibnu Hibban:

‫ك إِالَّ أَنْ َي ُك ْو َن َمعْ صِ ي ٌَّة‬


َ ‫ض َرب ُْوا َظه َْر‬
َ ‫ك َو‬ َ ‫ َوأَ ْث َر ًة َعلَ ْي‬،‫ك‬
َ َ‫ك َوإِنْ أَ َكلُ ْوا َمال‬ َ ‫ك َو َم ْك ِر ِه‬
َ ِ‫ َو َم ْنشِ ط‬،‫ك‬ َ ‫اِسْ َمعْ َوأَطِ عْ فِيْ عُسْ ِر‬.
َ ‫ك َويُسْ ِر‬

“Dengarkan dan patuhi pemimpinmu dalam suka dan duka, saat senang dan susah”

‫هللَا ُ اَ ْك َبرْ هللَا ُ اَ ْك َبرْ هللَا ُ اَ ْك َبرْ َوهلل ِْال َح ْم ُد‬.

ُ‫ َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬.

Agar kekuasaan negeri ini tidak jatuh ke tangan pemimpin yang tersandera masa lalunya, maka setiap individu
yang menyimpan ambisi untuk menduduki jabatan publik harus introspeksi diri. Ingat kembali perjalanan
hidupnya yang lampau. Adakah dosa sosial dan politik yang belum diselesaikan? Adakah cacat moral yang belum
diperbaiki? Jika ada, manfaatkan waktu yang tersisa ini untuk melakukan taubatan nasuha. Tunaikan hak-hak
orang yang pernah dirugikan lalu minta keikhlasan mereka untuk memaafkan. Klarifikasi semua cacat moral yang
dialami lalu tunjukkan komitmen untuk tidak mengulangi.

Jangan malu untuk mengakui kesalahan-kesalahan yang telah lalu dan jangan ragu untuk meminta maaf. Jangan
pernah khawatir langkah itu akan menurunkan kredibilitas dan elektabilitasnya di mata masyarakat. Karena yang
terjadi justru sebaliknya, masyarakat lebih suka kepada figur yang rendah hati, mau mengakui kesalahan dan
berjanji untuk memperbaikinya. Islam juga mengajarkan bahwa orang yang baik bukan yang tidak pernah salah.
Orang yang baik adalah yang cepat menyadari kesalahan dan bersegegas meminta maaf, sebagaimana hadits
riwayat Hakim dan Ibnu Majah:

‫ َو َخ ْي ُر ْال َخ َّطا ِئي َْن ال َّتوَّ اب ُْو َن‬.‫ ُك ُّل ابْنُ آ َد َم َخ َّطا ٌء‬.
“Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Sebaik-baik pelaku kesalahan adalah yang segera bertobat.”

Sejarah sudah membuktikan bahwa masyarakat cenderung simpatik dan mudah melupakan kesalahan orang yang
menyadari kesalahannya lalu bertobat. Kita mungkin pernah mendengar nama Fudhail bin Iyadh, ulama besar
Persia yang sangat disegani dan nasihatnya dipatuhi. Semua orang tahu bahwa awalnya dia adalah perampok
sadis, namun setelah bertobat, Khalifah Harun Ar-Rasyid sering meminta sarannya dalam menjalankan
pemerintahan.

Kita juga tahu bahwa Sunan Kalijaga awalnya adalah seorang penjahat. Dijuluki Brandal Lokajaya, ia menjadi
momok bagi orang-orang kaya di pesisir utara tanah Jawa. Namun setelah bertobat dan berkomitmen untuk
berdakwah, tak satu pun dari masyarakat yang meragukan kredibilitasnya sebagai pemimpin agama.

Berkaca dari kedua tokoh ini, para pemimpin harusnya sadar bahwa tugas-tugas kepemimpinan hanya bisa
diemban oleh orang-orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak punya beban masalah di masa lalu,
dan tidak sedang terbelit masalah di masa kini.

Jabatan publik memerlukan dedikasi, totalitas, sangat menyita perhatian dan energi. Amanah ini hanya bisa
dipikul oleh orang-orang yang tak lagi disibukkan dengan urusan dirinya. Tak lagi direpotkan dengan masalah-
masalah pribadinya. Hanya pemimpin seperti inilah yang bisa fokus mencurahkan segenap potensinya untuk
menyejahterakan rakyat. Benar-benar bisa menjadi abdi yang selalu siap untuk melayani masyarakat
sebagaimana hadits riwayat Abu Na’im:

‫ َس ِّي ُد ْال َق ْو ِم َخا ِد ُم ُه ْم‬.

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”

Membiarkan jabatan publik jatuh ke tangan pemimpin yang terpenjara masalah, berarti kita menyiapkan diri
untuk melayani, bukan dilayani. Menyiapkan diri untuk disibukkan dengan urusan pemimpin, bukan dia yang
disibukkan oleh urusan kita. Dan ini artinya, kita dengan sadar membiarkan negara ini terjebak dalam
kemunduran bahkan kebangkrutan. Na’udzubillah min dzalik.

ُ‫َم َعاشِ َر ْالمُسْ لِ ِمي َْن َر ِح َم ُك ُم هللا‬

Sebelum mengakhiri khutbah ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan bahwa pesta demokrasi sudah berada dalam
hitungan hari. Sejumlah tokoh politik sudah mulai gencar melakukan sosialisasi, memperkenalkan diri, dan
berusaha menarik simpati publik. Sebagai warga negara yang cerdas, mari sikapi fenomena politik ini dengan
bijaksana. Jangan terburu-buru menjatuhkan pilihan sebelum mengetahui pasti kapabilitas, integritas, dan
komitmen kejuangan kandidat pemimpin. Sadari bahwa pilihan kita sangat menentukan perjalanan bangsa ini ke
depan. Semoga Allah Swt. membimbing kita untuk menjatuhkan pilihan pada figur yang amanah. Figur yang
memandang jabatan sebagai sarana untuk beribadah menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Aamiin ya rabbal
‘alamiin.

ِّ ‫ت َو‬
‫ إِ َّن ُه ه َُو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬،ُ‫ َو َت َق َّب َل ِم ِّنيْ َو ِم ْن ُك ْم ِتالَ َو َته‬،‫الذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ ِ ‫ َو َن َف َعنِيْ َوإِيَّا ُك ْم ِب َما فِ ْي ِه م َِن ْاآل َيا‬،‫آن ْال َك ِري ِْم‬
ِ ْ‫ك هللاُ لِيْ َولَ ُك ْم فِيْ ْالقُر‬
َ ‫ار‬
َ ‫ َب‬.

‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّمُوا َتسْ لِيمًا‬ َ ‫ون َعلَى ال َّن ِبيِّ َياأَ ُّي َها الَّذ‬
َ ‫ِين آ َم ُنوا‬ َ ُّ‫ُصل‬
َ ‫إِنَّ هللاَ َو َمالَ ِئ َك َت ُه ي‬.

َ ‫ِك ْال َخ ْي ُر إِ َّن‬


‫ك َعلَى ُك ِّل َشيْ ٍء َق ِديْر‬ َ ‫ك َمنْ َت َشا ُء َو َت ْن ِز ُع ْالم ُْل‬
2َ ‫ك ِممَّنْ َت َشا ُء َو ُتع ُِّز َمنْ َت َشا ُء َو ُت ِذ ُّل َمنْ َت َشا ُء ِب َيد‬ َ ‫ك ْالم ُْلكِ ُت ْؤتِي ْالم ُْل‬
َ ِ‫اللَّ ُه َّم َمال‬.

Wahai Tuhan Yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan
Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki, dan
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa
atas segala sesuatu.

‫ِك َيا أَرْ َح َم الرَّ ا ِح ِمي َْن‬ َ ‫ َوأَعْ ِل َكلِ َم َت‬،‫ َوأَهْ لِكِ ْال َك َف َر َة َو ْالم ُْل ِح ِدي َْن‬،‫إلسْ الَ َم َو ْالمُسْ لِ ِمي َْن‬
َ ‫ ِب َرحْ َمت‬،‫ك إِلَى َي ْو ِم ال ِّدي َْن‬ َ
ِ ‫اَللّ ُه َّم أعِ َّز ْا‬.

Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan tinggikanlah derajat kaum muslimin. Hapuskan segala bentuk kekufuran
dan enyahkan segala bentuk kejahatan. Tegakkan panji-panji kebesaran-Mu hingga akhir nanti, dengan Rahmat-
Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih.
‫ َواجْ َع ْل َنا م َِن الرَّ اشِ ِدي َْن‬،‫ان‬
َ ‫ َو َكرِّ ْه إِلَ ْي َنا ْال ُك ْف َر َو ْالفُس ُْو َق َو ْالعِصْ َي‬.‫ َو َز ِّي ْن ُه فِيْ قُلُ ْو ِب َنا‬،‫ان‬ ِ ‫اَللّ ُه َّم َحبِّبْ إِلَ ْي َنا ْا‬.
َ ‫إل ْي َم‬

Ya Allah, tanamkan kepada kami rasa cinta kepada iman. Hiasi hati kami dengan iman. Jauhkan kami dari segala
bentuk kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Jadikan kami orang-orang yang selalu berada dalam petunjuk-Mu.

‫ِّت أَ ْقدَا َم َنا َوا ْنصُرْ َنا َعلَى ْال َق ْو ِم ْال َكاف ِِري َْن‬ َ ‫ َر َّب َنا أَ ْف ِر ْغ َعلَ ْي َنا‬.
ْ ‫صبْرً ا َو َثب‬

Ya Tuhan kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami
terhadap orang-orang kafir.

‫اف ِِري َْن‬22‫ َو ْاك ُتبْ ال َّسالَ َم َة َو ْال َعافِ َي َة َعلَ ْي َنا ََعلَى ْال ُغ َّزا ِة َو ْالم َُس‬،‫ْن‬ ِ ‫ َوا ْنصُرْ ُعلَ َما َءهُ وُ َز َرا َءهُ َووُ َكالَ َءهُ َو َع َساك َِرهُ إِلَى َي ْو ِم ال ِّدي‬،‫ان ْالمُسْ لِ ِمي َْن‬
َ ‫اَللّ ُه َّم ا ْنصُرْ س ُْل َطا َن َنا س ُْل َط‬
‫اس أَجْ َم ِعي َْن‬ ُ َ ِّ‫ فِيْ َبر‬،‫ َو ْال ُمقِ ْي ِمي َْن‬.
ِ ‫ك مِنْ أ َّم ِة م َُح َّم ٍد َوال َّن‬ َ ‫ك َو َبحْ ِر‬

Ya Allah, tolonglah penguasa kami, pemimpin kaum yang beriman, tolonglah para ulama, tolonglah para menteri,
pejabat, serta tentaranya hingga hari Akhir. Tetapkan keselamatan dan kesehatan bagi kami, orang-orang yang
sedang berjuang, para musafir, serta yang tidak bepergian, baik yang ada di darat atau di laut-Mu—umat
Muhammad dan seluruh umat manusia.

َ ‫ َر َّب َنا آ ِت َنا فِي ال ُّد ْن َيا َح َس َن ًة َوفِي ْاآلخ َِر ِة َح َس َن ًة َو ِق َنا َع َذ‬.
ِ ‫اب ال َّن‬
‫ار‬

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.

‫هلل َربِّ ْال َعالَ ِمي َْن‬


ِ ‫ َو َسالَ ٌم َعلَى ْالمُرْ َسلِي َْن َو ْال َح ْم ُد‬.‫ون‬
َ ُ‫ك َربِّ ْالع َِّز ِة َعمَّا يَصِ ف‬
َ ‫ان َر ِّب‬
َ ‫ ُسب َْح‬.

Mahasuci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan
dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Penguasa alam semesta.

ِ ‫َوال َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َم ُة‬


‫هللا َو َب َر َكا ُت ُه‬

Anda mungkin juga menyukai