FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
MAKALAH
disusun oleh :
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah sejarah peradaban islam pada dinasti ghaznawi (ghasawi),
buwaihi (buwaehi ), dan saljuk (salajikah)( pembentukan, kemajuan dan
kemunduran).
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembautan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah sejarah peradaban islam pada dinasti
ghaznawi (ghasawi), buwaihi (buwaehi ), dan saljuk (salajikah)( pembentukan,
kemajuan dan kemunduran). ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
Tertanda Pemakalah
1
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................................................1
Daftar Isi................................................................................................................................................2
BAB I.......................................................................................................................................................3
Pendahuluan........................................................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................................................4
Dinasti Ghaznawi...............................................................................................................................4
Pembentukan ( Awal Berdiri )
Kemajuan ( Perkembangan )
Kemunduran ( Perkembangan )
Dinasti Buwahi....................................................................................................................................8
Pembentukan ( Awal Berdiri )
Kemajuan ( Perkembangan )
Kemunduran ( Keruntuhan )
Dinasti Saljuk...........................................................................................................................................13
Pembentukan ( Awal Berdiri )
Kemajuan ( Perkembangan )
Kemunduran ( Keruntuhan )
BAB III.................................................................................................................................................18
Kesimpulan.........................................................................................................................................18
Saran.....................................................................................................................................................18
Daftar Pustaka..................................................................................................................................19
PENDAHULUAN
3
Kita sama-sama mengetahui bahwa sejarah peradaban Islam pada masa
Daulah Bani Abbasiyah adalah puncak keemasan, baik itu politik, keamanan,
ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan dan lain-lain. Kemajuan Dinasti
Abbasiyah ditandai dengan adanya kontak peradaban Islam dengan peradaban Yunani
yang berada di Mesir dan Persia.
Akan tetapi Dinasti Abbasiyah tidak bisa bertahan lama, karena mengalami
kemunduran, sehingga menyebabkan beberapa provinsi memproklamirkan lahirnya
daulah yang baru, dan Dinasti Abbasiyah hanya pada periode pertama dari tiga
periode yang dapat menjalankan tugasnya karena untuk untuk periode kedua dan
ketiga Dinasti Abbasiyah digerakkan oleh Dinasti Ghaznawi, Dinasti Buwaihi dan
Dinasti Saljuk, meskipun secara simbolis khalifah Abbasiyah masih menjabat sebagai
kepala pemerintahan.
A. Dinasti Ghaznawi
1. Awal berdirinya Dinasti Ghaznawi
4
Bangsa Turki yang mendapat perhatian penuh oleh Dinasti Samaniyah
untuk berada pada barisan pemerintahan adalah Alptakin. Pada awalnya ia
dikokohkan sebagai anggota pegawai dinasti. Lantas pada puncak karirnya
dinobatkan menjadi gubernur Khurasan. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 961
M dan terlukis dalam sejarah bahwa Alptakin telah berhasil merebut Ghana di
Afghanistan tahun 962 M.
Sebagian cuplikan sejarah menyebutkan bahwa diawali oleh rasa dengki
dari pihak penguasa, maka Alptakin bersama pengikutnya harus meninggalkan
negeri Khurasan untuk membuat daerah baru yang bisa memberikan nilai-nilai
positif bagi perkembangan kekuasaannya. Suatu daerah yang sangat strategis
yang dikenal dengan Ghazna. Maka diperkuatnyalah kota itu, termasuk
diantaranya pembuatan parit dan benteng pada Tahun 962 M.[1]
Setelah Alptakin wafat digantikan oleh salah satu keturunannya yaitu
Sabaktakin. Ia menjadi penguasa Dinasti Ghaznawiyah pada tahun 977 M.
Pada awalnya ia memiliki Khurasan sebagai hadiah dari raja Samani Nuh bin
Mansur atas jasanya berhasil memadamkan pemberontakan di Transoxiana.
Setelah menguasai Persia Sabaktakin menguasai Pesyawar, kemudian Kabul
dan wilayah India. Setelah berjuang selama 20 tahun Sabaktakin meninggal
pada tahun 997 M. Walaupun berasal dari bangsa Turki namun ia dapat
menyatukan kedua bangsa Turki dan Afghanistan karena sama-sama satu
mazhab yaitu ahlu sunnah wal jamaah.[2]
Sabaktakin digantikan oleh putra sulungnya yang bernama Ismail,
sayangnya Ismail tidak bijak dalam mengatur pemerintahan dan dalam
menguasai Ghaznah Ismail dikerjai oleh pasukannya sampai harta ayahnya
habis. Maka bangkitlah Amir Mahmud untuk mengulingkan saudaranya, dan
setelah berhasil merebut Ghaznah, ia mengangkat dirinya sebagai sultan
Ghaznawiyah.
Wilayah Dinasti Ghaznawiyah meliputi Iran bagian Timur, Afghanistan,
Pakistan dan beberapa wilayah bagian India. Pusat pemerintahannya di kota
Ghazna, Afghanistan. Dinasti inilah yang mampu menembus sampai ke India
menyebarkan agama Islam, menghancurkan berhala menggantikan kuil dengan
5
mesjid[3] Dinasti ini berusia lebih dari 200 tahun (336 H/ 977 M – 582 H/
1186 M) di Iran Timur dan wilayah yang sekarang menjadi Afghanistan.[4]
6
c. Bidang Ekonomi dan Perdagangan
Masjid Arus al- Falaq adalah masjid termegah pada masa itu
dimana lantainya dilapisi dengan marmer, mihrabnya terdiri dari batu pualam,
yang dihiasi emas. Dan bahan bangunannya sebahagian besar didatangkan dari
India.
7
3. Kemunduran Dinasti Ghaznawi
8
akhirnya ditawan dan di bunuh bersama anaknya. Dengan demikian Dinasti
Ghaznawi berakhir.
B. Dinansti Buwaihi
Dinasti Buwaihi adalah salah satu Dinansti yang ada pada masa
Abbasiyah. Latar belakang berdirinya Dinasti Buwahi ini diawali dari tiga
orang bersaudara yang berasal dari Dailam (Tabaristan) yang terletak di pantai
Khazar yaitu daerah pegunungan yang di huni oleh orang-orang yang disebut
Dayalimah. Mereka adalah campuran dari orang Iran danTurki yang keras,
kuat, giat, pandai berperang dan sangat perkasa.[12]
Tahun 945 mereka (Ahmad bin Buwaihi ) memasuki kota Bagdad yang
pada saat itu pemegang kekuasaan oleh Khalifah al-Mustakfi. Di mana pada
masa ini banyak terjadi pemberontakan dan pertikaian di kalangan istana.
9
Tahun 946 Ahmad bin Buwaihi menurunkan al-Mustakfi dan
menggantikannya dengan muqtadir yang memakai gelar tahta al-Muti. Pada
pertemuan pertama ketika masih kekhalifahan al-Muktafi kekuasaan keuangan
di Irak diberikan kepada Ahmad bin Buwaihi dan namanya di cetak dalam
uang logam dengan menamakan diri sebagai khalifah. Mereka membuat
pemasukan khusus untuk khalifah yang berjumlah 5000 dirham sehari.
Dinasti Buwaihi yang bertahan selama 123 tahun dan dapat dibagi ke
dalam tiga periode, yaitu:
10
dan kemudian diteruskan oleh keturunan mereka, Bakhtiyar (putra
Mu’izz al Daulah) dan ‘Adhud Al-Daulah (putra Rukn Al-Daulah).
Karena ‘Imad Al-Daulah tidak mempunyai anak, di fars ia digantikan
oleh kemenakan lelakinya, ‘Adud Al-Daulah.
11
3. Adud ad-Daulah tahun 978 M
b. Pemahaman keagamaan
Pada masa pemerintahan Buwaihi lahir lah para ilmuwan besar seperti
Al-Farabi, Ibnu Sina dan kelompok studi ikhwan as-shafa.[16] Pada
periode pemerintahan Adud Daulah diliputi oleh kedamaian dan keamanan
sehingga perkembangan kebudayaan serta perkembangan ilmu ekonomi,
matematika, kedokteran dan kesusastraan telah mencapai puncaknya.
12
3. Keruntuhan Dinasti Buwaihi
Dan dilihat dari segi bala tentara, tentara yang menjadi sandaran kekuatan
tidak berasal dari suku yaitu bangsa Dailam dan bangsa Turki sehingga menyebabkan
terjadinya persaingan diantara para tentara. Kedua kelompok tentara tersebut juga
berada dalam hal mazhab. Orang-orang Dailam adalah Zaidiyah, sedangkan bangsa
Turki adalah orang Sunni.
13
2. Konsep ikatan keluarga yang menjadi kekuatan Diansti Buwaihi pada
masa-masa awal, tidak bisa dibina lagi pada masa-masa selanjutnya. Konflik
antar anggota keluarga menjadikan lemahnya pemerintahan di pusat.
3. Pertentangan antara aliran-aliran keagamaan. Sebagaimana diketahui
bahwa Dinasti Buwaihi adalah penyebar madzhab Syi’ah yang sungguh
bersemangat, di balik kebanyakan rakyat Baghdad yang bermadzhab sunni.
Pertentangan tersebut pada periode awal Dinasti tidak begitu nampak,
terutama pada masa Adud ad-Daulah, kemudian mulai menajam kembali
dan mengalami puncak pada akhir Dinasti Buwaihi di Baghdad. Hal ini tidak
terlepas dari peran dan kebijakan Khalifah al-Qadir yang mengepalai
pertempuran sunni melawan Syi’ah dan berusaha mengorganisir sebuah misi
Sunni untuk menjadi praktek keagamaan. Melalui sebuah pengumuman yang
resmi, ia menjadikan Hambali sebagai madzhab muslim yang resmi.[17]
C. Dinasti Saljuq
Saljuq adalah nama keluarga keturunan Saljuq bin Tufaq dari Suku
Bangsa Gazz dari Turki yang menguasai Asia Barat Daya pada abad ke-11 dan
akhirnya mendirikan sebuah kekaisaran yang meliputi kawasan Mesopotamia,
Suriah, Palestina dan sebahagian Iran. Wilayah kekuasaan yang demikian luas
14
hingga abad ke-13.[19] Penamaan Dinasti Saljuq dinisbahkan kepada Saljuq
bin Tufaq, yang merupakan nenek moyangnya, ia adalah salah satu anggota
suku Oghuz Kaum Saljuq bermukim berdekatan dengan kaum Samaniyah dan
Ghaznah, dan mereka telah menganut agama Islam serta sangat fanatik dengan
mazhab Ahlu Sunnah yang tersebar luas di kawasan itu.[20]
15
membakar semangat perang kaum Saljuk sebagai wujud mempertahankan
harga diri dan kaumnya.[21]
Pada masa Malik Syah inilah lahir ilmuan-ilmuan muslim seperti al-
Zamakhsyari dalam bidang tafsir, bahasa dan theology, al-Qusyairi dalam
bidang tafsir, Abu Hamid al-Ghazali dalam bidang theology, Farid al-Din
al-Aththar dan Umar Kayam dalam bidang sastra dan matematika.[22]
c. Bidang Keagamaan
Kemudian yang lebih penting lagi diingat Sultan alih arselan telah
kembali menyatakan umat di bawah, panji Islam, bersatu untuk berjihad fi
sabilillah, seorang pemimpin umat sekaligus panglima perang yang berhasil
membangkitkan semangat persatuan dan keasatuan kaum muslimin dalam
mempertahankan dan membela agamanya. Khalifah Abbasiyah dan sultan
Saljuq sama berpegang kepada mazhab Ahlu sunnah. Ini telah
memudahkan kerja sama di antara kedua belah pihak dan telah mendorong
16
kaum Saljuq itu menyangjung dan menghormati dengan setingginya
khalifah-khalifah Abbasiyah.[23]
Faktor Internal
Faktor Eksternal
17
Dinasti Saljuq. Jadi kedua faktor tersebutlah yang membuat Dinasti Saljuq
runtuh yang bermula kepada kekuatan hubungan di antara pemegang
wasiat untuk Mahmud dan saudara – saudara Mahmud, terutama dari
pihak ayah Barkiya Ruk. Hal itu segera memicu pertengkaran besar di
dalam keluarga Saljuq.
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
1. Wilayah dinasti Ghaznawiyah meliputi Iran bagian timur, Afganistan,
Pakistan, dan beberapa wilayah bagian India. Pusat pemerintahannya di
kota Ghazna Afganistan. Dinasti inilah yang mampu menembus sampai ke
India menyebarkan agama Islam, menghancurkan berhala mengantikan
kuil dengan mesjid. [24] Dinasti ini didirikan oleh Sabaktakin dan berjaya
pada masa pemerintahan Mahmud Ghaznawi. Pemerintahan Dinasti ini
berakhir pada masa pemerintahan Khusraw Malik karena diserang oleh
Dinasti Ghuri dan Khusraw Malik bersama anaknya Malik Syah mati di
bunuh.
2. Dinasti Buwaihi adalah salah satu Dinansti yang ada pada masa
Abbasiyah. Wilayah. Dinasti Buwaihi meliputi Asfahan, Syiraz dan
kirman di Persia. Dinasti Buwaihi banyak menghidupkan syiar Syi'ah.
Salah satu yang menyebabkan kemunduran Dinasti Buwaihi karena adanya
konsep ikatan keluarga yang menjadi kekuatan Diansti Buwaihi pada
masa-masa awal, tidak bisa dibina lagi pada masa-masa selanjutnya.
Konflik antar anggota keluarga menjadikan lemahnya pemerintahan di
pusat.
3. Dinasti Saljuq didirikan oleh Saljuq bin Tufak dari suku bangsa Gazz.
Pada masa Saljuq inilah ilmu pengetahuan berkembang. Sedangkan dinasti
Saljuq mengalami kemunduran dan keruntuhan di antaranya akibat
perseteruan dalam perebutan jabatan, baik di kalangan keluarga maupun
pejabat pemerintah.
B. Saran
Sebagai insan biasa penulis tidak akan pernah sempurna dalam segala
hal termasuk dalam makalah ini, untuk itu semua kritikan dan saran yang
membangun sangat penulis butuhkan, karena penulis yakin makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Walaupun demikian adanya mudah-mudahan
makalah ini bermanfaat untuk menambah dan mampu membuka cakrawala
kita tentang sejarah peradaban Islam.
19
DAFTAR PUSTAKA
20
C.E. Bosworth, Dinasti- Dinasti Islam, Judul Asli The Islamic Dinasties, Terj.
Hasan Ilyas, Bandung: Mizan, 1993
http://kliksosok.blogspot.com/2007/08/dinasti buwaihi
Syou’ib, Yosoef. Sejarah Daulah Abbasiyah II. Jakarta: Bulan Bintang, 1997
Yatim. Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010
21
[1] Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), h.120
[4] Abd. Chair,dkk., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Khilafah, (Jakarta : PT. Ikhtiar
Baru Van Hoeve, tt), h. 12
[5] Yosoef Syou’ib, Sejarah Daulah Abbasiyah II, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), h.
218
[10] C.E. Bosworth, Dinasti- Dinasti Islam, Judul Asli The Islamic
Dinasties, Terj. Hasan Ilyas, (Bandung: Mizan, 1993),h. 207
[13] Namun pada generasi kedua dan ketiga solidaritas kekeluargaan (fanatisme)
semakin berkurang.
[14] Joel L. Kraemer, Renaisance Islam, terj. Asep Saefullah, (Bandung: Mizan
2003),h.63-64
[18] Badri Yatim. Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010)
Cet.ke-22,. H. 72
[19] Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, ( Jakarta: Amzah, 2009), Cet. Ke-1,
h.278
22
[20] Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam,(Jakarta:PT. pustaka al-husna
baru, 2008), cet ke-3, h.277
23