Anda di halaman 1dari 9

SAREKAT ISLAM DALAM GERAKAN NASIONAL DI BIDANG POLITIK

Iltizam Mufadldlol

Anisa Azmi Tanjung

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

iltizammufadlol@gmail.com

anisaazmitjg@gmail.com

1. Pendahuluan
A. Latar belakang
Pemerintah Hindia Belanda memasuki daerah Indonesia mulai abad ke-17 sampai
19. Perlakuan diskriminatif pada masyarakat Indonesia sangat terasa pada masa
ini. Politik rasionalisme menyababkan digolong-golongkan menjadi beberapa
golongan dan penduduk asli(Indonesia) ditempatkan sebagai ras terbawah dalam
status sosial masyarakat.
Pemerintah Belanda semakin memperluas kekuasanya mencakup berbagai
segi kehidupan baik politik, ekonomi dan sosial budaya.. Dalam bidang politik
pemerintah belanda ikut campur dalam persoalan-persoalan intren Indonesia
seperti ikut menentukan kebijakan-kebijakan politik rakyat. Selanjutnya dalam
bidang ekonomi, pemerintah belanda membuat suatu kebijakan “memberi
kebebasan berdagang bagi orangorang cina”. Hal ini membuat orang cina semakin
berkuasa dan melakukan monopoli perdagangan terutama perdagangan batik di
surakarta. Melihat kejadian tersebut akhirnya menimbulkan perlawanan-
perlawanan dari masyarakat Nusantara.
Kemudian pada tahun 1905 di surakrta, dibentuklah Sarekat Dagang Islam
atau SDI yang berjalan di bidang ekonomi dan agama yang didirikan oleh H
Samanhudi. SDI awalnya hanya fokus pada bidang ekonomi-agama saja, tetapi
seiring berjalanya waktu SDI muali masuk di bidang politik hingga pada akhirnya
namanya di ubah menjadi Sarekat Islam yang dipimpinoleh HOS Tjokroaminoto.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang berdirinya SI?
2. Bagaimana pergerakan SI dalam gerakan nasional di bidang politik?
3. Bagaiman perpecahan SI?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Sarekat Islam
2. Untuk mengetahui pergerakan SI dalam gerekan nasionaldi bidang politik
3. Untuk mengetahui perpecahan Sarekat Islam.
2. Pembahasan

Latar Belakang Berdirinya Sarekat Islam

Sikap diskriminatif Kolonial Belanda terhadap pribumi menimbulkan sebuah


pergolakan dalam masyarakat. Ketidakadilan terhadap pribumi telah menyadarkan mereka
yang menimbulkan adanya pergerakan nasional. Pergerakan nasional merupakan usaha rakyat
untuk melepas diri dari penjajah. Salah satu pergerakan nasional tersebut adalah Sarekat
Islam. Sarekat Islam didirikan atas adanya pertimbangan komersil ekonomi atas asas
nasionalisme yang sepenuhnya merupakan haluan politik Sarekat Islam.

Berdirinya Sarekat Islam dilatar belakangi oleh 2 sebab pokok. Pertama, kompetisi
yang meningkat dalam hal perdagangan batik terutama dengan orang-orang cina dan sikap
superioritas orang-orang Cina terhadap masyarakat Indonesia sehubungan dengan berhasilnya
revolusi Cina pada tahun 1911. Yang kedua, masyarakat Solo mendapat tekanan-tekanan dari
golongan bangsawan mereka sendiri. Melihat kondisi yang seperti ini, H. Samanhudi salah
satu pengusaha dan pedagang batik dari Surakarta menyadari adanya bahaya yang akan
mengancam yaitu besarnya peluang yang diberikan pemerintah Belanda kepada pedagang
Cina berupa keringanan-keringanan. Hal ini sangat tidak adil bagi para pedagang pribumi,
karena sangat menghambat kemajuan perdagangan pribumi khususnya para pedagang batik.
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, H. Samanhudi mendirikan organisasi yang bernama
Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 M,
bertepatan pada 16 Sya’ban 1323 H.

Kemudian pada 11 November tahun 1912 Sarekat Dagang Islam berubah nama
menjadi Sarekat Islam atau SI yang di ketuai oleh HOS Tjokroaminoto. Perubahan nama dari
SDI ke SI mempunyai tujuan bahwa organisasi tidak hanya berkiprah pada bidang ekonomi
saja, tetapi diharapkan berkiprah di bidang politik. Hal ini penting karena pada masa itu
menuntut berdirinya partai islamm sebagai wadah aspirasi ummat islam dan masyarakat
indonesia yang dapat disalurkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Selain itu, tujuan yang
lain atas perubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam adalah agar
keanggotaan organisasi ini tidak hanya terbatas pada para pedagang saja, tetapi mencakup
seluruh kegiatan masyarakat.
Sarekat Islam dalam Gerakan Nasional di Bidang Politik

A. Gerakan Politik Sarekat Islam Sebelum Pada Tahun 1916-1921

Awal mula gerakan politik yang terjadi dalam organisani Sarekat Islam adalah ketika
terjadinya perubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Tentunya hal
ini menjadi suatu anggaran dasar baru dalam tubuh Sarekat Islam yang lebih fokus di bidang
sosial dan politik sebagai tujuan utamanya. Sebagai wujud dari gerakan politik SI
mengadakan tiga kali kongres besar dan satu kali kongres tahunan.1 Kongres yang pertama
dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1913, kongres yang kedua digelar di
Surakarta tepatnya di Taman Sriwedari pada 25 Maret 1913, kongres SI yang ketiga
dilaksankan di Yogyakarta pada 18 April 1914 dan kongres tahunan yang dilaksanakan di
Surabaya pada tanggal 26 Juni 1915.

B. Gerakan Politik Sarekat Islam pada Tahun 1916-1921

Gerakan politik Sarekat Islam pada periode ini sedikit banyaknya telah memiliki struktur
organisai yang lebih stabil. Hal ini dapat dilihat dari penambahan kata Nasional di dalam
kongresnya. Dalam kongres sebelumnya hanya disebut kongres saja, tetapi pada periode ini
disebut sebagai kongres Nasional.

1. Kongres Nasional pertama di Bandung

Salah satu bentuk gerakan politik yang dilakukan oleh Sarekat Islam yaitu
dilaksanakannya sebuah kongres nasional yang pertama di Bandung. Kongres tersebut
diselenggarakan pada tanggal 17-24 Juni 1916 dengan dihadiri oleh sekitar 800.000 anggota
SI. Pemakaian kata “nasional” dalam kongres ini merupakan suatu usaha
dari gerakan Sarekat Islam untuk mewujudkan pemerintahan sendiri atau setidaknya
penduduk pribumi bisa diberikan hak untuk mengemukakan suaranya dalam berbagai
masalah politik. Hal ini diungkapkan sendiri oleh Tjokroaminoto sebagai ketua umum dari
organisasi Sarekat Islam pada saat menyampaikan pidatonya dalam kongres nasional di
Bandung pada 17 Juni 1916. Adapun permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam
kongres nasional pertama ini diantaranya yaitu usaha pemisahan Central Sarekat
Islam yang dilakukan oleh Gunawan yang juga didukung oleh Haji Samanhudi, rencana

1
Sutisno Kutoyo and Bambang Suwondo, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (proyek penelitian
dan Pencacatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), hal 51
pembentukan kweekschool, pembentukan Dewan Kolonial (Koloniale Raad), particuliere
landerijen (tanah pribadi), masalah pertahanan Hindia Belanda (Indie Weerbaar)

2. Kongres Nasional kedua di Batavia

Kongres nasional kedua ini dilaksanakan pada tanggal 20-27 oktober 1917 di Batavia.
Adapun beberapa permasalahan yang dibicarakan diantaranya yaitu permasalahan
perkebunan tebu, tanah partikelir (particuliere landerijen), nasib buruh, dan masalah
mengenai Volksraad (Dewan Rakyat). Namun pada saat pembicaraan ini berlangsung,
banyak sekali pro kontra yang terjadi khususnya antara Abdul Muis dan Semaun. Seperti
contohnya pada pembentukan Volksraad yang disetujui oleh Abdul Muis. Karena hal ini
bisa dimanfaatkan untuk membela hak-hak rakyat melalui aksi parlementer yang bisa
dilakukan. Sedangkan berbeda dengan Semaun yang menyatakan bahwa ia tidak setuju
Central Sarekat Islam mengirimkan perwakilannya untuk menjadi kandidat dari Volksraad.
Hal ini dikarenakan Semaun menganggap pembentukan Volksraad ini sebagai suatu
“pertunjukankosong” semata. Tetapi keputusan yang diambil oleh CSI yaitu tetap
berpartisipasi dalam pembentukan Volksraad dan mengirimkan kandidatnya untuk dijadikan
sebagai perwakilan.

Selain berbeda pendapat mengenai pembentukan Volksraad, dalam kongres nasional


kedua ini pun Abdul Muis dan Semaun kembali berselisih pendapat terkait dengan Indie
Weerbaar (Pertahanan Hindia) yang mana Abdul Muis beserta beberapa anggota yang
mengikuti kongres ini menyatakan setuju dengan adanya Indie Weerbaar. Namun Semaun
mencoba untuk menolak mosi tersebut tetapi tidak berhasil.

Dari beberapa perselisihan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sejak tahun 1917 sudah
mulai timbul benih-benih perpecahan dalam tubuh organisasi Sarekat Islam. Hal ini ditandai
dengan banyaknya perbedaan pendapat antara para anggota dari Central Sarekat Islam,
terutama tokohtokoh pemimpin yang ada di dalamnya diantaranya yaitu Abdul Muis dan
Semaun.

Hasil dalam kongres tersebut juga di abadikan dalam dokumen yang ditulis oleh
Gehiem Voor den Dienst dan diterbitkan oleh Landsdrukkerij.
3. Kongres Nasional ketiga di Surabaya

Kongres nasional ketiga ini dilaksanakan pada tanggal 29 September – 6 Oktober 1918
yang dihadiri oleh sekitar 87 cabang Sarekat Islam. Pada kongres nasional di Surabaya ini,
permasalahan yang dibicarakan oleh para anggota dari Sarekat Islam yaitu masih bersifat
sosial. Dalam kongres ini membahas tentang menantang pemerintah sepanjang tindakanya
melindungi kapitalisme, menarik garis yang tegas pertentangan antara penjejah melawan
terjajah dan pertentangan antara kapitalis melawan buruh.

Di dalam kongres ini terdapat pertentangan antara Semaun dan Abdul Muis yang
mempermasalahkan berbagai aspek seperti agama, nasionalisme dan kapitalisme. Selain
dilaksanakannya kongres nasional Central Sarekat Islam yang ketiga di Surabaya, di tahun
1918 ini pun Tjokroaminoto diangkat menjadi Dewan Rakyat (Volksraad) sebagai perwakilan
dari Sarekat Islam oleh pemerintah yang ditetapkan melalui SK No. 2 pada tanggal 23
Februari 1918. Jabatan ini diterima oleh Tjokroaminoto.

4. Kongres Nasional keempat di Surabaya

Pada tahun 1919 kongres nasional diselenggarakan di Surabaya oleh Central Sarekat
Islam. Kongres ini menjadi kongres nasional keempat yang dilaksanakan pada 26 Oktober – 2
November 1919. Di tahun inilah keanggotaan dari Sarekat Islam ini berada di puncaknya
yaitu sekitar 2,5 juta anggota.16 Dalam kongres nasional yang keempat ini permasalahan
pokok yang dibicarakan yaitu mengenai organisasi sentral kaum buruh yang sedikit
banyaknya telah dipengaruhi oleh Sarekat Islam cabang Semarang yang termasuk ke dalam
golongan sosialis-revolusioner

Adapun hasil dari kongres CSI pada tahun 1919 ini bisa dilihat dari munculnya beberapa
serikat sekerja diantaranya yaitu Sarekat Sekerja Pabrik Gula, Sarekat Sekerja Pegadaian, dan
Sarekat Sekerja Kereta Api. Ketiga kumpulan sarekat sekerja ini tergabung dalam suatu
ikatan federasi yang dinamakan Revolusioner Sosialistische Vakcentrale. Kemudian
perkumpulan ini berganti nama menjadi Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) yang
didirikan pada 15 Desember 1919. Adapun perjuangan Sarekat Islam dalam merealisasikan
gerakan buruh ini dilakukan dengan aksi pemogokan para buruh. Tuntutan dari aksi
pemogokan yang dilakukan oleh para buruh ini yaitu supaya mereka bisa mendapatkan
kenaikan gaji, tunjangan di hari raya, peraturan cuti yang ditetapkan setiap tahunnya, serta
pemberian upah sebesar 2 kali lipat jika bekerja di hari libur. Namun pada kenyataannya
gerakan ini tidak memiliki persatuan yang kuat. Hal ini dikarenakan benih-benih perpecahan
yang sudah mulai terlihat dalam tubuh organisasi Sarekat Islam yang sudah dimulai dari
beberapa kongres sebelumnya. Akibatnya, dalam hal ini pun terdapat dua kekuatan yang
muncul yaitu kekuatan yang berada di bawah kepemimpinan Surjopranoto yang
berkedudukan di Yogyakarta dengan kekuatan yang berada di bawah kepemimpinan Semaun
yang berkedudukan di Semarang yang telah terpengaruhi oleh berbagai paham sosialis.

Perpecahan Sarekat Islam

Kebesaran Sarekat Islam sebagai organisasi nasional di bidang politik tidak dapat
dipertahankan akibat adanya perpecahan dari dalam tubuh Sarekat Islam sendiri. Perpecahan
Sarekat Islam diawali berkembangnya paham Marxisme di tubuh Sarekat Islam yang di bawa
ke Indonesia oleh Hendrio Joshepus Maria Sheevlie. Pada tahun 1914 Sheevliet bersama
temanya yang sama-sama berpaham komunis mendirikan Indische Social Democratische
Vereenihing (ISDV) di Semarang yang bertujuan untuk menyebarkan paham komunis ini di
kalangan masyarakat Indonesia. ISDV mencoba mempengaruhi rakyat indonesia tetapi
usahanya tersebut tidak di sambut hangat oleh masyarakat Indonesia, sehingga mereka
mencoba memasuki Sarekat Islam Semarang yang dipimpin oleh Semaun2.
Paham komunis ini lama kelamaan membesar yang menyebabkan SI terpecah menjadi 2
bagian, yaitu SI Merah dan SI Putih 3. SI Merah adalah Sarekat Islam berpaham komunis yang
berpusat di Semarang, sedangkan SI Putih adalah Sarekat Islam berpaham Islam yang
berpusat di Yogyakarta. SI Putih dipimpin oleh HOS Cokroaminoto menginginkan asas dari
Sarekat Islam berasas Agama Islam, sedangkan SI Merah yang dipimpin oleh Semaun
menginginkan Sarekat Islam berasaskan kebangsaan4. SI Merah ini menetang adanya
percampuran agama dan politik dalam organisasi Sarekat Islam.
Perbedaan pandangan di tubuh SI terus berlanjut, kemudian pada hasil kongres yang
keenam pada Oktober 1921 menghasilkan tentang perlunya disiplin partai yang melarang
keanggotaan rangkap yang bertujuan untuk terhindarnya atau bersihnya SI dari unsur-unsur
komunis. Disiplin partai juga dipertegas lagi pada kongres yang dilaksanakan di Madiun pada
tahun 1923. Hasil dari kongres itu menghasilkan Semaun dan Darsono harus keluar dari
Sarekat Islam serta perubahan nama SI menjadi Partai Syarikat Islam(PSI). Selanjutnya pada
kongres tahun 1925 di Yogyakarta, HOS Cokroaminoto mengusulkan agar kehidupan
ekonomi, sosial dan budaya masyarakat diatur berdasarkan asas Islam. Dari usulan
Cokroaminoto tersebut, menuai pertentangan dari kelompok Sukiman-Suryopranoto dan
berlanjut pada perpecahan di tubuh Sarekat Islam. Kemudian perpecahan semakin meruncing
dan pada tahun 1938 mengakibatkan Dr. Sukiman dan diikuti oleh teman-temannya yaitu:
Wibowo, Kasman, Singodimejo, Farid Ma’ruf, Abdul Kahar Muzakar dan K,H. Mas
Mansyur keluar dari Partai Syarikat Islam. 5 Atas keluarnya Sukiman dan teman-temanya
mengakibatkan semakin melemahnya Sarekat Islam.
Kemudian setelah kematian H.O.S Cokroaminoto kepemimpinan digantikan oleh H.
Agus Salim. Pamor SI kian menurun, menurut Agus Salim kemunduran SI ini disebabkan
oleh sikap Sarekat Islam yang non kooperatif terhadap pemerintah. Menurutnya sikap itu

2
M. Dimyati. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. (Jakarta: Wijaya, 1951), hal. 16
3
Latifah, Z., Arifin, S., Yusuf, M., Riswinarno, Badrun, Abdulrahman, D., et al. (2020). Gerakan-Gerakan Islam
Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Tim Adab Press.
4
Ibid. hlm. 17.
5
Abu Hanifah, Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan Sekarang (Jakarta: Idayu, 1978)
harus di ubah menjadi kooperatif demi keberlangsungan partai 6. Usulan itu menyebabkan
pertikaian dan berakhir dengan Agus Salim mengundurkan diri dari kongres. Lalu
kepemiminan digantikan oleh Abikusno Cokrosuyoso. Abikusno masih kesal dengan apa
yang dilakukan Agus Salim dan kemudian ia memecat Agus Salim dari SI 7. Setelah itu pada
masa kemerdekaan Indonesia tahun 1945, terjadi berulang kali pertikaian dan perpecahan.
Lalu pada tahun 1966 Syeh Marhaban mengambil alih kekuasan SI. Selanjutnya pada
kongres di Majaya tahun 1972 kepemimpinan diperubutkan oleh kelompok Gobel dan
kawan-kawannya. Kemudian kepemimpinan gobel diambil oleh Syaifudin Harahap pada
tahun 19838. Perebutan kepemimpinan di dalam SI terus berkelanjutan dan tidak ada
penyelesaian. Dan pada akhirnya SI harus menerima kenyataan pahit karena harus fusi partai
ke dalam Partai Persatuan Pembangunan pada tahun 19739.

Kesimulan

Berdirinya Sarekat Islam dilatar belakangi oleh 2 sebab pokok. Pertama, kompetisi
yang meningkat dalam hal perdagangan batik terutama dengan orang-orang cina dan sikap
superioritas orang-orang Cina terhadap masyarakat Indonesia sehubungan dengan berhasilnya
revolusi Cina pada tahun 1911. Yang kedua, masyarakat Solo mendapat tekanan-tekanan dari
golongan bangsawan mereka sendiri. Melihat kondisi yang seperti ini, H. Samanhudi salah
satu pengusaha dan pedagang batik dari Surakarta menyadari adanya bahaya yang akan
mengancam yaitu besarnya peluang yang diberikan pemerintah Belanda kepada pedagang
Untuk memperbaiki keadaan tersebut, H. Samanhudi mendirikan organisasi yang bernama
Sarekat Dagang Islam (SDI). Organisasi ini berdiri pada tanggal 16 Oktober 1905 M,
bertepatan pada 16 Sya’ban 1323 H.

Awal mula gerakan politik yang terjadi dalam organisani Sarekat Islam adalah ketika
terjadinya perubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Tentunya hal
ini menjadi suatu anggaran dasar baru dalam tubuh Sarekat Islam yang lebih fokus di bidang
sosial dan politik sebagai tujuan utamanya. Sebagai wujud dari gerakan politik SI

6
Sitorus, L.M, Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Pustaka Rakyat 1951.
7
Latifah, Z., Arifin, S., Yusuf, M., Riswinarno, Badrun, Abdulrahman, D., et al. (2020). Gerakan-Gerakan Islam
Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Tim Adab Press. hal. 17
8
Subekti, Valina Singka, Partai Syarikat Islam Indonesia Kontestasi Politik hingga Konflik Kekuassaan Elite,
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014
9
Latifah, Z., Arifin, S., Yusuf, M., Riswinarno, Badrun, Abdulrahman, D., et al. (2020). Gerakan-Gerakan
Islam Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Tim Adab Press.
mengadakan tiga kali kongres besar dan satu kali kongres tahunan.10 Kongres yang pertama
dilaksanakan di Surabaya pada tanggal 26 Januari 1913, kongres yang kedua digelar di
Surakarta tepatnya di Taman Sriwedari pada 25 Maret 1913, kongres SI yang ketiga
dilaksankan di Yogyakarta pada 18 April 1914 dan kongres tahunan yang dilaksanakan di
Surabaya pada tanggal 26 Juni 1915.

Paham komunis ini lama kelamaan membesar yang menyebabkan SI terpecah menjadi 2
bagian, yaitu SI Merah dan SI Putih11. SI Merah adalah Sarekat Islam berpaham komunis
yang berpusat di Semarang, sedangkan SI Putih adalah Sarekat Islam berpaham Islam yang
berpusat di Yogyakarta. SI Putih dipimpin oleh HOS Cokroaminoto menginginkan asas dari
Sarekat Islam berasas Agama Islam, sedangkan SI Merah yang dipimpin oleh Semaun
menginginkan Sarekat Islam berasaskan kebangsaan12. SI Merah ini menetang adanya
percampuran agama dan politik dalam organisasi Sarekat Islam.

Daftar Pustaka

M. Dimyati. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia. (Jakarta: Wijaya, 1951),

Latifah, Z., Arifin, S., Yusuf, M., Riswinarno, Badrun, Abdulrahman, D., et al. (2020).

Gerakan-Gerakan Islam Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Tim Adab Press.

Abu Hanifah, Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan Sekarang (Jakarta: Idayu, 1978)

Sitorus, L.M, Sejarah Pergerakan Kebangsaan Indonesia, Jakarta: Pustaka Rakyat 1951.

Subekti, Valina Singka, Partai Syarikat Islam Indonesia Kontestasi Politik hingga Konflik

Kekuassaan Elite, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014

10
Sutisno Kutoyo and Bambang Suwondo, Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur (proyek penelitian
dan Pencacatan Kebudayaan Daerah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), hal 51
11
Latifah, Z., Arifin, S., Yusuf, M., Riswinarno, Badrun, Abdulrahman, D., et al. (2020). Gerakan-Gerakan
Islam Indonesia Kontemporer. Yogyakarta: Tim Adab Press.
12
Ibid. hlm. 17.

Anda mungkin juga menyukai