MAKALAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam II
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2
Samaniyah ..................................................................................................................... 6
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan tepat waktu. Shalawat serta
salam tak lupa kita jungjungkan kepada Baginda yakni Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarganya, kepada para sahabatnya, serta kita selaku yang mengikuti sunnahnya hingga akhir
zaman.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu Bapak Dr. Hj. Siti ngaisyah, M.A pada mata kuliah Sejarah peradaban islam II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai DINASTI
SAMANIYAH DAN GHAZNAWI bagi pembaca dan juga penulis.
Demikianlah makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau
adanya ketidaksesuaian materi kami mohon maaf. Oleh karena itu, kami menerima kritikan
dan saran dari pembaca agar bisa membuat makalah dengan lebih baik pada kesempatan
berikutnya. Kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
3
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut para pakar sejarah islam, Daulat Abbasiyah telah berjasa dalammemajukan
umat islam. Hal ini ditandai dengan kemajuan di bidang ilmupengetahuan, peradaban, kesenian
dan filsafat. Sekalipun demikian menurut Philips K. Hatti dinasti ini tidak mampu
mempertahankan integritas negrinya,karena setelah Khalifah Harun Ar-Rasyid daerah
kekuasaan ini mulai goyah baikdaerah timur dan barat Baghdad. Hal ini bisa di lihat dengan
munculnya banyakdinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di timur dan barat
Baghdad. Dibarat Baghdad ada, Dinasti Idrisi di Maroko (172-375 H / 788 M-985 M), Dinasti
Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M), Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H /868 M-967
M), Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967 M), Dinasti Hamdaniah (317
H – 399H/929M – 1009M). Di timur Baghdad diantaranya:Dinasti Tahiri (200 H-259 H / 820
M-872 M), Dinasti Safari (254 H-289 H / 867M-903 M), Dinasti Samani (261 H-389 H / 874
M-999 M), dan Dinasti Ghazwani.Faktor yang mendorong berdirinya dinasti kecil ini yaitu
adanya persainganajabatan Khalifah di antara keluarga raja dan munculnya sikap Abbasiyah
antaraketurunan Arab dan Non Arab, tepatnya Arab dan Persia.
Pendapat lainnya bahwa kemungkinan munculnya dinasti kecil ini pada abad keIII
Hijrah, disebabkan banyaknya kegoncangan politik, yang timbul dalam duniaislam yang
dimanfaatkan oleh keluarga yang sudah mempunyai kekuasaan didaerah
4
BAB II
PEMBAHASAN
Bani Saman dari Transoxiana dan Persia (974-999 M) adalah keturunan bangsawan
penganut Zoroaster bernama Saman dari daerah Balkh. Keluarga bangsawan ini sudah terkenal
keberaniannya pada era Khalifah Harun ar-Rasyid melalui keempat cucu dari Saman; Nuh,
Ahmad, Yahya dan Ilyas putra Asad bin Saman. Keempat putra tersebut membantu Khalifah
menumpas pemberontakan Rafi’ bin al-Laits di Samarkand.
Pada era al-Ma-mun, kesetiaan keempat putra Asad bin Saman terhadap pemerintahan
Abbasiyah dibayar dengan mengangakat mereka sebagai penguasa di Samarkand, Ferghana,
Al-Syas dan Herat. Ahmad bin Asad menggantikan saudaranya yang paling tua setelah
wafatnya sebagai pemimpin Samarkand dan diteruskan oleh Nashr bin Ahmad yang dinyatakan
secara resmi oleh Khalifah al-Mu’tamid (870-892 M) pada tahun 874 M sebagai amir di
Samarkand. 16 Pendiri Dinasti Saman adalah Nashr Bin Ahmad (874-892 M), yang juga cicit
dari Saman. Sedangkan sosok yang menegakkan dinasti ini adalah saudaranya, Ismail bin
Ahmad al-Samani (892-907 M).
1
Oleh Faujan Adhim, buku Sejarah Peradaban Islam
5
d. Ahmad II bin Ismail 295 H/907 M
e. El-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
f. Al-Amir al-Hamid Nuh I 331 H/943 M
a. Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
b. Al-amir as-Sadid Manshur I 350 H/961 M
c. Al-Amir ar-Ridha Nuh II 365 H/976 M
d. Mansur II 387 H/997 M
e. Abdul Malik II 389 H/999 M
f. Ismail II Al-Muntashir 390-395H/1000-1005 M
Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah barat Baghdad, dinasti ini
tetap tunduk kepada kepemimpinan Khalifah Abbasiyyah.2
Dinasti Samaniyah adalah sebuah dinasti yang memerintah di wilayah Persia dan
bagian dari Asia Tengah dari sekitar tahun 819 M hingga 1005 M. Dinasti ini Didirikan oleh
Saman Khuda, dan merupakan salah satu dinasti pertama dari bangsa Iran yang memerintah di
wilayah tersebut setelah penalukan Arab.
2
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedia Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),h.159.
3
Ahmad al-Usairy,at-Tarikhul Islami
6
3. Perlindungan terhadap Ilmu Pengetahuan dan Budaya: Di bawah dinasti Samaniyah,
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang signifikan. Mereka
mendukung perkembangan sastra, seni, dan ilmu pengetahuan, serta melindungi
intelektual seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina.
4. Perkembangan politik Dinasti Samaniyah mencerminkan dinamika politik yang
kompleks di wilayah Persia selama periode tersebut, dengan perubahan dan persaingan
yang mempengaruhi pemerintahan mereka
Namun, pada akhirnya, Dinasti Samaniyah mengalami kemunduran akibat tekanan dari
dinasti-dinasti lain, terutama dinasti Ghaznavid yang mulai memperluas kekuasaannya. Pada
tahun 1005 M, Dinasti Samaniyah jatuh dan wilayah mereka menjadi bagian dari kekaisaran
Ghaznavid.
Dinasti Samaniyah adalah sebuah dinasti kekuasaan Persia yang berkuasa dari sekitar
tahun 819 hingga 999 M. Kondisi sosial dan keagamaan pada masa tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor politik, budaya, dan agama.4
1. Agama : Dinasti Samaniyah Didirikan oleh Isma'il ibn Ahmad, yang menanamkan
aliran Islam Syiah Isma'iliyah. Namun, pada masa pemerintahan Nasr I
(memerintah 914-943 M), pemerintahannya cenderung lebih netral dalam urusan
agama dan tidak memaksakan pandangan keagamaan tertentu pada rakyatnya.
2. Pluralitas Agama : Meskipun Islam adalah agama dominan di wilayah ini, terdapat
beragam kepercayaan dan agama lain di masyarakat, termasuk Zoroastrianisme,
Kristen, dan sejumlah kepercayaan tradisional.
3. Intelektualisme dan Kebudayaan : Masa pemerintahan Samaniyah dikenal sebagai
periode kebangkitan intelektual di wilayah Persia. Mereka mendukung kegiatan
ilmiah dan intelektual, memungkinkan perkembangan sastra, filsafat, dan seni.
4. Struktur Sosial : Struktur sosial pada masa Dinasti Samaniyah mencakup berbagai
golongan, termasuk bangsawan, pedagang, petani, dan rakyat biasa. Kondisi sosial
bisa sangat berbeda tergantung pada status sosial dan ekonomi.
4
Oleh Dr. H. Anwar Sewang, MA, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sulawesi Tengah 2017
7
5. Kondisi Ekonomi : Wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Samaniyah termasuk daerah
pinggiran kota dan strategis untuk perdagangan. Ini mendukung perekonomian
yang relatif kuat, terutama melalui perdagangan dan pertanian.
6. Kehidupan Sehari-hari : Kehidupan sehari-hari masyarakat mencakup berbagai
aktivitas, seperti bekerja, beribadah, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan
budaya.
7. Pengaruh Budaya Asing : Wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Samaniyah terletak
di persimpangan berbagai jalur perdagangan dan sering kali dipengaruhi oleh
budaya-budaya asing, terutama dari Asia Tengah dan Timur Tengah.
8. Kesenjangan Sosial : Seperti pada masa kekuasaan kebanyakan dinasti, ada
kemungkinan adanya kesenjangan sosial antara kelompok yang berkuasa dan rakyat
biasa.
Penting untuk diingat bahwa kondisi sosial dan keagamaan selalu berubah seiring
waktu dan bergantung pada banyak faktor, termasuk pemerintahan yang berkuasa,
peristiwa sejarah, dan pengaruh budaya eksternal.
Dinasti Samaniyah telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kemajuan
Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filasafat, budaya, politik, dan lain-lain. Tokoh atau
pelopor yang sangat berpengaruh dibidang filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini
adalah Ibn Sina, selain Ibn Sina juga muncul para pujangga dan ilmuwan dibidang kedokteran,
astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi, Ummar Kayam, Al-Bairuni
dan Zakariya Al- Razi.
Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota budaya
dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota ini dapat
menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil
mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga kehidupan masyarakatnya sangat
tentram, hal terjadi karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat di
Baghdad.5
5
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151
8
ilmu kedokteran, ilmu falak serta filsafat juga mengalami kemajuan dengan disusun
dan direkonstruksi serta diterjemahkan bahasa Persia ke bahasa Asab. Diantara beberapa
literatur di bidang kedokteran yang terkenal masa itu adalah buku al-Manshury yang dikarang
oleh Abu Bakr al-Razzi. Pada masa ini muncul pula filosof muda belia yakni Ibnu Shina yang
berhasil mengobati Amir Nuh bin Mansur pada saat Ibnu Sina berusia delapan belas tahun. Di
bidang kesusasteraan muncul al-Firdawsi (934-1020) yang menulis sajak-sajaknya. Tercatat
juga dalam sejarah seorang wazir pada pemerintahan al-Manshur I bin Nuh (961-976) yang
bernama Bal’ami. Ia menerjemahkan Mukhtasar al-Thabari. Bahkan perpustakaan milik dinasti
Samaniyah yang berada di Bukhara memiliki berbagai koleksi buku yang tidak dijumpai di
tempat lain.[6] Begitu tingginya peradaban umat manusia di masa Dinasti Samaniyah ini
terlebih lagi bila dibandingkan dengan keadaan peradaban yang terjadi pada kedua dinasti
sebelumnya. Tidak hanya dalam bidang sains dan filsafat yang berkembang dimasa ini tetapi
juga dalam bidang ilmu-ilmu keislaman.6
Pada akhir sejarah, dinasti ini dipimpin oleh Manshur bin Abdul Malik (961-976 M). Pada
masa ini wilayah kekuasaannya mulai terpecah dan memisahkan diri, di antaranya kelompok
Buwaihi yang menguasai setengah wilayah Iran, dan juga Tabristan, Jurjan dan Dailam yang
juga memisahkan diri. Penyebab melemahnya dinasti ini antara lain:
6
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463.
7
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-Ghazwi
Al-Maghuli., hlm. 46
9
DINASTI GHAZNAWI
Pada tahun-tahun pertengahan dari abad kesepuluh, terlihat pada negara Samaniyah
adanya tanda-tanda ketidakstabilan. Serangkaian revolusi istana memperlihatkan bahwa kelas
militer dan kelas tuan tanah, menentang kebijaksanaan sentralisasi admistratif para amir, dan
berupaya memegan kendali; pemberontakanpemberontaka di Khurasan melepaskan dari
provinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Karena itu tidaklah sulit Qarakhaniyah dan
Ghaznawiyah untuk mengambil alih wilayah Samaniyah pada dasawarsa terakhir abad ini.9
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan perdaban Islam daripada
persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman
penguasa Bani Abbas, dengan berbagi cara diantaranya pemberontakan yang dilakuka oleh
seorang pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Dari latar
belakang dinasti-dinasti itu, Nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara
Arab, Persia, dan Turki.10
Bangsa Turki mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban
Islam. Peran yang paling menonjol telihat dalam politik ketika mereka masuk dalam barisan
8
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
9
C.W. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung : Mizan, 1993), h. 129
10
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), h.192
10
tentara profesinal maupun dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk khalifah-khalifah
bani Abbasiyah, kemudian, mereka sendiri membangun kekuasaan yang sekalipun independen
tetapi masih tetap mengaku loyal kepada khalifah Bani Abbasiyah
Setelah keruntuhan kerajaan Daulat Bani Abbasiyah, kekuatan militer Abbasiyah pada
waktu itu mulai mengalami kemunduran, sebagai penggantinya para penguasa Abbasiyah
menjalankan orang yang profesional di bidang kemeliteran, khususnya tentara Turki dengan
sistem perbudakan. Pengangkatan anggota militer baru Turki ini dalam perkembangan
selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan Khalifah, sudah muncul
fanatisme kebangsaan berupa gerakan Syu‟ubiyah (kebangsaan anti Arab). Kelompok inilah
yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan keagamaan.
Sebuah daula baru, Ghaznawiyah yang terbentuk di Ghazna pada tahun 366 H/976 M
mempunyai peranan besar dalam sejarah Islam terutama pada anak benua India. Pada tahun
350 H/961 M Raja Bani Saman, Abd Malik bin Nuh, mengangkat Alpataqin menjadi Gubernur
di Hijah, Barat laut Afganistan. Tetapi jabatan ini berakhir ketika rajanya meninggal dan
digantikan oleh Mansur bin Nuh.11
Dapat disimpulkan dari sejarah di atas pengambilalihaan kekuasaan ala Ghaznawi ini
diawali oleh masalah pribadi Alpatakin yang tidak diangkat menjadi gubernur lagi, sehingga
membuat Alpatakin membentuk sebuah dinasti kecil lalu melakukan ekspansi-ekspansi secara
perlahan sehingga memiliki banyak wilayah dan pasukan. Dilanjutkan oleh anaknya Sabutaqin
yang hampir sama dengan beliau melakukan ekspansi-ekspansi.
Akhirnya puncak dinasti itu lahir di tangan seorang Mahmud yang berhasil
melumpuhkan Samaniyah. 12 Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan siapa
sebenarnya yang mendirikan dinasti Ghaznawi. Jurji Zaidan menganggap Alpataqin sebagai
pendiri Dinasti Ghaznawi, sedangkan Philip K. Hitti berpendapat bahwa Sabuktaqin adalah the
real founding dinasti Ghaznawiyah. 13 Menurut hemat penulis, kedua pendapat tersebut dapat
dibenarkan, paling tidak Alpataqin adalah sebagai perintis berdirinya Dinasti Ghaznawiyah,
sementara Sabuktaqin mampu membentuk kekuatan dinasti yang mapan dan wilayah yang luas
sehingga kemudian diakui keberadaannya oleh Baghdad.12
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002), h. 64
12
Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, (London: Routledge and Kegan Paul, [t.t.]), h. 16
11
Raja-raja yang berkuasa di dinasti ghaznawi dari awal pemerintahan hingga akhir
pemerintahan :
13
C.E .Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, h.205
12
KONDISI POLITIK DINASTI GHAZNAWIYAH
14
Busman edyar dkk, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 95
15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Cet. 2, ( Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), h.
155.
13
luas, dari pinggir laut Kaspia di utara hingga sungai Gangga di India, dari sungai Ozus di
Amudarya (Asia Tengah) sampai sungai Indus (pesisir selatan India).16
Dinasti Ghaznawiyah adalah dinasti yang berkuasa di wilayah Persia dan sekitarnya
pada abad ke-10 hingga ke-12 Masehi. Kondisi sosial dan keagamaan di bawah pemerintahan
dinasti Ghaznawiyah dapat dijelaskan sebagai berikut17:
16
W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam, terjemahan Kartono Hadikusumo, judul asli The Majesty that was
Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 212
17
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
14
Islam dan memfasilitasi penyebaran ilmu pengetahuan. Ghaznawiyah dikenal karena
membangun perpustakaan dan mendukung ilmuwan dan cendekiawan.
7. Kesenian dan Arsitektur : Dinasti Ghaznawiyah juga mempengaruhi perkembangan
seni dan arsitektur di wilayahnya. Mereka membangun struktur-struktur seperti masjid,
istana, dan monumen yang mencerminkan kekayaan budaya dan arsitektur Islam.
Sekali lagi, penting untuk diingat bahwa ini adalah gambaran umum dan situasi khusus
yang dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti wilayah geografis dan kebijakan
pemerintahan individu.
Dinasti Ghaznawiyah, yang berkuasa dari abad ke-10 hingga ke-12 di wilayah yang
sekarang menjadi Afganistan dan sekitarnya, mencapai puncak kejayaannya di bawah
pemerintahan Mahmud dari Ghazni. Puncak kejayaan ini terjadi pada abad ke-11.
Mahmud dari Ghazni dikenal sebagai penakluk dan penjarah yang berhasil
menaklukkan sebagian besar wilayah India Utara pada masanya. Ia melakukan serangkaian
kampanye militer yang berhasil, memperoleh kekayaan dari penjarahan kuil-kuil dan kota-kota
India.
Selain keberhasilannya dalam kampanye militer, Mahmud juga menjadi pelindung seni,
sastra, dan ilmu pengetahuan. Ia membangun istana yang megah dan mendukung para
cendekiawan dan penyair pada masanya.
Dinasti Ghaznawiyah merupakan sebuah dinasti Islam yang didirikan oleh Alp Arslan
pada tahun 962 M di wilayah Ghazni, yang sekarang termasuk bagian dari Afghanistan. Dinasti
18
Al-alam Al-islami fi Al-ashr Al-abbasi.h.366
15
ini mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Mahmud dari Ghazni, yang terkenal
karena kampanye militernya dan penaklukan wilayah India.
Kemunduran Dinasti Ghaznawiyah dimulai pada akhir abad ke-11. Faktor-faktor yang
berperan dalam kemunduran ini termasuk tekanan dari kekuatan lain seperti kekaisaran Seljuk,
isu-isu penguasaan wilayah di India, dan konflik internal di antara para penguasa. Serangan-
serangan bangsa Ghur dari barat daya juga menjadi ancaman serius.
Pada tahun 1186 M, kota Ghazni sendiri jatuh ke tangan bangsa Ghur, dan ini dapat
dianggap sebagai titik balik dalam dinasti Ghaznawiyah. Setelah jatuhnya Ghazni, keturunan
terakhir dinasti Ghaznawiyah memindahkan ibu kota ke Lahore, namun kekuasaan mereka
semakin tergerus.
Akhirnya, pada tahun 1186 M, dinasti Ghaznawiyah digulingkan oleh bangsa Ghur dan
digantikan oleh kekaisaran Ghurid.19
19
Hamka, Sejarah Umat Islam jilid III(Jakarta : Bulan Bintang, 1981). h.122
16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari keterangan di atas penulis menyimpulkan, bahwa dari Sejarah dinasti ghaznawi
dan samaniyah yaitu banyak pengembangan yang di kembangkan oleh kedua dinasti tersebut,
mulai dari bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan masih banyak lainnya yang telah
berkembang di masa pemerintahan kedua Dinasti tersebut terutama bidang politik ini yang
mencolok dari keduanya. Adapun keruntuhan dari dinasti ghaznawiyah dan samaniyah itu
terjadi karena beberapa faktor yang sudah di jelaskan di atas. Karena bahwsanya setiap
pemerintahan pasti mempunyai masa keruntuhannya masing-masing, dan faktor dari
keruntuhan pasti berbeda masing-masingnya.
3.2 SARAN
Jadikan makalah yang kami buat untuk menambah wawasan bagi yang membaca,
apabila ada kesalahan dan kekurangan dari makalah kami tolong di koreksi karena kami sama-
sama belajar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedia Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),h.159.
Ahmad al-Usairy,at-Tarikhul Islami
Oleh Dr. H. Anwar Sewang, MA, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sulawesi Tengah 2017
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463.
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-
Ghazwi Al-Maghuli., hlm. 46
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
C.W. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung : Mizan, 1993), h. 129
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), h.192
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002), h. 64
Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, (London: Routledge and Kegan Paul, [t.t.]), h. 16
C.E .Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, h.205
Busman edyar dkk, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 95
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Cet. 2, ( Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), h. 155.
W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam, terjemahan Kartono Hadikusumo, judul asli The Majesty that
was Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 212
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
Al-alam Al-islami fi Al-ashr Al-abbasi.h.366
18