Anda di halaman 1dari 4

Sejarah mencatat umat Islam beberapa kali melakukan penaklukan gemilang.

Salah satu
penaklukan luar biasa itu adalah penaklukan Andalusia/Semenanjung Iberia. Penaklukan
semenanjung ini terjadi pada masa pemerintahan Daulah Umayyah di Damaskus, tepatnya
pada masa Khalifah Walid ibn Abdul al-Malik (705-715).

Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki
kedudukan unik dalam sejarah militer klasik. Penaklukan Andalusia tercatat sebagai salah
satu penaklukan terhebat muslim di Eropa, kisah dari penaklukan ini bahkan sangat dikenal
hingga saat ini. Untuk itu pada pembahasan kali ini, akan dibahas lebih jauh mengenai
penaklukan Andalusia pada awal abad ke-8 M.

Kondisi Andalusia Sebelum Penaklukan Pasukan Islam


Andalusia atau al-Andalus adalah sebutan bagi semenanjung Iberia periode Islam. Sebutan itu
berasal dari kata Vandalusia, artinya bangsa Vandal. Nama Vandalusia diambil karena bagian
selatan semenanjung Iberia pernah dikuasai bangsa Vandal, sebelum kekuasaan mereka
direbut oleh bangsa Gothia Barat/Visigoth pada abad ke-5 M.
Kerajaan Gothia Barat merupakan aristokrasi militer Jerman yang memerintah di Spanyol
sejak abad ke-5 M. Orang Gothia harus berjuang lama untuk menggantikan pengaruh yang
telah diberikan penguasa sebelumnya, bangsa Suevi dan Vandal. Kaum Gothia berkuasa
sebagai penguasa absolut, dan sering kali bersikap kejam.

Ajaran Kristen Aria mereka jadikan sandaran, sekaligus mereka paksakan kepada penduduk
pribumi yang menganut agama Katolik.  Sebagai penganut Katolik, rakyat membenci
kekuasaan kaum Gothia yang banyak bersimpangan dengan kepercayaan yang mereka anut.

Kalangan pribumi meliputi sejumlah besar golongan pelayan dan budak, tentu tidak puas
akan nasib yang mereka dapatkan. Golongan ini lah yang nantinya akan bekerja sama dengan
umat Islam saat penaklukan tahun 711 M.

Selain itu terdapat kaum Yahudi yang hidup dalam keterasingan, serta selalu ditindas oleh
kalangan penguasa Gothia. Upaya-upaya dilakukan untuk memaksa kaum Yahudi untuk
berpindah agama, diantaranya dengan mengeluarkan dekrit kerajaan pada tahun 612 M.
Dekrit ini berisi perintah kepada semua penduduk Yahudi agar dibaptis, dan jika tidak patuh,
mereka diancam dengan hukuman pembuangan dan penyitaan kekayaan.

Di bidang politik, terjadi pertikaian antara keluarga kerajaan dan bangsawan-bangsawan


Gothia. Perselisihan ini menggerogoti kekuatan kerajaan. Menjelang akhir abad ke-6 M, para
bangsawan Gothia telah menjadi raja-raja kecil di berbagai wilayah Andalusia, tentu hal ini
semakin melemahkan konsolidasi pemerintahan Gothia.

Menjelang penaklukan oleh pasukan Muslim, Andalusia diperintah oleh Raja Roderick.
Roderick berhasil naik tahta setelah menggulingkan pendahulunya, putra Witiza.

Awal Penaklukan Andalusia dan Kemenangan Thariq


Ekspansi pasukan muslim ke semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa, merupakan
serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer panjang yang dijalankan
bangsa Arab. Penaklukan semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang tentara
muslim (100 pasukan kavaleri dan 400 pasukan infanteri) di bawah pimpinan Tarif ibn Malik,
pada tahun 710 M untuk melakukan pengintaian dan pengumpulan informasi.

Tarif dan pasukannya mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama kepulauam
Tarifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tarif kembali ke Afrika Utara membawa banyak
Ghanimah.  Berbekal informasi penting yang didapatkan Tarif, Musa ibn Nushair, gubernur
jenderal al-Maghrib di Afrika Utara memutuskan untuk mengirimkan 7.000 pasukan Arab
dan Berber di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad, seorang mantan budak Berber.

Thariq ibn ZIyad


Ekspedisi kedua ini mendarat di bukit karang Giblatar (Jabal al-Thariq) pada tahun 711 M. Di
atas bukit itu Thariq berpidato untuk membakar semangat juang pasukannya, karena menurut
informasi tentara musuh yang akan dihadapi berjumlah 100.000 orang. Dalam pasukan itu,
Thariq mendapat tambahan 5.000 pasukan dari Afrika Utara, sehingga jumlah pasukan
tersebut menjadi 12.000 orang.

Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang memimpin 12.000 pasukan, pada 19 Juli 711 M
berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai Barbate/Guadalete (masih terjadi
kesimpang siuran tempat terjadinya pertempuran) di pesisir Laguna Janda. Pasukan Thariq
yang berjumlah 12.000 itu berhadapan dengan pasukan Raja Roderick yang berjumlah 25.000
orang.  Pasukan muslim dengan gemilang berhasil mengalahkan pasukan Roderick.

Pertempuran di sungai Guadalete atau Barbete


Pengkhianatan dari musuh-musuh politik Roderick, yan dikepalai Uskup Oppas, saudara
Witiza menjadi salah satu penentu kemenangan pasukan muslim. Pasca pertempuran tersebut
nasib Roderick tidak diketahui secara pasti. Mayoritas sumber, baik kronik dan Arab maupun
Spanyol, menyatakan Roderick hilang.

Upaya Pasukan Muslim Memperkokoh Kekuasaan di Andalusia


Setelah kemenangan penting ini,  pasukan muslim berjalan melintasi kota-kota Spanyol
dengan cukup mudah, hampir tanpa perlawanan berarti. Hanya beberapa kota, yang masih
dikuasai banyak pasukan Gothia Barat yang mampu memberikan perlawanan berarti.

Thariq beserta pasukannya, terus bergerak melewati Ecija menuju Toledo, ibu kota Gothia,
dan mengirimkan sejumlah pasukan ke kota-kota lain. Pasukan Thariq menghindari kota
Seville yang dikelilingi benteng-benteng kuat, hal ini untuk mencegah berkurangnnya
pasukan.

Pasukan lainnya berhasil menduduki Elvira, dekat Granada tanpa menemui kesulitan.
Pasukan ketiga, yang terdiri atas kavaleri di bawah komando Mughith al-Rumi (orang
Romawi) mencoba menyerang Cordoba. Setelah mencoba bertahan selama dua bulan, ibu
kota masa depan umat Islam ini menyerah, karena pengkhianatan seorang pengembala yang
menunjukkan jalan pintas ke dinding benteng.

Kota Malaga tidak memberikan perlawanan sama sekali. Di Ecija terjadi pertempuran paling
sengit dari seluruh pergerakan pasukan muslim di kota-kota Andalusia, dan berakhir dengan
kemenangan pasukan muslim.

Toledo, ibu kota Gothia Barat, berhasil diduduki berkat pengkhianatan sejumlah penduduk
Yahudi. Sekali lagi penduduk pribumi memegang peran penting dalam penaklukan
Andalusia.

Berkat semua kemenangan gemilang itu, Thariq yang mulai berlayar pada musim semi 711
M, di akhir musim panas telah menjadi penguasa (Gubernur) atas separuh wilayah Spanyol.
Dalam waktu singkat dia juga telah menghancurkan seluruh kerajaan Gothia Barat.

Puncak Penaklukan Andalusia


Pada Bulan Juni 712 M, Musa ibn Nushair berangkat ke Andalusia dengan membawa 18.000
tentara, dengan tujuan menaklukkan kota-kota yang belum ditaklukkan Thariq. Di kota kecil
Talavera, Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa. Pada saat itu pula Musa
memproklamirkan Andalusia sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Daulah Umayyah di
Damaskus.

Usaha Musa untuk menaklukkan kota-kota yang dikenal dengan pertahanan kuatnya,
membutuhkan waktu cukup lama. Kota Seville, kota terbesar dan pusat intelektual Spanyol
yang pernah menjadi ibu kota Romawi, bertahan cukup lama menghadapi serbuan itu hingga
akhirnya menyerah pada bulan Juni  713  M.

Perlawanan yang paling gigih diberikan oleh pasukan penjaga Merida. Tetapi setelah
bertahan selama satu tahun, kota ini berhasil ditaklukkan pada 1 Juni 713. Penaklukan
selanjutnya diarahkan ke kota-kota bagian utara hingga mencapai kaki pegunungan Pyrenia.
Di balik pegunungan itu terbentang tanah Galia di bawah kekuasaan Prancis.

Musa berambisi menaklukkan wilayah di balik pegunungan Pyrenia, namun Khalifah al-
Walid tidak merestuinya bahkan memanggil Musa dan Thariq untuk pulang ke Damaskus.
Sebelum berangkat kembali ke Damaskus, Musa menyerahkan kekuasaan kepada putra
keduanya Abd al-Aziz ibn Musa.

Abd al-Aziz berhasil menaklukkan Andalusia bagian timur, sehingga dengan demikian
seluruh Andalusia telah jatuh ke tangan umat Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan terjal
dan tandus di bagian barat laut semenanjung itu.

Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Umayyah di Damaskus sampai tahun 750
M. Selama periode tersebut para Gubernur di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa
ibn Nushair untuk menguasai Galicia. Akan tetapi, dalam pertempuran di Poitiers di dekat
Tours pada tahn 732 M, tentara Islam di bahwa pimpinan Abd al-Rahman al-Ghafiqi dipukul
mundur oleh tentara Nasrani Eropa di bawah pimpinan Charles Martel, penguasa istana
Merovingia.

Pertempuran itu menjadi titik akhir dari rentetan kesuksesan umat Islam di utara pegunungan
Pyrenia. Setelah itu mereka tidak pernah berhasil meraih kemenangan yang berarti dalam
menghadapi serangan balik kaum Nasrani Eropa.

BIBLIOGRAFI

Bosworth, C. E. 1993. Dinasti-Dinasti Islam. Terj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.


Hitti, Phillip K. 2006. History of The Arabs. Terj. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Lapidus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam Bagian I dan II. Terj. Ghufron A.
Mas’adi. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sya’roni, Maman A. Malik. 2012. “Peradaban Islam Masa Bani Umayyah II di Andalusia”.
Dalam Siti Maryam dkk (ed). Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern.
Yogyakarta: LESFI.

Anda mungkin juga menyukai