BAGHDAD
KELOMPOK V
JURUSAN BIOLOGI
i
DAFTAR ISI
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................................. 2
BAB II ...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
A. DINASTI THAHIRIYAH (205-259 H/ 821-873 M) .................................................... 3
B. DINASTI SHAFFARIYAH (253- sekitar 900 H/867 -1495 M) ................................. 5
C. DINASTI SAMANIYAH ( 875-1004 M) ..................................................................... 8
D. DINASTI IDRISIYAH (789-926 M) ............................................................................ 8
E. DINASTI AGHLABIYAH (800-909 M) ................................................................... 10
F. DINASTI THULUNIYAH (868-901) ........................................................................ 11
G. DINASTI IKHSIDIYAH (935-969 M)....................................................................... 13
H. DINASTI HAMDANIYAH (972-1152 M) ................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurur pakar sejarah islam, masa dinasti Abbassiyah membawa banyak
perubahan mengingat jasanya sangat besar dalam kejuan peradaban islam terutama
perkembangan dalam ilmu pengetahuan yang sangat mendalam. Hal ini ditandai
dengan berdirinya kota-kota yang cukup megah serta berbagai peninggalan lainnnya
dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, filsafat, arsitektur, dan peradabannya yang
maju dibanding bangsa lainnya pada zaman itu. Dinasti Abbassiyah berkuasa cukup
lama sejak tahun 750 - 1258 M.
Sekalipun pernah menjadi dinasti yang sangat kuat, dinasti ini ternyata tidak mampu
mempertahankan kekuasaannya terhitung sejak khalifah Harun Ar-rasyid digantikan
kekuatan kekhalifahan mulai goyah. Masa dalam dinasti Abbassiyah terbagi menjadi
tiga periode :
1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, agar pembahasan terarah maka dirumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti-dinasti kecil di bagian timur Baghdad : dinasti
Thahiri, dinasti Saffariah dan dinasti Samaniyah?
2. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti-dinasti kecil di bagian barat Baghdad : dinasti
Idrisiyah, dinasti Aghlabiyah, dinasti Thuluniyah, dinasti Ikhsidiyah dan dinasti
Hamdaniyah?
3. Bagaimana perkembangan dinasti-dinasti kecil di barat Baghdad serta di timur
Baghdad?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Bagdad. Di antaranya dengan tidak lagi menyebut nama khalifah dalam setiap kesempatan
dan mata uang yang dibuatnya. Ambisinya untuk menjadi penguasa lokal yang
independen dari pemerintahan Bagdad tidak terealisir, karena ia keburu meninggal pada
207 H, setelah lebih kurang 2 (dua) tahun menjadi gubernur (205-207 H). Meskipun
begitu, khalifah Bani Abbas masih memberikan kepercayaan kepada keluarga Thahir
untuk memegang jabatan gubernur di wilayah tersebut. Terbukti setelah Thahir
meninggal, jabatan gubernur diserahkan kepada puteranya bernama Thalhah ibn Thahir.
Dinasti Thahiriyah mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Abd
Allah ibn Thahir, saudara Thalhah. Ia memiliki pengaruh dan kekuasaan yang besar di
mata masyarakat dan pemerintah Bagdad. Oleh karena itu, ia terus menjalin komunikasi
dan kerjasama dengan Bagdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya terhadap peran
dan keberadaan khalifah Abbasiyah. Perjanjian dengan pemerintah Bagdad yang pernah
dirintis ayahnya, Thahir ibn Husein, terus ditingkatkan. Peningkatan keamanaan di
wilayah perbatasan terus dilakukan guna menghalau pemberontak dan kaum perusuh yang
mengacaukan pemerintahan Abbasiyah. Setelah itu, ia berusaha melakukan perbaikan
ekonomi dan keamanan. Selain itu, ia juga memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan perbaikan moral atau akhlak di lingkungan
masyarakatnya di wilayah Timur Bagdad.
Dalam perjalanan selanjutnya, dinasti ini justeru tidak mengalami
perkembangan ketika pemerintahan dipegang oleh Ahmad ibn Thahir (248-259 H),
saudara kandung Abd Allah ibn Thahir, bahkan mengalami masa kemerosotan. Faktornya
antara lain, adalah pemerintahan ini dianggap sudah tidak loyal terhadap pemerintah
Bagdad, karenanya Bagdad memanfaatkan kelemahan ini sebagai alasan untuk menggusur
dinasti Thahiriyah dan jabatan strategis diserahkan kepada pemerintah baru, yaitu dinasti
Saffariyah. Muhammad ibn Thahir II memiliki kemampuan yang rendah dibandingkan
pendahulu-pendahulunya, pada tahun 259H/873 M dia menyerahkan Nisyapur kepada
Ya’qub ibn Layts. Pada tahun 271H/885 M dia ditunjuk kembali menjadi gubernur,
namun tidak pernah menjalankan jabatan itu dengan baik, dan dia meninggal pada awal
abad kesepuluh.
4
Faktor lain penyebab kemuduran dan kehancuran dinasti Thahiriyah adalah
pola dan gaya hidup berlebihan yang dilakukan para penguasa dinasti ini. Gaya hidup
seperti itu menimbulkan dampak pada tidak terurusnya pemerintahan dan kurangnya
perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Selain itu,
persoalan keamanan dan keberlangsungan pemerintahan juga tidak terpikirkan secara
serius, sehingga keadaan ini benar-benar dimanfaatkan oleh kelompok lain yang memang
sejak lama mengincar posisi strategis di pemerintahan lokal, seperti kelompok Saffariyah.
Kelompok baru ini mendapat kepercayaan dari pemerintah Bagdad untuk menumpas sisa-
sisa tentara dinasti Thahiriyah yang berusaha memisahkan diri dari pemerintahan Bagdad
dan melakukan makar. Dengan demikian, berakhirlah masa jabatan dinasti Thahiriyah
yang pernah menjadi kaki tangan penguasa Abbasiyah di wilayah Timur kota Bagdad.
5
gubernur membawahi wilayah Balkh, Turkistan, Kirman, Sijistan dan Sind. Ambisi
Ya’kub ternyata tidak cukup sampai di situ. Ia terus bergerak menuju wilayah lain dan
mengalahkan Fars pada 869 M, dan menduduki Syiraj, ibu kota Fars. Kemudian pada 873
M menduduki Nisabur dan sisa wilayah Thahiriyah. Dua tahun kemudian, tepatnya pada
875 M, dari Fars ia bergerak menuju Bagdad, dan berusaha menduduki ibu kota tersebut.
Tetapi menjelang ibu kota, lebih kurang 20 km, pasukannya dihadang oleh pasukan al-
Muwaffak pada 876 M. Kekalahannya ini tidak menyurutkan ambisinya, malah ia
bersedia mengadakan perundingan. Namun sebelum dilaksanakan, ia keburu meninggal
dunia pada 879 M. Meskipun ia dianggap sebagai gubernur yang tidak loyal, yang
melampaui batas mandat yang diberikan khalifah, tetap saja jabatan gubernur untuk
wilayah Timur dipercayakan kepada saudara Ya’kub al-Layts, yaitu Amr ibn Layts.
Dinasti Shaffariyah yang didirikan oleh Ya’kub ibn Layts al-Saffar ini justeru
mengalami kehancuran ketika jabatan tertinggi di pemerintahan dipegang oleh ‘Amr ibn
al-Layts, karena ambisinya yang ingin memperluas wilayah kekuasannya hingga
Transoxania (ma wara al-nahr). Di wilayah ini gerakannya dihambat oleh Bani Saman,
dan beberapa daerah kekuasaannya diambil alih (aneksasi) oleh Bani Saman, kecuali
Sijistan. Tetapi kekuasannya di Sijistan tidak sepenuhnya merdeka, karena ia harus
tunduk di bawah kekuasaan Bani Saman, dan posisi jabatan gubernur tetap berada di
bawah Bani Shaffariyah hingga abad ke-15 M, meskipun seringkali terjadi pergantian
penguasa. Terkadang Bani Shaffariyah silih berganti berada di bawah penguasa lain
setelah dinasti Samaniyah, seperti menjadi penguasa lokal (gubernur) yang tunduk pada
pemerintahan dinasti Ghaznawiyah, Bani Saljuk, dan Bangsa Mongol, dan tidak lagi
menjadi kepanjangan tangan pemerintahan Bani Abbas di Bagdad. Tidak dapat diketahui
secara pasti mengapa dinasti ini bertahan begitu lama. Hal pasti yang dapat ditegaskan di
sini bahwa keberadaan dinasti ini karena persoalan politik praktis dan pragmatis. Sebab
menurut Jamaluddin Surur, salah satu ciri khas dari dinasti ini adalah ambisinya untuk
memperoleh kekuasaan otonomi di Sijistan, sebagai pusat pemerintahannya. Karenannya,
ketika kekuasaan datang silih berganti, dinasti ini tetap memperoleh hak otonom di
Sijistan hingga abad ke-15 M.
6
Perkembangan Dinasti Shaffariyah mengalami perkembangan pada masa
pemerintahan Amr ibn Lays, ia berhasil melebarkan wilayah kekuasaannya sampai ke
Afganistan Timur.
7
C. DINASTI SAMANIYAH ( 875-1004 M)
Berdirinya dinasti ini bermulai dari pengangkatan empat orang cucu Saman
oleh Khalifah Al-Ma’mun menjadi gubernur di daerah Samarkand, Pirghana, Shash,
dan Harat yang ada di bawah pemerintahan Thahiriyah pada waktu itu. Akan tetapi
selain mempunyai hasrat untuk menguasai wilayah yang diberikan khalifah kepada
mereka, keempat cucu tersebut juga mendapat simpati warga Persia, Iran.
Ada dua alasan mengapa Dinasti Idrisiyah mencul dan menjadi dinasti yang
kokoh dan kuat, yaitu karena adanya dukungan yang sangat kuat dari bangsa Barbar,
dan letak geografis yang sangat jauh dari pusat pemerintahan Abbasiyah yang berada
di Baghdad sehingga sulit untuk di taklukannya. Pada masa kekhalifahn Bani
Abbasiyah dipimpin oleh Harun Ar-Rasyid, ia merasa posisinya terancam dengan
hadirnya Dinasti Idrisiyah tersebut, maka Harun Ar-Rasyid merencanakan untuk
8
mengirim pasukannya dengan tujuan memeranginya. Namun factor geografis yang
berjauhan, menyebabkan batalnya pengiriman pasukan. Harun Ar-Rasyid memakai
alternatif lain yaitu dengan mengirim seorang mata-mata bernama Sulaiman bin Jarir
yang berpura-pura menentang Daulah Abbasiyah sehingga Sulaiman mampu
membunuh Idris dengan meracuninya. Taktik ini disarankan oleh Yahya Barmaki
kepada Khalifah Harun Ar-Rasyid.
Dinasti Idrisiyah mengalami kemunduran pada masa Yahya IV saat kota Fez
dan wilayah-wilayh Idrisiyah mengalami pertikaian, seorang cucu Idris II yang
bernama Al-Hajjam berhasil menguasai Fez dan sekitarnya. Akan tetapi kemudian ia
mendapat pengkhianatan dari seorang pemimpin setempat sehingga kekuasaannya
hilang dan hidupnya berakhir pada than 926 M.
9
E. DINASTI AGHLABIYAH (800-909 M)
Dinasti Aghlabiyah merupakan Dinasti yang kecil pertama di Mesir pada
pemerintahan Abbasiyah yang terpisah dari dunia islam. Sebagaimana telah
dikemukakan bahwa khalifah Harun Ar-Rasyid merasa terancam dengan hadirnya
Dinasti Idrisiyah, kemudian ia mengirimkan Sulaiman bin Jarir untuk menjadi mata-
mata dan berpura-pura menentang Daulah Abbasiyah.
Dinasti Aghlabiyah ini didirikan di Aljazariyah dan Sisilia oleh Ibrahim bin
Aghlab, seorang yang dikenal mahir di bidang administrasi, Dinasti ini juga terkenal
dengan prestasinya di bidang arsitektur, terutama dalam membangun masjid.
10
F. DINASTI THULUNIYAH (868-901)
Dinasti ini merupakan dinasti kecil pertama di Mesir pada pemerintahan
Abbasiyah, yang memperoleh hak otonom dari Baghdad. Dinasti ini didirikan oleh
Ahmad Ibn Thulun, yaitu seorang budak dari Asia Tengah yang dikirim oleh
panglima Thahir bin Al-Husain ke Baghdad untukn dipersembahkan kepada Khalifah
Al-Makmun dan diangkat menjadi kepala pegawai Istana.
Ahmad Ibn Thulun ini dikenal sebagai sosok yang dikenal kegagahan dan
keberaniannya, dia juga seorang yang dermawan, hafidz, ahli di bidang sastra, syariat,
dan militer.
Pada mulanya, Ahmad Ibn Thulun dating ke Mesir sebagai wakil gubernur
Abbasiyah di sana, lalu menjadi gubernur yang wilayah kekuasaannya sampai ke
Palestina dan Suriah. Pada masa khalifah Al-Mu’taz, Ahamad Ibn Thulun ditunjukn
sebagai wali di Mesir dan Libya atas bantuan ayah tirinya yang menjabat sebagai
panglima di Turki di belahan barat. Masa ini merupakan masa disintegrasi dan
distabilitas politik pemerintahan Abbasiyah. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh
Ahmad Ibn Thulun dengan memproklamasikan independensi wilayahnya dan
membentuk Dinasti Thuluniyah. Meskipun demikian, Thuluniyah masih tetap
memperlihatkan loyalitasnya pada Baghdad melalui penyebutan nama khalifah dalam
khutbah Jumat dan penulisan nama khalifah pada mata uang, serta pembayaran pajak
sejumlah 300.000 dinar.
11
Al-Mu’tamid pada saat itu), merasa iri hati dan merencanakan untuk membuat
strategi dalam memengaruhi khalifah agar menyerang Ahmad sehingga tidak
terhindarkan lagi terjadinya benturan fisik antara Khalifah Al-Mu’tamid dengan
Ahmad Ibn Thulun.
Beberapa saat setelah peperangan tersebut, Ahmad Ibn Thulun menderita sakit
dan beliau meninggal pada tahun 270 Hijriyah di usia 50 tahun dan kekuasaannya
pun pindah ke tangan putra tertuanya yang bernama Al-Khumarwaihi (884-895 M).
dinasti Thuluniyah mencapai kejayaannya pada masa ini.
Pada saat itu prestasi yang diraih oleh dinasti tersebut ialah dalam bidang seni
arsitektur, telah berdiri sebuah masjid Ahmad Ibn Thulun yang megah, pembangunan
rumah sakit yang memakan biaya cukup besar sampai 60.000 dinar, dan bangunan
Istana Al-Khumarwaihi dengan balairung emasnya.
12
G. DINASTI IKHSIDIYAH (935-969 M)
Dinasti Ikhsidiyah ini didirikan oleh Muhammad Ibn Tughi yang diberi gelar
Al-Ikhsyid (pangeran) pada tahun 935 M. ia diangkat menjadi seorang gubernur di
Mesir oleh Abbasiyah pada saat Ar-Radi atas jasanya mempertahankan dan
memulihkan keadaan wilayah Nil dari serangan kaum Fatimiyah yang berpusat di
Afrika Utara.
Pada masa itu, Mesir mempunyai kedudukan yang sangat kuat karena
ditopang dengan kemilliteran Ikhsidiyah yang tangguh dengan pasukan pengawal
sejumlah 40.000 orang dan 800 orang pengawal pribadinya.
Pada masa Dinasti Ikhsidiyah ini pula terjadi peningkatan dalam dunia
keilmuan dan gairah intelektual, seperti mengadakan diskusi-diskusi keagamaan yang
dipusatkan di masjid-masjid dan rumah para meteri dan ulama. Dna juga dibangun
sebuah pasar buku yang besar sebagai pusat dan tempat berdiskusi yang dikenal
dengan nama Syuq Al-Waraqin.
Pada masa Kafur yang termashyur sebagai pelindung liberal kesusastraan dan
seni, beberapa sernagan yang dilancarkan di Fatimiah di sepanjang pantai Afrika
Utara dapat diatasi. Akan tetapi, sepeninggal Kafur pada tahun 968 M, Ikhsidiyah
menjadi dinasti yang lemah. Pada masa itu, Abu Al-Fawarisaris Ahmad Ibn Ali (967-
972 M) yang menerima warisan tahta setelah Kafur, tampaknya tidak bertahan lama,
dikarenakan kepemimpinannya yang sangat lemah, sehingga serangan yang terus-
13
menerus dilancarkan oleh Fatimiah terhadap pemerintahannya, memuat dinasti ini
tidak berdaya dan tidak mampu mempertahankan kekuasaannya di Mesir. Pada
akhirnya, Ikhsidiyah dapat ditakhlukkan pula oleh Fatimiyah sehingga jatuhnya
kekuasaan itu
Dinasti ini didirikan oleh Hamdan Ibn Hamdun, seorang Amir dari suku
Taghlib. Putranya Al-Husein adalah panglima pemrintahan Abbasiyah dan Abu Al-
Hajja Abdullah diangkat menjadi Gubernur Maosul oleh Khalifah Al-Muktafi pada
tahun 905 M.
Pada masa hidupnya, Abu Hamdan Ibn Hamdun pernah ditangkap oleh
khalifah Abbasiyah karena beraliansi dengan kaum Khawarij untuk menentang
kekuasaan Bani Abbas. Akan tetapi, atas jasa putranya, Husain Ibn Hamdun
diampuni oleh Khalifah Abbasiyah.
Wilayah kekuasaan dinasti ini terbagi dua bagian, yaitu wilayah kekuasaan di
Mousul dan wilayah kekuasaan di Halb. Wilayah kekuasaan di Halb, terkenal sebagai
pelindung kesusastraan arab dan ilmu pengetauan. Pada masa itu pua, muncul tokoh-
tokoh cendekiawan besar, seperti Abi Al-Fath dan Usman Ibn Jinny yang menggeluti
di bidang ilmu Nahwu, Abu Thayyib Al-Mutannabi, Abu Firas Husain Ibn Nashr Ad-
Daulah, Abu A’la Al-Ma’ari, dan Syaif Ad-Daulah sendiri yang mendalami ilmu
sastra serta lahir pula filosof besar, yaitu Al-Farabi.
14
Setelah meninggalnya Haija, tahta kerajaan beralih pada seorang putranya,
yaitu Hasan Ibn Abu Hajja yang diberi gelar oleh khalifah sebagai Nashir Ad-Daulah
dan Ali Ibn Abu Haija yang bergelar Syaif Ad-Daulah. Syaif Ad-Daulah inilah yang
berhasil menguasai daerah Halb dan Hims dari kekuasaan Dinasti Ikhsidiyah yang
kemudian menjadi pendiri Dinasti Hamdaniyah di Halb
15
DAFTAR PUSTAKA
16