Anda di halaman 1dari 13

SEJARAH PERADABAN ISLAM

“Sejarah Perkembangan Islam di Timur dan Barat Baghdad”

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Mata Kuliah


Prof. Dr. Murodi, M.A.

Disusun oleh :

Shifa Aulia Safira 11200530000016

Fashihatul 'Ula 11200530000009

Parhanuddin 11200530000014

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


MANAJEMEN DAKWAH
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H /2021 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur kehadirat Allah Swt, dengan kenikmatannya yang berupa


keberkahan dan rahmat beserta hidayahNya sehingga pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan sebagaimana mestinya, sholawat serta salam kami junjungkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya agar sampai kepada umatnya sampai
akhir zaman

Pertama, kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Murodi, M.A.
sudah meluangkan waktunya untuk membimbing kami dengan semangatnya dan
gigihnya sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit ilmu yang telah di
berikannya. Juga tak lupa teman teman seperjuangan yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini.

Makalah ini memang tidak sempurna karena kami masih dalam tahap
belajar. jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami berharap dan
memohon saran serta kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini
kedepannya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 26 Oktober 2021


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setelah masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah pertama berakhir, keadaan politik


dunia Islam dengan cepat mengalami kemunduran. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah kuat
secara politik hanya pada periode pertama saja. Pada periode selanjutnya, pemerintahan
Dinasti Abbasiyah mulai menurun. Masa disintegrasi atau perpecahan yang terjadi pada
masa Abbasiyah merupakan perpecahan politik dimana muncul pemerintahan baru selain
pemerintahan Abbasiyah di Baghdad, yaitu masa pemerintahan al-Mutawakkil sampai
dengan al-Mu‟tashim.

Pada masa ini hubungan antara Abbasiyah sebagai pusat pemerintahan dan dinasti-
dinasti baru dapat digolongkan sebagai berikut; Pertama, dinasti yang menyatakan setia
pada khalifah, tetapi tidak mengirimkan hasil pajaknya pada pemerintahan pusat. Kedua,
dinasti yang sejak awal pembentukannya sudah menyatakan tidak tunduk pada
Abbasiyah.Pada periode pertama Dinasti Abbasiyah, muncul fanatisme kebangsaan yang
mengambil bentuk gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti Arab). Gerakan inilah yang
menginspirasi banyak gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan.
Dinasti-dinasti yang tumbuh dan memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifah Abbasiyah, ada yang berlatar belakang bangsa Arab, Turki, Persia, dan Kurdi,
sebagaimana ada juga yang berlatar belakang aliran Syi‟ah dan Sunni.

Selanjutnya mulai periode kedua, wibawa khalifah merosot tajam. Dalam keadaan
seperti itu para panglima tentara mengambil alih kekuasaan dari khalifah. Namun,
kekuasaan para tentara itu tidak bertahan lama karena mereka saling berselisih dan tidak
didukung penduduk akibat kedzaliman mereka. Hal itulah yang menjadi latar belakang
bermulanya masa disintregasi dan dunia Islam terpecah-pecah menjadi beberapa
kerajaan.
Pada masa Bani Abbasiyah ini muncul dinasti-dinasti kecil yang jumlahnya cukup
banyak diantaranya adalah dinasti Idrisiyah, dinasti Thuluniyah, dinasti Syaffariyah, dsb.
Namun dalam pembahasan makalah ini, penulis akan mengkhususkan pada pembahasan
“Dinasti-Dinasti Kecil Di Barat dan Timur Baghdad” dan beberapa dinasti-dinasti yang
berkuasa pada masa daulah bani Abbasiyah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa factor munculnya dinasti-dinasti kecil di Timur dan Barat Baghdad ?

2. Apa saja dinasti-dinasti kecil di Timur dan Barat Baghdad?

3. Jelaskan perkembangan peradaban dan kemajuan islam pada masa dinasti-dinasti

kecil Timur dan Barat Baghdad?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Memahami factor munculnya dinasti-dinasti kecil di Timur dan Barat Baghdad.

2. Memahami apa saja dinasti-dinasti kecil di Timur dan Barat Baghdad.

3. Memahami perkembangan peradaban dan kemajuan islam pada masa dinasti-

dinasti kecil Timur dan Barat Baghdad.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Sosial Politik Munculnya Dinasti Dinasti Kecil di Timur dan barat
Baghdad

Munculnya dinasti-dinasti kecil ini bermula dari Berdirinya dinasti Bani


„Abbāsiyah ini yang dibentuk secara revolusioner dengan cara mengulingkan dinasti
Bani Umayyah. Model penerapan pemerintahannya juga berbeda sesuai dengan
perubahan politik, sosial, dan budaya. Dinasti „Abbāsiyah dapat dikategorikan sebagai
dinasti yang sangat maju dan makmur. Pertahanannya sangat kokoh dan mampu
menandingi Bizantium pada saat itu. Pemerintahannya berjalan apik, mulai dari khalifah
pertama sampai dengan khalifah ke delapan (al-mu„tashim). Akan tetapi perang saudara
antara al-Amin melawan al-Ma„mun menjadi alasan pertama jatuhnya dinasti ini. Hal itu
seakan membuka celah bagi warga asing untuk ikut campur dan mengambil peran dalam
masalah internal pemerintahan yang dipelopori oleh Ṭāhir bin Ḥasan (seorang keturunan
Turki). Disusul munculnya pemberontakan yang lain yang dimotori oleh Bābik al-
Khurāmī guna menuntut bela al-Amin. Munculnya serangan dari pihak Romawi dan
diterapkannya mihnah khususnya dikalangan intelektual dan pelajar Islam. Serta yang
lebih meresahkan adalah melemahnya pemerintahan pusat sehingga terjadi disintegrasi
dibeberapa wilayah dan membentuk sebagai dinasti-dinasti kecil yang berdiri secara
independen.

Setelah masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah pertama berakhir, keadaan politik


dunia Islam dengan cepat mengalami kemunduran. Pemerintahan Dinasti Abbasiyah kuat
secara politik hanya pada periode pertama saja. Pada periode selanjutnya, pemerintahan
Dinasti Abbasiyah mulai menurun. Masa disintegrasi atau perpecahan yang terjadi pada
masa Abbasiyah merupakan perpecahan politik dimana muncul pemerintahan baru selain
pemerintahan Abbasiyah di Baghdad, yaitu masa pemerintahan al-Mutawakkil sampai
dengan al-Mu‟tashim. Pada masa ini hubungan antara Abbasiyah sebagai pusat
pemerintahan dan dinasti-dinasti baru dapat digolongkan sebagai berikut;

1. dinasti yang menyatakan setia pada khalifah, tetapi tidak mengirimkan hasil
pajaknya pada pemerintahan pusat.
2. dinasti yang sejak awal pembentukannya sudah menyatakan tidak tunduk pada
Abbasiyah.

Pada periode pertama Dinasti Abbasiyah, muncul fanatisme kebangsaan yang


mengambil bentuk gerakan syu’ubiyah (kebangsaan/anti Arab). Gerakan inilah yang
menginspirasi banyak gerakan politik, di samping persoalan-persoalan keagamaan.
Dinasti-dinasti yang tumbuh dan memerdekakan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifah Abbasiyah, ada yang berlatar belakang bangsa Arab, Turki, Persia, dan Kurdi,
sebagaimana ada juga yang berlatar belakang aliran Syi‟ah dan Sunni.
Selanjutnya mulai periode kedua, wibawa khalifah merosot tajam. Dalam keadaan seperti
itu para panglima tentara mengambil alih kekuasaan dari khalifah. Namun, kekuasaan
para tentara itu tidak bertahan lama karena mereka saling berselisih dan tidak didukung
penduduk akibat kedzaliman mereka. Hal itulah yang menjadi latar belakang bermulanya
masa disintregasi dan dunia Islam terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan.

Menurut para pakar Sejarah Islam, Daulat Abbasiyah telah berjasa dalam
memajukan umat Islam. Hal ini ditandai dengan kemajuan di bidang ilmu pengetahuan,
peradaban, kesenian dan filsafat. Sekalipun demikian menurut Philips K. Hatti dinasti ini
tidak mampu mempertahankan integritas negrinya, karena setelah Khalifah Harun Ar-
Rasyid daerah kekuasaan ini mulai goyah baik daerah timur dan barat Baghdad. Hal ini
bisa di lihat dengan munculnya banyak dinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia
baik di timur dan barat Baghdad.

Faktor yang mendorong berdirinya dinasti kecil ini yaitu adanya persaingan jabatan
Khalifah di antara keluarga raja dan munculnya sikap Abbasiyah antara keturunan Arab
dan Non Arab, tepatnya Arab dan Persia. Pendapat lainnya bahwa kemungkinan
munculnya dinasti kecil ini pada abad ke III Hijrah, disebabkan banyaknya kegoncangan
politik, yang timbul dalam dunia Islam yang dimanfaatkan oleh keluarga yang sudah
mempunyai kekuasaan di daerah Baghdad.

Pelepasan wilayah kekuasaan dinasti-dinasti kecil di barat dan timur Bagdad dari
Dinasti Abbasiyah disebabkan beberapa factor :

1. Pertama, Karena kebijakan penguasa Bani Abbasiyah yang lebih


menitikberatkan kemajuan peradaban dibanding dengan mengadakan ekspansi
dan politisasi, sehingga memberi peluang terhadap wilayah yang jauh dari
pusat pemerintahan untuk memerdekakan diri dari pemerintahan Abbasiyah.
2. Kedua, Karena dinasti Abbasiyah tidak diakui di Spanyol dan seluruh Afrika
Utara, kecuali Mesir, sehingga membuat daerah-daerah yang jauh mendirikan
dinastidinasti kecil.
3. Ketiga, Adanya pemberian hak otonom sehingga tidak terkontrol karena
berjauhan dari pemerintahan pusat, dan terlalu luasnya kekuasaan Abbasiyah.

B. Dinasti- dinasti kecil di bagian Timur dan Barat Baghdad


a. Dinasti – dinasti kecil di bagian Barat Baghdad

Dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan Khalifah dari
Barat. Pada masa kekuasaan bani Abbasiyah terdapat 5 dinasti kecil yang berada di sebelah
barat Baghdad, yakni:
1. Dinasti Idrisiyah, (789 M - 926 M)
Dinasti ini didirikan oleh seorang penganut Syi‟ah, yaitu Idris bin Abdullah pada
tahun 172 H./789 M.
2. Dinasti Aghlabiyah, (800 M - 909 M)
Dinasti ini didirikan oleh Ibrahim bin Aghlab. Beliau adalah anak pegawai
Khurasan, tentara bani Abbasiyah.

Dinasti Bani Aghalab di perintah oleh 11 khalifah, antara lain yaitu:

1. Ibrahim (179 H/795 M)


2. bAbdullah I (197 H/812 M)
3. Ziyaadatullah (210 H/817 M)
4. Abu Ilqal Al-Aghlab (223 H/838 M
5. Muhammad I (226 H/841 M
6. Ahmad (242 H/856 M
7. Ziyaadatullah II (248 H/863 M
8. Abu Al-gharaniq Muhammad II (250 H/863 M
9. Ibrahim II (261 H/875 M
10. Abdullah II (289 H/902 M
11. Ziyaadatullah III (290-296 H/903-909 M)
3. Dinasti Thuluniyah (868 M - 905 M)

Dinasti Thuluniyah mewakili dinasti lokal pertama di Mesir dan Suriah yang
memperoleh otonomi dari Baghdad. Dinasti ini didirikan oleh Ahmad Ibn Thulun.
4. Dinasti Ikhsidiyah(935 M - 969 M)

Dinasti ini didirikan oleh Muhammad Ibn Tughi yang diberi gelar al-
Ikhsidi (pangeran) pada tahun 935 M.
5. Dinasti Hamdaniyah(905 M - 1004 M)

Pada waktu dinasti Ikhsidiyah berkuasa di sebelah utara Mesir muncul pula dinasti
lain sebagai saingannya, yaitu dinasti Hamdaniyah yang Syi‟I, Dinasti ini didirikan oleh
Hamdan Ibn Hamdun, seorang amir dari suku Taghlib.
b. Dinasti – dinasti kecil di Timur Baghdad

Saat dinasti-dinasti kecil sebagian besar berasal dari Arab memecah wilayah kekuasaan
Khalifah dari Barat, proses yang sama telah terjadi di Timur terutama dilakukan oleh orang
Turki dan Persia.Pada masa kekuasaan Bani Abbasiyah terdapat 3 dinasti kecil yang berada
di sebelah timur Baghdad, yakni:
1. Dinasti Thahiriyah(820 M - 872 M)
Dinasti Tahiriyah di Khurasan mengakui khilafah Abasiyah Dinasti ini dipimpin
oleh empat amir: Tahir Ibn Husein (207-213 H.), Abdullah Ibn Tahir (213-248), dan
Muhammad Ibn Tahir (248-259 H.).
2. Dinasti Shaffariyah (867 M - 1495 M)
Dinasti Safari didirikan oleh Ya‟qub Ibn Laits al-Shafar yang berkuasa antara
tahun 867-878 M. Ya‟qub Ibn Laits al-Shafar adalah perwira militer yang kemudian
diangkat menjadi amir wilayah Sajistan pada zaman khalifah al-Muhtadi 869-870 M.
3. Dinasti Samaniyyah (819 M - 1005 M)
Dinasti Sammaniyyah didirikan oleh Samman Khuda sekitar 819 M - 1005 M yang
berada di Transoxania.

Setelah muncul beberapa dinasti di wilayah timur dan barat Baghdad, maka
pemerintahan Daulah Abbasiyah menjadi semakin lemah. Khalifah yang semula
menjadi penguasa seluruh dunia Islam menyaksikan bahwa kekuasaannya itu hanya
terbatas di ibukota Baghdad. Bahkan kadang-kadang di ibukota itu sendiri, khalifah
hanya menjadi symbol legitimasi bagi kekuasaan para Amir. Hubungan dinasti kecil
dengan pemerintahan pusat hanya ditandai dengan pengakuan nominal dengan cara
pembayaran pajak.
Bahkan Negara bagian timur Baghdad, para gubernur Thahiriyah, diikuti oleh
dinasti- dinasti Iran setempat, seperti Samaniyah dan Shaffariyah yang semestinya
membayar pajak kepada Baghdad namun kenyataannya ketika mereka tidak membayar,
tidak dikenakan sanksi apapun. Alasannya mungkin para Khalifah tidak cukup kuat
untuk membuat negara imperialis tunduk kepadanya.

C. Perkembangan Peradaban dan Kemajuan pada Masa Dinasti-Dinasti Kecil


Timur dan Barat Baghdad
1. Dinasti Thahiriyyah

Dinasti Thahiriyyah mengalami masa kamajuan ketika pemerintahan dipegang oleh


Abdullah ibn Thahir, saudara Thalhah. Ia terus menjalin komunikasi dan kerjasama
dengan Baghdad sebagai bagian dari bentuk pengakuannya terhadap peran dan
keberadaan khalifah Abbasiyah. Peningkatan keamanaan di wilayah perbatasan terus
dilakukan guna menghalau pemberontak dan kaum perusuh yang mengacaukan
pemerintahan Abbasiyah. Setelah itu, ia berusaha melakukan perbaikan ekonomi dan
keamanan. Selain itu, ia juga memberikan ruang yang cukup luas bagi upaya
pengembangan ilmu pengetahuan dan perbaikan moral atau akhlak di lingkungan
masyarakatnya di wilayah Timur Baghdad. Dalam rangka mengembangkan ilmu
pengetahuan dunia islam, kebudayaan dan memajukan ekonomi, dinansti ini menjadikan
kota Naisabur sebagai pusatnya, sehingga pada masa itu, negeri Khurasan dalam keadaan
makmur dengan pertumbuhan ekonomi yang baik.

2. Dinasti Samaniyyah

Keluasaan kekuasaan Dinasti Samaniyah membentang sampai perbatasan India dan


Turkistan. Tercatat 9 orang pemimpin yang pernah menjadi penguasan dalam Dinasti
Samaniyah ini. Diantara mereka yang termasyhur adalah Nashr II, Nuh I dan Nuh II.
Peradaban Islam mencapai kemajuan yang luar biasa pada masa-masa mereka berkuasa.
Kota Bukhara dan Samarkhan pun menjadi pusat kebudayaan Islam yang penting, selain
kota Baghdad. Sastra Iran mengalami perkembangan yang pesat dan berkibar, dari sini
kemudian lahirlah nama-nama besar sastrawannya, yaitu ar-Raudaki, al-Firdausi, dan
Ibnu Sina.

Kemajuan lain dalam bidang pembangunan, pembuatan tembikar, tenun sutra, dan
pembuatan kertas yang tersebar di luas di Samarkhan. Dari Samarkhan inilah kemudian
kertas tersebur ke seluruh wilayah Islam. Dinasti Samaniyah ini pun juga tak luput
memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan, kitab-kitab ilmu agama diperbanyak.
Gedung perpustakaan pun dibangun dengan megahnya, dengan dilengkapi koleksi kitab-
kitab yang tidak bakal ditemukan di perpustakaan lainnya.

3. Dinasti Shafariyyah

Pada masa dinasti Shafariyyah ini Ya‟kub bin Laist as-Shaffar berhasil dalam
menaklukkan negara-negara tetangganya sampai menguasai Harat, dia juga berhasil
melakukan ekspansi ke wilayah Afghanistan sampai Kabul, Persia, Asbahan, Ahwaz,
Jandasabur, Sind, Karman, Bust, Rukhaj dan menjadikan Sistan sebagai basis politik di
belahan timur dunia Islam.

4. Dinasti Idrisiyyah

Pada masa kepemimpinannya Dinasti Idrisi berkembang pesat. Pusat pemerintahan


yang semula dari Walila dipindahkan ke Fes sebagai ibukota baru (192 H.). Dengan
demikian, Idris II inilah yang dianggap sebagai pendiri yang sebenarnya Dinisi Idris.

Idris I dan putranya Idris II telah berhasil mempersatukan suku-suku Barbar,


imigran-imigran Arab yang berasal dari Spanyol dan Tripolotania di bawah satu
kekuasaan politik, mampu membangun kota Fez sebagai kota pusat perdagangan, kota
suci, tempat tinggal Shorfa (orang-orang terhormat keturunan Nabi dari Hasan dan
Husain bin Ali bin Abi Thalib), dan pada tahun 1959 di kota ini, telah didirikan sebuah
masjid Fathima dan Universitas Qairawan yang terkenal.

5. Dinasti Aghlabi

Dinasti Aghlabi berjaya mengadakan perjanjian damai dengan kerajaan Idrisi,


menjadikan kota Qairuwan sebagai ibu kota pemerintahan serta membangun Al-Qadim.
berjaya memadamkan pertikaian antara Kharijiyah dan barbar.

Berhasil mengerahkan armada bajak laut untuk menggoyang pesisir italia, perancis
kemudian mengirim sebuah ekspedisi untuk merebut sisilia dari bizantium dan berhasil
dikuasai pada tahun 902 M, kontribusi terpenting dalam ekspedisi tersebut adalah
menyebarnya peradaban islam hingga ke Eropa. ahkan Renaisans di Italia terjadi karna
tranmisi ilmu pengetahuan melalui pulau ini. Dinasti ini juga terkenal di bidang
arsitektur, terutama dalam pembangunan mesjid yaitu mesjid Qairawan, dan Qairawan
menjadi kota suci keempat setelah Mekah, Madinah, dan Yerussalem.

6. Dinasti Thuluniyah
Kemajuan dinasti Thuluniyah adalah dalam bidang arsitektur, telah berdiri sebuah
masjid Ahmad Ibn Thulun yang megah, pembangunan rumah sakit yang memakan biaya
cukup besar sampai 60.000 dinar, dan bangunan istana al Khumarawaih dengan
balairung emasnya. Kemajuan prestasi bidang lainnya adalah di bidang militer.
Thuluniyah mempunyai 100.000 prajurit yang cakap dan terlatih dari orang Turki dan
budak belian dari bangsa Negro. Thuluniyah membangun benteng- benteng yang kokoh
di atas pulau ar Raudah. Pada masa itu juga banyak dibangun irigasi sebagai sarana
pertanian yang terletak di lembah sunagi Nil.

7. Dinasti Iksidiyah

Pada masa dinasti Iksidiyah ini terjadi peningkatan dalam dunia keilmuan dan
gairah intelektual, seperti mengadakan diskusi- diskusi keagamaan yang berpusat di
masjid- masjid. Juga dibangun sebuah pasar buku besar sebagai pusat dan tempat
berdiskusi yang dikenal denagn nama Syuq Al Waraqin. Lahir pula ilmuwan besar seperti
Abu Ishaq al Mawazi, Hasan Ibn Rasyid al Mishri, Muhammad Ibn Walid al Tamimi,
Abu Amar al Kindi dan al Tayid al Mutanabi. Di samping itu, dinasti ini mewariskan
bangunan- bangunan megah seperti sebuah Istana al Mukhtar di Raudah dan taman yang
dikenal dengan Bustan al Kafuri, di samping itu didirikan sebuah gelanggang yang
disebutMaydan al Ikhsidi.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Faktor-Faktor yang mempengaruhi munculnya dinasti-dinasti kecil disebabkan berbagai hal


yang terjadi di pusat pemerintahan bani Abbasiyah memberikan pengaruh besar terhadap
daerah-daerah kekuasaan daulah ini. Karena pemerintahan khalifah yang lemah banyak
muncul pemberontakan-pemberontakan di berbagai daerah yang ingin membentuk dinasti-
dinasti kecil yang melepaskan diri dari bani Abbasiyah.

Penyebab utama mengapa banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya
kekacauan atau perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa
Persia dan Turki.

Selain itu faktor kekuasaan politik dari Daulah Islamiyah mulai menurun dan terus menurun,
terutama kekuasaan politik sentral, karena negara-negara bagian (kerajan-kerajan kecil) sudah
tidak menghiraukan lagi pemerintah pusat, kecuali pengakuan secara politis saja.
Kemudian kekusaan “Militer Pusat” pun mulai berkurang daya pengaruhnya, sebab masing-
masing panglima di daerah-daerah sudah berkuasa sendiri, bahkan pemerintah-pemerintah
daerah pun telah membentuk tentara sendiri. Dan akhirnya putuslah ikatan-ikatan politik
antara wilayah-wilayah Islam.

Dinasti-dinasti kecil yang lahir dan memisahkan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khilafah Abbasiyah, dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu barat dan timur. Adapun dinasti-
dinaasti dibagian barat diantaranya adalah: Dinasti Idrisyiah, Dinasti Aglabiyah, Dinasti
Thuluniyah, Dinasti Iksidiyah, dan Dinasti Hamdaniyah. Sedangkan di Timur diantaranya
adalah: Dinasti Tahiriyah, Dinasti Saffariyah, Dinasti Samaniyah, dan Dinasti Gazwaniyah.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Bakar, Istianah Abu. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang: UIN-Malang Press.

Fuadi, Imam. 20011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.

Hitti, Philip K. 2007. History of Arabs. terj. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Ismail, Faisal. 2017. Sejarah Dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M). cet.
1. Yogyakarta: IRCiSoD.

Mahyuddin. 2009. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik Hingga Modern. ed. Siti
Maryam. dkk. cet. 3. Yogyakarta: LESFI.

Mughni, Syafiq A. 2001. Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu.

Syalabi, Ahmad. 1997. Sejarah dan Kebudayaan Islam. terj. Mukhtar Yahya. Jakarta:
Pustaka al-Husna.

Anda mungkin juga menyukai