Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM


KEMUNCULAN DINASTI-DINASTI KECIL
DINASTI KECIL DI BAGIAN TIMUR BAGHDAD
Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Sejarah peradaban islam
Dosen : Dani Syaripudin, S.Pd., M.Ag.

Disusun oleh :
Kelompok : 8
Kelas : C
Erman Maulana - 1177050037
Fahrul Rozzy - 1177050038
Fajar Haiqal – 11770500

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
Daftar Isi

PENDAHULUAN......................................................................................................................................
A. Latar belakang.................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................
A. Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah.................................................................................................
B. Dinasti-dinasti Kecil Dari Timur.....................................................................................................
1. Dinasti Tahiriyah.........................................................................................................................
2. Dinasti saffariyah.......................................................................................................................
3. Dinasti Samaniyah.....................................................................................................................
4. Dinasti Ghaznawiyah.................................................................................................................
C. Faktor-Faktor Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Masa Daulah Abbasiyah....................................
PENUTUP................................................................................................................................................
A. Kesimpulan.....................................................................................................................................
B. Kritik dan Saran..............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................
DINASTI-DINASTI KECIL PADA MASA BANI ABBASIYAH

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas paman
rasulullah SAW sementara pemerintahan pertama adalah Abdullah Ash-
Shaffah Bin Muhammad Bin Ali Bin Abdullah Bin Abbas Bin Abdul
Muthalib. Dinasti bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan
pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah,
perkembangan peradaban serta kemajuan besar yang dicapai dinasti
Abbasiyah mendorong para penguasa untuk hidup mewah ditambah lagi
kelemahan khalifah kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional
asal Turki yang semula diangkat oleh khalifah Al-Mu’tasim untuk
mengambil kembali pemerintahan.

Pada masa pemerintahan khalifah Al-Mutawakil orang-orang Turki


dapat merebut kekuasaannya dengan cepat setelah Al-Mutawakil wafat
merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah dengan demikian
kekuasaan tidak lagi berada ditangan bani Abbas meskipun mereka tetap
menjabat sebagai khalifah. Dari dua belas khalifah pada periode kedua ini
hanya empat yang dibunuh, mereka diturunkan denga paksa, setelah tentara
turki itu melemah dengan sendirinya didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh
kuat yang kemudian memerdekakan diri dari pemerintahan pusat dan
mendirikan dinasti-dinasti kecil.

B. Rumusan Masalah
1. Dinasti apa saja yang berdiri di bagian timur?
2. Pada tahun berapakah dinasti-dinasti kecil bagian timur itu berdiri?
3. Bagaimanakah Disentralisasi kekuasaan dan perkembangan ilmu
pengetahuan yang meliputi dinasti-dinasti kecil di timur Baghdad?
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah


Dinasti Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abu
Abbas al-Shafah, dan sekaligus sebagai khalifa pertama, kekuasan Dinasti
Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, yaitu selama lima
abad dari tahun 132-656 H (750-1258 M). berdirinya pemerintahan ini
dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh
Hasyim (Alawiyun) setelah meninggalkanya Rasulullah SAW dengan
mengatakan Rasulullah SAW dan anak-anaknya.

Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang


merupakan pusat kegitan, antara satu dengan yang yang lain memiliki
kedudukan tersendiri dalam memainkan peranya menegakan kekuasaan
keluarga besar paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib.

Sekitar awal abad ke-8 (720 M), kebencian terhadap pemerintahan


dinasti Bani Umayyah telah tersebar luas. Kelompok-kelompok yang merasa
tidak puas bermunculan, antara lain:
1. Kelompok muslim non-Arab (Mawali) yang memperotes kedudukan
mereka sebagai warga kelas dua di bawah warga Muslim Arab.
2. Kelompok Syiah dan Khawarij
3. Kelompok Muslim Arab di Mekkah, Madinah, dan Irak.
4. Kelompok Muslim yang saleh, abik Arab maupun non-Arab.

Kelompok-kelompok tersebut membentuk suatu kekuastan gabungan


dikoordinator oleh keturunan al-abbas, paman Nabi Muhammad saw.
Perubahan sikap politik turunan abbas ini dipelopori Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas.

Peluang emas yang dimiliki Bani Abbasiyah untuk merebut


pemerintahan Bani Umayyah itu terjadi ada masa khalifa Merwan bin
Muhammad (127-132 H/745-750 M) yakni khalifah Bani Umayyyah terakhir.
Gerakan Bani Abbasiyah menyusun dan merncanakan kegiatan di al-
Humaymah, tiga kota dijadikan sebagai pusat kegiatan, yaitu:

1. Humaymah sebagai pusat perencanaan organisasi


2. Kufah sebagai kota penghubung
3. Khurasan sebagai pusat gerakan praktis

Awal mula dinasti-dinasti kecil muncul di wilayah timur abbasiyah


dan afrika bagian utara (barat abbasiyah). Pada wilayah barat abbasiyah,
muncul dinasti Thulun (Thuluniyah), dinasti Iksidiyah, Dinasti Hamdaniyah.
Di wilayah timur, muncul dinasti Tahiriyah, dinasti Saffariyah, dinasti
Samaniyah, dan Ghaznawi. Termasuk dinasti-dinasti yang cukup besar hingga
mereka mampu menguasai kekhalifahan Abbasiyah di pusat yang cukup lama
yaitu dinasti buawiyah yang menganut syiah itsna “asy’ariyah dan dinasti
salju dari turki yang sunni.

Sementara itu faktor geografis ternyata juga menjadi salah satu faktor
penyebab munculnya dinasti-dinasti kecil di lingkungan Abbasiyah. Meskipun
kekuatan Abbasiyah sangat kuat, senjatanya cukup menyulitkan bagi kekuatan
Abbasiayah karena kondisi geografisnya. Berdasarkan faktor geografis itulah,
khalifah Abbasiyah pusat menyerahkan mandatnya kepada gubernur wilayah
yang ditunjuk, untuk mengurusi penarikan pajak dan menggunakan wewenang
untuk mengurusi kekuasaaan lokal di daerah-daerah. Namun kebijakan itu
tanpa disadari menumpuk berdirinya dinasti-dinasti kecil yang lambat laun
membesar.

Sementara badri yatim menguraikan sebab-sebab lain munculnya


dinasti-dinasti kecil tersebut, yaitu kemungkinan para khalifa Abbasiyah
sudah merasa puas dengan besarnya pajak dari gubernur-gubernurnya, serta
penguasa bani Abasiyah lebih fokus untuk mengembangkan peradapan dan
kebudayaan, dari pada politik dan ekspansi wilayah.
B. Dinasti-dinasti Kecil Dari Timur
Dinasti-dinasti kecil berikut ini adalah dinasti-dinasti yang berdiri di
timur nasty tahiriyah. Saat dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab
memecah wilayah kekuasaan khalifah di barat, proses yang sama juga tengat
terjadi di timur, tertama dulakukan oleh turki dan Persia.

1. Dinasti Tahiriyah

Wilayah Kekuasaan Thahiriyah


a. Kemunculan Dinasti Thahiriyah

Thariyiah adalah merupakan salah satu dinasti yang muncul


pada masa Daulah Abbasyiah di sebelah timur Baghdad, berpusat di
Khurasan dengan ibu kota Naisabur. Dinasti ini didirikan oleh Tharir
ibn Husein pada 205 H/821 M di Khurasan, dinasti ini bertahan hingga
tahun 259 H/873 M. Tharir muncul pada saat pemerintahan Abbasyiah
terjadi perselisihan anatara kedua pewaris tahta kekhalifahan. Sebelum
meninggal, Harun al-Rasyid telah menyiapkan dua anaknya yang
diangkat menjadi putra mahkota untuk menjadi khalifah: al-Amin dan
al-Ma’mun. setelah Harun al-Rasyid wafat (908 M). al-Amin putra
mahkota tertua tidak bersedia membagi wilayahnya dengan al-
Ma’mun. terjadilah pertempuran dua bersaudara yang akhirnya
dimenangkan oleh al-Ma’mun. setelah perang usai, al-Ma’mun
menyatukan kembali Dinasti Bani Abbas. Ia didukung oleh Tahir
seorang panglima militer, dan saudaranya sendiri yaitu al-Mu’tasim.
Sebagai imbalan jasa, Tahir diangkat menjadi panglima tertinggi
tantara Bani Abbas dan Gubernur Mesir (2015 H). wilayah
kekuasaanya diperluas sampai ke Khurasan (820-822 M) dengan janji
bahwa jabatan itu dapat diwariskan kepada anak-anaknya. Dengan
demikian, Dinasti Thahiriyah didirikan oleh Thahir ibn Husein pada
205 H di Nisabur, Khurasan, Persia. Ia merupakan kelompok etnis
pertama di Timur Baghdad yang memperoleh semacam otonomi dari
pemerintahan Baghdad.

b. Kemajuan Dinasti Tahiri


Dinasti Thariyiah mengalami masa kejayaan pada masa
pemerintahan Abd Allah ibn tahrir, saudara Thallah. Ia memiliki
pengaruh dan kekuasaan yang besar di mata masyarakat dan
pemerintahan Baghdad, hal ini belum pernah oleh para Wali
sebelumnya. Oleh karena itu, ia terus menjalin komunikasi dan
kerjasama dengan Baghdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya
terhadap peran dan keberadaa khalifah Abbasyiah. Perjanjian dengan
pemerintahan Baghdad yang pernah dirintis ayahnya, Tharir ibn
Husein, terus ditingkatkan. Peningkatan keamanan di wilayah
perbatasan terus dilakukan guna menghalau pemberontak dan kaum
perusuh yang mengacaukan pemerintahan Abbasyiah. Setelah itu, ia
berusaha melakukan perbaikan ekonomi dan keamanan. Selain itu, ia
juga memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya pengembangan
ilmu pengetahuan dan perbaikan moral atau akhlak di lingkungan
masyarakat di wilayah Timur Baghdad.
Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan dunia islam,
kebudayaan dan memajukan ekonomi, dinasti ini menjadika kota
Naisabur sebagai puastnya, sehingga pada masa itu, negeri Khurasan
dalam keadaan makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik.
Adanya pertumbuhan ekonomi yang baik inilah yang sangat
mendukung terhadap kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada
umunya.
c. Kemunduran Dinasti Tahiri
Dalam perjalanan selanjutnya, dinasti ini justru tidak
mengalami perkembangan ketika pemerintahan dipegang oleh Ahmad
ibn Tharir (248-259 H), saudara kandung Abd Allah ibn Tharir,
bahkan mengalami masa kemerosotan. Faktornya antara lain, adalah
pemerintahan ini dianggap sudak tidak loyay terhadap pemerintahan
Baghdad. Muhammad ibn Tharir II memiliki kemampuan yang rendah
dibandingkan pendahulu-pendahulunya, pada tahun 259 H/885 M dia
menyerahkan Nisyapur kepada Ya’qub ibn Layts. Pada yahun 271
H/885 M dia ditunjuk kembali menjadi gubernur, namun tidak pernah
menjalankan jabatan itu dengan baik, dan dia meninggal pada awal
abad kesepuluh. Factor lain penyebab kemunduran dan kehancuran
adalah pola dan gaya hidup berlebihan yang dilakukan oleh penguasa
dinasti ini.
Dinasti Tahiriyah di Khurasan mengakui khilafah Abbasyiah
ini dipimpin oleh: Tahir ibn Husein (207-213 H), Abbdullah ibn Tahir
(213-248 H) dan Muhammad Ibn Tahir (248-259 H). oleh karena itu
dinasti Safari berhasil menghancurkan dinasti Thairi di Khurasan dan
berdirilah dinasti Safari. Dengan demikian, berakhirlah masa jabatan
dinasti Thahiriyah yang pernah menjadi kaki tangan penguasa
Abbasyiah di wilayah timur kota Baghdad.

2. Dinasti Saffariyah

Wilayah Dinasti Saffariyah


a. Masa Kemunculan
Dinasti ini didirikan oleh Ya’kub ibn Layts al-Saffar (867-978
M), seorang pemimpin kelompok khawarij di provinsi Sistan. Wilayah
kekuasaan dinasti Saffariyah meliputi Kawasan Sijistan, Iran. Pada
mulanya, Ya’kub ibn Layts Bersama saudara bernama ‘Amr ibn Layts
membantu pasukan pemerintahan Baghdad dalam memberantas
pemberontakan yang dilakukan oleh sisa-sisa tantara Thahiriyah di
wilayah Sijistan. Penaklukan yang dilakukan membuat Yakub semakin
kuat dan mengirimkan hadiah kepada khalifah di Bagdad, dan bahkan
ia pun didukung untuk menaklukan dinasti Thairi di Khurasan. Atas
jasa dan prestasinya, khalifah al-Mu’tamid mengangkatnya menjadi
gubernur membawahi wilayah Balkh, Turkistan, Kirman, Sijistan dan
Sind.

b. Masa Kemajuan Dinasti Shaffariyah


Perkembangan Dinasti Shaffariyah mengalami perkembangan
pada masa pemerintahan Amr ibn layts, ia berhasil melebarkan
wilayah kekuasaannya sampai ke Afganistan Timur. Dalam masa
pemerintahnnya terdapat perkembangan civi society berkaitan dengan
keadilan. Dinasti Saffariyah meletakkan dasar-dasar keadilan
kesamaan hak di antara orang-orang miskin di Sijistan.
c. Masa Kemunduran
Dinasti Saffariyah mengalami kehancuran ketika jabatan
tertinggi di pemerintahan dipegang oleh ‘Amr ibn Layts. Penaklukan
wilayah-wilayah yang dilakukan Saffaruyah membuat khalifah di
Baghdad khawatir. Atas bantuan Ismail ibn Ahmad al-Samani,
khalifah Baghdad berhasil menangkap Amr ibn Layts, kemudian ia
dipenjara di Baghdad hingga meninggal pada zaman khalifah al-
Mutadhidid (870-892 M). pada tahun 393 H/1003 M mahmud dari
ghazna menguasai provinsi itu dan menjadikan sebagai keuasaannya,
namun Saffariyah terus bertahan. Bahkan setelah invasi Mongol dan
Timur, kejadia-kejadian yang begitu kalut dan menyedihkan bagi
sebagian besar dunia Islam Timur, Dinasti Saffariyah berhasil bertahan
sampai akhir abad kelima belas.
3. Dinasti Samaniyah.

Wilayah Dinasti Samaniyah


a. Masa Kemunculan
Dinasti Samaniyyah ini ditengarai sebagai keturunan seorang
tuan tanah di wilayah Balkh yang bernama Saman Khuda yang masuk
Islam. Orang-orang Samaniyyah ini menganggap dirinya masih
keturunan kaisar-kaisar Samaniyyah. Dalam sejarah disebutkan bahwa
telah banyak terjadi percampuran darah antara bangsa Persia dengan
bangsa Arab.Banyak putra putri dari keturunan bangsawan Iran
(Persia) menikah dengan bangsawan Bani Hasyim. Di zaman al-
Makmun mereka diberi jabatan-jabatan penting, sehingga putra Asad
ibnu Saman, cucu Saman Khuda, mendapatkan kedudukan yang baik
dari Bani Abbas. Sebagian yang lain diangkat menjadi gubernur di
wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh Dinasti Thahiriyah.
Nama Ahmad ibnu Asad cukup terkenal, karena ia pemimpin
yang adil dan bijaksana. Ia kemudian digantikan oleh Nashr, ia
diangkat sebagai penglima perang oleh khalifah al-Mu’tamid pada
tahun 875 M, ia mampu merebut wilayah yang berada di bawah
kekuasaan Dinasti Thahiriyah. Akhirnya, ia pun memindahkan ibukota
wilayah dari Bukhara ke Samarkand. Nashr ibnu Ahmad diangkat
menjadi gubernur oleh khalifah al-Mu’tamid untuk wilayah
Transoxania pada tahun 263 H/875 M.
Sejarah dinasti ini tidaklah selalu berjalan lancar. Perselisihan
antar saudara pernah terjadi, yaitu antara Nashr ibnu Ahmad (penguasa
Transoxania), dengan saudaranya Ismail ibnu Ahmad (penguasa
Bukhara). Sepeninggal Nashr (279 H) kepemimpinan selanjutnya
dipegang oleh Ismail ibnu Ahmad. Ismail mampu memperluas
wilayahnya sampai ke wilayah Khurasan.Kemudian khalifah al-
Mu’tadhi mengangkatnya sebagai wali di kawasan Transoxania,
dengan demikian memungkinkan Ismail untuk menguasai Thibristan
dan menyatukan Ak Ray.Maka terpeliharalah batas-batas
kekuasaannya dari arah barat. Ini adalah penguasa terbesar sepanjang
kepemimpinan Dinasti Samaniyyah.

b. Kemajuan yang Dicapai


Puncak kejayaan Dinasti Samaniyyah terjadi pada masa
khalifahan Ismail. Kemajuan yang dicapai pada masanya antara lain:
mampu menghancurkan Dinasti Shaffariyah di Transoxania, serta
mampu memperluas wilayahnya hingga Tabaristan, Ray, Qazwin
sehingga keamanan dalam negeri terjamin.
Dinasti ini memiliki saham yang cukup berarti bagi
perkembangan Islam, baik dari aspek politik maupun aspek
kebudayaan. Dalam aspek politik, misalnya mereka telah mampu
memelihara tempat atau pusat yang strategis bagi daulat Islam di
timur, mengembangkan kekuasaan Islam sampai ke wilayah
Turki.Sedangkan dalam aspek kebudayaan, misalnya di istana Dinasti
Samaniyyah di Bukhara ini menjadi tempat menetapnya para ulama
serta merupakan kiblatnya para pujangga.
Pada masa Nuh ibnu Nashr al-Samani, ia memiliki
perpustakaan yang tidak ada bandingannya. Di dalamnya terdapat
kitab-kitab masyhur dari berbagai disiplin ilmu, yang tidak terdapat di
tempat lainnya. Mereka juga membantu menghidupkan kembali
bahasa Persia.
Ketika paham Sunni di Baghdad lebih menekankan taslim wa
tadlid, seperti yang digariskan oleh khalifah al-Mutawakkil dan Imam
Ahmad ibnu Hambal, maka perkembangan ilmiah dan kesusastraan
serta filsafat memuncak di tangan daulat Samaniyyah. Samarkand
menjadi pusat ilmu dan kebudayaan Islam pada waktu itu. Dizaman ini
lahir para tokoh pemikir Islam, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, al-Razi,
al-Firdausi, dan lain-lain.Sementara itu di wilayah politik yang
menarik dikaji adalah bahwa munculnya dinasti-dinasti di timur
Baghdad ini di suatu sisi dianggap sebagai pergeseran dominasi Arab
dalam dunia politik.

c. Kemunduran dan Kehancuran


Sepeninggal Ismail, khalifah al-Mukhtafi mengangkat Abu
Nashr ibnu Ismail, anak dari Ismail. Belum lama memerintah lalu ia
terbunuh, dan digantikan oleh putranya Nashr II, yang baru berusia
delapan tahun. Para tokoh Samani merasa khawatir, sementara itu
masih ada paman bapaknya, yaitu Ishaq ibnu Ahmad, penguasa
Samarkand yang memihak kepada penduduk Transoxania.Lalu tokoh
Samani menyampaikan permohonan kepada khalifah al-Muktadir, agar
didatangkan pemerintahan dari Khurasan, tetapi khalifah bersikeras
menolaknya.
Pada pertengahan abad kesepuluh, terlihat Dinasti Samaniyyah
menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan. Serangkaian revolusi istana
memperlihatkan bahwa kelas militer dan kelas tuan tanah menentang
kebijaksanaan sentralisasi administratif para amir, dan berupaya
memegang kendali, pemberontakan-pemberontakan di Khurasan
melepaskan provinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Maka tidaklah
sulit bagi Qarakhaniyyah dan Ghazwaniyah untuk mengambil alih
wilayah-wilayah Samaniyyah pada dasawarsa terkhir abad ini. Dan
pada tahun 1005 M Ismail al-Muntasir terbunuh dalam pelariannya.
4. Dinasti Ghaznawiyah

Wilayah Dinasti Ghaznawiyah


a. Kemunculan Dinasti Gaznawiyah
Seorang budak turki yang disukai dan dihargai oleh penguasa
Samaniyah, memulai karir sebagi pengawal, kemudian naik pangkat
menjadi kepala pengawal, dan mencapai puncaknya menjadi gubernur
Khurasan. Alptigin hanya setia kepada Abd al-malik ibn Nuh. Ketika
Abd al malik wafat, ia tidak mentaati khalifah dinasti Samani yang
baru, yaitu Manshur Ibn Nuhman. Pendiri dinasti ghaznawiyah adalah
Sabaktakin keturunan alptakin bangsa Turki, salah seorang pendiri
kerajaan kecil di bawah naungan kerajaan bani Saman sedang Berjaya.
Pada yahun 961 M Raja bani Saman Abd Malik bin Nuh, mengangkat
Alptakin menjadi Gubernur di Hirrah, Barat Laut Afghanistan. Jabatan
ini berakhir ketika rajanya meninggal dunia dan digantikan oleh
Mansur bin Nuh. Oleh karena itu pada tahun 962 M, dan menjadikan
ghazna sebagai basis perlawanan menghadapi Mansur bin Nuh.
b. Keunggulan Dinasti Ghaznawiyah
Wilayah dinasti meliputi Iran bagian timur Afghanistan,
Pakistan dan beberapa wilayah bagian india. Pusat pemerintahannya di
kota Ghazna Afganistan. Dinasti inilah yang mampu menembus
sampai India menyebarkan agama Islam, menghancurkan berhala
menggantikan kuil dengan masjid dan mampu Berjaya sampai kuran
glebih 220 tahun. Mahmud ghaznawi adalah orang yang ahli dalam
ilmu peperangan, pembangunan dan pengembangan ilmu, pecinta ilmu
dan sangat menghoramti sarjana. Kota Gaznah bukan saja sebagai
tempat pertahanan tetapi juga tempat berkumpulnya para ahli hokum,
ulama, fuqaha, para ahli Bahasa, tasawuf dan falsafah.
Mahmud membangun istana di Afghan, Shal, membangun
taman Sad Hasan, Istana FAzuri, membangun masjid yang megah dan
indah di Ghazna yang terkenal dengan nama Arus al-Falaq,
membangun sekolah yang dilengkapi dengan perpustakaan. Mahmud
membangun kendang besar kapasitas 1000 ekor binatang. Mas’ud bin
Mahmud membangun masjid yang megah dirancang sendiri pada
tahun 1035 – 1036 M. dalam pengembangan ilmu, ia menghimpun
para sarjana dan pujangga mereka di tempatkan di istananya, dibiayai
dan didukung untuk mengembangkan ilmu dan penyelidikan ilmu,
diantaranya adalah al-Biruni dan al-Firdausi.
c. Kemunduran dan Runtuhnya Dinasti Ghaznawiyah
Saying setelah Mas’ud bin Mahmud, sultan ghaznawiyah tidak ada
yang kuat sehingga dinasti Ghaznawiyah mengalami kemunduran,
melemah dan hancur. Konflik internal sangat berpengaruh terhadap
kekuatan pemerintahan. Dinasti Ghaznawiyah hancur akibat konflik
internal berkepanjangan dan sulit bangkit dari keterpurukan.

C. Faktor-Faktor Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Masa Daulah Abbasiyah


Berbagai hal yang terjadi di pusat pemerintahan bani Abbasiyah
memberikan pengaruh besar terhadap daerah-daerah kekuasaan daulah ini.
Karena pemerintahan khalifah yang lemah banyak muncul pemberontakan-
pemberontakan di berbagai daerah yang ingin membentuk dinasti-dinasti kecil
yang melepaskan diri dari bani Abbasiyah. Penyebab utama mengapa banyak
daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau perebutan
kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia dan
Turki.

Selain itu faktor kekuasaan politik dari Daulah Islamiyah mulai


menurun dan terus menurun, terutama kekuasaan politik sentral, karena
negara-negara bagian (kerajan-kerajan kecil) sudah tidak menghiraukan lagi
pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politis saja. Kemudian kekusaan
“Militer Pusat” pun mulai berkurang daya pengaruhnya, sebab masing-masing
panglima di daerah-daerah sudah berkuasa sendiri, bahkan pemerintah-
pemerintah daerah pun telah membentuk tentara sendiri. Dan akhirnya
putuslah ikatan-ikatan politik antara wilayah-wilayah Islam.

Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari


genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama,
seorang peminpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil
memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan
Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh
Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di
Tunisiyah dan Thahiriyyah di Khurasan.
PENUTUP

A. Kesimpulan
Yang pempengaruhi munculnya dinasti-dinasti kecil disebabkan berbagai
hal yang terjadi di pusat pemerintahan Abbasiyah memberikan pengaruh besar
terhadap daerah-daerah kekuasaan daulah ini. Kerena pemerintahan khalifah
yang lemah banyak muncul pemberontakan-pemberontakan di berbadi daerah
yang ingin membentuk dinasti-dinasti kecil yang melepaskan diri dri bani
Abbasiyah.

Dinasti-dinasti kecil yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan


Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, dapat dibagi dua bagian yaitu barat dan
timur. Adapun dinasti-dinasti dibagian timur diantaranya adalah: Dinasti
Tahiriyah, Dinasti Saffariyah, Dinasti Samaniyah, dan Dinasti Ghaznawiyah.

B. Kritik dan Saran


Makalah ini mungkin sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulisan
selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar menjadi
masukan dan perbaikan bagi penulisan sehingga kedepannya makalah ini
menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA

Yatim,Badri.2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hadi.Nur. 2008. Ayo mengkaji sejarah kebudayaan islam. Bandung: Erlanggga.

Mawangir.muh. 2014. Sejarah Peradapan Islam. Palembang: Noer Fikri.

Hitty, Pillip K. 2010. History of the Arabs, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Anda mungkin juga menyukai