Anda di halaman 1dari 18

DINASTI SAMANIYAH DAN GHAZNAWI

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam II

Dosen Pengampu: Dr.Hj. Siti Ngaisah, M. Ag

Disusun Oleh Kelompok 3 PAI 3/B:

1. Salma Ananda Safira 221210051


2. Tazkia Jacinda Najmatusshofa 221210052
3. Muhammad Rizki 2212100

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 4

Latar belakang masalah ................................................................................................... 4

Rumusan masalah ............................................................................................................. 4

Tujuan masalah ................................................................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 5

2.1 Dinasti Samaniyah ...................................................................................................... 5

2.1.1 Perkembangan Politik, Kondisi Dan Kemajuan Dinasti

Samaniyah ..................................................................................................................... 6

2.1.2 Puncak Kejayaan Dinasti Samaniyah ............................................................... 8

2.1.3 Kemunduran Dan Keruntuhan Dinasti Samaniyah ........................................ 9

2.2 Dinasti Ghaznawi ........................................................................................................ 10

2.2.1 perkembangan politik, kondisi dan kemajuan dinasti ghaznawi ................... 13

2.2.2 puncak kejayaan dinasti ghaznawi .................................................................... 15

2.2.3 kemunduran dan keruntuhan dinasti ghaznawi .............................................. 15

BAB II PENUTUP` ........................................................................................................... 17

3.3 simpulan ....................................................................................................................... 17

3.2 saran ............................................................................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkat
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyelasaikan tugas ini dengan tepat waktu. Shalawat serta
salam tak lupa kita jungjungkan kepada Baginda yakni Nabi Muhammad SAW, beserta
keluarganya, kepada para sahabatnya, serta kita selaku yang mengikuti sunnahnya hingga akhir
zaman.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu Bapak Dr. Hj. Siti ngaisyah, M.A pada mata kuliah Sejarah peradaban islam II.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai DINASTI
SAMANIYAH DAN GHAZNAWI bagi pembaca dan juga penulis.

Demikianlah makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan atau
adanya ketidaksesuaian materi kami mohon maaf. Oleh karena itu, kami menerima kritikan
dan saran dari pembaca agar bisa membuat makalah dengan lebih baik pada kesempatan
berikutnya. Kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut para pakar sejarah islam, Daulat Abbasiyah telah berjasa dalammemajukan
umat islam. Hal ini ditandai dengan kemajuan di bidang ilmupengetahuan, peradaban, kesenian
dan filsafat. Sekalipun demikian menurut Philips K. Hatti dinasti ini tidak mampu
mempertahankan integritas negrinya,karena setelah Khalifah Harun Ar-Rasyid daerah
kekuasaan ini mulai goyah baikdaerah timur dan barat Baghdad. Hal ini bisa di lihat dengan
munculnya banyakdinasti-dinasti kecil di berbagai belahan dunia baik di timur dan barat
Baghdad. Dibarat Baghdad ada, Dinasti Idrisi di Maroko (172-375 H / 788 M-985 M), Dinasti
Aghlabi (184 H-296 H / 800 M-908 M), Dinasti Thulun di Mesir (254 H-292 H /868 M-967
M), Dinasti Ikhsyidi (323 H- 357 H / 934 M-967 M), Dinasti Hamdaniah (317
H – 399H/929M – 1009M). Di timur Baghdad diantaranya:Dinasti Tahiri (200 H-259 H / 820
M-872 M), Dinasti Safari (254 H-289 H / 867M-903 M), Dinasti Samani (261 H-389 H / 874
M-999 M), dan Dinasti Ghazwani.Faktor yang mendorong berdirinya dinasti kecil ini yaitu
adanya persainganajabatan Khalifah di antara keluarga raja dan munculnya sikap Abbasiyah
antaraketurunan Arab dan Non Arab, tepatnya Arab dan Persia.

Pendapat lainnya bahwa kemungkinan munculnya dinasti kecil ini pada abad keIII
Hijrah, disebabkan banyaknya kegoncangan politik, yang timbul dalam duniaislam yang
dimanfaatkan oleh keluarga yang sudah mempunyai kekuasaan didaerah

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana perkembangan politik, kondisi social keagamaan dinasti samaniyah dan


ghaznawi?
b. Bagaimana puncak kejayaan dinasti samaniyah dan ghaznawi?
c. Bagaimana keruntuhan dan hancurnya dinasti samaniyah dan ghaznawi?

1.3 Tujuan Rumusan Masalah

a. Menjelaskan perkembangan politik, kondisi social keagamaan dinasti samaniyah dan


ghaznawi
b. Menjelaskan puncak kejayaan dinasti samaniyah dan ghaznawi
c. Menjelaska keruntuhan dan hancurnya dinasti samaniyah dan ghaznawi

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DINASTI SAMANIYAH

Bani Saman dari Transoxiana dan Persia (974-999 M) adalah keturunan bangsawan
penganut Zoroaster bernama Saman dari daerah Balkh. Keluarga bangsawan ini sudah terkenal
keberaniannya pada era Khalifah Harun ar-Rasyid melalui keempat cucu dari Saman; Nuh,
Ahmad, Yahya dan Ilyas putra Asad bin Saman. Keempat putra tersebut membantu Khalifah
menumpas pemberontakan Rafi’ bin al-Laits di Samarkand.

Pada era al-Ma-mun, kesetiaan keempat putra Asad bin Saman terhadap pemerintahan
Abbasiyah dibayar dengan mengangakat mereka sebagai penguasa di Samarkand, Ferghana,
Al-Syas dan Herat. Ahmad bin Asad menggantikan saudaranya yang paling tua setelah
wafatnya sebagai pemimpin Samarkand dan diteruskan oleh Nashr bin Ahmad yang dinyatakan
secara resmi oleh Khalifah al-Mu’tamid (870-892 M) pada tahun 874 M sebagai amir di
Samarkand. 16 Pendiri Dinasti Saman adalah Nashr Bin Ahmad (874-892 M), yang juga cicit
dari Saman. Sedangkan sosok yang menegakkan dinasti ini adalah saudaranya, Ismail bin
Ahmad al-Samani (892-907 M).

Tegaknya Dinasti Samaniyah ini bisa jadi merupakan manisfestasi darihasrat


masyarakat Iran pada waktu itu. Adapun pelopor yang pertama kalimemproklamasikan Dinasti
Samaniyah ini, sebagai mana penjelasan Philip K.Hitti adalah Nasr Ibn Ahmad ( 874 M ), cucu
tertua dari keturunan Samaniyah,bangsawan Balk Zoroasterian, dan di cetuskan di
Transoxiana. Nasr Ibn Ahmad dipercaya menjadi gubernur di Transoksania dan Isma’il I bin
Ahmad di Bukhara. Selanjutnya Nasr I bin Ahmad mendapat kepercayaan dari khalifah al-
Mu’tamid untuk memerintah seluruh wilayah Khurasan dan Transoksania, dan daerah ini
menjadi basis perkembangan Dinasti Samaniyyah. Oleh sebab itu Nasr I bin Ahmad dianggap
sebagai pendiri hakiki dinasti ini. Dalam sejarah Samaniyah terdapat dua belas khalifah yang
memerintah secara berurutan, yaitu;1

a. Ahmad I bin Ibn Saman (gubernur Farghana) 204 H/819 M


b. Nashr I bin Ahmad (semula gubernur Samarkand) 250 H/864 M
c. Ismail I bin Ahmad 279 H/892 M

1
Oleh Faujan Adhim, buku Sejarah Peradaban Islam

5
d. Ahmad II bin Ismail 295 H/907 M
e. El-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
f. Al-Amir al-Hamid Nuh I 331 H/943 M
a. Al-Amir al-Mu’ayyad Abdul Malik I 343 H/954 M
b. Al-amir as-Sadid Manshur I 350 H/961 M
c. Al-Amir ar-Ridha Nuh II 365 H/976 M
d. Mansur II 387 H/997 M
e. Abdul Malik II 389 H/999 M
f. Ismail II Al-Muntashir 390-395H/1000-1005 M

Dinasti ini berbeda dengan dinasti kecil lain yang berada di sebelah barat Baghdad, dinasti ini
tetap tunduk kepada kepemimpinan Khalifah Abbasiyyah.2

KONDISI POLITIK DINASTI SAMANIYAH

Dinasti Samaniyah adalah sebuah dinasti yang memerintah di wilayah Persia dan
bagian dari Asia Tengah dari sekitar tahun 819 M hingga 1005 M. Dinasti ini Didirikan oleh
Saman Khuda, dan merupakan salah satu dinasti pertama dari bangsa Iran yang memerintah di
wilayah tersebut setelah penalukan Arab.

Perkembangan politik Dinasti Samaniyah meliputi penguatan kekuasaan mereka di


wilayah Persia dan Asia Tengah, serta upaya mereka untuk mempertahankan stabilitas politik
di tengah serbuan dari berbagai suku dan bangsa yang berbeda. Mereka juga memainkan peran
penting dalam mendukung dan mempromosikan kebudayaan dan kesusastraan Persia.Berikut
adalah beberapa perkembangan politik yang terkait dengan dinasti Samaniyah: 3

1. Pemberian Kekuasaan oleh Kekhalifahan Abbasiyah: Dinasti Samaniyah Didirikan


oleh Ismail al-Samani pada awal abad ke-9 Masehi. Pemberian kekuasaan kepada
dinasti ini oleh Kekhalifahan Abbasiyah menandai awal dari pemerintahan mereka di
wilayah Transoxiana (sebagian besar wilayah yang sekarang termasuk Uzbekistan,
Tajikistan, dan sekitarnya).
2. Penguasaan Wilayah Transoxiana: Dinasti Samaniyah memperluas wilayah
kekuasaannya di wilayah Transoxiana dan sekitarnya, yang mencakup sebagian besar
Asia Tengah. Mereka menjalankan pemerintahan yang relatif stabil di wilayah ini.

2
Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedia Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),h.159.
3
Ahmad al-Usairy,at-Tarikhul Islami

6
3. Perlindungan terhadap Ilmu Pengetahuan dan Budaya: Di bawah dinasti Samaniyah,
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya yang signifikan. Mereka
mendukung perkembangan sastra, seni, dan ilmu pengetahuan, serta melindungi
intelektual seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina.
4. Perkembangan politik Dinasti Samaniyah mencerminkan dinamika politik yang
kompleks di wilayah Persia selama periode tersebut, dengan perubahan dan persaingan
yang mempengaruhi pemerintahan mereka

Namun, pada akhirnya, Dinasti Samaniyah mengalami kemunduran akibat tekanan dari
dinasti-dinasti lain, terutama dinasti Ghaznavid yang mulai memperluas kekuasaannya. Pada
tahun 1005 M, Dinasti Samaniyah jatuh dan wilayah mereka menjadi bagian dari kekaisaran
Ghaznavid.

KONDISI SOSIAL DAN KEAGAMAAN DINASTI SAMANIYAH

Dinasti Samaniyah adalah sebuah dinasti kekuasaan Persia yang berkuasa dari sekitar
tahun 819 hingga 999 M. Kondisi sosial dan keagamaan pada masa tersebut sangat
dipengaruhi oleh faktor politik, budaya, dan agama.4

1. Agama : Dinasti Samaniyah Didirikan oleh Isma'il ibn Ahmad, yang menanamkan
aliran Islam Syiah Isma'iliyah. Namun, pada masa pemerintahan Nasr I
(memerintah 914-943 M), pemerintahannya cenderung lebih netral dalam urusan
agama dan tidak memaksakan pandangan keagamaan tertentu pada rakyatnya.
2. Pluralitas Agama : Meskipun Islam adalah agama dominan di wilayah ini, terdapat
beragam kepercayaan dan agama lain di masyarakat, termasuk Zoroastrianisme,
Kristen, dan sejumlah kepercayaan tradisional.
3. Intelektualisme dan Kebudayaan : Masa pemerintahan Samaniyah dikenal sebagai
periode kebangkitan intelektual di wilayah Persia. Mereka mendukung kegiatan
ilmiah dan intelektual, memungkinkan perkembangan sastra, filsafat, dan seni.
4. Struktur Sosial : Struktur sosial pada masa Dinasti Samaniyah mencakup berbagai
golongan, termasuk bangsawan, pedagang, petani, dan rakyat biasa. Kondisi sosial
bisa sangat berbeda tergantung pada status sosial dan ekonomi.

4
Oleh Dr. H. Anwar Sewang, MA, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sulawesi Tengah 2017

7
5. Kondisi Ekonomi : Wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Samaniyah termasuk daerah
pinggiran kota dan strategis untuk perdagangan. Ini mendukung perekonomian
yang relatif kuat, terutama melalui perdagangan dan pertanian.
6. Kehidupan Sehari-hari : Kehidupan sehari-hari masyarakat mencakup berbagai
aktivitas, seperti bekerja, beribadah, dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan
budaya.
7. Pengaruh Budaya Asing : Wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Samaniyah terletak
di persimpangan berbagai jalur perdagangan dan sering kali dipengaruhi oleh
budaya-budaya asing, terutama dari Asia Tengah dan Timur Tengah.
8. Kesenjangan Sosial : Seperti pada masa kekuasaan kebanyakan dinasti, ada
kemungkinan adanya kesenjangan sosial antara kelompok yang berkuasa dan rakyat
biasa.

Penting untuk diingat bahwa kondisi sosial dan keagamaan selalu berubah seiring
waktu dan bergantung pada banyak faktor, termasuk pemerintahan yang berkuasa,
peristiwa sejarah, dan pengaruh budaya eksternal.

PUNCAK KEJAYAAN DINASTI SAMANIYAH

Dinasti Samaniyah telah memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kemajuan
Islam, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, filasafat, budaya, politik, dan lain-lain. Tokoh atau
pelopor yang sangat berpengaruh dibidang filsafat dan ilmu pengetahuan pada dinasti ini
adalah Ibn Sina, selain Ibn Sina juga muncul para pujangga dan ilmuwan dibidang kedokteran,
astronomi dan filsafat yang sangat terkenal, seperti Al-Firdausi, Ummar Kayam, Al-Bairuni
dan Zakariya Al- Razi.

Dinasti ini telah berhasil menciptakan kota Bukhara dan Samarkan sebagai kota budaya
dan kota ilmu pengetahuan yang sangat terkenal di seluruh dunia, sehingga kota ini dapat
menyaingi kota-kota lain, seperti Baghdad dan Cordova. Dinasti ini juga telah berhasil
mengembangkan perekonomian dengan baik, sehingga kehidupan masyarakatnya sangat
tentram, hal terjadi karena dinasti ini tidak pernah lepas hubungan dengan pemerintah pusat di
Baghdad.5

5
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151

8
ilmu kedokteran, ilmu falak serta filsafat juga mengalami kemajuan dengan disusun
dan direkonstruksi serta diterjemahkan bahasa Persia ke bahasa Asab. Diantara beberapa
literatur di bidang kedokteran yang terkenal masa itu adalah buku al-Manshury yang dikarang
oleh Abu Bakr al-Razzi. Pada masa ini muncul pula filosof muda belia yakni Ibnu Shina yang
berhasil mengobati Amir Nuh bin Mansur pada saat Ibnu Sina berusia delapan belas tahun. Di
bidang kesusasteraan muncul al-Firdawsi (934-1020) yang menulis sajak-sajaknya. Tercatat
juga dalam sejarah seorang wazir pada pemerintahan al-Manshur I bin Nuh (961-976) yang
bernama Bal’ami. Ia menerjemahkan Mukhtasar al-Thabari. Bahkan perpustakaan milik dinasti
Samaniyah yang berada di Bukhara memiliki berbagai koleksi buku yang tidak dijumpai di
tempat lain.[6] Begitu tingginya peradaban umat manusia di masa Dinasti Samaniyah ini
terlebih lagi bila dibandingkan dengan keadaan peradaban yang terjadi pada kedua dinasti
sebelumnya. Tidak hanya dalam bidang sains dan filsafat yang berkembang dimasa ini tetapi
juga dalam bidang ilmu-ilmu keislaman.6

MASA KEMUNDURAN DINASTI SAMANIYAH

Pada akhir sejarah, dinasti ini dipimpin oleh Manshur bin Abdul Malik (961-976 M). Pada
masa ini wilayah kekuasaannya mulai terpecah dan memisahkan diri, di antaranya kelompok
Buwaihi yang menguasai setengah wilayah Iran, dan juga Tabristan, Jurjan dan Dailam yang
juga memisahkan diri. Penyebab melemahnya dinasti ini antara lain:

1 pertama, perpecahan yang hebat di internal dinasti yang mana kepemimpinan


diambil oleh pemimpin yang masih muda dan kurang pengalaman dalam
pemerintahan.
2 Kedua, adanya pemberontakan dari wilayah-wilayah yang ingin memisahkan diri.
3 Ketiga, permintaan bantuan tentara kepada bangsa Turki dan yang paling utama
adalah adanya pengaruh besar bangsa Turki dari dinasti Ghazanawi yang
mengalahkan kekuasaan Samaniyah.7

6
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463.
7
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-Ghazwi
Al-Maghuli., hlm. 46

9
DINASTI GHAZNAWI

Sudah diterangkan dahulu bahwa Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh


hanya pada periode seratus tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah
sebagai pemerintahan pusat melemah. Dalam kondisi seperti itu negara-negara provensi
berusaha untuk melepasakan diri dan Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi menjadi
satu-satunya kota internasional. Ibu kota negara-negara provensi menyaingi Baghdad. Daulah-
daulah kecil berlomba untuk maju, terutama dalam bidang peradaban dan ilmu pengetahuan.
Diseblah timur kota Baghdad berdiri bani Ghaznawiyah. Kerajaan-kerajaan kecil pada
masanya masingmasing ikut andil memajukan ilmu pengetahuan dalam Islam.8

Pada tahun-tahun pertengahan dari abad kesepuluh, terlihat pada negara Samaniyah
adanya tanda-tanda ketidakstabilan. Serangkaian revolusi istana memperlihatkan bahwa kelas
militer dan kelas tuan tanah, menentang kebijaksanaan sentralisasi admistratif para amir, dan
berupaya memegan kendali; pemberontakanpemberontaka di Khurasan melepaskan dari
provinsi itu dari otoritas langsung Bukhara. Karena itu tidaklah sulit Qarakhaniyah dan
Ghaznawiyah untuk mengambil alih wilayah Samaniyah pada dasawarsa terakhir abad ini.9

Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan perdaban Islam daripada
persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman
penguasa Bani Abbas, dengan berbagi cara diantaranya pemberontakan yang dilakuka oleh
seorang pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Dari latar
belakang dinasti-dinasti itu, Nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama antara
Arab, Persia, dan Turki.10

Masuknya unsur Turki dalam pemerintahan Abbasiyah semakin menambah


persainagan antara bangsa, Al-Mutashim dan khalifah sesudahnya, Al-Watsiq, mampu
mengendalikan mereka. Namun, khalifah Al-mutawakkil yang merupakan awal kemunduran
politik Bani Abbas, adalah khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya, orang-orang
Turki dapat merebut kekuasaan dengan cepat.

Bangsa Turki mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan peradaban
Islam. Peran yang paling menonjol telihat dalam politik ketika mereka masuk dalam barisan

8
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
9
C.W. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung : Mizan, 1993), h. 129
10
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), h.192

10
tentara profesinal maupun dalam birokrasi pemerintahan yang bekerja untuk khalifah-khalifah
bani Abbasiyah, kemudian, mereka sendiri membangun kekuasaan yang sekalipun independen
tetapi masih tetap mengaku loyal kepada khalifah Bani Abbasiyah

Setelah keruntuhan kerajaan Daulat Bani Abbasiyah, kekuatan militer Abbasiyah pada
waktu itu mulai mengalami kemunduran, sebagai penggantinya para penguasa Abbasiyah
menjalankan orang yang profesional di bidang kemeliteran, khususnya tentara Turki dengan
sistem perbudakan. Pengangkatan anggota militer baru Turki ini dalam perkembangan
selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan Khalifah, sudah muncul
fanatisme kebangsaan berupa gerakan Syu‟ubiyah (kebangsaan anti Arab). Kelompok inilah
yang banyak memberikan inspirasi terhadap gerakan politik, di samping persoalan keagamaan.

Sebuah daula baru, Ghaznawiyah yang terbentuk di Ghazna pada tahun 366 H/976 M
mempunyai peranan besar dalam sejarah Islam terutama pada anak benua India. Pada tahun
350 H/961 M Raja Bani Saman, Abd Malik bin Nuh, mengangkat Alpataqin menjadi Gubernur
di Hijah, Barat laut Afganistan. Tetapi jabatan ini berakhir ketika rajanya meninggal dan
digantikan oleh Mansur bin Nuh.11

Dapat disimpulkan dari sejarah di atas pengambilalihaan kekuasaan ala Ghaznawi ini
diawali oleh masalah pribadi Alpatakin yang tidak diangkat menjadi gubernur lagi, sehingga
membuat Alpatakin membentuk sebuah dinasti kecil lalu melakukan ekspansi-ekspansi secara
perlahan sehingga memiliki banyak wilayah dan pasukan. Dilanjutkan oleh anaknya Sabutaqin
yang hampir sama dengan beliau melakukan ekspansi-ekspansi.

Akhirnya puncak dinasti itu lahir di tangan seorang Mahmud yang berhasil
melumpuhkan Samaniyah. 12 Para sejarawan berbeda pendapat dalam menentukan siapa
sebenarnya yang mendirikan dinasti Ghaznawi. Jurji Zaidan menganggap Alpataqin sebagai
pendiri Dinasti Ghaznawi, sedangkan Philip K. Hitti berpendapat bahwa Sabuktaqin adalah the
real founding dinasti Ghaznawiyah. 13 Menurut hemat penulis, kedua pendapat tersebut dapat
dibenarkan, paling tidak Alpataqin adalah sebagai perintis berdirinya Dinasti Ghaznawiyah,
sementara Sabuktaqin mampu membentuk kekuatan dinasti yang mapan dan wilayah yang luas
sehingga kemudian diakui keberadaannya oleh Baghdad.12

11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002), h. 64
12
Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, (London: Routledge and Kegan Paul, [t.t.]), h. 16

11
Raja-raja yang berkuasa di dinasti ghaznawi dari awal pemerintahan hingga akhir
pemerintahan :

Nashir Ad-Dawlah Sabuktaqin 366 H/ 977 M

2. Ismail 387 H/ 997

3. Yamin Ad-Dawlah Mahmud 388 H/ 998 M

4. Jalal Ad-Dawlah Muhammad 421 H/ 1030 M (Memerintah yang pertama kalinya)

5. Shyab Ad-Dawlah Mas‟ud I 421 H/1031 M

6. Muhammad 432 H/ 1041 M (memerintah yang kedua kalinya)

7. Shiyab Ad-Dawlah Mawdud 432 H/ 1041 M

8. Mas‟ud II 441 H/ 1051 M

9. Baha‟ Ad-Dawlah Ali 441 H/1051 M

10. „Izz Ad-Dawlah „Abdul Rasyid 441 H/ 1050 M

11. Qiwan Ad-Dawlah Toghril 444 H/ 1053 M (pengambil alih kekuasaan)

12. Jamal Ad-Dawlah Farrukhzad 444 H / 1053 M

13. Zhair Ad-Dawlah Ibrahim 451 H / 1059 M

14. „Ala‟ Ad-Dawlah Mas‟ud III 492 H / 1099 M

15. Kamal Ad-Dawalah Syirzad 508 H / 1115 M

16. Sulthan Ad-Dawlah Arslan Syah 509 H / 1115 M

17. Yamin Ad-Dawlah Bahran Syah 512 H / 1118 M

18. Mu‟izz Ad-Dawlah Khusraw Syah 547 H /1152 M 31

19. Taj Ad-Dawlah Khusrah Malik 555-582 H /1160-1186 M (Penaklukan Ghuriyah).13

13
C.E .Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, h.205

12
KONDISI POLITIK DINASTI GHAZNAWIYAH

Keunggulan Ghaznawiyah disamping faktor Mahmud sendiri memang terkenal sebagai


komandan perang yang handal juga faktor situasi politik di daerahdaerah yang akan ditaklukan.
Mahmud sangat diuntungkan dengan situasi India yang sedang mengalami disintregrasi
sehingga dengan mudah ia menguasainya. Hal yang sama juga terjadi pada masa pemerintahan
Sebuktigin ketika menaklukan Raja Jaipul.14

Kemenangan demi kemenangan yang diperoleh Mahmud menunjukan supremasi


politik dan militer Ghaznawiyah dan ini berdampak kepada kemajuan ekonomi. Dengan
penaklukan itu Ghaznawiyah meraih harta rampasan yang sangat banyak disamping pajak.
Harta tersebut disamping digunakan sebagai pembiayaan penyelenggaraan Negara, termasuk
juga di dalamnya digunakan untuk memajukan Ilmu Pengetahuan dan budaya, digunakan pula
sebagai cadangan oprasional biaya ekspedisi dan menggaji tentara angkatan perang.

Dinasti Ghaznawiyah berhasil melakukan perluasan daerah ke beberapa wilayah.


Semua itu tak terlepas dari usaha dan peran para tokoh penguasa dinasti Ghaznawiyah untuk
menguatkan politiknya dengan cara memperluas daerah kekuasaannya ke india. Perlu dicatat
Mahmud Ghaznawiyah melakukan 17 kali penyerangan dalam kurun waktu 26 tahun yaitu dari
tahun 391-417 H/1000-1026 M.15

Perlu diingat bahwa Mahmud Ghaznawiyah menghancurkan daerah atau kota


ditaklukkan tidak sampai rata dengan bumi, dia tidak pernah mengenal pembunuhan massal, ia
hanya bangga dengan panggilan penghancur berhala. Akibat serangan-serangan pasukan
Mahmud Ghaznawiyah menimbulkan rasa takut dikalangan raja-raja Hindu di India,
diantaranya raja Hadarata yang pada akhirnya memeluk agama Islam bersama kurang lebih
10.000 orang pengikutnya pada tahun 411 H/1020 M.

Dalam pemerintahan Sultan Mahmud Ghaznawiyah, kemajuan bidang politik


mencapai puncaknya. Ghazna yang semula adalah kerajaan kecil, yang di sana-sini terdapat
reruntuhan bangunan akibat perang, ia bangun kembali menjadi kota yang megah yang kelak
menjadi pusat kebudayaan dan perkembangan ilmu pengetahuan. Kerajaan tersebut menjadi

14
Busman edyar dkk, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 95
15
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Cet. 2, ( Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), h.
155.

13
luas, dari pinggir laut Kaspia di utara hingga sungai Gangga di India, dari sungai Ozus di
Amudarya (Asia Tengah) sampai sungai Indus (pesisir selatan India).16

KONDISI SOSIAL DAN KEAGAMAAN DINASTI GHAZNAWIYAH

Dinasti Ghaznawiyah adalah dinasti yang berkuasa di wilayah Persia dan sekitarnya
pada abad ke-10 hingga ke-12 Masehi. Kondisi sosial dan keagamaan di bawah pemerintahan
dinasti Ghaznawiyah dapat dijelaskan sebagai berikut17:

1. Keagamaan : mayoritas penduduk di wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Ghaznawiyah


menganut agama Islam. Pemerintahannya sendiri didasarkan pada prinsip-prinsip
Islam, meskipun ada juga komunitas agama minoritas, seperti Hindu, Budha, dan
Zoroastrian.
2. Islam Sunni : Dinasti Ghaznawiyah menganut aliran Islam Sunni. Raja-raja dan para
pejabat pemerintah mendukung dan mempromosikan ajaran Sunni dalam wilayah
kekuasaannya.
3. Pentingnya Agama dalam Pemerintahan : Agama Islam memainkan peran penting
dalam kebijakan pemerintahan Dinasti Ghaznawiyah. Para penguasa Ghaznawiyah
sering mendukung pembangunan masjid, perguruan Islam, dan mendukung ulama
Islam untuk memelihara dan memperluas ajaran Islam.
4. Keberagaman Agama : Di wilayah kekuasaan Ghaznawiyah terdapat komunitas agama
minoritas. Ini termasuk pemeluk Hindu, Budha, dan Zoroastrian. Meskipun sebagian
besar penduduk menganut Islam, mereka memberikan perlindungan terhadap
komunitas agama minoritas, meskipun ada juga periode di mana terjadi perpecahan
terhadap agama-agama non-Islam.
5. Sistem Sosial : Kondisi sosial di bawah dinasti Ghaznawiyah terdiri dari berbagai
lapisan masyarakat. Kelas elit terdiri dari bangsawan, pejabat pemerintah, dan militer.
Di bawahnya adalah pedagang, petani, dan pekerja lainnya. Sistem kasta Hindu juga
mempengaruhi struktur sosial di wilayah-wilayah dengan mayoritas populasi Hindu.
6. Pendidikan dan Budaya : Pada masa pemerintahan Ghaznawiyah, terjadi perkembangan
dalam bidang pendidikan dan budaya. Mereka mendukung pembangunan perguruan

16
W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam, terjemahan Kartono Hadikusumo, judul asli The Majesty that was
Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 212
17
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118

14
Islam dan memfasilitasi penyebaran ilmu pengetahuan. Ghaznawiyah dikenal karena
membangun perpustakaan dan mendukung ilmuwan dan cendekiawan.
7. Kesenian dan Arsitektur : Dinasti Ghaznawiyah juga mempengaruhi perkembangan
seni dan arsitektur di wilayahnya. Mereka membangun struktur-struktur seperti masjid,
istana, dan monumen yang mencerminkan kekayaan budaya dan arsitektur Islam.

Sekali lagi, penting untuk diingat bahwa ini adalah gambaran umum dan situasi khusus
yang dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti wilayah geografis dan kebijakan
pemerintahan individu.

MASA KEJAYAAN DINASTI GHAZNAWI

Dinasti Ghaznawiyah, yang berkuasa dari abad ke-10 hingga ke-12 di wilayah yang
sekarang menjadi Afganistan dan sekitarnya, mencapai puncak kejayaannya di bawah
pemerintahan Mahmud dari Ghazni. Puncak kejayaan ini terjadi pada abad ke-11.

Mahmud dari Ghazni dikenal sebagai penakluk dan penjarah yang berhasil
menaklukkan sebagian besar wilayah India Utara pada masanya. Ia melakukan serangkaian
kampanye militer yang berhasil, memperoleh kekayaan dari penjarahan kuil-kuil dan kota-kota
India.

Selain keberhasilannya dalam kampanye militer, Mahmud juga menjadi pelindung seni,
sastra, dan ilmu pengetahuan. Ia membangun istana yang megah dan mendukung para
cendekiawan dan penyair pada masanya.

Namun, setelah kematian Mahmud, kekuasaan dinasti Ghaznawiyah mulai melemah


dan wilayahnya terpecah-belah. Pada akhirnya, mereka dikalahkan oleh kekuatan lain,
termasuk kekaisaran Seljuk dan kekaisaran Ghurid.

Jadi, kejayaan dinasti Ghaznawiyah terutama terfokus pada masa pemerintahan


Mahmud dari Ghazni dan puncak keberhasilannya dalam kampanye militer dan dukungannya
terhadap seni dan ilmu pengetahuan18

MASA KEMUNDURAN DINASTI GHAZNAWI

Dinasti Ghaznawiyah merupakan sebuah dinasti Islam yang didirikan oleh Alp Arslan
pada tahun 962 M di wilayah Ghazni, yang sekarang termasuk bagian dari Afghanistan. Dinasti

18
Al-alam Al-islami fi Al-ashr Al-abbasi.h.366

15
ini mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Mahmud dari Ghazni, yang terkenal
karena kampanye militernya dan penaklukan wilayah India.

Kemunduran Dinasti Ghaznawiyah dimulai pada akhir abad ke-11. Faktor-faktor yang
berperan dalam kemunduran ini termasuk tekanan dari kekuatan lain seperti kekaisaran Seljuk,
isu-isu penguasaan wilayah di India, dan konflik internal di antara para penguasa. Serangan-
serangan bangsa Ghur dari barat daya juga menjadi ancaman serius.

Pada tahun 1186 M, kota Ghazni sendiri jatuh ke tangan bangsa Ghur, dan ini dapat
dianggap sebagai titik balik dalam dinasti Ghaznawiyah. Setelah jatuhnya Ghazni, keturunan
terakhir dinasti Ghaznawiyah memindahkan ibu kota ke Lahore, namun kekuasaan mereka
semakin tergerus.

Akhirnya, pada tahun 1186 M, dinasti Ghaznawiyah digulingkan oleh bangsa Ghur dan
digantikan oleh kekaisaran Ghurid.19

19
Hamka, Sejarah Umat Islam jilid III(Jakarta : Bulan Bintang, 1981). h.122

16
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari keterangan di atas penulis menyimpulkan, bahwa dari Sejarah dinasti ghaznawi
dan samaniyah yaitu banyak pengembangan yang di kembangkan oleh kedua dinasti tersebut,
mulai dari bidang ekonomi, ilmu pengetahuan dan masih banyak lainnya yang telah
berkembang di masa pemerintahan kedua Dinasti tersebut terutama bidang politik ini yang
mencolok dari keduanya. Adapun keruntuhan dari dinasti ghaznawiyah dan samaniyah itu
terjadi karena beberapa faktor yang sudah di jelaskan di atas. Karena bahwsanya setiap
pemerintahan pasti mempunyai masa keruntuhannya masing-masing, dan faktor dari
keruntuhan pasti berbeda masing-masingnya.

3.2 SARAN

Jadikan makalah yang kami buat untuk menambah wawasan bagi yang membaca,
apabila ada kesalahan dan kekurangan dari makalah kami tolong di koreksi karena kami sama-
sama belajar.

17
DAFTAR PUSTAKA

Oleh Faujan Adhim, buku Sejarah Peradaban Islam

Perpustakaan Nasional RI. Ensiklopedia Islam, (Jakarta ; Ichtiar Baru van Hoeve, 2005),h.159.
Ahmad al-Usairy,at-Tarikhul Islami
Oleh Dr. H. Anwar Sewang, MA, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, Sulawesi Tengah 2017
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h.151
K. Hitti., History of The Arabs. h. 462-463.
Al-Faqi, Ad-Dual Al- Mustaqil Fi Al-Masyriq Al-Islamiy Mundzu Mustahalli Al-Ashr Al-Abbasi Hatta Al-
Ghazwi Al-Maghuli., hlm. 46
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
C.W. Bosworth, Dinasti-Dinasti Islam (Bandung : Mizan, 1993), h. 129
Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, (Bandung: Mizan, 2004), h.192
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2002), h. 64
Carl Brockelman, History of The Islamic Peoples, (London: Routledge and Kegan Paul, [t.t.]), h. 16
C.E .Boswort, Dinasti-Dinasti Islam, h.205
Busman edyar dkk, Sejarah Perdaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009), h. 95
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Cet. 2, ( Jakarta, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994 ), h. 155.
W.Montgomery Watt, Kejayaan Islam, terjemahan Kartono Hadikusumo, judul asli The Majesty that
was Islam, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h. 212
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Prenada, 2007), h. 117-118
Al-alam Al-islami fi Al-ashr Al-abbasi.h.366

18

Anda mungkin juga menyukai