MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam II
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................2
KATA PENGANTAR.......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
Rumusan masalah..............................................................................................................4
Tujuan masalah.................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................5
Samaniyah.....................................................................................................................6
BAB II PENUTUP`............................................................................................................17
3.3 simpulan.......................................................................................................................17
3.2 saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................18
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam tak lupa kita jungjungkan kepada Baginda yakni Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarganya, kepada para sahabatnya, serta kita selaku yang mengikuti sunnahnya hingga
akhir zaman.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu Bapak Dr. Hj. Siti ngaisyah, M.A pada mata kuliah Sejarah peradaban islam II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai DINASTI
SAMANIYAH DAN GHAZNAWI bagi pembaca dan juga penulis.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau
adanya ketidaksesuaian materi kami mohon maaf. Oleh karena itu, kami menerima kritikan
dan saran dari pembaca agar bisa membuat makalah dengan lebih baik pada kesempatan
berikutnya. Kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut para pakar sejarah islam, Daulat Abbasiyah telah berjasa dalam memajukan
umat islam. Hal ini ditandai dengan kemajuan di bidang ilmupengetahuan, peradaban,
kesenian dan filsafat. Sekalipun demikian menurut Philips K. Hatti dinasti ini tidak mampu
mempertahankan integritas negrinya,karena setelah Khalifah Harun Ar-Rasyid daerah
kekuasaan ini mulai goyah baikdaerah timur dan barat Baghdad. Hal ini bisa di lihat dengan
munculnya banyakdinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di timur dan barat
Baghdad. Dibarat Baghdad ada, Dinasti Idrisi di Maroko (172-375 H / 788 M-985 M),
Dinasti Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M), Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H /868
M-967 M), Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967 M), Dinasti Hamdaniah (317
H – 399H/929M – 1009M). Di timur Baghdad diantaranya:Dinasti Tahiri (200 H-259 H /
820 M-872 M), Dinasti Safari (254 H-289 H / 867M-903 M), Dinasti Samani (261 H-389 H /
874 M-999 M), dan Dinasti Ghazwani.Faktor yang mendorong berdirinya dinasti kecil ini
yaitu adanya persainganajabatan Khalifah di antara keluarga raja dan munculnya sikap
Abbasiyah antaraketurunan Arab dan Non Arab, tepatnya Arab dan Persia.
Pendapat lainnya bahwa kemungkinan munculnya dinasti kecil ini pada abad keIII
Hijrah, disebabkan banyaknya kegoncangan politik, yang timbul dalam duniaislam yang
dimanfaatkan oleh keluarga yang sudah mempunyai kekuasaan didaerah
4
BAB II
PEMBAHASAN
Bani Saman dari Transoxiana dan Persia (974-999 M) adalah keturunan bangsawan
penganut Zoroaster bernama Saman dari daerah Balkh. Keluarga bangsawan ini sudah
terkenal keberaniannya pada era Khalifah Harun ar-Rasyid melalui keempat cucu dari
Saman; Nuh, Ahmad, Yahya dan Ilyas putra Asad bin Saman. Keempat putra tersebut
membantu Khalifah menumpas pemberontakan Rafi’ bin al-Laits di Samarkand.
Pada era al-Ma-mun, kesetiaan keempat putra Asad bin Saman terhadap pemerintahan
Abbasiyah dibayar dengan mengangakat mereka sebagai penguasa di Samarkand, Ferghana,
Al-Syas dan Herat. Ahmad bin Asad menggantikan saudaranya yang paling tua setelah
wafatnya sebagai pemimpin Samarkand dan diteruskan oleh Nashr bin Ahmad yang
dinyatakan secara resmi oleh Khalifah al-Mu’tamid (870-892 M) pada tahun 874 M sebagai
amir di Samarkand. 16 Pendiri Dinasti Saman adalah Nashr Bin Ahmad (874-892 M), yang
juga cicit dari Saman. Sedangkan sosok yang menegakkan dinasti ini adalah saudaranya,
Ismail bin Ahmad al-Samani (892-907 M).
sebagai pendiri hakiki dinasti ini. Dalam sejarah Samaniyah terdapat dua belas khalifah yang
memerintah secara berurutan, yaitu;1
5
e. El-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
f. Al-Amir al-Hamid Nuh I 331 H/943 M
a. Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
b. Al-amir as-Sadid Manshur I 350 H/961 M
c. Al-Amir ar-Ridha Nuh II 365 H/976 M
d. Mansur II 387 H/997 M
e. Abdul Malik II 389 H/999 M
f. Ismail II Al-Muntashir 390-395H/1000-1005 M
Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah barat Baghdad, dinasti ini
tetap tunduk kepada kepemimpinan Khalifah Abbasiyyah.2
Dinasti Samaniyah adalah sebuah dinasti yang memerintah di wilayah Persia dan
bagian dari Asia Tengah dari sekitar tahun 819 M hingga 1005 M. Dinasti ini Didirikan oleh
Saman Khuda, dan merupakan salah satu dinasti pertama dari bangsa Iran yang memerintah
di wilayah tersebut setelah penalukan Arab.
2
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedia Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),h.159.
3
Ahmad al-Usairy,at-Tarikhul Islami
6
3. Perlindungan terhadap Ilmu Pengetahuan dan Budaya: Di bawah dinasti Samaniyah,
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang signifikan. Mereka
mendukung perkembangan sastra, seni, dan ilmu pengetahuan, serta melindungi
intelektual seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina.
4. Perkembangan politik Dinasti Samaniyah mencerminkan dinamika politik yang
kompleks di wilayah Persia selama periode tersebut, dengan perubahan dan
persaingan yang mempengaruhi pemerintahan mereka
Dinasti Samaniyah adalah sebuah dinasti kekuasaan Persia yang berkuasa dari sekitar
tahun 819 hingga 999 M. Kondisi sosial dan keagamaan pada masa tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor politik, budaya, dan agama.4
1. Agama : Dinasti Samaniyah Didirikan oleh Isma'il ibn Ahmad, yang menanamkan
aliran Islam Syiah Isma'iliyah. Namun, pada masa pemerintahan Nasr I
(memerintah 914-943 M), pemerintahannya cenderung lebih netral dalam urusan
agama dan tidak memaksakan pandangan keagamaan tertentu pada rakyatnya.
2. Pluralitas Agama : Meskipun Islam adalah agama dominan di wilayah ini, terdapat
beragam kepercayaan dan agama lain di masyarakat, termasuk Zoroastrianisme,
Kristen, dan sejumlah kepercayaan tradisional.
3. Intelektualisme dan Kebudayaan : Masa pemerintahan Samaniyah dikenal sebagai
periode kebangkitan intelektual di wilayah Persia. Mereka mendukung kegiatan
ilmiah dan intelektual, memungkinkan perkembangan sastra, filsafat, dan seni.
4. Struktur Sosial : Struktur sosial pada masa Dinasti Samaniyah mencakup berbagai
golongan, termasuk bangsawan, pedagang, petani, dan rakyat biasa. Kondisi sosial
bisa sangat berbeda tergantung pada status sosial dan ekonomi.
5. Kondisi Ekonomi : Wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Samaniyah termasuk
daerah pinggiran kota dan strategis untuk perdagangan. Ini mendukung
perekonomian yang relatif kuat, terutama melalui perdagangan dan pertanian.
4
Oleh Dr. H. Anwar Sewang, MA, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sulawesi Tengah 2017
7
6. Kehidupan Sehari-hari : Kehidupan sehari-hari masyarakat mencakup berbagai
aktivitas, seperti bekerja, beribadah, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan
budaya.
7. Pengaruh Budaya Asing : Wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Samaniyah terletak
di persimpangan berbagai jalur perdagangan dan sering kali dipengaruhi oleh
budaya-budaya asing, terutama dari Asia Tengah dan Timur Tengah.
8. Kesenjangan Sosial : Seperti pada masa kekuasaan kebanyakan dinasti, ada
kemungkinan adanya kesenjangan sosial antara kelompok yang berkuasa dan
rakyat biasa.
Penting untuk diingat bahwa kondisi sosial dan keagamaan selalu berubah seiring
waktu dan bergantung pada banyak faktor, termasuk pemerintahan yang berkuasa,
peristiwa sejarah, dan pengaruh budaya eksternal.
Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota
budaya dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota ini
dapat menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil
mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga kehidupan masyarakatnya sangat
tentram, hal terjadi karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat
di Baghdad.5
ilmu kedokteran, ilmu falak serta filsafat juga mengalami kemajuan dengan disusun
dan direkonstruksi serta diterjemahkan bahasa Persia ke bahasa Asab. Diantara beberapa
literatur di bidang kedokteran yang terkenal masa itu adalah buku al-Manshury yang dikarang
oleh Abu Bakr al-Razzi. Pada masa ini muncul pula filosof muda belia yakni Ibnu Shina yang
berhasil mengobati Amir Nuh bin Mansur pada saat Ibnu Sina berusia delapan belas tahun.
5
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151
8
Di bidang kesusasteraan muncul al-Firdawsi (934-1020) yang menulis sajak-sajaknya.
Tercatat juga dalam sejarah seorang wazir pada pemerintahan al-Manshur I bin Nuh (961-
976) yang bernama Bal’ami. Ia menerjemahkan Mukhtasar al-Thabari. Bahkan perpustakaan
milik dinasti Samaniyah yang berada di Bukhara memiliki berbagai koleksi buku yang tidak
dijumpai di tempat lain.[6] Begitu tingginya peradaban umat manusia di masa Dinasti
Samaniyah ini terlebih lagi bila dibandingkan dengan keadaan peradaban yang terjadi pada
kedua dinasti sebelumnya. Tidak hanya dalam bidang sains dan filsafat yang berkembang
dimasa ini tetapi juga dalam bidang ilmu-ilmu keislaman.6
Pada akhir sejarah, dinasti ini dipimpin oleh Manshur bin Abdul Malik (961-976 M). Pada
masa ini wilayah kekuasaannya mulai terpecah dan memisahkan diri, di antaranya kelompok
Buwaihi yang menguasai setengah wilayah Iran, dan juga Tabristan, Jurjan dan Dailam yang
juga memisahkan diri. Penyebab melemahnya dinasti ini antara lain:
DINASTI GHAZNAWI
6
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463.
7
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-Ghazwi
Al-Maghuli., hlm. 46
9
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
10
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
11
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
12
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
13
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
14
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
15
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
16
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
17
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
18
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
19
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
20
kerajaan Ghaznawi.
vSejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
21
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
22
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
23
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
24
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
25
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
26
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
27
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
28
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
29
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
30
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
31
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
32
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
33
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sejarah dinasti Ghaznawi
diawali dengan kisah seorang
budak keturunan Turki dan di
34
dalam pemerintahan dinasti
Samaniyah bernama Alptigin.
Dia diberi jabatan penting
dalam
pemerintahan Samaniyah,
Pada perkembangannya
Alptigin inilah yang akan
menjadi peletak
fondasi pendirian dinasti
Ghaznawi. Alptigin
memulai kariernya sebagai
pengawal,
jabatannya kemudian naik
menjadi kepala pengawal.
Ternyata jabatan sebagai
kepala
35
pengawal bukan jabatan
terakhirnya, karena pada tahun
961M ia dipromosikan oleh
Nuh bin
Mansur As-Samani menjadi
gubernur Khurasan.Tidak lama
setelah Alptigin pemerintahan
gubernur Khurasan,
penguasa Samaniyah yang
baru menunjukkan sikap
tidak suka
terhadapnya. Akhirnya ia
memilih pergi menuju daerah
perbatasan sebelah Timur
kerajaan.
36
Pada tahun 962M, dia berhasil
merebut wilayah Ghaznah
yang terletak di Afghanistan
dari
penguasa pribumi dan
mendirikan sebuah kerajaan
independen yang kemudian
menjadi
kerajaan Ghaznawi.
Sudah diterangkan dahulu bahwa Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh
hanya pada periode seratus tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah
sebagai pemerintahan pusat melemah. Dalam kondisi seperti itu negara-negara provensi
berusaha untuk melepasakan diri dan Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi menjadi
satu-satunya kota internasional. Ibu kota negara-negara provensi menyaingi Baghdad.
Daulah-daulah kecil berlomba untuk maju, terutama dalam bidang peradaban dan ilmu
pengetahuan. Diseblah timur kota Baghdad berdiri bani Ghaznawiyah. Kerajaan-kerajaan
kecil pada masanya masingmasing ikut andil memajukan ilmu pengetahuan dalam Islam. 8
Pada tahun-tahun pertengahan dari abad kesepuluh, terlihat pada negara Samaniyah
adanya tanda-tanda ketidakstabilan. Serangkaian revolusi istana memperlihatkan bahwa kelas
militer dan kelas tuan tanah, menentang kebijaksanaan sentralisasi admistratif para amir, dan
berupaya memegan kendali; pemberontakanpemberontaka di Khurasan melepaskan dari
provinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Karena itu tidaklah sulit Qarakhaniyah dan
Ghaznawiyah untuk mengambil alih wilayah Samaniyah pada dasawarsa terakhir abad ini. 9
8
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
9
C.W. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung : Mizan, 1993), h. 129
37
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan perdaban Islam
daripada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Bani Abbas, dengan berbagi cara diantaranya pemberontakan yang
dilakuka oleh seorang pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
Dari latar belakang dinasti-dinasti itu, Nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama
antara Arab, Persia, dan Turki.10
Bangsa Turki mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban
Islam. Peran yang paling menonjol telihat dalam politik ketika mereka masuk dalam barisan
tentara profesinal maupun dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk khalifah-
khalifah bani Abbasiyah, kemudian, mereka sendiri membangun kekuasaan yang sekalipun
independen tetapi masih tetap mengaku loyal kepada khalifah Bani Abbasiyah
Setelah keruntuhan kerajaan Daulat Bani Abbasiyah, kekuatan militer Abbasiyah pada
waktu itu mulai mengalami kemunduran, sebagai penggantinya para penguasa Abbasiyah
menjalankan orang yang profesional di bidang kemeliteran, khususnya tentara Turki dengan
sistem perbudakan. Pengangkatan anggota militer baru Turki ini dalam perkembangan
selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan Khalifah, sudah muncul
fanatisme kebangsaan berupa gerakan Syu‟ubiyah (kebangsaan anti Arab). Kelompok inilah
yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan
keagamaan.
Sebuah daula baru, Ghaznawiyah yang terbentuk di Ghazna pada tahun 366 H/976 M
mempunyai peranan besar dalam sejarah Islam terutama pada anak benua India. Pada tahun
350 H/961 M Raja Bani Saman, Abd Malik bin Nuh, mengangkat Alpataqin menjadi
Gubernur di Hijah, Barat laut Afganistan. Tetapi jabatan ini berakhir ketika rajanya
meninggal dan digantikan oleh Mansur bin Nuh.11
10
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), h.192
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002), h. 64
38
Dapat disimpulkan dari sejarah di atas pengambilalihaan kekuasaan ala Ghaznawi ini
diawali oleh masalah pribadi Alpatakin yang tidak diangkat menjadi gubernur lagi, sehingga
membuat Alpatakin membentuk sebuah dinasti kecil lalu melakukan ekspansi-ekspansi
secara perlahan sehingga memiliki banyak wilayah dan pasukan. Dilanjutkan oleh anaknya
Sabutaqin yang hampir sama dengan beliau melakukan ekspansi-ekspansi.
Akhirnya puncak dinasti itu lahir di tangan seorang Mahmud yang berhasil
melumpuhkan Samaniyah. 12 Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan siapa
sebenarnya yang mendirikan dinasti Ghaznawi. Jurji Zaidan menganggap Alpataqin sebagai
pendiri Dinasti Ghaznawi, sedangkan Philip K. Hitti berpendapat bahwa Sabuktaqin adalah
the real founding dinasti Ghaznawiyah. 13 Menurut hemat penulis, kedua pendapat tersebut
dapat dibenarkan, paling tidak Alpataqin adalah sebagai perintis berdirinya Dinasti
Ghaznawiyah, sementara Sabuktaqin mampu membentuk kekuatan dinasti yang mapan dan
wilayah yang luas sehingga kemudian diakui keberadaannya oleh Baghdad.12
Raja-raja yang berkuasa di dinasti ghaznawi dari awal pemerintahan hingga akhir
pemerintahan :
12
Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, (London: Routledge and Kegan Paul, [t.t.]), h. 16
39
12. Jamal Ad-Dawlah Farrukhzad 444 H / 1053 M
13
C.E .Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, h.205
14
Busman edyar dkk, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 95
40
Mahmud Ghaznawiyah melakukan 17 kali penyerangan dalam kurun waktu 26 tahun yaitu
dari tahun 391-417 H/1000-1026 M.15
Dinasti Ghaznawiyah adalah dinasti yang berkuasa di wilayah Persia dan sekitarnya
pada abad ke-10 hingga ke-12 Masehi. Kondisi sosial dan keagamaan di bawah pemerintahan
dinasti Ghaznawiyah dapat dijelaskan sebagai berikut17:
15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Cet. 2, ( Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), h.
155.
16
W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam, terjemahan Kartono Hadikusumo, judul asli The Majesty that was
Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 212
17
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
41
sering mendukung pembangunan masjid, perguruan Islam, dan mendukung ulama
Islam untuk memelihara dan memperluas ajaran Islam.
4. Keberagaman Agama : Di wilayah kekuasaan Ghaznawiyah terdapat komunitas
agama minoritas. Ini termasuk pemeluk Hindu, Budha, dan Zoroastrian. Meskipun
sebagian besar penduduk menganut Islam, mereka memberikan perlindungan
terhadap komunitas agama minoritas, meskipun ada juga periode di mana terjadi
perpecahan terhadap agama-agama non-Islam.
5. Sistem Sosial : Kondisi sosial di bawah dinasti Ghaznawiyah terdiri dari berbagai
lapisan masyarakat. Kelas elit terdiri dari bangsawan, pejabat pemerintah, dan militer.
Di bawahnya adalah pedagang, petani, dan pekerja lainnya. Sistem kasta Hindu juga
mempengaruhi struktur sosial di wilayah-wilayah dengan mayoritas populasi Hindu.
6. Pendidikan dan Budaya : Pada masa pemerintahan Ghaznawiyah, terjadi
perkembangan dalam bidang pendidikan dan budaya. Mereka mendukung
pembangunan perguruan Islam dan memfasilitasi penyebaran ilmu pengetahuan.
Ghaznawiyah dikenal karena membangun perpustakaan dan mendukung ilmuwan dan
cendekiawan.
7. Kesenian dan Arsitektur : Dinasti Ghaznawiyah juga mempengaruhi perkembangan
seni dan arsitektur di wilayahnya. Mereka membangun struktur-struktur seperti
masjid, istana, dan monumen yang mencerminkan kekayaan budaya dan arsitektur
Islam.
Sekali lagi, penting untuk diingat bahwa ini adalah gambaran umum dan situasi
khusus yang dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti wilayah geografis dan
kebijakan pemerintahan individu.
Dinasti Ghaznawiyah, yang berkuasa dari abad ke-10 hingga ke-12 di wilayah yang
sekarang menjadi Afganistan dan sekitarnya, mencapai puncak kejayaannya di bawah
pemerintahan Mahmud dari Ghazni. Puncak kejayaan ini terjadi pada abad ke-11.
Mahmud dari Ghazni dikenal sebagai penakluk dan penjarah yang berhasil
menaklukkan sebagian besar wilayah India Utara pada masanya. Ia melakukan serangkaian
kampanye militer yang berhasil, memperoleh kekayaan dari penjarahan kuil-kuil dan kota-
kota India.
42
Selain keberhasilannya dalam kampanye militer, Mahmud juga menjadi pelindung
seni, sastra, dan ilmu pengetahuan. Ia membangun istana yang megah dan mendukung para
cendekiawan dan penyair pada masanya.
Dinasti Ghaznawiyah merupakan sebuah dinasti Islam yang didirikan oleh Alp Arslan
pada tahun 962 M di wilayah Ghazni, yang sekarang termasuk bagian dari Afghanistan.
Dinasti ini mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Mahmud dari Ghazni, yang
terkenal karena kampanye militernya dan penaklukan wilayah India.
Kemunduran Dinasti Ghaznawiyah dimulai pada akhir abad ke-11. Faktor-faktor yang
berperan dalam kemunduran ini termasuk tekanan dari kekuatan lain seperti kekaisaran
Seljuk, isu-isu penguasaan wilayah di India, dan konflik internal di antara para penguasa.
Serangan-serangan bangsa Ghur dari barat daya juga menjadi ancaman serius.
Pada tahun 1186 M, kota Ghazni sendiri jatuh ke tangan bangsa Ghur, dan ini dapat
dianggap sebagai titik balik dalam dinasti Ghaznawiyah. Setelah jatuhnya Ghazni, keturunan
terakhir dinasti Ghaznawiyah memindahkan ibu kota ke Lahore, namun kekuasaan mereka
semakin tergerus.
Akhirnya, pada tahun 1186 M, dinasti Ghaznawiyah digulingkan oleh bangsa Ghur
dan digantikan oleh kekaisaran Ghurid.19
18
Al-alam Al-islami fi Al-ashr Al-abbasi.h.366
19
Hamka, Sejarah Umat Islam jilid III(Jakarta : Bulan Bintang, 1981). h.122
43
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari keterangan di atas penulis menyimpulkan, bahwa dari Sejarah dinasti ghaznawi
dan samaniyah yaitu banyak pengembangan yang di kembangkan oleh kedua dinasti tersebut,
mulai dari bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan masih banyak lainnya yang telah
berkembang di masa pemerintahan kedua Dinasti tersebut terutama bidang politik ini yang
mencolok dari keduanya. Adapun keruntuhan dari dinasti ghaznawiyah dan samaniyah itu
terjadi karena beberapa faktor yang sudah di jelaskan di atas. Karena bahwsanya setiap
pemerintahan pasti mempunyai masa keruntuhannya masing-masing, dan faktor dari
keruntuhan pasti berbeda masing-masingnya.
3.2 SARAN
Jadikan makalah yang kami buat untuk menambah wawasan bagi yang membaca,
apabila ada kesalahan dan kekurangan dari makalah kami tolong di koreksi karena kami
sama-sama belajar.
44
DAFTAR PUSTAKA
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedia Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),h.159.
Ahmad al-Usairy,at-Tarikhul Islami
Oleh Dr. H. Anwar Sewang, MA, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sulawesi Tengah 2017
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463.
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-
Ghazwi Al-Maghuli., hlm. 46
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
C.W. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung : Mizan, 1993), h. 129
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), h.192
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002), h. 64
Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, (London: Routledge and Kegan Paul, [t.t.]), h. 16
C.E .Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, h.205
Busman edyar dkk, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 95
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Cet. 2, ( Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), h. 155.
W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam, terjemahan Kartono Hadikusumo, judul asli The Majesty that
was Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 212
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
Al-alam Al-islami fi Al-ashr Al-abbasi.h.366
45
46