Anda di halaman 1dari 28

DINASTI-DINASTI YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI

BAGHDAD DAN ISLAM DI SPANYOL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

SEJARAH PERADABAN ISLAM

Dosen Pengampu:

Dr. H. Kasno Sudaryanto, MA

Oleh:

Adzkiyatur Rahmah ( 2023190340001)

Yuw
anda Issadora ( 2023190340018)

PROGRAM ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AKBAR SURABAYA

SURABAYA

2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan


atas karunia-Nya berupa nikmat iman dan kesehatan, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa kami haturkan sholaw
at kepada Rasulullah Muhammad saw, semoga syafa’atnya mengalir pada kita di a
khirat kelak.

Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr.


H. Kasno Sudaryanto, MA selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam kar
ena dengan tugas ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan. Penulisan maka
lah berjudul “Dinasti-Dinasti yang Memisahkan Diri dari Baghdad dan Islam di
Spanyol” bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.

Penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kami menyadari
bahwa banyak kekurangan dan kelemahan pada penyusunan dan penulisan. Demi
kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap adanya perbaikan, kritik, dan sar
an dari pembaca yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kami dan para pembaca.

Surabaya, 12 Februari 2024

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………… II

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..III

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………..

A. Latar Belakan ……………………………………………………………...


B. Rumusan Masalah………………………………………………………….
C. Tujuan………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………

A. Dinasti Yang Memerdekakan Diri Dari Baghdad………………………….


B. Faktor Tekanan Politik……………………………………………………
C. Islam Di Spanyol……………………………………………………………

1. Masuknya islam di spanyol…………………………………………….


2. Kemajuan dan kemunduran islam di spanyol………………………….

BAB III PENUTUP……………………………………………………………

A. Kesimpulan………………………………………………………………..
B. Daftar Pustaka……………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setelah masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah pertama berakhir, keadaan


politik dunia Islam dengan cepat mengalami kemunduran. Pemerintahan Dinasti
Abbasiyah kuat secara politik hanya pada periode pertama saja. Pada periode
selanjutnya, pemerintahan Dinasti Abbasiyah mulai menurun. Masa disintegrasi
atau perpecahan yang terjadi pada masa Abbasiyah merupakan perpecahan politik
dimana muncul pemerintahan baru selain pemerintahan Abbasiyah di Baghdad,
yaitu masa pemerintahan al-Mutawakkil sampai dengan al-Mu’tashim.[1] Pada
masa ini hubungan antara Abbasiyah sebagai pusat pemerintahan dan dinasti-
dinasti baru dapat digolongkan sebagai berikut; Pertama, dinasti yang menyatakan
setia pada khalifah, tetapi tidak mengirimkan hasil pajaknya pada pemerintahan
pusat. Kedua, dinasti yang sejak awal pembentukannya sudah menyatakan tidak
tunduk pada Abbasiyah.

Pada periode pertama Dinasti Abbasiyah, muncul fanatisme kebangsaan


yang mengambil bentuk gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti Arab). Gerakan
inilah yang menginspirasi banyak gerakan politik, di samping persoalan-persoalan
keagamaan. Dinasti-dinasti yang tumbuh dan memerdekakan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa khalifah Abbasiyah, ada yang berlatar belakang bangsa Arab,
Turki, Persia, dan Kurdi, sebagaimana ada juga yang berlatar belakang aliran
Syi’ah dan Sunni.[2] Selanjutnya mulai periode kedua, wibawa khalifah merosot
tajam. Dalam keadaan seperti itu para panglima tentara mengambil alih kekuasaan
dari khalifah. Namun, kekuasaan para tentara itu tidak bertahan lama karena
mereka saling berselisih dan tidak didukung penduduk akibat kedzaliman mereka.
Hal itulah yang menjadi latar belakang bermulanya masa disintregasi dan dunia
Islam terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan.

Pada masa Bani Abbasiyah ini muncul dinasti-dinasti kecil yang


jumlahnya cukup banyak diantaranya adalah dinasti Idrisiyah, dinasti Thuluniyah,
dinasti Syaffariyah, dsb. Namun dalam pembahasan makalah ini, penulis akan
mengkhususkan pada pembahasan “Dinasti-Dinasti Kecil Di Barat dan Timur
Baghdad” dan beberapa dinasti-dinasti yang berkuasa pada masa daulah bani
Abbasiyah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad dan dinasti
apa yang lahir setelahnya?
2. Apa faktor yang terjadi pada dinasti yang memerdekakan diri dari Baghdad?
3. Bagaimana awal mula masuknya islam di spanyol serta apa saja faktor
kemajuan dan menunduran islam di spanyol?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses yang terjadi pada dinasti-dinasti yang memerdekakan


diri dari baghdad
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang terjadi pada dinasti yang
memerdekakan diri dari Baghdad
3. Untuk mengetahui proses masuknya islam di spanyol serta apa faktor penyebab
kemajuan dan kemunduran islam di spanyol
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dinasti-Dinasti yang Memerdekan Diri dari Baghdad


Konflik dalam bidang politik sebenarnya sudah terjadi pada akhir zaman Bani
Umayyah, akan tetapi bidang politik Islam dalam lintasan sejarah terlihat berbeda
antara pemerintahan Bani Umayyah dengan pemerintahan Bani Abbasiyah.
Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa
keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak
seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan
dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir
yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam
kenyataanya, banyak daerah tidak dikuasai Khalifah.1 Melainkan di bawah
kekuasaan gubernur-gubernur propinsi bersangkutan, hubungannya dengan
Khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan bahwa para Khalifah Abbasiyah sudah puas dengan
pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pembayaran upeti itu.
Alasannya, pertama, mungkin karena para Khalifah tidak cukup kuat untuk
membuat mereka tunduk kepadanya.2Kedua, penguasa Bani Abbas lebih
menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan
ekspansi. Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dalam salah satu dari dua cara:
Pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil
memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan
Idrisiyah di Marokko. Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur

1
Sir William Muir, The Caliphat, (New York: AMS Inc. 1975), h. 432

2
W. Montgomery Watt, Politik Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: P3M, 1988), h. 152.
Khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat seperti daulat Aghlabiyah di
Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan.
Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Idrissiyah di Maroko, propinsi-
propinsi itu pada mulanya tetap patuh membayar upeti selama mereka
menyaksikan Baghdad Stabil dan Khalifah mampu mengatasi pergolakan-
pergolakan yang muncul. Namun pada saat wibawa Khalifah sudah memudar
mereka melepaskan diri dari Baghdad. Keruntuhan Bani Abbasiyah mulai terlihat
sejak awal abad kesembilan. Fenomena ini mungkin bersamaan dengan datangnya
pemimpin-pemimpin yang memiliki kekuatan militer di propinsi tertentu yang
membuat mereka independen. Pada waktu itu kekuatan militer Abbasiyah
mengalami kemunduran. Sebagai gantinya penguasa Abbasiyah memperkejakan
orang-orang professional di bidang kemiliteran. Khusunya tentara Turki, akan
tetapi pengangkatan anggota militer Turki dalam perkembangan selajutnya
mengakibatkan kekuasaan Khalifah mendapat ancaman besar.
Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah, sudah muncul
fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti Arab).
Gerakan ini memberikan inspirasi terhadap gerakan politik. Nampaknya para
Khalifah tidak sadar akan bahaya politik dari fanatisme kebangsaan dan aliran
keagamaan itu, sehingga meskipun dirasakan dalam hampir semua segi
kehidupan, seperti dalam kesusateraan dan karya-karya ilmiah, mereka tidak
bersungguh-bersungguh menghapuskan fanatisme tersebut, bahkan diantara
mereka justru melibatkan diri dalam konflik kebangsaan dan keagamaan itu.
Adapun dinasti-dinasti yang lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan
Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, diantaranya adalah:
1. Yang berbangsa Persia
a. Thahiriyyah di Khurasan, (205-209 H/820-872 M)
b. Shafariyah di Fars, (254-290 H/868-901 M)
c. Samaniyah di Transoxania, (261-389 H/873-998 M)
d. Sajiyyah di Azerbaijan, (266-318 H/878-930 M)
e. Buwaihiyyah, bahkan menguasai Baghdad, (320-447 H/932-1055 M)
2. Yang berbangsa Turki
a. Thuluniyah di Mesir, (254-292 H/837-903 M)
b. Ikhsyidiyah di Turkistas, (320-560 H/932-1163 M)
c. Ghaznawiyah di Afghanistan, (351-585 H/962-1189 M)
d. Dinasti Seljuk dan cabang-cabangnya:
1) Seljuk besar, atau seljuk Agung, didirikan oleh Rukn al-Din Abu
Thalib Thuqrul Bek ibn Mikail ibn Seljuk ibn Tuqaq. Seljuk ini
menguasai Baghdad dan memerintah selama sekitar 93 tahun (429-
522 H/1037-1127 M)
2) Seljuk Kirman di Kirman, (433-583 H/1040-1187 M)
3) Seljuk Syria atau Syam di Syiria, (487-511 H/1094-1117 M)
4) Seljuk Irak di Irak dan Kurdistan, (511-590 H/1117-1194 M)
5) Seljuk Rum atau Asia kecil di Asia Kecil, (470-700 H/1077-1299 M)
3. Yang berbangsa Kurdi
a. al-Barzuqani, (348-406 H/959-1015 M)
b. Abu Ali, (380-489 M/990-1095 M)
c. Ayubiyah, (564-648 H/1167-1250 M)
4. Yang berbangsa Arab
a. Idrisiyyah di Marokko, (172-375 H/788-985 M)
b. Aghlabiyyah di Tunisia, (184-289 H/800-900 M)
c. Dulafiyah di Kurdistan, (210-285 H/825-898 M)
d. Alawiyah di Tabaristan, (250-316 H/864-928 M)
e. Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil, (317-394 H/929-1002 M)
f. Mazyadiyyah di Hillah, (403-545 H/1011-1150 M)
g. Ukailiyah di Maushil, (386-489 H/996-1095 M)
h. Mirdasiyyah di Aleppo, (414-472 H/1023-1079 M)
5. Yang mengaku dirinya sebagai Khalifah
a. Umawiyah di Spanyol
b. Fathimiyah di Mesir
Dari latar belakan dinasti-dinasti itu nampak jelas adanya persaingan antar
bangsa, terutama antara arab, persia, dan turki. Di samping latar belakang
kebangsaan, dinasti-dinasti itu juga dilatarbelakangi paham agama, ada yang
berlatar belakang syi’ah, ada yang Sunni.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran bani Abbas pada periode
ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah: 3
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulat Abbasiyah sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya
di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2. Dengan prefesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara
bayaran besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup
memaksa pengiriman pajak Baghdad.

B. Faktor Tekanan Politik Pada Dinasti Yang Memerdekakan Diri Dari


Baghdad
Salah satu temuan signifikan dalam penelitian ini adalah peran sentral
tekanan politik sebagai faktor kunci yang mendorong dinasti-dinasti yang
memerdekakan diri kekuasaan Baghdad. Analisis mendalam terhadap dokumen
sejarah dan wawancara dengan ahli sejarah regional mengungkapkan bahwa
tekanan politik yang berasal dari pemerintahan pusat Baghdad sering kali menjadi
pemicu utama pemisahan diri. Dalam beberapa kasus, dinasti-dinasti merasakan
adanya beberapa dominasi politik yang terlalu besar dari pemerintah pusat, yang
mengakibatkan ketidakpuasan di tingkat lokal. Tekanan ini dapat berupa
pengenaan pajak yang berat, pemaksaan kebijakan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan lokal, atau ketidaksetaraan dalam alokasi sumber daya. Tekanan politik
ini memberikan dorongan kuat bagi dinasti-dinasti untuk mencari otonomi dan

3
W.Montgomery Watt,Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis,(Yogyakarta:Tiara
Wacana Yogya,1990, cetakan pertama), hlm165-166.
membebaskan diri dari kontrol ketat Baghdad. Selain itu, tekanan politik juga
dapat muncul dalam bentuk ancaman militer atau investasi langsung dari pihak
pusat. Dinasti-dinasti yang merasa terancam oleh kebijakan militer atau
penindasan dari Baghdad cenderung mencari cara mempertahankan diri.
Pemisahan diri menjadi alternatif yang logis untuk menghindari ancaman
langsung dan menjaga keberlanjutan pemerintahan lokal.

C. Islam di Spanyol
1. Asal-Usul Masuknya Islam di Spanyol
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur
Afrika Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama
Iberia/Asbania, kemudian disebut dengan Andalusia. Ketika Spanyol dikuasai
bangsa Vandal dari perkataan Vandal inilah orang Arab menyebutnya Andalusia.4
Sebelum panaklukan Spanyol, umat Islam telah menguasai Afrika Utara dan
menjadikannya sebagai salah provinsi dari Dinasti Bani Umayyah. Penguasaan
sepenuhnya atas Afrika Utara terjadi pada Khalifah Abdul Malik (685-705 M)
Khalifah Abd al-Malik mengangkat Hasan ibn Nu’man al-Ghassani menjadi
gubernur di daerah itu. Pada masa Khalifah al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah
digantikan oleh Musa ibn Nushair. Pada zaman al-Walid itu Musa ibn Nushair
memperluas wilayah kekuasaanya dengan menduduki Aljazair dan Maroko.
Selain itu, ia juga menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas
kekuasaan bangsa Barbar di pegunungan-pegunungan sehingga mereka
menyatakan setia dan berjanji tidak akan membuat kekacauan-kekacauan seperti
yang pernah dilakukan sebelumnya.5
Penaklukan atas wilayah Afrika Utara pertama kali dikalahkan oleh sampai
jadi salah satu provinsi dari Khalifah Bani Umayyah memakan waktu selama 53
tahun, yaitu mulai tahun 30 H (masa pemerintahan Muawiyah ibn Abi Sufyan)

4
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KTD), Ensiklopedi Mini Sejarah dan
Kebudayan Islam (Logos Wacana Ilmu, Jakarta 1996).
5
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Cet. II; Jakarta: Amzah, 2010), h. 162.
sampai tahun 83 H (masa al-Walid). Sebelum dikalahkan dan kemudian dikuasai
Islam, di kawasan ini terdapat kantung-kantung yang menjadi basis kekuasaan
kerajaan Romawi yaitu kerajaan Gotik. Dalam proses penaklukan Spanyol
terdapat tiga pahlawan Islam mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad,
dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Ia
menyebrangi selat yang berada diantara Maroko dan benua Eropa dengan satu
pasukan perang lima ratus orang diantaranya adalah tentara berkuda, mereka
menaiki empat buah kapal yang disediakan Julian. Ia menang dan kembali ke
Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya, didorong
oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh kerajaan
Visigothic yang berkuasa di Spanyol pada saat itu, serta dorongan yang besar
untuk memperoleh harta rampasan perang. Setelah itu pada tahun 711 M Musa
ibn Nushair mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah
pimpinan Thariq ibn Ziyad.6
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penaklukan Spanyol karena
pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian
besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang
Arab yang dikirim oleh Khalifah al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi
selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali
Thariq dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya, dikenal dengan
nama Gibraltar (Jabal Tariq). Dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat
dikalahkan. Dari situ, seperti Cordova, Granada, dan Toledo (Ibu kota kerajaan
Goth saat itu).7 Kebudayaan Islam memasuki Eropa melalui beberapa jalan, antara
lain melewati Andalusia. Ini karena kaum muslimin telah menetap di negeri itu
sekitar 8 abad lamanya. Pada masa itu kebudayaan Islam mencapai puncak
perkembangannya. Kebudayaan Islam di Andalusia mengalami perkembangan
yang pesat di berbagai pusatnya, misalnya Cordova, Sevilla, Granada, dan
Toledo.8

6
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 628.
7
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 89.
8
Abdul Mun’im Majid, Sejarah Kebudayaan Islam (t.t: Pustaka, 1997), h. 182.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan
untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Selanjutnya, keduannya behasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya mulai dari
Saragosa sampai Navarre. Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada
masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abdil Aziz tahun 99 H/717 M, dengan
sasaranya menguasai daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan.
Gelombang kedua terbesar dari penyerbuan kaum muslimin yang geraknya
dimulai pada permualaan abad ke- 8 M telah menjangkau ke seluruh Spanyol dan
melebar jauh ke Prancis tengah dan bagian-bagian penting dari Italia. Adapun
kemenangan-kemenangan yang dicapai umat Islam nampak begitu mudah, hal itu
dapat dipisahkan dari adanya faktor eksternal dan internal, yaitu:
a. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah suatu keadaan yang terdapat dalam negeri
Andalusia itu sendiri. Dimana saat itu kondisi sosial, politik, dan ekonomi
negeri ini dalam keadaan menyedihkan.9 Secara politik wilayah Andalusia
terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negeri kecil. Ditambah
penguasa yaitu aliran Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama
penguasa yaitu aliran Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain.
Sementara penganut agama terbesar penduduk Andalusia adalah agama yahudi,
mereka dipaksa dibaptis menurut agama Kristen. Rakyat dibagi kepada kelas-
kelas sehingga keadaanya diliputi oleh kemelaratan, ketertindasan, ketiadaan
persamaan hak.
b. Faktor Internal
Faktor internal adalah suatu kondisi yang terdapat dalam tubuh penguasa
Islam, termasuk tokoh-tokoh pejuang Islam dan prajurit Islam yang terlibat
dalam penaklukan wilayah Andalusia khususnya. Tentunya ajaran Islam yang
ditunjukkan para tentara Islam, yaitu, toleransi, persaudaraan yang terdapat
dalam pribadi kaum muslimin menyebabkan Andalusia menyambut kehadiran
Islam disana.

9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 91.
Dalam waktu kurang 7,5 abad Islam di Spanyol telah berkembang dengan
pesat yang mampu membawa dampak sangat besar bagi dunia keilmuwan dan
pengetahuan yang terjadi di Eropa. Pada umumnya selama Islam berkuasa di
Spanyol, banyak penguasa negeri yang memerintah, diantaranya adalah:

1) Amir-amir Bani Umayyah


2) Khalifah-khalifah Bani Umayyah
3) Daulah Ziriyah di Granada
4) Daulah Bani Hamud di Malaga
5) Daulah Bani Daniyah
6) Daulah Bani Najib dan Bani Hud di Saragosa
7) Daulah Aniriyah di Valensia
8) Daulah Bani Ubbad di Sevilla
9) Daulah Jahuriyah di Cordova
10) Daulah Bani Zin-Nun di Toledo
11) Daulah Bani Ahmar di Spanyol10
Sejarah panjang yang dilalui umat Islam dapat dibagi menjadi enam periode,
yaitu:
a. Periode Pertama (711-755M)
Pada periode pertama, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali
yang diangkat oleh Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada
periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum terkendali akibat gangguan
keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini adalah masa peletakan
dasar, asas, dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini ditandai dengan adanya
gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada Islam. Sentralisasi
kekuasaan masih di bawah Daulat Umayyah di Damaskus.11

10
Abdullah Salim, Sumbangan Andalusia Kepada Dunia Barat (Semarang: Unisullah Press,
1999), h. 8.

11
A. Mukti Ali, Sejarah Islam Pramodern, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada 1955), h. 319.
Sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang bertempat tinggal di pegunungan
yang tidak tunduk pada pemerintahan Islam juga terus mengganggu stabilitas
politik dan keamanan karena sering terjadinya konflik. Maka dalam periode ini
Islam Spanyol belum melakukan pembangunan di bidang peradaban dan
kebudayaan. Periode ini berakhir dengan datangnya Abd Rahman al-Dakhil ke
Spanyol tahun 755 M.12
b. Periode Kedua (755-912 M)
Pada masa ini Spanyol di bawah pemerintahan seorang yang bergelar Amir
(panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan
Islam, yang pada itu dipimpin oleh Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Amir
pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M
dan diberi gelar al-Dakhi I (yang masuk ke Spanyol).13 Ia adalah keturunan
Bani Umayyah yang berhasil lolos dari kerajaan Bani Abbasiyah, ketika Bani
Abbasiyah berhasil menaklukan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya, ia
berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol. Adapun urutan Amir
Bani Umayyah di Spanyol sebagai berikut:14
1) Abd al-Rahman al-Dakhil (755-788 M)
Dikenal dengan nama Abdul Rahman I, cucu dari Hisyam Khalifah
Umayyah, yang berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah ketika berhasil
menaklukan Bani Umayyah di Damaskus. selanjutnya ia mendirikan Dinasti
Bani Umayyah di Spanyol dengan dukungan bangsa Barbar dari Afrika Utara
dan Syiria pada masa rezim Umayyah di Spanyol. Rezim baru ini mengikuti
pola-pola pemerintahan lokal dan membentuk angkatan bersenjata terdiri dari
para klien dari Pyreness.
Abdurrahman al-Dakhil diangkat sebagai gubernur Cordova pada bulan
Desember 755 M dan bulan Mei berikutnya Abdurrahman al-Dakhil

12
Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1981), h. 134.

13
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah III, Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan
Pemikiran, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), h. 14-15
14
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 95.
membangun tempat tinggal di kota itu serta mengangkat dirinyaa sebagai amir.
Abdurrahman al-Dakhil memperindah kota-kota, membangun benteng-benteng
yang kokoh dan istana, serta meletakkan batu yang pertama untuk membangun
masjid terbesar maupun yang dilakukan dua tahun sebelum wafatnya tahun 789
M.
2) Hisyam Ibnu Abdurrahman (788-796 M)
Adalah anak dari Abdurrahman al-Dakhil yang ditunjuk untuk
menggantikannya. Hisyam merupakan pemimpin yang takwa dan wara’. Pada
masa ini tersebar madzhab Maliki di Spanyol yang berasal dari Imam Malik
ibn Anas yang berpusat di Madinah. Madzhab Maliki disebarkan oleh Ziyad
ibn Abdurrahman, seorang ulama’ yang belajar ke Madinah untuk mempelajari
Madzhab Maliki secara langsung dari Imam Malik.15
Pada masa ini Hisyam menghadapi pemberontakan yang dilancarkan
oleh saudaranya di Toledo yakni Abdullah dan Sulaiman. Hisyam
mengarahkan perhatiannya ke wilayah Utara. Umat kristen yang melancarkan
gangguan keamanan ditindasnya sekaligus berhasil mengalahkan kekuatan
Perancis. Kota Norebonne ditaklukannya, sementara suku Gakicia mengajukan
perundingan perdamaian.16
Hisyam merupakan penguasa yang adil dan murah hati khususnya
terhadap rakyat lemah dan miskin. Ia membangun jembatan Cordova dan
merampungkan pembangunan masjid dan gereja yang dibangun oleh ayahnya.
Ulama’ Spanyol menduduki tempat yang tinggi di kerajaan dan memberi
nasehat kepada penguasa.17 Hisyam Ibnu Abdurrahman memerintah selama 8
tahun dan wafat pada tahun 796 M. Kemudian masa pemerintahan diteruskan
oleh anaknya Hakam ibn Hisyam.18

15
M. Mansyur Amin, Sejarah Peradaban Islam (Bandung: Indonesia Spirit Foundation, 2004), h.
188.

16
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Umayyah di Cordova (Jakarta: Penerbiit Bulan Bintang, tth), h.
44.

17
M Mansyur Amin, Sejarah Peradaban Islam, h. 188.
18
M Mansyur Amin, Sejarah Peradaban Islam, h. 118.
Pada masa ini umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-
kemajuan, baik dalam bidang politik, peradaban serta pendidikan.
Abdurrahman mendirikan masjid Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota
besar di Spanyol. Kemudian penerusnya seperti Hisyam dikenal berjasa dalam
menegakkan hukum islam dan Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam
bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrahman al-Ausath dikenal sebagai
penguasa yang cinta ilmu. Pada masa Abdurrahman al-Ausath pemikiran
filsafat mulai masuk, maka ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya
untuk datang ke Spanyol sehingga kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai
semarak.19
c. Periode Ketiga (912-916 M)
Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III, yang
bergelar “An-Nasir”. Pada periode ini Spanyol diperintah oleh penguasa
dengan “Khalifah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol mencapai
puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Baghdad.
Abdurrahman An-Nasir mendirikan Universitas di Cordova. Perpustakaanya
memiliki koleksi ratusan ribu buku.
d. Periode Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara
kecil di bawah pimpinan raja-raja golongan yang berpusat di suatu kota seperti
Siville, Toledo dan sebagainya yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di
Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Pada periode ini umat Islam di
Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Melihat kekacauan yang
menimpa keadaan politik Islam orang-orang Kristen mengambil inisiatif
penyerangan. Meskipun politik tidak stabil namun, kehidupan intelektual terus
berkembang . istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk
mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana yang lain.20

19
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 95.

20
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 97-98.
e. Periode kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini, Spanyol Islam meskipun masih terpecah dalam beberapa
negara, tetapi terdapat suatu kekuatan yang dominan, yaitu kekuasaan dinasti
Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti
Murabithun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oelh
Yusuf ibn Tasyfin di Afrika Utara pada tahun 1062 M ia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan berpusat di Marakesy. Ia masuk ke Spanyol atas undangan
penguasa-penguasa Islam disana yang tengah mempertahankan negerinya dari
serangan orang-orang keristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol pada
tahun 1086 M dan behasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan
di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk menguasai
Spanyol. Akan tetapi, penguasa sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang
lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti ini berakhir, baik di Afrika Utara
maupun dinasti Murabithun, dan Saragossa jatuh ke tangan Kristen, tepatnya
tahun 1118 M.
Di Spanyol sendiri, sepeninggal dinasti ini mulai kembali dinasti-dinasti
kecil tapi hanya berlangsung tiga tahun. Pada tahun 1146 M penguasa dinasti
Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut daerah ini. Muwahhidun
didirikan oleh Muhammad ibn Tumart (w. 1128). Dinasti ini datang ke Spanyol
di bawah pimpinan Abd Al-Mun’im. Antara tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota
muslim penting, Cordova, Almeria, dan Granada, jatuh ke bawah
kekuasaannya. Dalam jangka beberapa dekade dinasti ini mengalami banyak
kemajuan. Kekuatan-kekuatan Kristen dapat dipukul mundur tetapi, tidak lama
setelah itu Muwahhidun mengalami keambrukan. Pada tahun 1212 M tentara
Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa. Kekalahan-
kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan penguasanya memilih
untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara tahun 1235 M.
Keadaan Spanyol kembali runyam, berada di bawah penguasa-penguasa kecil.
Dalam kondisi demikian, umat Islam tidak mampu bertahan dari seraengan-
serangan Kristen yang semakin besar. Tahun 1238 M Cordova jatuh ke tangan
penguasa Kristen dan Seville jatuh tahun 1248 M. Seluruh Spanyol kecuali
Granada lepas dari Islam.21
f. Periode Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada, di bawah
dinasti Bani Almar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami kemajuan
seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir, akan tetapi secara politik dinasti ini
hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam yang merupakan
pertahanan terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang
istana memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak
senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain sebagai
penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas
kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh
Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada
Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Dua penguasa kristen ini dapat
mengalahkan penguasa yang sah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu saja, Ferdenand dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan
besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin
merebut kekuasaan terakhir umat Islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa
menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya
mengaku kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella,
kemudia hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekusaan Islam
di Spanyol tahun 1492 M. Umat Islam setelah itu dihadapkan kepada dua
pilihan, masuk Kristen atau pergi meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M,
boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.22
2. Kemajuan dan kemunduran Islam di Spanyol
a. Kemajuan Islam di Spanyol

21
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 98-99

22
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 99-100.
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan
yang sangat brilian dalam Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap
pendidikan dan ilmu pengetahuan serta ilmu filsafat mulai dikembangkan pada
abad IX M selama pemerintahan penguasaan Bani Umayyah yang ke-5,
Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).23
Berdasarkan literatur-literatur yang membahas sejarah pendidikan dan
sejarah peradaban Islam secara garis besar pendidikan Islam di Spanyol terbagi
pada dua bagian atau tingakatan, yaitu:
1) Kuttab
Pada lembaga pendidika kuttab ini para siswa mempelajari beberapa
bidang studi dan pelajaran-pelajaran yang meliputi fiqih, bahasa, dan sastra
serta musik dan kesenian.
a) Fiqih
Dalam bidang fiqih karena Spanyol Islam menganut madzhab Maliki,
maka Para Ulama’ meperkenalkan madzhab ini antara lain seperti Ziyad ibn
Abd al-Rahman. Perkembangan selanjutnya dilakukan oleh Ibn Yahya. Ahli
fiqih lainnya diantaranya Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Said Al-
Baluthi dan Ibnu Hazm.24
b) Bahasa dan Sastra
Karena bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi
dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Bahasa Arab ini diajarkan kepada
murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non Islam. Dan hal itu
dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa
asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab,
sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tata bahasa.
c) Musik dan Kesenian

23
Majid Fakhri, Sejarah Islam Filsafat (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986), h. 35

24
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 103.
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari peradaban Spanyol. Spanyol Islam
memiliki tokoh seniman yang sangat terkenal, yaitu al-Hasan ibn Nafi dikenal
dengan julukan Ziryab (789-857). Ia juga terkenal sebagai pengubah lagu,
ilmu yang dimilikinya itu diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki
maupun perempuan dan juga kepada budak-budak sehingga kemasyhurannya
tersebar luas.25
2) Pendidikan Tinggi
Masyarakat Arab yang berada di Spanyol merupakan pelopor peradaban,
kebudayaan juga pendidikan. Melalui usaha yang mereka lakukan, ilmu
pengetahuan kuno dan ilmu pengetahuan Islam dapat ditransmisikan ke
Eropa. Bani Umayyah dibawah kekuasaan al-Hakam menyelenggarakan
pengajaran dan telah memberikan sekali penghargaan kepada para sarjana.
Selain itu ia telah membangun Universitas Cordova berdampingan di dengan
mesjid Abdurrahman III yang selanjutnya tumbuh menjadi lembaga
pendidikan yang terkenal diantara jajaran lembaga pendidikan tinggi lainnya
di dunia. Universitas ini menandingi dua Universitas lainnya yaitu Al-Azhar
di Cairo dan Nizamiyah di Baghdad.
Diantara Ulama’ yang bertugas di Universitas di Cardova adalah Ibnu
Quthaibah yang dikenal sebagai ahli tata bahasa dan Abu Ali Qali yang
dikenal sebagai pakar filologi. Universitas ini memiliki perpustakaan yang
menampung koleksi sekitar empat juta buku. Universitas ini mencakup
jurusan yang meliputi astronomi, matematika, kedokteran, teologi dan
hukum, jumlah muridnya mnecapai seribu orang. Selain itu di Spanyol
terdapat Universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Mata kuliah yang
diberikan di universitas-universitas tersebut meliputi teologi, hukum Islam,
kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Sebagai prasasti pada pintu
gerbang Universitas yang disebutkan terakhir ditulis sebagai berikut: “Dunia
ini ditopang oleh empat hal, yaitu pengajaran tentang kebijaksanaan, keadilan

25
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka AlHusna, 1983), h.88
dari penguasa, ibadah dari orang-orang yang shaleh dan keberanian yang
pantang menyerah”.26
a) Filsafat
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis
diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cardova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad
sebagai pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Tokoh utama pertama dalam
sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh
yang lebih dikenal dengan Ibn Bajjah dilahirkan di Zaragoza ia pindah ke
Sevilla dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez tahun 1138 M
dalam usia muda.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seseorang pengikut
Aristoles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibnu Rusyd
dari Cardova, ia lahir tahun 1126 M dan wafatnya tahun 1198 M. Ciri
khasnya ialah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoles dan
kehati-hatian dalam menggeluti masalah-masalah klasik tentang keserasian
filsafat dan agama. Dia juga ahli fiqih dengan karyanya yang termasyhur
Bidayah al-Mujtahid.27
b) Sains
Abbas ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi, ia adalah
orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu.28 Dalam bidang
sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat melahirkan banyak pemikir
terkenal. Ibn Jubair dari Valencia (1145-1228 M) menulis tentang negeri-
negeri muslim di Mediternia dan Sisiliah dan Ibn Batuthah dari Tangier
(1304-1377 M) mencapai Samudera Pasai dan Cina Ibn al-Khatib (1317-
1374) menyusun riwayat Granada.

26
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 135

27
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 101-102.

28
Ahmad Syalabi, Sejarah kebudayaan Islam, h. 86
Adapun kemajuan dari segi kebudayaanya terlihat dari kemegahan
pembangunan fisiknya. Orang-orang Arab memperkenalkan pengaturan
hidrolik untuk tujuan irigasi. Selain itu orang-orang Islam juga
memperkenalkan pertanian padi, perkebunan jeruk, kebun-kebun dan taman-
taman.29 Industri, disamping pertanian dan perdagangan, juga merupakan
tulang punggung ekonomi Spanyol Islam. Diantaranya adalah tekstil, kayu,
kulit, logam, dan industri barang-barang tembikar.
Namun demikian, pembangunan-pembangunan fisik yang paling
menonjol adalah pembangunan gedung-gedung, seperti pembangunan kota,
istana, masjid, pemukiman dan taman-taman. Diantara pembangunan yang
megah adalah masjid Cardova, kota al-Zahra, Istana Ja’fariyah di Saragosa,
tembok Toledo, Istana al-Makmum, sesjid Seville, dan Istana al-Hamra di
Granada.
3. Kemunduran Islam di Spanyol
Diantara penyebab kemunduran dan kehancuran Islam di Andalusia
Spanyol, terdapat dua bagian, yaitu adanya faktor internal dan eksternal, sebagai
berikut:
a. Faktor dari Dalam (Internal)
1) Sistem peralihan kekuasaan atau kekhalifaan yang kurang jelas
Salah satu penyebab kemunduran dan kehancuran suatu dinasti adalah
perebutan kekuasaan antara elit penguasa maupun antar putra mahkota,
sehingga menyebabkan perang antara keduanya. Sama halnya sistem
pengangkatan Khalifah yang kurang jelas, seperti antara anggota keluarga
Bani Umayyah saling memperebutkan kekuasaan, mereka saling merasa
bahwa dirinya yang lebih berhak untuk menjadi Khalifah. Di samping itu pula
para pembesar kerajaan yang bukan dari kalangan mereka juga berambisi
menduduki kekhalifaan.
2) Munculnya kerajaan-kerajaan kecil

29
S.I Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern (Cet. II, Jakarta: P3M,
1986), h. 67
Dengan terpecahnya kekuasaan Khalifah menjadi dinasti-dinasti kecil,
kekuatan pun terpecah dan lemah. Keadaan ini membuka peluang bagi
penguasa provinsi pusat untuk mempertahankan eksistensinya. Masing-
masing dinasti menggerakkan segala daya upaya termasuk meminta bantuan
orang-orang Kristen.30 Pada tahun 1080 M, Al-Fonso dengan tiga kerajaan
Kristen (Galicia, Leon, dan Castile) berhasil meguasai Toledo dan Bani Dzu
An-Nur.31 Demikian juga kerajaan Kristen Aragon berhasil merebut Huesea
pada tahu 1096 M, Saragosa (1118 M), Tyortosa (1148 M), dan Kenida
(1149 M).
Pada tahun 1212 M, penaklukan Las Navas De Tolosa mengakibatkan
Dinasti Al-Muwahhidun yang telah memulihkan keamanan negara, stabilitas
politik selama beberapa waktu harus menarik diri dari Spanyol. Cordova jatuh
tahun 1236 M, dan Seville jatuh pada tahun 1248 M. Pada pertengahan abad
ke-13, satu-satunya kota penting yang masih dikuasai oleh Islam adalah
Granada dibawah pemerintahan Gani Ahmar. Pada mulanya orang-orang
Kristen membiarkan Granada tetap eksis dengan persetujuan bahwa orang-
orang muslim harus membayar pajak kepada penguasa Kristen. Akan tetapi,
setelah terjadi perselisihan antara mereka dan telah bersatunya orang-orang
Kristen, proyek kekuasaan Dinasti Ahmar menjadi gelap. Dipihak lain terjadi
konflik internal pada Ahmar, yakni perebutan kekuasaan yang berakhir
perang saudara dan dinasti menjadi terpecah. Setelah itu, kekuatan semakin
melemah dan semakin mempercepat tamatnya riwayat umat Islam di Spanyol.
Pada tahun 1492 M, satu-satunya wilayah Islam di Spanyol akhirnya jatuh ke
tangan orang Kristen. Setelah penaklukan Granada, orang-orang Islam
mengalami nasib yang sangat menyedihkan. Pada tahun 1556, penguasa
Kristen melarang pakaian Arab dan Islam di seluruh wilayah Spanyol, bahkan
pada tahun 1566, bahasa Arab tidak boleh digunakan di wilayah ini.
3) Fanatisme kesukuan

30
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, h. 67.
31
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 555
Semenjak kematian Abdur Rahman III, pemeluk-pemeluk Islam yang
baru tidak dapat menerima sistem aristokrasi kearaban, mereka ini merupakan
pihak pertama yang menentang kekhalifahan Umayyah, sehingga muncul dua
kekuatan terbesar yaitu Berber dan Slavia. Beberapa suku saling
memperebutkan supremasi kesukuannya dan bahkan berusaha mendirikan
sebuah negara yang merdeka. Orang Spanyol dan Berber memandang bangsa
Arab sebagai orang asing atau kaum pendatang, maka keberadaan
pemerintahan Arab Islam di Spanyol tidak berhasil menegakkan ikatan
kebangsaan di tengah keragaman ras dan suku. Akibatnya Islam Spanyol
terpecah menjadi sejumlah kelompok yang saling bertentangan sehingga
mempercepat kehancuran pemerintahan muslim di Spanyol.
4) Kesulitan ekonomi
Di paruh kedua masa Islam Spanyol, para penguasa lebih mementingakan
pembangunan fisik dengan mendirikan bangunan-bangunan megah dan
monumental. Demikian juga dalam bidang iptek sehingga bidang
perekonomian kurang mendapat perhatian. Selain itu, banyak anggaran
negara yang terserap untuk membiayai tentara bayaran demi keamanan
negara.32
b. Penyebab dari Luar (Eksternal)
1) Karena wilayah Spanyol terpencil
Kondisi wilayah turut mempengaruhi kemunduran Islam di Spanyol,
Spanyol bagaikan daerah terpencil dari dunia Islam yang lain. Mereka
berjuang sendirian tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Maka
dari itu tidak ada kekuatan alternatif yang mampu membendung kebangkitan
Kristen di Spanyol.33
2) Konflik antara Islam dengan Kristen
Ketika perang Salib oleh orang-orang Kristen Eropa terhadap orang-
orang Islam di Asia Barat dan Mesir, umat Islam di Spanyol mendapat
serangan dari Negara Kristen bagian Utara. Terdapat dua faktor utama yang

32
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 107-108
33
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 108.
mengawali penyerbuan Kristen terhadap Spanyol Islam. Pertama, timbulnya
perpecahan yang sering muncul dikalangan umat Islam ditandai oleh lahirnya
imarat-imarat kecil, sesudah masa Khalifah Bani Umayyah di Spanyol.
Kedua, bersatunya umat Kristen di Utara Spanyol, terutama di bagian
Prancis.34 Disisi lain para penguasa muslim sudah merasa puas dengan
menagih upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen dan membiarkan mereka
mempertahankan hukum dan adat mereka. Termasuk posisi hirarki
tradisional, asal tidak ada perlawanan bersenjata. Pada abad ke-11 M umat
kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam sedang
mengalami kemunduran.35

34
Dirjen Lembaga Islam Depag RI, Sejarah Peradaban Islam (Ujung Pandang: IAIN Alauddin,
1982), h. 221.
35
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah, h. 16
BAB III

KESIMPULAN

Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal berdirinya sampai masa
keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah kekuasaan Islam. Hal ini tidak
seluruhnya benar untuk diterapkan pada pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan
dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir
yang bersifat sebentar-sebentar dan kebanyakan bersifat nominal. Bahkan dalam
kenyataanya, banyak daerah tidak dikuasai Khalifah. Alasannya, pertama,
mungkin karena para Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk
kepadanya. Kedua, penguasa Bani Abbas lebih menitikberatkan pembinaan
peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Kedua, seseorang yang
ditunjuk menjadi gubernur Khalifah, kedudukannya semakin bertambah kuat
seperti daulat Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyyah di Khurasan. Namun pada
saat wibawa Khalifah sudah memudar mereka melepaskan diri dari Baghdad.
Keruntuhan Bani Abbasiyah mulai terlihat sejak awal abad kesembilan. Pada
waktu itu kekuatan militer Abbasiyah mengalami kemunduran. Khusunya tentara
Turki, akan tetapi pengangkatan anggota militer Turki dalam perkembangan
selajutnya mengakibatkan kekuasaan Khalifah mendapat ancaman besar.

Salah satu temuan signifikan dalam penelitian ini adalah peran sentral
tekanan politik sebagai faktor kunci yang mendorong dinasti-dinasti yang
memerdekakan diri kekuasaan Baghdad. Dalam beberapa kasus, dinasti-dinasti
merasakan adanya beberapa dominasi politik yang terlalu besar dari pemerintah
pusat, yang mengakibatkan ketidakpuasan di tingkat lokal. Selain itu, tekanan
politik juga dapat muncul dalam bentuk ancaman militer atau investasi langsung
dari pihak pusat.
Islam pertama kali masuk ke Spanyol pada tahun 711 M melalui jalur Afrika
Utara. Spanyol sebelum kedatangan Islam dikenal dengan nama Iberia/Asbania,
kemudian disebut dengan Andalusia. Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat
tiga pahlawan Islam mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa
ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Dalam
pertempuran di Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ, seperti
Cordova, Granada, dan Toledo . Kebudayaan Islam memasuki Eropa melalui
beberapa jalan, antara lain melewati Andalusia.

Dengan terpecahnya kekuasaan Khalifah menjadi dinasti-dinasti kecil,


kekuatan pun terpecah dan lemah. Masing-masing dinasti menggerakkan segala
daya upaya termasuk meminta bantuan orang-orang Kristen. Pada tahun 1080 M,
Al-Fonso dengan tiga kerajaan Kristen berhasil meguasai Toledo dan Bani Dzu
An-Nur. Di paruh kedua masa Islam Spanyol, para penguasa lebih
mementingakan pembangunan fisik dengan mendirikan bangunan-bangunan
megah dan monumental. Terdapat dua faktor utama yang mengawali penyerbuan
Kristen terhadap Spanyol Islam. Pertama, timbulnya perpecahan yang sering
muncul dikalangan umat Islam ditandai oleh lahirnya imarat-imarat kecil, sesudah
masa Khalifah Bani Umayyah di Spanyol. Kedua, bersatunya umat Kristen di
Utara Spanyol, terutama di bagian Prancis.
DAFTAR PUSTAKA

Basri, M., Maghfirah, M., Salsabilah, S., & Sindy, Y. A. (2023). Dinasti-Dinasti
yang Memisahkan Diri dari Baghdad. Al-Mirah: Jurnal Pendidikan
Islam, 5(2), 183-189.

Dr. H. Anwar Sewang, MA. Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam

M. Basri, Maghfirah, Salsabilah, Yola Adelia Sindy Institution. Al-Mirah: Jurnal


Pendidikan Islam vol.5 No.2 2023

Dahlan, M. (2016). Islam di Spanyol dan Sisilia. Jurnal Rihlah Vol. IV nomor, 63.

Dr. Siti Zubaidah, M.Ag (2016). sejarah peradaban islam. Perdana publishing.
MulyaSarana(anggota IKAPI No. 022/SUT/11) Jl.Sosro No. 16-A Medan
20224

Dr. Din Muhammad Zakariya, M.Pd.I (2018)Sejarah Peradaban Islam(Prakenabi


an hingga Islam di Indonesia)CV. Intrans Publishing – Malang

Anda mungkin juga menyukai