Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

Pendidikan Pada Zaman Kekhalifahan Safawi dan


Kekhalifahan Moghul
Dosen Pengampu:
Ustz. Atika Muliyandari, M.Pd

Disusun Oleh
Kelompok 8 :

Akmal Nusur 2211203052


Putri Fazirah 2211203017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD IDRIS


SAMARINDA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Inayah-Nya. Tak lupa pula kami kirimkan shalawat serta salam kepada junjungan
Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh
umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman. Sehingga kami dapat
merampungkan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada Ibu Atika Muliyandari, M.Pd selaku dosen mata kuliah Sejarah
Pendidikan Islam ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah tentang Pendidikan Islam Pada
Zaman Kekhalifahan Safawi dan Kekhalifahan Moghul ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 14 Oktober 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................1

DAFTAR ISI.....................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................3

Latar Belakang..................................................................................................................3

Rumusan Masalah.............................................................................................................3

Tujuan...............................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................2

Latar Belakang berdirinya Kekhalifahan Safawi..............................................................5

Sistem Pendidikan Zaman Kekhalifahan Safawi..............................................................9

Kemajuan Kebudayaan pada Zaman Kekhalifahan Moghul..........................................11

Pendidikan pada zaman Kekhalifahan Moghul..............................................................15

BAB III PENUTUP........................................................................................................18

Kesimpulan.....................................................................................................................18

Saran...............................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kegiatan pendidikan adalah upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan


kehidupan bernegara dari segala aspek kehidupan manusia. Baik dari aspek politiknya
dan pertahanan keamanan maupun aspek-aspek yang lainnya. Majunya pendidikan dalam
suatu bangsa makin maju pula tingkat kecerdasan dan kemakmurannya. Tetapi
sebaliknya, terhambatnya pendidikan dalam suatu bangsa dan negara, akan terhambat
pula kecerdasan dan kemakmuran rakyat, bahkan keamanan bangsa dan negara pun akan
terancam. Dalam hal ini Negara tergantung pada kecerdasan bangsa dan ketahanan
nasional yang dimilikinya. Oleh karena itu sebagai penguasa, penentu kebijakan harus
mampu memandang negara dan bangsanya sebagai satu kesatuan yang utuh, dengan
berupaya melakukan pembangunan di segala bidang, terutama pada sektor pendidikan
baik yang bersifat material maupun immateril. Dengan terwujudnya kedua unsur ini,
mendorong terbentuknya masyarakat madani.
Dari pengalaman sejarah, suatu bangsa dapat ditaklukkan oleh musuhnya karena
keterbelakangan dibidang pendidikan, misalnya Indonesia telah terbelenggu +3 1/2 abad
di bawah kekuasaan para penjajah. Demikian juga kerajaan-kerajaan Islam seperti dua
kerajaan Islam yang pernah jaya yang dikenal dengan kerajaan Safawi dan Moghul, pada
akhirnya mengalami kemunduran (700 - 800 M) yang drastis.3 Yang pada hakekatnya
akibat karena kelemahan pada faktor pendidikan dari segala aspeknya. Sehubungan hal
tersebut, dalam makalah ini, penulis mencoba melihat kegiatan-kegiatan pendidikan pada
ketiga kerajaan tersebut.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana latar belakang Kekhalifahan Syafawi?


2. Bagaimana keadaan sistem pendidikan Kekhalifahan Syafawi?
3. Bagaimana kemajuan kebudayaan dan peradaban Kekhalifahan Moghul?

3
4. Bagaimana keadaan pendidikan Kekhalifahan Moghul

C. Tujuan Penulisan

1. Agar mengetahui latar belakang Kekhalifahan Syafawi


2. Agar memahami keadaan sistem pendidikan Kekhalifahan Syafawi
3. Dapat mengetahui kemajuan kebudayaan dan peradaban Kekhalifahan Moghul
4. Dapat memahami keadaan pendidikan Kekhalifahan Moghul

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kekhalifahan Safawi

Awalnya kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
Ardabila, sebuah kota di Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah,1 yang
diambil dari nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus
dipertahankankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus
dilestarikan setelah gerakan ini berhasil mendirikan Kerajaan.2 Menurut Harun Nasution,
di Persia muncul suatu dinasti yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia
Islam. Dinasti ini berasal dari seorang sufi bernama Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila
di Azerbaijan.3

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penggagas awal berdirinya Kerajaan
Safawi adalah Syekh Ishak Safiuddin dari Ardabila di Azerbaijan atau dikenal dengan
Safi Al-Din, yang semula hanya sebagai mursyid tarekat dengan tugas dakwah agar umat
Islam secara murni berpegang teguh pada ajaran agama. Namun pada tahun selanjutnya
setelah memperoleh banyak pengikut fanatik akhirnya aliran tarekat ini berubah menjadi
gerakan politik dan diteruskan mendirikan sebuah kerajaan. Perkembangan peradaban
Islam di Persia dimulai sejak berdirinya kerajaan Safawi, yang dipelopori oleh Safi Al-
Din sejak tahun 1252 hingga 1334 M. Kerajaan ini berdiri di saat Kerajaan Turki Usmani
mencapai puncak kejayaannya.

Dalam sejarah Silsilah Raja-Raja Kerajaan Safawi antara lain Safi Al-Din
(1252-1334 M), Sadar Al-Din Musa (1334-1399 M), Khawaja Ali (1399-1427 M),
Ibrahim (1427-1447 M), Juneid 1447-1460 M), Haidar 1460-1494 M), Ali (1494-1501
M), Ismail (1501-1524 M), Tahmasp I (1524-1576 M), Ismail II (1576-1577 M),
1
Tarekat Safawiyah ini didirikan bersamaan dengan berdirinya kerajaan Usmani di Turki.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000,hlm. 138
3
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Bebagai Aspek, Jakarta: UI-Press, 1985, hlm. 84

5
Muhammad Khudabanda (1577-1787 M), Abbas I (1588-1628 M), Safi Mirza (1628-
1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husen (1694-1722 M),
Tahmasp II (1722-1732 M), Abbas III (1732-1736 M)

Safi Al-Din berasal dari keturunan yang berada namun ia memilih sufi
sebagai jalan hidupnya. Ia keturunan dari Imam Syi’ah yang keenam, Musa Al-Kazhim.
Gurunya bernama Syaikh Taj Al-Din Ibrahim Zahidi (1216-1301), 4 yang dikenal dengan
julukan Zahid Al-Gilani, karena prestasi dan ketekunannya dalam kehidupan tasawuf,
Safi Al-Din dijadikan menantu oleh gurunya tersebut.5 Safi Al-Din mendirikan tarekat
Safawiyah setelah ia menggantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat tahun 1301 M,
pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan
tasawuf Safawiyah ini bertujuan memerangi orang-orang ingkar dan golongan “ahli-ahli
bid’ah”.6 Namun pada perkembangannya, gerakan tasawuf yang bersifat lokal ini berubah
menjadi gerakan keagamaan yang mempunyai pengaruh besar di Persia, Syria dan
Anatolia. Di negeri-negeri yang berada di luar Ardabil inilah, Safi Al-Din menempatkan
seorang wakil yang diberi nama Khalifah untuk memimpin murid-muridnya di daerah
masing-masing.7

Suatu ajaran Agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerapkali


menimbulkan keinginan di kalangan ajaran itu untuk berkuasa. Oleh karena itu, lama
kelamaan murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik
dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab selain Syi’ah.8

Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama
halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika Utara, Mahdiyah di Sudan dan Maturdiyah

4
Allouche, The Origins and Development of The Ottoman-Safavid Conflict, Michighan: University
Microfilms International, 1985, hlm. 96. Baca juga. Badri Yatim, hlm. 138-139.
5
Badri Yatim, op. cit., hlm. 139.
6
Bid’ah yaitu segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama tampa ada dasar syari’atnya
7
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Jakarta: bulan Bintang, 1981, hlm. 60
8
Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009, hal 188.

6
serta Naksyabandiyah di Rusia. Kecenderungan memasuki dunia politik secara konkrit
tampak pada masa kepemimpinan Juneid (1447-1460 M).

Dinasti safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan


politik pada kegiatan keagamaan. Perluasaan kegiatan ini ternyata menimbulkan konflik
antara Juneid dengan kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik
politik dengan kerajaan-kerajaan Kara Koyunlu (domba hitam) salah satu suku bangsa
Turki yang berkuasa di wilayah itu yang bermahzhab Sunni di bawah kekuasaan
Imperium Usmani. Karena konflik tersebut maka ia mengalami kekalahan dan diasingkan
ke suatu tempat. Di tempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr,
AK. Koyunlu (domba putih), juga suatu suku bangsa Turki. Ia tinggal di istana Uzun
Hasan, yang ketika itu menguasai sebagian Persia.9

Selama dalam pengasingan, Juneid tidak tinggal diam. Ia malah menghimpun


kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik denagn Uzun Hasan. Ia juga berhasil
mempersunting salah seorang saudara perempuan Uzun Hasan. Pada tahu 1459 M,
Juneid mencoba merebut Ardabil tetapi gagal. Pada tahun 1460 M, ia mencoba merebut
Circassia tetepi pasukan yang dipimpinnya dihadang oleh tentara Sirwan. Ia sendiri
terbunuh dalam pertempuran tersebut. Keteika itu anak Juneid, Haidar, masih kecil dan
dalam asuhan Uzun Hasan. Karena itu, kepemimpinan gerakan Safawi baru bisa
diserahkan kepadanya secara resmi pada tahun 1470 M. Hubungan Haidar dengan Uzun
Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari
perkawinan itu lahirlah Ismail, yang di kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Safawi di
Persia.10

Kemenangan AK-Koyunlu terhadap Kara Koyunlu tahun 1476 M, membuat


gerakan militer Safawi yang dipimpin oleh Haidar dipandang sebagai rival politik oleh
AK-Koyunlu dalam meraih kekuasaan yang selanjutnya. Padahal sebelumnya Safawi
adalah sekutu AK Konyulu, tetapi itulah politik. Ak Konyulu berusaha melenyapkan
9
Ibid, hal. 188
10
Carl Brockelmann, Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar Al-‘Ilm, 1974, hlm. 494-495.

7
kekuatan militer dan kekuasaan Dinasti Safawi. Karena itu, ketika Safawi menyerang
wilayah Sircassia dan pasukan Sirwan, AK Konyulu mengirim bantuan militer kepada
Sirwan, sehingga pasukan Haidar kalah dan Haidar sendiri terbunuh dalam peperangan
itu.11

Ali, putra dan pengganti Haidar, didesak oleh bala tentranya untuk menuntut
balas atas kematian ayahnya, terutama terhadap AK Konyulu. Tetapi Ya’kub pemimpin
AK Konyulu ketika itu dapat menangkap dan memenjarakan Ali bersama kedua
saudaranya Ibrahim dan Ismail beserta ibunya, di fars selama empat setengah tahun
(1489-1493 M). Mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra Mahkota AK Konyulu, dengan
syarat mau membantunya memerangi saudara sepupunya. setelah saudara sepupu Rustam
itu dapat dikalahkan. Ali bersaudara (Ibrahim dan Ismail) beserta ibunya kembali ke
Ardabil. Akan tetapi tidak lama kemudian Rustam berbalik memusuhi dan menyerang Ali
bersaudara pada tahun 1494 M dan Ali terbunuh dalam serangan ini.12

Kepemimpinan gerakan Safawi selanjutnya berada di tangan Ismail, yang saat


itu masih berusia 7 tahun. Selama 5 tahun Ismail beserta pasukannya bermarkas di Gilan,
mempersiapkan kekuatan dan mengadakan hubungan dengan para pengikutnya di
Azerbaijan, Syria, Anatolia. Pasukan yang dipersiapkan itu dinamai Qizilbash (baret
merah). Ismail memanfaatkan kedudukannya sebagai mursyid untuk mengkonsolidasikan
kekuatan politiknya dengan menjalin hubungan dengan para pengikutnya.13

Di bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash


menyerang dan mengalahkan AK Konyulu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus
berusaha memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Konyulu dan berhasil merebut
serta mendudukinya. Di kota inilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai Raja

11
Badri Yatim.Loc.Cit.hal.140
Holt P.M, dkk (ed.), The Cambridge History of Islam, vol.IA, London : Cambridge University
12

Press, 1970, hlm. 397. Baca juga. Badri Yatim, hlm.141.


Yaitu tentara kerajaan Safawi yang berasal dari suku-suku beraliran Syi’ah dari Anatolia bagian
13

timur. Pada pasukan Qizilbash ini topinya dilengkapi dengan 12 rumbai yang memiliki makna Syi’ah, Isna
‘Asyariah (Dua Belas Imam) mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan
militansi para pengikut Syi’ah dengan pemimpinnya.

8
pertama Dinasti Safawi. Ia disebut juga sebagai Ismail I.14 dengan ia sendiri sebagai
Syaikhnya yang pertama dan menetapkan Syi’ah Dua Belas sebagai agama resmi
kerajaan Safawi.

Dengan diproklamasikannya kerajaan Safawi sebagai kerajaan dan ditetapkan


pula Syi’ah sebagai agama kerajaan maka merdekalah Persia dari pengaruh dari kerajaan
Usmani dan kekuatan asing lainnya. Peristiwa inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya
Kerajaan Safawi yang akan turut memberikan kontribusi dalam perkembangan kekuasaan
Islam.

B. Keadaan Sistem Pendidikan Kekhalifahan Safawi

Masa kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan. Kerajaan Safawi. Secara


politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu
stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pemah direbut oleh
kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya. Selain kejayaan tersebut juga mengalami
banyak kemajuan dalam bidang lain, sepertibidang pendidikan dan keilmuan, yang
meliputi bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan pembangunan fisik dan seni.

1. Bidang Ekonomi

Perkembangan pendidikan dalam bidang ekonomi, membuat Kekhalifahan Safawi


pada masa pemerintahan Abbas 1 semakin maju. Dengan kemajuan ini, kepulauan
Hurmuuz dan pelabuhan Gumrun (diubah menjadi Bandar Abbas) dikuasainya lalu
dijadikan sebagai jalur dagang laut antara Timur dan Barat. Dalam bidang pertanian juga
mengalami kemajuan, terutama di daerah Bulan Sabit Subur (forlile Crescent). Dengan
kemajuan perekonomian negara tersebut, Ibukota Kekhalifahan Safawi, Isfahan menjadi

14
Holt P.M, dkk (ed.), op.cit., hlm 398

9
kota yang menempati posisi sangat penting untuk tujuan politik dan ekonomi bagi negara
Iran yang berpusat di Kekhalifahan Safawi.

Pada masa Abbas 1, dan Abbas H (1642 - 1666) aktivitas-aktivitas pendidikan


dan keagamaan semakin nampak, ditandai dengan adanya sejumlah sekolah dan
perguruan tinggi (48 buah) dan 162 masjid, nampak pula fasilitas lainnya yang
menyokong kota- kota di daerah Kekhalifahan Safawi15

2. Bidang Ilmu Pengetahuan

Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang berpendidikan
tinggi dan memiliki peran penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Sehingga
tidak mengherankan jika tradisi keilmuan terus berlanjut pada masa kekhalifahan safawi.
Kegiatan keilmuan banyak diadakan di Majelis Istana, seperti kajian teologi, kesejarahan
dan kefilsafatan.

Pakar ilmuan yang memiliki andil besar saat itu adalah Bahr al-Din al- Syaerazi
Ibnu Muhammad Damad ahli bidang filosof) ilmu sejarah dan teologi. Dalam bidang-
bidang tersebut menurut Badri Yatim, M.A., Kerajaan Safawi jauh lebih berhasil
memajukan ilmu pengetahuan jika dibandingkan dengan dua kekhalifahan besar Islam
lainnya, yaitu Kekhalifahan Turki Usmani dan Kekhalifahan Moghul.

3. Bidang Pembangunan Fisik dan Seni

Selain kegiatan pendidikan tersebut, juga nampak pendidikan seni dan arsitek
yang bukan hanya berpusat pada ibukota istana tetapi juga sampai di daerah pedalaman.
Atas kebesaran Syah Abbas ini dapat disertakan dengan dua penting sejamannya - Raja
Akbar di Indonesia dan Ratu Elizabeth di Inggris. Di bidang arsitektur bangunan-
bangunannya, seperti terlihat pada Masjid Shah yang dibangun tahun 1661 M dan Masjid
Syekh Luth Ailah yang dibangun tahun 1603 M, unsur setu lainnya terlihat pula dalam

15 Ira. M. Lapidus, A History of Islamic Societies, Penerjemah, Ghuiran A. Mas'adi, sejarah Sosial Umat
Islam. Edisi 1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999).hal. 452-453

10
bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet permadani dan tenunan, dan lain-lain. Seni lukis
ini mulai dirintis sejak zaman Tahmasp I, Raja Ismail Satu (1522 M) mendatangkan
seorang pelukis Timur ke Tabriz yang bernama Bizhad.
Kemajuan dalam bidang seni diayomi oleh seniman Persia genius, diantaranya
Syah Ismail dan Syah Tahmasp. Dalam bidang seni kaligrafi juga nampak nyata,
kaligrafer yang menjadi pujaan Syah Abbas adalah Ali Riza. Seni lukis miniatur
mencapai puncaknya dengan karya lukis yang menggambarkan naskah sastra klasik,
misalnya lukisan Syah Nama yang diperkirakan mencapai 250 karya lukis, salah satu
pelukisanya adalah Firdausi. Untuk mendorong perkembangan kesenian tersebut, pihak
sultan yang berkuasa senantiasa memperhatikan kesejahteraan (disediakan imbalan yang
memadai atau disruh tinggal di istana, apabila mereka tinggal di luar kota - di propinsi
yang jauh).19 Karena kemajuan dalam bidang seni tersebut, nampaklah kota Isfahan
menjadi salah satu kota yang indah di dunia pada jamannya dengan jumlah penduduk
kurang lebih satu juta jiwa. Keadaan taman kota nampak indah dimata pengunjung,
sehingga seorang pengunjung Prancis menyatakan keagungannya dengan ungkapan
“Dari arah manapun orang memandang kota itu akan tampak hijau”.

C. Kemajuan Kebudayaan dan Peradaban Kekhalifahan Moghul

Dinasti Mughal di India dengan New Delhi sebagai ibukota, didirikan oleh
Zahiruddin Babur (1526-1530), salah satu dari cucu Timur Lenk, ayahnya bernama Umar
Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia
masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang
menjadi kota penting di Asia Tengah pada masa itu, Pada mulanya, ia menelan
kekalahan, tetapi karena mendapat bantuan dari raja Safawi, Ismail I akhirnya berhasil
menaklukkan Samarkand tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M, ia menduduki Kabul, ibu
kota Afghanistan.

Nama Mughal berasal dari Mongol. Meskipun pada masa kini istilah tersebut
membangkitkan kemegahan sebuah kerajaan, namun ternyata itu bukanlah nama yang
dipilih oleh penguasanya, sebagai keturunan penguasa Timur Turki dari pihak ayah.

11
Babur, penguasa Mughal yang pertama merupakan keturunan Jenghis Khan dari pihak
ibunya. Dia berbicara bahasa Turki dan kurang suka disebut mughal alias mongol karena
seakan-akan menyamakan kedudukanya dengan gerombolan barbar yang kejam. Selama
abad keenam belas, Eropa memakai istilah Mughal untuk mendeskripsikan penguasa
India ini. Hingga kini, kita mengenal istilah Dinasti Mughal dalam sejarah sebagai sebuah
dinasti besar yang menguasai daerah di asia bagian tengah.

Dinasti Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India. Dinasti
ini merupakan kelanjutan dari kesultanan Delhi yang melalui perjuangan yang panjang,
hingga akhirnya terbentuk sebuah dinasti yang terpusat, yang merupakan suatu usaha
membentuk sebuah budaya Islam yang didasarkan pada sebuah sintesa antara warisan
Persia dan bangsa India.

Perkembangan sebuah peradaban tentunya melalui sebuah proses yang tidak


terlepas dari sistem dan kelembagaan pendidikan. Begitu juga dengan Dinasti Mughal,
tentunya sangat menarik untuk dibahas dan tentang sejarah kemajuan kebudayaan dan
pendidikannya dimasa itu.

Pada masa pemerintahan Akbar (1556-1605), Kerjaraan Mughal pada mulanya


mengalami kemerosotan. Ketika itu, kerajaan ini mengalami krisis ekonomi yang ditandai
dengan rakyatnya mengalami kelaparan, dan imperiumnya mengalami tekanan dari
berbagai luar. Akbar lalu membentuk landasan institusional juga landasan geografis bagi
kekuatan imperiumnya.

Corak pemerintahan Mughal yang dijalankan Akbar, adalah sebuah elite militer
politik yang pada umumnya terdiri dari pembesar-pembesar Afghan, Iran, dan Turki, dan
Muslim asli India. Meskipun elite pemerintahannya secara resmi adalah warga Muslim,
namun terdapat sekitar 29% warga Hindu sebagai aristokrasi Mughal, yang kebanyakan
mereka adalah Hindus Rajput dan Marathas. Atas kebijakan Akbar ini, maka elite
pemerintah didukung secara sama oleh loyalitas dan pengabdian beberapa kelompok
nasab bawahan. Kebijakan Akbar tersebut membuat Kerajaan Mughal eksis dan mampu

12
memperluas wilayahnya di Hidusitan dan Punjab meliputi; Gujarat, Rajasthan, Bihar, dan
Bengal. Ke arah utara, ia merebut Kabul, Kashmir, Sind dan Baluchistan. Deccan juga
direbutnya pada tahun 1600 M, dan meluas sampai ke ujung utara serta beberapa propinsi
merdeka di India Selatan.

Dasar-dasar kebijakan sosial yang ditempuh oleh Akbar adalah menjalankan


politik sulahul (toleransi universal). Dengan cara ini, semua rakyatnya dipandang sama,
mereka tidak dibedakan sama sekali oleh ketentuan agama atau lapisan sosial. Di antara
kebijakannya tersebut adalah:
1. Menghapuskan jizyah bagi non Muslim
2.Memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran yang sama bagi setiap masyarakat,
yakni dengan mendirikan madrasahmadrasah
3. Memberi tanah-tanah wakaf bagi lembaga-lembaga sufi.
4.Membentuk undang-undang perkawinan baru, di antaranya melarang masyarakatnya
kawin muda, berpoligami bahkan ia menggalakkan kawin campur antar agama.
5.Menghapuskan pajak-pajak pertanian terutama bagi pertanianpertanian miskin,
sekalipun non Muslim.
6. Menghapuskan tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang; dan
7. Mengatur khitanan anak-anak.

Aspek penting lainnya yang disosialisasikan Akbar adalah menciptakan Din


Ilahiy yang ciri-cirinya:
a. Percaya pada ke-Esaan Tuhan
b. Akbar sebagai khalifah Tuhan dan seorang padash (al-Insan alkamil), ia mewakili
Tuhan di muka bumi dan selalu mendapat bimbingan langsung dari Tuhan, ia
terma’shum dari segalamkesalahan.
c. Semua pemimpin agama harus tunduk dan sujud pada Akbar.
d. Sebagai manusia padash, ia berpantangan memakan daging (vegetarian).
e. Menghormati api dan matahari sebagai simbol kehidupan.
f. Pada hari ahad sebagai hari resmi ibadah.
g. Assalamualaikum diganti “Allahu Akbar” dan “Alaikum salam” diganti “jalla jalalah”.

13
Di antara faktor-faktor yang mendorong Sultan Akbar menciptakan “Din Ilahy”
adalah sebagai berikut:
1) Para ulama dan pemimpin agama saling berbeda pendapat mengenai masalah-masalah
keagamaan. Mereka saling mengecam dan berpecah belah.
2) Keadaan rakyat dan penganut agama-agama di India semakin fanatik karena pengaruh
tokoh-tokoh agama, bahkan rakyat tidak sedikit saling bertikai.
3) Pengaruh penasihat-penasihat agama dan politik Sultan Akbar, diantaranya Abu Fadhl,
Mir Abdul Latif (Persia) dan Syaikh Mubaraq yang membiarkan bahkan tidak jarang
mendorong Akbar berpikir bebas dan radikal.

Sebenarnya masih banyak kebijakan-kebijakan lain yang umumnya lebih


mementingkan persatuan politik, sekalipun dengan banyak mengorban-kan nilai-nilai
syariah Islam. inilah perode yang betul-betul “sinkretik” membumi di India, suatu usaha
“pemerintahan Islam” untuk bisa diterima di kalangan rakyat India. Sultan Akbar ingin
menembus batas-batas terdalam tradisi Hindustik dan agama-agama lain di India. Ia
meninggal pada tahun 1605 M setelah menderita sakit yang cukup parah (karena kawan-
kawan dekatnya dibunuh oleh anaknya Jahangir, mungkin disebabkan adanya rasa
cemburu yang terlalu banyak sehinggamemengaruhi ayahnya).

Kemajuan-kemajuan yang telah dicapainya dapat dipertahankanoleh sultan-sultan


selanjutnya, antara lain Jahangir (1605-1627M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan
Aurangzeb. Pada masa Jahangir dan Syah Jehan kondisi Kerajaan Mughal masih tetap
stabil dan terkendali sebagaimana halnya pada masa Akbar. Kemajuan yang dialaminya
pun hampir sama dengan masa sebelumnya. Bahkan Jahid Haji Sidek menyatakan bahwa
khusus pada masa Syah Jehan wilayah Kerajaan Mughal sudah sampai melampai batas-
batas India, seperti Kandahar, Balks, Badakan, dan Samarkand. Kesan-kesan
keberhasilannya diwarnai dengan suksesnya merapikan politik kenegeraannya.
Pembangunan ekonomi dimulai dari pengembangan sistem irigasi. Perdagangan ia
kembangkan dengan sistem ekspor-impor dari industri-industri seperti tekstil, keramik
dan kerajinan tangan lainnya.

14
Setelah melewati masa pemerintahan Jahangir dan Syah Jehan, maka imperium
selanjutnya berada di tangan Aurangzeb (1658-1707 M). Tidak dapat dinafikan bahwa
pada masa ini, Kerajaan Mughal tetap mengalami kemajuan dalam berbagai. Namun
kemajuan yang dicapainya adalah masih warisan dari masa imperium sebelumnya. Aspek
yang paling menonjol pada masa Aurangzeb adalah dia memberlakukan pajak kepala
terhadap warga non-Muslim, juga memerintahkan penghancuran patung-patung Hindu.
Dengan sikapnya seperti itu, menimbulkan kebencian warga Hindu terhadap Aurangzeb.
Dari sinilah mulai babak kemunduran Kerajaan Mughal, oleh karena pemerintah tidak
mendapat simpati lagi di kalangan sebagian masyarakat.

D. Pendididikan Islam pada Zaman Kekhalifahan Moghul

Pada masa Kekhalifahan Islam Mughal, pendidikan memperoleh perhatian yang


cukup besar. Untuk keperluan ini pihak kekhalifahan mendorong untuk menjadikan
masjid selain tempat ibadah juga sebagai tempat belajar agama bagi masyarakat. Di
masjid memang telah tersedia ulama yang akan mengajarkan berbagai cabang disiplin
ilmu agama. Bahkan, di masjid juga telah disediakan ruang khusus bagi para pelajar yang
ingin menetap di masjid selama mengikuti pendidikan. Karena itu, hampir setiap masjid
merupakan pengembang ilmu-ilmu agama tertentu dengan guru-guru yang ahli dalam
bidang masing - masing.

Dalam penggalan sejarah, Dinasti Mughal, tampil dua penguasa paling


berpengaruh: Akbar Khan dan Syah Jahan. Meskipun keduanya memerintah dalam
periode yang berbeda, tetapi kebijakan Akbar Khan dan Syah Jahan, khususnya berkaitan
dengan pengembangan Islam di India, memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.

Lain dengan Akbar Khan, lain pula dengan Syah Jahan. Adapun Syah Jahan
membangun Taj Mahal untu makam permaisuri yang sangat dicintainya. Bangunan ini
menjadi kekaguman Dunia sampai sekarang, termasuk salah satu dari tujuh keajaban

15
dunia, juga membangun Masjid Mothi, masjid mutiara di Agra, di samoing Taj Maha,
seluruhnya terbuat dari marmer dan dipahatkan ayat Al-Qur’an didalamnya dengan
mempergunakan marmer hitam.

Pada masa dinasti Mughal, muncul Umran (Sosiology), falsafah tarikh


(Philosophy of history), dengan munculnya Muqaddimah Ibnu Khaldun kitab pertama
dalam bidang ini, dalam masa ini juga disempurnakan penyusunan ilmu politik, ilmu tata
usaha, ilmu peperangan, ilmu kritik sejarah. Di bawah kepemimpinan Kekhalifahan
Mughal aktivitas pendidikan terus berkembang sampai menduduki posisi penting pada
setiap kebijakan.4

Babur (1526-1530), membangun sebuah madrasah di Dili. Madrasah ini tidak


hanya mengajarkan kurikulum pengetahuan agama seperti madrasah lainnya, tetapi juga
mengajarkan matematika, astronomi dan geografi. Dia juga membentuk Departemen
Urusan Umum (Shurat-I Amm) yang tugasnya mengembangkan sekolah-sekolah dan
madrasah-madrasah.

Pada masa kepemimpinan Akbar (1556-1605), sejumlah madrasah didirikan baik


oleh pemerintah maupun individu. Akbar mendirikan sebuah madrasah di Fathpur Sikri,
di Dili dibangun madrasah oleh Maham Aqna (Ibu Pengasuhnya) yang terkenal dengan
arsitekturnya. Kurikulum madrasah berisi ilmu pengetahuan umum disamping ilmu
pengetahuan agama. Pelajaranya meliputi matematika, agrikultura, geometri, astronomi,
fisika, logika, filsafat alam, teologi, sejarah dan pendidikan agama.

Dengan melihat pelajaran-pelajaran yang diajarkan pada madrasah dan sekolah


tersebut, maka metode yang dipahami multi-metode. Aktivitas pendidikan yang kemudian
sangat mencolok di India pada abad ke-18 dengan lahirnya gerakan mujahidin yang
dicetuskan oleh Syeikh Waliyullah yang memberikan perhatian sangat serius pada
pendidikan.

16
Gerakan mujahidin diteruskan oleh putranya Syah Abdul Azis yang menekankan
bahwa untuk mencapai kemajuan harus mempelajari Bahasa Eropa (Bahasa Inggris) yang
sebelumnya diharamkan. Kemudian dilanjutkan oleh Sir Sayyid Ahmad Khan yang
menyatukan bahwa untuk mencapai kemajuan harus kembali kepada ajaran Islam yang
murni yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Dengan membersihkan tauhid dari kemusyrikan
dan meninggalkan taqlid. Ijtihad diperlukan untuk memperoleh interpretasi baru terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Aktivitas sistem pendidikan pada masa kerajaan Mughal, kendati tidak mengalami
kemajuan seperti pada masa klasik dan masa sekarang, namun cukup berkembang dengan
pesat dan mengalami kemajuan sesuai dengan ukuran zamannya. Pendidikan pada masa
Syafawi, kemajuan pendidikan lebih mencolok pada bidang arsitektur dan seni yang
menghasilkan bangunan yang mewah menurut zamannya. Pada masa Mughal, aktivitas
pendidikan terus berkembang sampai menempatii tempat yang penting penting pada
setiap kebijakan pemerintah.

Dalam rangka memajukan Dinasti setiap tokoh dalam kerajaan besar ini sepakat
bahwa hanya dengan memajukan pendidikanlah yang dapat mengantar kepada kemajuan
dalam berbagai bidang kehidupan.

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Awalnya kerajaan ini berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabila,
sebuah kota di Azerbaijan, Tarekat ini diberi nama Tarekat Safawiyah, yang diambil dari
nama pendirinya Safi Al-din (1252-1334 M), dan nama itu terus dipertahankan sampai
tarekat ini menjadi gerakan politik. Bahkan, nama itu terus dilestarikan setelah gerakan
ini berhasil mendirikan Kerajaan Islam yang besar di Persia
Masa kekuasaan Abbas 1 merupakan puncak kejayaan. Kerajaan Safawi. Secara
politik, ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu
stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pemah direbut oleh
kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya. Selain kejayaan tersebut juga mengalami
banyak kemajuan dalam bidang lain, sepertibidang pendidikan dan keilmuan, yang
meliputi bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, dan pembangunan fisik dan seni.
Dinasti Mughal di India dengan New Delhi sebagai ibukota, didirikan oleh
Zahiruddin Babur (1526-1530), salah satu dari cucu Timur Lenk.Ada 3 raja besar dari
Kerajaan ini, yaitu Raja Akbar, Jahangir dan Urangzeb. Pada masa Akbar, ia
menggalakkan Islam yang sinkretis, dilanjutkan oleh Jahangir, sedangkan pada masa
Aurangzeb Ia sudah mulai memurnikan ajaran Islam.
Aktivitas sistem pendidikan pada masa kerajaan Mughal, kendati tidak mengalami
kemajuan seperti pada masa klasik dan masa sekarang, namun cukup berkembang dengan
pesat dan mengalami kemajuan sesuai dengan ukuran zamannya. Pendidikan pada masa
Syafawi, kemajuan pendidikan lebih mencolok pada bidang arsitektur dan seni yang
menghasilkan bangunan yang mewah menurut zamannya. Pada masa Mughal, aktivitas
pendidikan terus berkembang sampai menempatii tempat yang penting penting pada
setiap kebijakan pemerintah.

18
B. Saran

Kedua Kekhalifahan ini sangat berperan dalam memajukan penndidikan Islam.


Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam setelahnya harus biasa meneladani yang baik
dan menghindari yang burrk dari kedua kekakhalifahan ini.
Kemudian, kepada para pembaca, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca kepada kami sebagai penyusun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Bebagai Aspek, Jakarta: UI-Press, 1985,

Allouche, The Origins and Development of The Ottoman-Safavid Conflict, Michighan:


University Microfilms International, 1985

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jilid III, Jakarta: bulan Bintang, 1981

Samsul Munir Amin, M.A., Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009

Carl Brockelmann, Tarikh As-Syu’ub Al-Islamiyah, Beirut: Dar Al-‘Ilm, 1974

Holt P.M, dkk (ed.), The Cambridge History of Islam, vol.IA, London : Cambridge
University Press, 1970,

Ira. M. Lapidus, A History of Islamic Societies, Penerjemah, Ghuiran A. Mas'adi, sejarah


Sosial Umat Islam. Edisi 1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999)

20

Anda mungkin juga menyukai