Salah satu
penaklukan luar biasa itu adalah penaklukan Andalusia/Semenanjung Iberia. Penaklukan
semenanjung ini terjadi pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Damaskus, tepatnya
pada masa Khalifah Walid ibn Abdul al-Malik (705-715).
Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki
kedudukan unik dalam sejarah militer klasik. Penaklukan Andalusia tercatat sebagai salah
satu penaklukan terhebat muslim di Eropa, kisah dari penaklukan ini bahkan sangat dikenal
hingga saat ini. Untuk itu pada pembahasan kali ini, akan dibahas lebih jauh mengenai
penaklukan Andalusia pada awal abad ke-8 M.
Ajaran Kristen Aria mereka jadikan sandaran, sekaligus mereka paksakan kepada penduduk
pribumi yang menganut agama Katolik. Sebagai penganut Katolik, rakyat membenci
kekuasaan kaum Gothia yang banyak bersimpangan dengan kepercayaan yang mereka anut.
Kalangan pribumi meliputi sejumlah besar golongan pelayan dan budak, tentu tidak puas
akan nasib yang mereka dapatkan. Golongan ini lah yang nantinya akan bekerja sama dengan
umat Islam saat penaklukan tahun 711 M.
Selain itu terdapat kaum Yahudi yang hidup dalam keterasingan, serta selalu ditindas oleh
kalangan penguasa Gothia. Upaya-upaya dilakukan untuk memaksa kaum Yahudi untuk
berpindah agama, diantaranya dengan mengeluarkan dekrit kerajaan pada tahun 612 M.
Dekrit ini berisi perintah kepada semua penduduk Yahudi agar dibaptis, dan jika tidak patuh,
mereka diancam dengan hukuman pembuangan dan penyitaan kekayaan.
Menjelang penaklukan oleh pasukan Muslim, Andalusia diperintah oleh Raja Roderick.
Roderick berhasil naik tahta setelah menggulingkan pendahulunya, putra Witiza.
Tarif dan pasukannya mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama kepulauam
Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarif kembali ke Afrika Utara membawa banyak
Ghanimah. Berbekal informasi penting yang didapatkan Tarif, Musa ibn Nushair, gubernur
jenderal al-Maghrib di Afrika Utara memutuskan untuk mengirimkan 7.000 pasukan Arab
dan Berber di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad, seorang mantan budak Berber.
Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang memimpin 12.000 pasukan, pada 19 Juli 711 M
berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai Barbate/Guadalete (masih terjadi
kesimpang siuran tempat terjadinya pertempuran) di pesisir Laguna Janda. Pasukan Thariq
yang berjumlah 12.000 itu berhadapan dengan pasukan Raja Roderick yang berjumlah 25.000
orang. Pasukan muslim dengan gemilang berhasil mengalahkan pasukan Roderick.
Thariq beserta pasukannya, terus bergerak melewati Ecija menuju Toledo, ibu kota Gothia,
dan mengirimkan sejumlah pasukan ke kota-kota lain. Pasukan Thariq menghindari kota
Seville yang dikelilingi benteng-benteng kuat, hal ini untuk mencegah berkurangnnya
pasukan.
Pasukan lainnya berhasil menduduki Elvira, dekat Granada tanpa menemui kesulitan.
Pasukan ketiga, yang terdiri atas kavaleri di bawah komando Mughith al-Rumi (orang
Romawi) mencoba menyerang Cordoba. Setelah mencoba bertahan selama dua bulan, ibu
kota masa depan umat Islam ini menyerah, karena pengkhianatan seorang pengembala yang
menunjukkan jalan pintas ke dinding benteng.
Kota Malaga tidak memberikan perlawanan sama sekali. Di Ecija terjadi pertempuran paling
sengit dari seluruh pergerakan pasukan muslim di kota-kota Andalusia, dan berakhir dengan
kemenangan pasukan muslim.
Toledo, ibu kota Gothia Barat, berhasil diduduki berkat pengkhianatan sejumlah penduduk
Yahudi. Sekali lagi penduduk pribumi memegang peran penting dalam penaklukan
Andalusia.
Berkat semua kemenangan gemilang itu, Thariq yang mulai berlayar pada musim semi 711
M, di akhir musim panas telah menjadi penguasa (Gubernur) atas separuh wilayah Spanyol.
Dalam waktu singkat dia juga telah menghancurkan seluruh kerajaan Gothia Barat.
Usaha Musa untuk menaklukkan kota-kota yang dikenal dengan pertahanan kuatnya,
membutuhkan waktu cukup lama. Kota Seville, kota terbesar dan pusat intelektual Spanyol
yang pernah menjadi ibu kota Romawi, bertahan cukup lama menghadapi serbuan itu hingga
akhirnya menyerah pada bulan Juni 713 M.
Perlawanan yang paling gigih diberikan oleh pasukan penjaga Merida. Tetapi setelah
bertahan selama satu tahun, kota ini berhasil ditaklukkan pada 1 Juni 713. Penaklukan
selanjutnya diarahkan ke kota-kota bagian utara hingga mencapai kaki pegunungan Pyrenia.
Di balik pegunungan itu terbentang tanah Galia di bawah kekuasaan Prancis.
Musa berambisi menaklukkan wilayah di balik pegunungan Pyrenia, namun Khalifah al-
Walid tidak merestuinya bahkan memanggil Musa dan Thariq untuk pulang ke Damaskus.
Sebelum berangkat kembali ke Damaskus, Musa menyerahkan kekuasaan kepada putra
keduanya Abd al-Aziz ibn Musa.
Abd al-Aziz berhasil menaklukkan Andalusia bagian timur, sehingga dengan demikian
seluruh Andalusia telah jatuh ke tangan umat Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan terjal
dan tandus di bagian barat laut semenanjung itu.
Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Umayyah di Damaskus sampai tahun 750
M. Selama periode tersebut para Gubernur di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa
ibn Nushair untuk menguasai Galicia. Akan tetapi, dalam pertempuran di Poitiers di dekat
Tours pada tahn 732 M, tentara Islam di bahwa pimpinan Abd al-Rahman al-Ghafiqi dipukul
mundur oleh tentara Nasrani Eropa di bawah pimpinan Charles Martel, penguasa istana
Merovingia.
Pertempuran itu menjadi titik akhir dari rentetan kesuksesan umat Islam di utara pegunungan
Pyrenia. Setelah itu mereka tidak pernah berhasil meraih kemenangan yang berarti dalam
menghadapi serangan balik kaum Nasrani Eropa.
BIBLIOGRAFI