Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA SALJUK,


FATIMYAH DAN MAMLUK

Dosen Pengampuh

Dr. H. MOh. Yahya Obaid, M.Ag

Oleh:

Andi Andhis Chaniago : 17010101

Astuti Safitri : 17010101007

Sofiul Hadi : 17010101050

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…..


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat
nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas dari mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dengan judul “Perkembangan
Kebudayaan Islam pada Masa Saljuk, Fatimiyah dan Mamluk.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kelompok kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih….

Kendari, 09 April 2020

Penulis

Kelompok V
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................

BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………………..

A. Latar Belakang.............................................................................................

B. Rumusan Masalah.......................................................................................

C. Tujuan.........................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN................................................................................

A. Sejarah Peradaban Dinasti Saljuk .............................................................

B. Sejarah Peradaban Dinasti Fatimiyah............................................................

C. Sejarah Peradaban Dinasti Mamluk.................................................................

BAB III : PENUTUP........................................................................................

A. Kesimpulan.................................................................................................

B. Saran..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejarah merupakan merupakan kejadian-kejadian masa lampau yang bersifat unik,


abadi, dan penting. Dalam sejarah kita dapat mengambil banyak pelajaran yang bisa
digunakan untuk bekal hidup di masa depan. Namun, sangat disayangkan generasi
sekarang banyak yang malas tahu bahkan enggan untuk mempelajari sejarah. Dalam hal
ini kita mengutamakan sejarah Islam. Sehingga kita yang hidup pada masa sekarang
cenderung berjalan tanpa tujuan atau mengulang masalah-masalah yang terjadi di masa
lampau. Di sinilah salah satu peran sejarah untuk menjadi cerminan bahwa pada masa
lampau pernah terjadi suatu kejadian yang dapat dijadikan jalan untuk melangkah di hari
esok.
Dunia mengakui bahwa Islam pernah menjadi kiblat ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama bagi bangsa-bangsa berkulit putih. Namun, sangat ironi sekarang
malah berbanding terbalik. Bangsa kulit putih merasa berjaya dan berkuasa dengan ilmu
pengetahuan dan teknologinya.
Pada abad pertengahan, negara-negara Islam di Timur Tengah mengalami masa
keemasan (Golden Age) di mana pada masa ini terjadi perkembangan ilmu pengetahuan
yang sangat pesat. Di saat bangsa Eropa sedang pasif dalam bidang keilmuan, maka
peradaban dunia Islam melakukan terjemahan besar-besaran terhadap karya-karya filosof
Yunani, dan berbagai temuan dalam bidang ilmiah terutama pada masa Bani Saljuk,
Ftimiyyah dan Mamluk sehingga Islam pada masa itu mengalami puncak kejayaannya
yang sering kita sebut sebagai masa keemasan atau Golden Age.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana proses kelahirannya Bani Saljuk, Fatimiyah dan Mamluk?
Bagaimana perkembangan kebudayaan Islam pada masa Saljuk, Fatimiyyah dan
Mamluk?
C. Tujuan
Untuk mengetahui proses kelahirannya Bani Saljuk, Fatimiyah dan Mamluk
Untuk mengetahui perkembangan kebudayaan Islam pada masa Saljuk, Fatimiyyah dan
Mamluk.
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERADABAN DINASTI SALJUK


1. Sejarah Kelahiran Dinasti Saljuk
Kaum Saljuk adalah salah satu bangsa Turki yang namanya kemudian
dinisbahkan kepada moyangnya yang bernama Saljuk dan cabang dari suku besar
Turki yang bernama Ghuzz. Mereka ini biasanya bertempat tinggal di tepian sungai
Amudaria. Mereka bekerja untuk bangsa Turkuman, negeri seberang Amudaria dan
kakek mereka yang bernama Saljuk menjadi panglima perang. Saljuk adalah seorang
lelaki yang pandai bertutur kata dan dermawan. Karena itulah, Saljuk sangat disukai
masyarakat sehingga mereka patuh dan taat kepada perintahnya. Mengingat
kewibawaan dan besarnya jumlah para pengikut Saljuk, lalu isteri raja Turki pun
mencemaskan Saljuk memberontak, dan ia mempunyai rencana untuk membunuh
Saljuk secara licik. Mendengar kekhawatiran dan rencana jahat atas dirinya,
kemudian Saljuk mengajak serta seluruh pasukannya untuk pindah dan tinggal di kota
Janad. Di tempat yang baru ini, Saljuk dan pasukannya bertetangga dengan kaum
Muslimin di negeri Turkistan. Interaksi Saljuk dengan kaum Muslim pun tak dapat
dihindari, dan lama-lama Saljuk “menyimpan” rasa kagum yang mendalam terhadap
akhlaq baik kaum Muslim. Rasa kagum itu semakin jelas tergambarkan manakala
Saljuk memutuskan dirinya untuk pindah agama dan mengumumkan masuk Islam.
Akhirnya kabilah Oghuz pun memeluk agama Islam. Semenjak dirinya menjadi
seorang Muslim, Saljuk kemudian memerangi orang-orang Turki kafir. Saljuk
memenangkan peperangan, lalu mengusir para bawahan Turki tersebut. Saljuk pun
menghapus pungutan pajak bagi umat Islam serta mengusir para pembantu raja.
Pendiri dinasti ini adalah suku Oghuz Turki yang berasal dari Asia Tengah.
Berdirinya Dinasti Saljuk ini juga menandakan penguasaan bangsa Turki di Timur
Tengah. Dewasa ini, mereka dianggap sebagai penggagas kebudayaan Turki Barat
yang ada di Azerbaijan, Turki dan Turkmenistan dan Saljuk juga dianggap sebagai
pendukung Kebudayaan Persia Asal-usul bangsa Saljuk ini berasal dari daerah
pegunungan dan stepa Turkistan. Menjelang akhir abad ke-2 H atau abad ke-8 M.
orang-orang Oghuz pindah ke arah Barat melalui dataran tinggi Siberia ke laut Arab
dan sebagian ke wilayah Rusia. Suku Saljuk adalah merupakan keturunan Saljuq bin
Yakak. Seorang pemimpin konfederasi suku-suku Turki yang mengabdi kepada salah
seorang Khan di Turkistan. Saljuk pindah dari dataran tinggi Kirghiz (Kazakhstan),
bersama seluruh anggota sukunya ke Jand di provinsi Bukhara. Pada masa
pemerintahan, saljuk mengontrol kekhalifaan Abbasiah pada tahun 447 H/ 1055 M.
dan berakhir pada tahun 656 H/ 1258 M. ketika balatentara Mongol menyerang serta
menaklukkan Baghdad. Kekaisaran Saljuk Agung adalah imperium Islam Sunni abad
pertengahan yang pernah menguasai wilayah dari Hindu Kush sampai Anatolia Timur
dan dari Asia Tengah sampai Teluk Persia. Dari tempat awal mereka di Laut Aral,
Seljuk bergerak pertama ke Khurasan dan lalu ke daratan Persia sebelum menguasai
Anatolia timur.
2. Kemajuan dan Perkembangan Peradaban Dinasti Saljuk
Sebagai upaya untuk menata pemerintahan, meminjam bahasa politik saat ini
untuk membentuk good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih, juga dengan harapan supaya mudah mengontrolnya, maka secara administratif
wilayah kekuasaan dinasti dibagi menjadi empat bagian, dan masing-masing dipimpin
oleh gubernur yang bergelar Syeikh atau Malik. Pada masa Alp Arselan, ilmu
pengetahuan dan agama mulai berkembang dan mengalami kemajuan pada zaman
Sultan Maliksyah yang dibantu oleh perdana menterinya Nizham al-Mulk. Perdana
menteri ini memprakarsai berdirinya Universitas Nizhamiyah, dimana
pembangunannya selesai pada tahun 460 H/1065 M dan juga mendirikan Madrasah
Hanafiyah di Baghdad. Hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan didirikan cabang
Nizhamiyah. Madrasah Nizhamiyah ini ternyata telah berhasil melahirkan beberapa
ulama terkemuka, antara lain: as-Sa’adi yang menyusun kitab Bustan as-Sa’adi,
Imaduddin al-Isfahani dan Bahauddin bin Syadad yang menyusun kitab sejarah
Shalahuddin serta ulama lainnya. Termasuk guru besar madrasah Nidzamiyah adalah
Abu Hamid al-Ghazali dan Abu Ishaq asy-Syirazi. Perhatian pemerintah terhadap
perkembangan ilmu pe2ngetahuan melahirkan banyak ilmuwan muslim pada
masanya. Di antara mereka adalah az-Zamakhsyari dalam bidang tafsir, bahasa, dan
teologi; al-Qusyairy dalam bidang tafsir; Abu Hamid al-Ghazali dalam bidang
teologi; dan Farid al-Din al-'Aththar dan Umar Khayam dalam bidang sastra. Bukan
hanya pembangunan mental spiritual, dalam pembangunan fisik pun dinasti Saljuk
banyak meninggalkan jasa. Maliksyah terkenal dengan usaha pembangunan di bidang
yang terakhir ini. Banyak masjid, jembatan, irigasi dan jalan raya dibangunnya.
Setelah Sultan Maliksyah dan perdana menteri Nizham al-Mulk wafat Saljuk Besar
mulai mengalami masa kemunduran di bidang politik. Perebutan kekuasaan di antara
anggota keluarga timbul. Setiap propinsi berusaha melepaskan diri dari pusat.
Konflik-konflik dan peperangan antar anggota keluarga melemahkan mereka sendiri.
Sementara itu, beberapa dinasti kecil memerdekakan diri, seperti Syahat Khawarizm,
Ghuz, dan al-Ghuriyah. Pada sisi yang lain, sedikit demi sedikit kekuasaan politik
khalifah juga kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan dinasti Saljuk di Irak
berakhir di tangan Khawarizm Syah terjadi pada tahun 590 H/l199 M. Pada Masa
Kesultanan Saljuk inilah, System Asuransi pertama diperkenalkan. Kesultanan Seljuk
akan membayar semua kerugian dari pedagang yang mengalami peristiwa
perampokan di dalam teritori Saljuk.1

B. SEJARAH PERADABAN DINASTI FATIMIYAH


1. Sejarah kemunculan Dinasti Fatimiyah
Berdirinya dinasti Fatimiyah dilatarbelakangi oleh melemahnya dinasti
Abbasiyah. Kemudian Sa’id bin Husain al-Samaniyah yang bergelar Ubaidillah
al-Mahdi (297-322 H/909-934 M) mendirikan dinasti Fatimiyah yang terpisah dari
kekuasaan Abbasiyah setelah berhasil menumbangkan Gubernur Aglabiyah di
Afrika, Rustamiyah Kharaji di Tahart, dan Idrisiyah Fez.Nama dinasti Fatimiyah
diambil dari putri Nabi Muhammad SAW, Fatimah Az-Zahra. Ubaidillah al-
Mahdi mengaku berasal dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan isterinya,
Fatimah binti Muhammad SAW. Dinasti ini berkuasa dari tahun 297- 576 H/909-
1171 M dan berpaham Syi’ah Ismailiyah.Menurut Didin Saefuddin Buchori dinasti
Fatimiyah pada awalnya muncul di Ifriqiyah Tunisia, Afrika Utara pada tahun 909
M. Tokoh yang berjasa mempropagandakan dinasti ini adalah Abu Ubaidillah.
Dari propaganda yang sistematis dan terus-menerus, dinasti ini berhasil
menghimpun pengikut, terutama di kalangan orang-orang Barbar sekte Kitamah.
1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996), 125.
Gubernur-gubernur Aghlabiyah dan penguasa Idrisiyah di Afrika Utara berhasil
ditumbangkannya. Keberhasilan ini mengilhami rencana berikutnya, yaitu
memasuki wilayah Mesir.Dinasti ini kemudian memasuki wilayah Mesir pada
masa khalifah al- Mu’izz (953-975) di bawah komando jenderalnya yang bernama
Jawhar As-Siqili pada tahun 969 M dan berhasil menaklukkan penguasa Mesir,
Ikhsyidiyah. Dua ahun kemudian Jawhar membangun kota baru yang diberi
nama al-Qahirah ang berarti kota kemenangan, dan kemudian dijadikan sebagai ibu
kota dinasti Fatmiyah.

Berdirinya dinasti Fatimiyah membuktikan kepada dunia bahwa doktrin mesianik


dan sentralistik ala ajaran Syi’ah sangat efektif sebagai gerakan perubahan
sosial dan perkembangan dokrin Syi’ah Isma’iliyah ke berbagai belahan dunia.
Sepanjang kekuasaannya, Dinasti Fatimiyah berhasil bertahan selama lebih kurang
262 tahun dengan 14 Khalifah yang berkuasa, di antaranya : ‘Ubaidillah al Mahdi
(909-924 M), Al-Qa’im (924-946 M), Al-Manshur (946-953 M), Al–Mu’izz (953-
975 M), Al-‘Aziz (975-996 M), Al-Hakim (996-1021 M), Azh-Zhahir (1021-1036
M), Al-Musthansir (1036-1094 M), Al-Musta’li (1094-1101 M), Al-Amir (1101-
1131 M), Al-Hafizh (1131-1149 M), Azh-Zhafir (1149-1154 M), Al-Faiz (1154-
1160 M), dan Al-‘Adhid (1160–1171 M).

2. Kemajuan Peradaban Islam masa Dinasti Fatimiyah


Khalifah al-Hakim mendirikan sebuah akademi yang sejajar dengan lembaga-
lembaga ilmu pengetahuan di Cordova, Baghdad dan lain-lain. Pada tahun 1005 M,
akademi ini diberikan nama Dar al-Hikmah. Khalifah juga mengeluarkan banyak
biaya untuk memelihara akademi ini dan pengembangannya, termasuk menyediakan
buku-buku katalog. Dar al-Hikmah menyatu dengan rumahnya sendiri, merangkap
perpustakaan dan aula. Selain ilmu-ilmu keislaman, juga diajarkan ilmu astronomi,
astrologi, kedokteran, kedokteran mata, kimia, filsafat, dan sebagainya. Mendirikan
observatorium di bukit al-Mukattam
Dia sendiri adalah seorang ahli astronomi terkemuka dan di istananya berkumpul
ilmuan-ilmuan terkenal pada masa itu seperti Ali ibn Yunus ahli astronomi, yang
memperbaharui kalender, Abu al-Hasan ibn al-Hasim ahli kedokteran, matematika,
ilmu nuzum, filsafat, dan kedokteran yang diperkirakan menulis 100 buah buku. Di
antara karyanya yang paling terkenal adalah kitab al-Manazir, buku kedokteran
tentang mata. Amr ibn Alimenulis buku tentang kedokteran mata yang berjudul al-
Muntakhafi ‘lilaj an-‘Ain.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Fatimiyah mencapai kondisi
yang sangat mengagumkan. Hal ini di sebabkan dengan berkembangnya
penterjemahan dan penerbitan sumber-sumber pengetahuan dari bahasa asing, seperti
bahasa Yunani, Persia dan India kedalam bahasa Arab yang banyak mendorong para
wazir, Sultan dan Umara untuk melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan sastra.
Di antara tempat berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa dinasti Fatimiyah
adalah dengan berdirinya masjid dan istana yang kemudian dijadikan sebagai tempat
basis ilmu pengetahuan, diceritakan salah seorang wazir Dinasti ini Ya’qub ibn Yusuf
Ibn Killis sangat mencintai ilmu pengetahuan dan seni .
Pada masa dinasti ini masjid menjadi tempat berkumpulya ulama fiqih khususnya
ulama yang menganut mazhab Syi’ah Ismailiyah juga para wazir dan hakim, mereka
berkumpul membuat buku tentang mazhab Syi’ah yang akan diajarkan kepada
masyarakat, di antara tokoh yang membuat buku itu ialah Ya’kub ibn Killis, dan
fungsi dari perkumpulan tersebut untuk memutuskan perkara yang timbul dalam
peroses pembelajaran mazhab Syi’ah. Nampak jelas lembaga-lembaga ini menjadi
tempat penyebaran ideologi mereka
Kemudian pada masa Dinasti ini perpustakaan juga mempunyai peran yang tidak
kecil dibandingkan dengan masjid untuk itu para khalifah dan wazir memperbanyak
pengadaan berbagai buku ilmu pengetahuan sehingga perpustakaan istana menjadi
perpustakaan yang terbesar pada masa itu. Dan perpustakaan ini di kenal dengan
nama Dar al-Ulum digabungkan dengan Dar al-Hikmah yang berisi berbagai ilmu
pengetahuan sehingga melahirkan sejumlah ulama, pada masa ini muncul sejumlah
ulama diantaranya; Muhammad al-Tamimi (ahli Fisika dan kedokteran), Al-Kindi
(sejarah dan filsafat), Al-Nu’man (ahli hukum dan menjabat sebagai hakim), Ali Ibn
Yusuf (w. 1009) seorang astronomi paling hebat yang dilahirkan di Mesir; Abu Ali
al-Hasan (bahasa latin, alhazen) dan Ibn al-Haitsam yang meruapakn peletak dasar
ilmu fisika dan optik. Ibn al-Haitsam menulis tidak kurang seratus karya yang
meliputi bidang matematika, astronomi, filsafat dan kedokteran. Karya
monumentalnya Kitab al-Manazhir mengenai ilmu optik; Ammar Ibn Ali al-Maushili
dengan karya al-Muntakhab fi ‘ilaj al-‘Ayn (Karya Pilihan tentang Penyembuhan
Mata).
Pembangunan Dar al-Hikmah (rumah kebijaksanaan) atau Dar al-’Ilm (rumah
ilmu) yang didirikan oleh al-Hakim pada tahun 1005 sebagai pusat pembelajaran dan
penyebaran syi’ah ekstrem. Untuk membangun institusi ini al-Hakim
menggelontorlan dana 257 dinar yang digunakan untuk menyalin berbagai naskah,
memperbaiki buku dan pemeliharaan. Kurikulumnya meliputi kajian tentag ilmu
keislaman, astronomi dan kedokteran. Meskipun pada tahun 1119 ditutup oleh al-
Malik al-Afdhal karena dianggap menyebarkan ajaran bid’ah.
Kehadiran Universitas Al-Azhar Kairo Mesir merupakan salah satu bukti nyata
khazanah islam Syiah (Fatimiyah). Pasalnya, Al-Azhar berasal dari sebuah masjid
bernama Al-Azhar yang dibangun Panglima Besar Dinasti Fatimiyah, Jauhar As-
Shaqaly, 359 H sebagai tempat ibadah semata. Baru setelah enam tahun berfungsi
sebagai tempat ibadah didirikanlah bangun tempat kegiatan belajar dan majelis ilmu
pengetahuan bermazhab Syi’ah Ismailiyah
Siapa pun tak menyangka bila hasil karya mantan budak yang kemudian menjadi
Panglima Besar Dinasti Fatimiyah, Jauhar As-Shaqaly, abadi hingga kini. Salah
satunya adalah sebuah perguruan tinggi Islam terbesar di dunia yang ada di Kairo,
yakni Al-Azhar.
Jauhar membangun perguruan ini berawal dari sebuah masjid yang bernama Al-
Azhar yang dibangun oleh Jauhar As-Shaqaly (Panglima Besar Dinasti Fatimiyah)
pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H April, 970 M. Kegiatan pembangunan ini
baru selesai enam tahun kemudian atau tepatnya pada 365 H/976 M.
Pada tahun itu pula dimulai kegiatan belajar mengajar dengan majelis ilmu
pengetahuan bermadzhab Syi’ah Ismailiyah. Sehingga 12 tahun kemudian 378 H/988
M. Pengaruh pemikiran Syi’ah baru berakhir pada 1178 M atau bersamaan dengan
meredupnya pengaruh pemerintahan Kekhalifahan Fatimiyah. Keberadaan
pemerintahan ini kemudian diganti dengan Kekhalifahan Ayyubiyah yang
berorientasi kepada ajaran ahlussunah wa-jamaah (Sunni).
Bahkan pada tahun 922 H/1517 M ketika Mesir berada di dalam kekuasaan Turki
Utsmani, Al-Azhar pun senantiasa menjadi sentral pengembangan ilmu pengetahuan.
Begitu pula keadaannya hingga memasuki era Turki Utsmani kegemilangan
perguruan tinggi ini tetap terjaga.
Bahkan pada saat itu Al-Azhar memperbaharui sistem pendidikannya dengan
membentuk sistem masyekhakh yang pertama, pada tahun 1101 H/1690 M. Sistem ini
pun terus berlangsung sampai kini. Jadi inilah salah satu peninggalan panglima
tentara bayaran yang merupakan bekas budak Romawi keturunan Yunani Sisilia,
Jauhar As-Shaqaly. 2
C. SEJARAH PERADABAN DINASTI MAMLUK
1. Sejarah kemunculan Dinasti Mamluk
Kata “al-Mamluk “ berarti budak atau orang yang dibeli dengan harta (uang) dan
ia beralih menjadi milik pembelinya, budak- budak yang ada di Mesir ini, menjadi
kuat dengan pemberian nama (julukan) tersebut, dan mereka melihat di dalamnya
terdapat kemuliaan mereka. Sedang kata Mamluk, bila digabungkan dengan kata
dinasti (dinasti Mamluk) berarti pemerintahan para budak yang memerintah Mesir
dan Syiriah selama 267 tahun, mulai 1250-1517 M.
Budak-budak (al-Mamluk) yang ada di Mesir didatangkan pertama kali oleh al-
Malik al-Salih Najmuddin Ayyub dari Turki sebagai pengawal-pengawal profesional
untuk memperkuat diri, tetapi budak yang didatangkan kemudian tidak hanya berasal
dari Turki, melainkan ada yang berasal dari pulau al-Qarm, Kaukasus, Kafcuk
(Qipchaq), Asia Kecil, Persia, Turkistan dan negeri di belakang sungai Nil. Di antara
mereka terdapat unsur (bangsa) Turki, Circassia, Rumawi, dan Kurdi, bahkan ada
yang berasal dari daerah Eropa juga, sehingga mereka tidak bisa disebut “ Al-atrak".
Berdirinya dinasti Mamluk telah dirintis oleh Sajar al-Durr9, janda Sultan al-Malik
al-Salih, yaitu ketika Sultan al-Malik al-Salih dalam pertempuran melawan tentara
Salib pata tahun 1249 M, anaknya Turanshah naik tahta sebagai Sultan, baru tuju hari
menjadi raja, ia dibunuh oleh al-mamalik, lalu mereka (al-mamalik) bersepakat untuk
2
Ahmad Shalabi,Mauwsu’ah al-Tarikh al-Islam wa al-Hadarah al- Islamiyah, Vol. 5, 1978. Hlm 197.
untuk mengangkat Shajar al-Durr sebagai Sultan, tetapi baru sekitar tiga bulan
memerintah, pemerintah Abbasiyah tidak merestui seorang wanita menjadi penguasa
negeri, kemudian khalifah Abbasiyah mengirimkan utusan ke al-mamalik dengan
mengatakan: “jika orang laki-laki sudah tidak ada di antara kalian, maka beritahukan
kepada kami, agar kami mengutus seorang laki-laki kepada kalian”.
Akhirnya Sajar a-Durr menikah dengan Izzuddin Aybak dan menyerahkan
mahkota kerajaan kepadanya. Shajar al-Durr memilih Aybak, karena ia tidak
memiliki kepribadian yang kuat, sehingga ia bisa mengendalikan pemerintahan dari
belakang layar. Tetapi Aybak tidak mau berada di bawah bayang-bayang Shajar, lalu
terjadi pertentangan antara keduanya yang berakhir dengan terbunuhnya Shajar al-
Durr, dan Aybak mengambil sepenuhnya pemerintahan.
Pemerintahan dinasti Mamluk yang panjang, merupakannegara Islam yang paling
lama bertahan hidup diantara imperium Abbasiyah dan Ummaiyah, dapat dibagi
menjadi dua periode. Pertama pemerintaan Mamluk Bahri, dimulai sejak berdirinya
dinasti Mamluk pada tahun 1250 sampai berakhirnya pemerintahan Hajji II 1390 M
Kedua, periode pemerintahan Mamluk Burji (al-Mamalik al- Burjiyah) yang mulai
memerintah pada tahun 1390 M, ketika Barquq berkuasa untuk kedua kalinya dan
berakhir ketika pemerintahan ini dikalahkan oleh kerajaan Turki Utmani pada tahun
1517 M
2. Kemajuan-kemajuan dinasti Mamluk:
Pemerintahan Dinasti Mamluk memberikan sumbangan yang besar
terhadap dunia Islam dan berperan besar dalam sejarah Umat Islam, karena
berhasil mengalahkan pasukan Mongol beberapa kali dan mengkikis habis
pendudukan tentara salib di Timur, dan dengan kemenangan-kemenangan
tersebut reputasi (kemuliaan) Islam dapat ditegakkan. Karena jika
seandainya Mesir sebagai pusat kekuatan muslim terpenting terakhir, jatuh,
posisi Islam akan benar-benar pudar, dan akan merubah seluruh arah dan
rangkaian sejarah dan peradaban di Asia Barat dan Mesir.

Setelah mengalami kekalahan dalam pertempuran di “ Ain Jalut”, membuat


pasukan Mongol semakin meningkatkan kekuatannya, dan beberapa kali
menyerang wilayah dinasti Mamluk, tetapi serangan mereka selalu gagal
dapat dikalakan oleh pasukan dinasti Mamluk. Dengan kemenangan pasukan
al-Mamalik di “Ain Jalut” berarti pula mengembalikan pengokohan untuk
mengepung kedudukan pasukan salib. Hal tersebut sebagai sarana untuk
menyempurnakan kemenangan yang dimulai oleh Salahuddun al- Ayubi.
Pahlawan-pahlawan al-mamalik yang terpenting dalam peperangan-
peperangan melawan tentara Salib adalah Sultan Baybars, Qalawun dan al-
Asrhaf Khalil yang menjatuhkan daerah Uka dan menghancurkan benteng
terakhir pasukan Salib, sehingga habislah masa pendudukan tentara Salib di
Timur.
Selain itu, keberhasilan al-mamalik menahan serangan Mongol maka
Mesir dapat terhindar dari kehancuran dan mereka dapat menikmati
kesinambungan dari institusi-institusi politik dan peradaban. Dengan kata
lain kemenangan al-mamalik atas pasukan Mongol merupakan perlindungan
terhadap peradaban dunia, karena Mongol merupakan bangsa penghancur,
yang mendatangai tempat dengan menghancurkan gedung-gedung,
membakar kitab-kitab, dan membunuh para ilmuwan serta ulama.
Oleh karena itu, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan- ilmuwan
asal Bagdad dari serangan Mongol dan juga para Ilmuwan yang datang dari
Timur dan Barat. Pada tahap berikutnya, ilmu banyak berkembang di Mesir,
seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika dan ilmu agama. Dalam
ilmu sejarah tercatat nama-nama besar seperti Ibnu Khalikan, Ibnu
Taghribardi, dan Ibnu Khaldun. Di bidang astronomi dikenal nama Nasir al-
Din, al-Tasi. Di bidang matematika, Abu al-Faraj al-ibri. Dalam bidang
kedokteran, dikenal nama Abu al-Hasan Ali al-Nafis, penemu susunan dan
peradaran darah dalam paru-paru manusia, Abdul Mun’im al-Dimyati
seorang dokter hewan, dan Al-Razi perintis psychotherapy. Dalam bidang
aphalmologi, dikenal nama Salahuddin ibn Yusuf. Sedangkan dalam ilmu
keagamaan, tersohor nama Ibnu Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam
Islam, al-Suyuti yang menguasai banyak ilmu agama, Ibnu Hajar al-
Asqalani yang ahli dalam ilmu hadit, dan lain-lain.
Dalam pemerintahan dinasti Mamluk mulai saat ini berkembang
ilmu sosiologi dan filsafat sejarah dengan munculnya “Muqaddimah” Ibnu
Khaldun, sebagai kitab pertama dalam bidang ini, disempurnakan
penyusunan ilmu politik, ilmu tata usaha, ilmu peperangan dan ilmu kritik
sejarah. Selain itu pada masa ini juga disebut dengan “Zaman Mawsu’at”,
karena banyak lahir mawsu’at dan majmu’ah.

Dinasti Mamluk juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur.


Banyak arsitek di datangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah
dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan
pada masa ini diantaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, villa,
makam, kubah dan menara masjid.Kemajuan dalam ilmu pengetahuan juga
diikuti dalam bidang perindustrian yang ditandai dengan banyaknya berdiri
pabrik, seperti pabrik tenun, barang-barang logam, kaca, kulit, pabrik
senjata dan kapal laut, serta kerajinan perhiasan emas, seni ukir dan
dekorasi.
Karena kemajuan-kemajuan tersebut, Mesir, khususnya Kairo
menjadi pusat terpenting bagi perkembangan kebudayaan Islam dengan
bahasa Arab sebagai basis, karena daerah lain yang dikuasi Mongol
mengembangkan budaya Islam yang sangat diwarnai Persia. Kemajuan-
kemajuan yang dicapai pada masa dinasti Mamluk diperoleh berkat
kepribadian dan wibawa sultan yang tinggi, menyukai ilmu pengetahuan
dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama Islam.3

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

3
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam ( Jakarta : Bulan Bintang, 1993), hlm 349.
Perkembangan islam dan budaya hingga saat ini tidak bisa lepas dari corak
pemerintahan dan politik masa lalu, salah satunya dinasti Saljuk, Fatimiyah dan Mamluk,
yang mana dalam hah memrintah sebuah negara, diakui ataupun tidak turt mewarnai
perjalanan bangasa-bangsa di penjuru dunia hingga saat ini. Peran dari dinasti Saljuk,
Fatimiyah dan Mamluk juga bias kita lihat hari ini misalnya tentang tata pengelolaan
seatu pemerintahan, mau tidak mau apa yang ada hari ini di belahan dunia turut diwarnai
oleh dinasti Saljuk, Fatimiyah dan Mamluk
B. Saran
Setelah penyusunan makalah kami tentang perkembangan kebudayaan Islam pada
masa Saljuk, Fatimiyah dan Mamluk, kami menyadari akan banyaknya kekurangan di
beberapa titik. Olehnya itu bila terdapat perbedaan pendapat, maka besar harapan kami
adanya respon dari pembaca terhadap makalah kami. Terlepas dari itu semua kami
berharap makalah ini dapat memberikan pengetahuan baru bagi siapapun pembacanya.
Terima kasih, Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

DAFTAR PUSTAKA

Yatim Badri, 1996, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm
125.
Hasymi, 1993, Sejarah Kebudayaan Islam ( Jakarta : Bulan Bintang), hlm 349.

Sahabi Ahmad, 1987 Mauwsu’ah al-Tarikh al-Islam wa al-Hadarah al- Islamiyah, Vol.
5. Hlm 197.

Anda mungkin juga menyukai